Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123522 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liny Budiasih
"Berkulit gelap, mata lebar, memelihara meja abu, dan memuja leluhur adalah sosok masyarakat Cina Benteng di Tangerang. Peranakan Tionghoa di Tangerang atau yang dikenal dengan Cina Benteng telah lama berakulturasi dengan masyarakat setempat, khususnya dalam hal kebahasaan. Oleh sebab itu, skripsi ini akan membahas variasi bahasa Cina Benteng di wilayah Tangerang (Kecamatan Neglasari, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Karawaci). Pengambilan dan pengolahan data menggunakan metode pupuan lapangan, metode kuantitatif, dan kualitatif. Daftar tanyaan yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, kosakata anggota tubuh, kosakata gerak dan kerja, serta kosakata sistem kekerabatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh masyarakat Cina Benteng di wilayah Tangerang adalah bahasa Melayu dialek Betawi. Selain itu, identitas masyarakat Cina Benteng terlihat dari penggunaan bahasa Hokkian pada kosakata sistem kekerabatan.

Dark skinned, wide eye, using the table of ash, and worshiping the ancestors are the figures of Chinese Fort Community in Tangerang. Chinese breeding in Tangerang, known as Chinese Fort has long been acculturated with local community, especially in term of language. Therefore, this paper will discuss The Language Variations of Chinese Fort in Tangerang (Subdistrict of Neglasari, District of Karawaci, and City of Tangerang). Retrieval and data processing is done by using the questionnaire, quantitative methode, and qualitative methode. A list of questions that used are Swadesh basic vocabulary, body parts vocabulary, work and movement vocabulary, and kinship system vocabulary. The result showed that the language that is used by the Chinese Fort Community is Malay language of Betawi dialect. In addition, the identity of the Chinese Fort can be recognized by the use of Hokkian language in the kinship system vocabulary.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suprayogi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji variasi bahasa dan sentuh bahasa di Kabupaten Pringsewu melalui pendekatan dialektologi. Dengan menggunakan metode pupuan lapangan, penelitian ini menjaring data dengan daftar tanyaan kosakata Swadesh, medan makna anggota Tubuh, dan medan makna gerak dan kerja. Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah geografi dialek Lauder, 2007 dan Chambers dan Trudgill, 2007, pemetaan bahasa Ayatrohaedi, 2002 dan sentuh bahasa McMahon, 1994 dan Thomason, 2001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Pringsewu terdapat empat bahasa yang dominan yakni bahasa Lampung, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Semendo. Bahasa Lampung di Pringsewu memiliki tiga variasi sub wicara, yakni bahasa Lampung Pesisir, bahasa Lampung Pubian dan bahasa Lampung Komering. Selain itu, terdapat variasi leksikal sampai dengan empat belas etima dengan beberapa korespondensi bunyi dan perubahan bunyi antarbahasa di dalamnya. Perhitungan dialektometri menunjukkan bahwa terdapat banyak wilayah yang sebenarnya memiliki perbedaan bahasa hanya berstatus beda dialek. Keadaan ini terjadi karena adanya sentuh bahasa dan warisan bersama bahasa proto. Sentuh bahasa melalui peminjaman leksikal terjadi lebih banyak secara adopsi daripada adaptasi dan terjadi dalam kategori kontak biasa.

This research was aimed at investigating language variation and language contact in Pringsewu regency using dialectology approach. By applying field research, this study collected the data using the Swadesh list and lexical fields of body parts and activities. The theories used in this study were dialect geography Lauder, 2007 dan Chambers dan Trudgill, 2007, language mapping Ayatrohaedi, 2002 and language contact McMahon, 1994 dan Thomason, 2001 . This study revealed that there were for main languages in Pringsewu namely Lampungic, Javanese, Sundanese and Semendo. In this study, there are three variations of Lampung language, namely Lampung Pubian, Lampung Pesisir, and Lampung Komering. The lexical variaties can be classified in 14 groups of etyma, and sound correspondence as well as pattern of language changes were found in this study. The result of dialectometry revealed that there were alot of areas categorized as 'different in dialect', whereas they were actually 'different in language'. This was due to the existence of language contact and shared features of proto languages. Language contact in the Lampung villages was in the level of casual contact where lexical adoption borrowing occured more than lexical adaptation one."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T48786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janiarto Mihendra
"Menurut Prawiroatmojo 1985, kata Pandhalungan berasal dari bentuk dasar bahasa Jawa dhalung yang berarti periuk besar. Masyarakat Pandhalungan adalah masyarakat percampuran budaya Jawa dan budaya Madura yang menggunakan bahasa yang dianggap kasar untuk berkomunikasi di Kabupaten Jember. Bahasa tersebut, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana korespondensi antara bahasa Jawa dengan bahasa Madura. Situasi bahasa masyarakat Pandhalungan menjadi hal yang menarik diteliti dalam perspektif dialektologi. Metode pengambilan data pada penelitian ini menggunakan metode pupuan lapangan atau wawancara langsung dengan informan. Daftar tanyaan berjumlah 263 kosakata terdiri atas kosakota Dasar Swadesh, kosakata dasar ganti, sapaan, dan acuan, kosakata kekerabatan, serta kosakata permainan. Titik pengamatan penelitian ini adalah 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Jember. Data dari hasil wawancara divisualisasikan ke dalam bentuk peta lambang. Selanjutnya, peta tersebut dibuat berkas isoglos lalu dihitung berdasarkan dialekometri. Langkah tersebut akan menujukkan variasi bahasa yang ada di Kabupaten Jember.

According to Prawiroatmojo 1985 , the word pandhalungan is from the basic Java dhalung language which means periuk besar. The Pandhalungan society are cultrural mixing from Java and Madura. they use language which considered as rude to use in Jember. The rude languages are Java and Madura. The research problem is how the correspondent between Java and Madura language. The situation language of Pandhalungan society is interesting for research in the perspective of dialectology. Methods of data retrieval in this study using the method of field invocation or direct interviews with informants. A list of 263 vocabulary questions consists of the Basic of Swadesh vocabulary, basic vocabulary, greetings, and references, vocabulary kinship, and game vocabulary. Observation point of this research is 16 sub districts in Jember district. Data from the interview results are visualized in the form of symbol map. Furthermore, the map is made isoglos file then calculated based on the dialekometri. This step will show variaties of language in Jember District."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Rizky Wasiat
"Kabupaten Indramayu adalah salah satu daerah kantung pemakaian bahasa Jawa di Jawa Barat. Kabupaten ini berbatasan dengan tiga kabupaten yang merupakan daerah pakai bahasa Sunda. Hal ini menyebabkan adanya kontak bahasa di Kabupaten Indramayu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana situasi kebahasaan akibat adanya kontak bahasa di Kabupaten Indramayu.Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan situasi kebahasaan dan kontak bahasa yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Situasi kebahasaan dan kontak bahasa di Kabupaten Indramayu tersebut dilihat dengan pendekatan dialektologi. Pengambilan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan menggunakan 200 kosakata dasar Swadesh, 33 kosakata kata ganti, sapaan, dan acuan, 25 kosakata sistem kekerabatan, dan 52 kosakata makanan dan minuman dilengkapi dengan pengakuan bahasa yang digunakan. Titik pengamatan dalam penelitian ini berjumlah 20 titik pengamatan berupa kecamatan yang ada di Kabupaten Indramayu dan setiap kecamatan diwakili oleh satu informan. Data hasil wawancara divisualisasikan ke dalam peta lambang. Kemudian, peta tersebut dibuat berkas isoglos, dihitung dialektometrinya, dan dibuat jaring laba-laba. Hasil penghitungan dialektometri, jaring laba-laba, pengakuan bahasa informan, dan pengecekan kosakata digunakan untuk melihat situasi kebahasaan dankontak antara bahasa Sunda dan bahasa Jawa di Kabupaten Indramayu. Hasil temuan menunjukkanadanya dua bahasa, bahasa Sunda dan bahasa Jawa, dan kontak bahasa antara bahasa di antara kedua bahasa tersebut di Kabupaten Indramayu.

Indramayu regency is one of the area that uses Javanese language in West Java. The regency borders three regencies which are the areas that use Sundanese language. This causes the language contact in Indramayu. The problem formulation of this research is how is the language situation as a result of language contact in Indramayu. The purpose of this research is to describe the language situation and language contact contained in Indramayu, The language situation and language contact in the Indramayu regency is seen with dialectology approach. Data were collected by field interview method that uses 200 basic Swadesh vocabularies, 33 vocabulary pronouns, greetings, and references, 25 kinship vocabularies, and 52 food and drink vocabularies along with the recognition of the language used. Point of observation in this study are 20 observation points in the form of districts in Indramayu regency and each district is represented by a single informant. Interview data is visualized in map symbol. Then, the map file is turned into isogloss files, which dialectometry is being calculated, and is made cobwebs. Dialectometry count results, cobwebs, informant language recognition, and vocabulary check are used to look at the language situation and contact between Sundanese and Javanese in Indramayu. The findings show there are two languages, Sundanese and Javanese, and contact between languages between the two languages in Indramayu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Triyani
"Indonesia merupakan negara yang kaya dengan bahasa daerah. Banyaknya jumlah bahasa di Indonesia terlihat dari jumlah bahasa yang dikemukakan oleh Badan Pusat Data dan Statistik dan Glottolog. Menurut Badan Pusat Data dan Statistik, bahasa yang ada di Indonesia berjumlah 750 bahasa. Sementara itu, menurut Glottolog, bahasa yang ada di Indonesia berjumlah sebanyak 763 bahasa. Namun, dari banyaknya bahasa yang ada di Indonesia masih belum banyak dilakukan pemetaan bahasa untuk mengetahui berbagai variasi bahasa di setiap daerah seperti di Kotamadya Sukabumi. Oleh karena itu, penelitian mengenai variasi bahasa yang ada di Kotamadya Sukabumi perlu untuk dilakukan. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode pupuan lapangan, sedangkan dalam proses pengolahan data digunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Adapun dalam penelitian ini, data penelitian diambil dari hasil wawancara kepada tujuh orang informan di setiap kecamatan yang ada di Kotamadya Sukabumi. Data tersebut terdiri atas 200 kosakata Morris Swadesh, 11 kosakata bidang ganti, sapaan, dan acuan, dan 25 kosakata kekerabatan. Kemudian, data tersebut divisualisasikan dengan peta lambing dan diberikan garis isogloss dan isofon guna mengatahui jarak bahasa antartitik penelitian. Garis isogloss tersebut kemudian disatukan dalam berkas isoglos berdasarkan dengan kelompok kosakatanya. Selanjutnya, dilakukan penghitungan dialektometri dan hasil penghitungannya diubah menjadi jaring laba-laba. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa bahasa Sunda di Kotamadya Sukabumi adalah bahasa Sunda Loma. Tidak ditemukan bahasa lain selain bahasa Sunda di Kotamadya Sukabumi. Selain itu, tidak ditemukan perbedaan penggunaan bahasa Sunda antara laki-laki dan perempuan di Kotamadya Sukabumi.

Indonesia is a country that is rich in regional languages. The large number of languages in Indonesia can be seen from the number of languages stated by the Central Data and Statistics Agency and Glottologist. According to the Central Bureau of Data and Statistics, there are 750 languages in Indonesia. Meanwhile, according to Glottologist, there are 763 languages in Indonesia. However, of the many languages in Indonesia, language mapping has not been carried out to find out the various language variations in each region, such as in the Municipality of Sukabumi. Therefore, research on language variations in Sukabumi Municipality needs to be carried out. In the data collection process, this study used the field training method, while in the data processing used qualitative and quantitative methods. As for this study, the research data was taken from the results of interviews with seven informants in each sub-district in the Municipality of Sukabumi. The data consists of 200 Morris Swadesh vocabularies, 11 vocabularies of pronouns, greetings, and references, and 25 kinship vocabularies. Then, the data is visualized with a symbol map and isogloss and isophone lines are given to determine the language distance between research points. The isogloss lines are then put together in isogloss files according to the vocabulary groups. Next, dialectometric calculations are performed and the calculation results are converted into spider webs. The findings in this study indicate that Sundanese in Sukabumi Municipality is Loma Sundanese. There are no other languages other than Sundanese in Sukabumi Municipality. In addition, there was no difference in the use of Sundanese between men and women in Sukabumi Municipality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Santoso
"Penelitian ini berisi tentang identifikasi adanya bahasa Jawa dialek Ngapak pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran bahasa Jawa dialek Ngapak yang ada di Kabupaten Pekalongan serta mengidentifikasi variasi bahasa Jawa dialek Ngapak yang ada di Kabupaten Pekalongan. Metode yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah metode pupuan lapangan dengan menggunakan 236 daftar tanyaan yang terdiri dari 200 kosakata dasar Morish Swadesh; 10 kosakata acuan, sapaan, dan kata ganti; dan 25 kosakata sistem kekerabatan. Titik pengamatan dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang berjumlah 19; dan setiap kecamatan diwakili oleh satu orang informan. Data hasil wawancara divisualisasikan ke dalam peta lambang. Kemudian, peta tersebut diolah menjadi peta berkas isoglos dan dihitung dalam dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggapan adanya dialek Ngapak di Kabupaten Pekalongan terbukti kurang tepat. Tidak ada perbedaan dialek yang ditemukan, tetapi perbedaan wicaralah yang ditemukan pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan. Adanya variasi fonologis berupa kontras variasi bunyi /o/ dengan /a/ dan /ˀ/ dengan /k/ dan variasi leksikal berupa penyerapan kosakata dari dialek Banyumasan merupakan pengaruh dari dialek Ngapak yang menyebabkan adanya perbedaan wicara pada variasi bahasa di Kabupaten Pekalongan.

This study contains an identification of Javanese Ngapak dialect in the language variation in Pekalongan District. The purpose of this study is to determine the distribution of Javanese Ngapak dialect in Pekalongan District and to identify Javanese Ngapak dialect in Pekalongan District. The method used for data collection in this study is field survey method, using 236 questionnaires consisting of 200 basic vocabulary of Morish Swadesh; 10 reference vocabulary, greetings, and pronouns; and 25 kinship system vocabularies. The observation points in this study were all 19 sub-districts in Pekalongan District, and each sub-district was represented by one informant. Data from the interviews were visualized into a symbol map. Then, the map was processed into an isogloss file map and calculated in dialectometry. The results show that the presumption of Ngapak dialect in Pekalongan District is proved to be inappropriate. No dialect differences are found, but differences in speech exist in language variations in Pekalongan District. The phonological variations in the form of contrasting sound variations / o / with / a / and / ˀ / with / k / and lexical variations in the form of vocabulary absorption from the Banyumasan dialect are the influence of the Ngapak dialect which causes differences in speech in language variation in Pekalongan District."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Davin Rusady
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas persebaran bahasa Sunda di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan dan wawancara dengan empat belas informan di empat belas titik pengamatan. Data diolah menggunakan teknik penghitungan dialektometri dan pembuatan berkas isoglos. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa situasi kebahasaan di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar tidak menunjukkan adanya perbedaan bahasa atau dialek, melainkan hanya perbedaan wicara. Meski begitu, ada sumber-sumber yang menyebutkan bahwa masyarakat adat di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar menggunakan bahasa yang berbeda karena wilayah yang terpisah. Selain itu, terdapat variasi bahasa yang cukup tinggi pada kosakata budaya dasar. Hal itu disebabkan oleh adanya undak usuk atau tingkatan bahasa yang terdapat di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar. Adapun kosakata-kosakata arkais dalam bahasa Sunda ditemukan di wilayah Badui Dalam dan Badui Luar.

ABSTRACT<>br>
This thesis discusses the distribution of Sundanese language at Inner Badui and Outer Badui. Data was gathered by doing a survey on the field and interviewing fourteen informants in fourteen observation points. The data was processed by doing dialectometry calculation and making isoglos files. Results of this study show that the language situation at Inner Badui and Outer Badui do not represent any language nor dialect differences, but the difference of pronunciations instead. Even so, there are some sayings about Badui society at Inner Badui and Outer Badui are using a different kind of language just because they were separated. Moreover, the language variation on cultural vocabulary is quite high. That happened because of the level of language that occurs at Inner Badui and Outer Badui. There are also some Sundanese archaic words found at Inner Badui and Outer Badui."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wahyuni
"Kabupaten Pangandaran terletak di Provinsi Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah sehingga terdapat percampuran bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan variasi bahasa di Kabupaten Pangandaran. Penelitian ini juga menjelaskan batas bahasa dan sentuh bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangandaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Data penelitian ini berupa 317 kata yang terdiri atas kosakata swadesh dan kosakata budaya dasar menurut medan makna yang digunakan di Kabupaten Pangandaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan dialektologi dan sosiolinguistik. Hasil penelitian ini meliputi (1) peta bahasa terbanyak ada pada kelompok dua etima yang menunjukkan bahwa di Kabupaten Pangandaran terdapat dua variasi bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa; (2) daerah pakai bahasa Sunda tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Pangandaran, sedangkan daerah pakai bahasa Jawa hanya tersebar di lima daerah; dan (3) sentuh bahasa yang terjadi di Kabupaten Pangandaran termasuk dalam kategori casual contact. Casual contact itu menyebabkan adanya beberapa bahasa Sunda yang dipinjam oleh bahasa Jawa, begitu pula sebaliknya. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa penutur bahasa Sunda belum tentu dapat berbahasa Jawa, sedangkan penutur bahasa Jawa biasanya dapat berbahasa Sunda.

Pangandaran Regency is located in West Java Province and borders Central Java Province so that there is a mixture of languages, Sundanese and Javanese. Based on that, this study aims to explain language variation in Pangandaran Regency. This research also explains the language boundaries and language contact that occur in Pangandaran Regency. The methods used in this research are qualitative and quantitative methods. The data of this study are 317 vocabularies consisting of swadesh vocabulary and basic cultural vocabulary according to the meaning field used in Pangandaran Regency. The approaches used in this research are dialectology and sociolinguistic approaches. The results of this study include (1) the largest language map is in the two etymes group which shows that in Pangandaran Regency there are two language variations, Sundanese and Javanese; (2) Sundanese is spoken in almost all areas of Pangandaran Regency, while Javanese is only spoken in five areas; and (3) language contact that occurs in Pangandaran Regency is included in the casual contact category. Casual contact causes some Sundanese to be borrowed by Javanese, and vice versa. The findings in the field show that Sundanese speakers are not necessarily able to speak Javanese, while Javanese speakers can usually speak Sundanese."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Nuraeni
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas variasi dan persebaran bahasa di Kabupaten Sumedang. Pengambilan
data dilakukan dengan menggunakan metode pupuan lapangan. Sementara itu, daftar tanyaan
yang digunakan adalah kosakata dasar Swadesh, kosakata bagian tubuh, dan kosakata ganti,
sapaan, dan acuan. Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk peta bahasa lambang.
Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan membuat berkas isoglos dan penghitungan
dialektometri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Sumedang terdapat dua
bahasa, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa Jawa dituturkan oleh sebagian besar
masyarakat di Kecamatan Surian.

ABSTRACT
This paper discusses language variation and distribution in Sumedang District. Data is
collected using questionnaire. Meanwhile, the list of questions used are Swadesh basic
vocabulary, the vocabulary of body parts, and pronoun, greetings, and references. The result
of this study is shown in map form language of symbols. The further data processing is done
by creating isoglos and counting of dialectrometri. The result of this study indicates that in
Sumedang there are two languages, namely Sundanese and Javanese. Javanese is spoken by
most people in Surian.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42370
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Disyacitta Nariswari
"Penelitian ini merupakan penelitian dialektologi yang bertujuan untuk memetakan distribusi variasi bahasa dan istilah pertanian di Kabupaten Karawang. Hasil penelitian ini juga dibandingkan dengan dua penelitian terdahulu di tahun 1990 dan 1996. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menyusun glosarium istilah pertanian di Kabupaten Karawang. Penelitian dibatasi pada tataran leksikon. Metode yang digunakan adalah metode pupuan lapangan dengan 50 titik pengamatan, 100 informan, dan daftar tanyaan sebanyak 200 kosakata swadesh dan 125 istilah pertanian. Teknik analisis data menggunakan peta bahasa, isoglos, dan dialektometri. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga daerah pakai kosakata, yaitu kosakata Betawi, kosakata Jawa, dan kosakata Sunda. Hal ini masih sesuai dengan hasil kedua penelitian terdahulu, tetapi saat ini telah mengalami perubahan daerah distribusi.

This research uses dialectology to mapping distribution of language variation and agricultural terms in Karawang regency. The results of this research are compared to two former research in 1990 and 1996. Besides, this research is also to compose a glossary of agricultural terms in Karawang regency. The conduct of this research is limited to the lexicon level. Method that being used was field research method with 50 observatory points, 100 informants, and list of questions which consist of 200 swadesh vocabulary and 125 agricultural terms. Data analytical technique used language map, isogloss, and dialectrometric. Result shown that there are three vocabulary using areas, which are Betawi vocabulary, Java vocabulary, and Sunda vocabulary. This is still suitable with two former research result. However, the areas have been changed nowadays."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T43171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>