Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100158 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Dhanthes
"Penelitian ini membahas objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atas jasa konstruksi ditinjau dari asas kepastian hukum. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan, yakni perbedaan pemajakan atas penghasilan dari jasa konstruksi yang bersifat final dan tidak final dan dampak perbedaan pemotongan PPh atas jasa konstruksi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pemajakan ganda atas penghasilan dari jasa konstruksi yang memiliki sifat pemajakan yang berbeda. Perbedaan pemotongan PPh atas jasa konstruksi yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan menimbulkan keraguan dalam pelaksanaannya.

This study discusses the object of withholding income tax (PPh) on construction service seen from certainty principle. This research raised two issues, namely the differences of global taxation and schedular taxation on construction service fee and the impact of the different from withholding income tax on construction service. This research using qualitative approach with desciriptive design.
This research states that there is double taxation on construction service fee wich have different characteristic in withholding income tax. The different characteristic in withholding income tax on construction service in Indonesia Income Tax Law appear the ambiguous tax in its implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S61275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sazkia Balhqis Kemalajati
"Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan pengakuan objek penghasilan atas transaksi non-fungible token (NFT) antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, pada Maret 2022, pemerintah menetapkan PMK Nomor 68 Tahun 2022 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas transaksi aset kripto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan asas kepastian hukum dalam pengenaan pajak atas transaksi NFT dan permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pengenaan pajaknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post-positivisme dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah pemungutan pajak penghasilan atas transaksi NFT belum sepenuhnya memenuhi asas kepastian hukum. Adapun indikator yang belum memenuhi kepastian hukum yaitu materi/objek, subjek, pendefinisian dengan menggunakan tafsiran otentik, penyempitan/perluasan materi, dan ruang lingkup. Selain itu, dalam praktik implementasinya permasalahan yang dihadapi pemerintah adalah kepatuhan pajak dan perkembangan variasi transaksi NFT.

The background of this research is that there are differences in recognition of income objects for non-fungible token (NFT) transactions between taxpayers and the Directorate General of Taxes. Then, in March 2022, the government issued PMK 68/2022, which regulates income tax on crypto-asset transactions. This study aims to analyze the fulfillment of the principle of legal certainty in collecting taxes on NFT transactions and the problems faced by the government in levying taxes. The approach used in this study is a post-positivism approach with data collection techniques through literature studies and in-depth interviews. This study's results show that the income tax collection on NFT transactions still needs to comply with the certainty of law principle fully. The indicators that have not met a certainty of law principle are material/object, subject, definition using authentic interpretation, narrowing/expanding material, and scope. Apart from that, in practice, the problems faced by the government are tax compliance and the development of variations in NFT transactions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nauval
"Berlakunya peraturan pelaksana Pasal 31 D UU Nomor 36 Tahun 2008 yaitu PP Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah pun menunjukkan adanya dukungan Pemerintah Indonesia dalam memberikan kepastian hukum dan mendorong netralitas perpajakan produk perbankan syariah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) atas imbalan sukuk dalam produk investasi sukuk negara/ ritel ditinjau dari asas kepastian hukum dan netralitas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan wawancara mendalam kepada narasumber sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip mutatis mutandis yang berlaku sesuai PP Nomor 25 Tahun 2009 memberikan kepastian hukum bagi pengenaan pajak atas penghasilan imbalan sukuk bagi investor dan pemberlakuan tarif PPh atas obligasi syariah yang sama dengan obligasi netral dari segi pajak. Disarankan agar pemerintah membuat evaluasi yang terpisah terkait penerimaan pajak tahunan kegiatan syariah dan non-syariah untuk melihat keseimbangan ekonomi/pasar yang terjadi sehingga keputusan penyetaraan perlakuan pajak antara imbalan sukuk dan bunga obligasi yang diterima investor tetap dipertahankan/tidak sesuai pertimbangan tersebut

The enactment of implementing regulations for Article 31 D of Law Number 36 of 2008, namely PP Number 25 of 2009 concerning Income Tax for Sharia-Based Business Activities also shows the support of the Indonesian Government in providing legal certainty and encouraging tax neutrality of Islamic banking products. This research aims to analyze the income policy (PPh) policy on the imbalance of sukuk in the investment product of sovereign sukuk / review in terms of legal certainty and neutrality. The research is conducted using quantitative approach with in-depth interviews as data collecting technique. The results of this research indicate that the mutatis mutandis principle in accordance with Government Regulation No. 25 Year 2009 provides legal certainty for the imposition of taxes on the sukuk yield for investors and the imposition of PPh rates on sharia bonds which are same as bonds, neutral from a tax perspective. It is recommended that the government make a separate evaluation regarding the annual tax revenue for sharia and non-sharia activities to see the economic / market balance that occurs so that the decision to equalize tax treatment between sukuk returns and bond interest received by investors is maintained / not in accordance with these considerations"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarisa Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi hukum terhadap imbalan dalam bentuk kenikmatan yang mengalami perubahan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam klaster pajak penghasilan, dengan penekanan pada aspek kepastian hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah paradigma post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengungkapkan kesimpulan berdasarkan 6 (enam) dimensi kepastian hukum, yaitu (1) dimensi materi/objek hukum belum mampu memberikan kepastian hukum yang memadai; (2) dimensi subjek hukum memberikan kepastian hukum yang memadai, (3) dimensi pendefinisian belum memberikan kepastian hukum, (4) dimensi perluasan/penyempitan juga belum memberikan kepastian hukum, (5) dimensi ruang lingkup belum memberikan kepastian hukum, dan (6) dimensi penggunaan bahasa hukum masih belum mampu memberikan kepastian hukum. Berdasarkan temuan penelitian ini, terlihat bahwa kebijakan pajak penghasilan terbaru terkait imbalan kenikmatan belum mampu memberikan kepastian hukum, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa pajak dalam implementasinya. Oleh karena itu, disarankan agar muatan undang-undang lebih diperjelas dan disempurnakan melalui regulasi perpajakan yang berkaitan dengan imbalan kenikmatan, guna memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Dengan meningkatkan kejelasan hukum, para pengambil kebijakan dapat menciptakan lingkungan perpajakan yang stabil dan dapat diprediksi, yang menguntungkan baik bagi para wajib pajak maupun administrasi perpajakan. Memperkuat kerangka hukum akan mengurangi potensi sengketa yang berlarut-larut dan berkontribusi pada pembangunan sistem perpajakan yang adil dan efektif.

The objective of this research is to comprehensively analyze the legal interpretation of benefits in the form of perks, which have undergone modifications as a result of the enactment of the Harmonization of Tax Regulation Act in the income tax cluster, with a specific focus on establishing the extent of legal certainty. Employing a post-positivist paradigm, the study employs a combination of literature review and in-depth interviews as data collection techniques. The research findings shed light on the six dimensions of legal certainty. Firstly, the material/legal object dimension fails to provide the required level of legal certainty. Secondly, while the legal subject dimension achieves a satisfactory level of legal certainty, shortcomings are observed in other dimensions. Thirdly, the definition dimension lacks the necessary legal certainty. Fourthly, both the expansion/narrowing dimension and the scope dimension exhibit inadequacies in ensuring legal certainty. Lastly, the utilization of legal language dimension falls short in establishing legal certainty. Based on these research outcomes, it becomes apparent that the latest income tax policy concerning perks fails to guarantee legal certainty, which in turn may lead to tax disputes during implementation. Consequently, it is strongly recommended to clarify and enhance tax regulations pertaining to perks to ensure a higher level of legal certainty. By fostering improved legal clarity, policymakers can cultivate a stable and predictable tax environment that benefits both taxpayers and tax authorities. Strengthening the legal framework will reduce the likelihood of protracted disputes and contribute to the development of an equitable and effective tax system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Joseph Martua
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan asas kepastian hukum dalam pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian listrik swasta oleh PT PLN (Persero) serta dampak-dampak yang ditimbulkan bagi Independent Power Producer (IPP) dan PT PLN (Persero). Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi literatur.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian listrik swasta oleh PT PLN (Persero) belum memenuhi asas kepastian hukum. Selain itu, pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian listrik tersebut menimbulkan beban material pada IPP dan PT PLN (Persero).

This study aims to analyze the application of the certainty of law principle in the collection of Income Tax Article 22 on the purchase of private electricity by PT PLN (Persero) and the impacts on the Independent Power Producer (IPP) and PT PLN (Persero). This research uses descriptive quantitative research approaches and data collection techniques such as depth interviews and literature reviews.
The result of this research is the collection of Income Tax Article 22 on the purchase of private electricity by PT PLN (Persero) does not meet the requirements of certainty of law principle. In addition, the collection of Income Tax Article 22 on the purchase of private electricity raises the material costs for the IPP and PT PLN (Persero).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S63763
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafid Rahmadi
"Peraturan PER-31/PJ/2012 tidak mencantumkan kata ?magang? seperti yang ditetapkan pada PER-31/PJ/2009. Oleh sebab itu, penerima penghasilan magang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, hal ini berarti bertentangan dengan asas kepastian hukum karena memiliki penafsiran yang berbeda (Nurmantu, 1994:110). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan magang ditinjau dari asas kepastian hukum dan untuk menganalisis pengenaan PPh Pasal 21 yang benar atas penghasilan magang. Demi menjawab pokok permasalahan, penelitian menggunakan teori asas kepastian hukum yang dicetuskan oleh Mansury (1996:5) sebagai tolak ukur pengujian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan jenis penelitian deskriptif dan teknik pengumpulan data wawancara mendalam. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan peserta magang belum memenuhi asas kepastian hukum. Pengenaan PPh Pasal 21 yang benar atas penghasilan magang yaitu mengklasifikasikan penerima penghasilan magang sebagai Pegawai Tidak Tetap.

PER-31/PJ/2012 regulation doesn?t mention ?internship? word as mentioned in PER-31/PJ/2009. Therefore, internship employee could be classified into 3 (three) categories, this means a contradiction to certainty principle (Nurmantu, 1994:110). This research aims to analyze the mechanism of withholding income tax Article 21 on the internship income based on certainty principle and to analyze the correct withholding tax of internship income. This research used certainty principle (Mansury, 1996:5) to answer the main issues. This descriptive research used quantitative approach with in depth interview as data collection technique. Result of this research is withholding tax Article 21 of internship income still has a contradiction to legal certainty principle. The correct income tax Article 21 imposition on internship income is classified internship employee as Temporary Employee."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S57350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Jus Marsondang
"Era globalisasi melanda dunia, termasuk Indonesia, menyebabkan tidak dapat lagi membendung masuknya perusahaan konstruksi asing yang secara langsung menangani proyek-proyek konstruksi di Indonesia. Pengerjaan proyek konstruksi yang ditangani secara langsung oleh perusahaan kontruksi asing ini dapat menimbulkan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pajak atas penghasilan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi cukup besar jumlahnya dan masih dapat ditingkatkan penerimaannya. Peningkatan penerimaan pajak atas penghasilan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi secara optimal meliputi juga peraturan perpajakan yang memenuhi azas-azas perpajakan. Peraturan perpajakan yang balk adalah peraturan yang memenuhi azas-azas perpajakan. Menurut Adam Smith terdapat 4 azas-azas perpajakan, yaitu equity (keadilan), certainty (kepastian hukum), convenience of payment, dan economy in collection. Pokok permasalahan yang akan ditulis dalam tesis adalah berkenaan dengan pemenuhan azas-azas perpajakan keadilan dan kepastian hukum dalam peraturan perpajakan yang berlaku terhadap pengenaan pajak atas penghasilan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi.
Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriftif analitis, dan jenis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian kualitatif. Penulis akan menguraikan mengenai pengertian-pengertian pajak penghasilan atas BUT usaha jasa konstruksi serta perlakuan pengenaan pajak penghasilan atas BUT usaha jasa konstruksi, dan akan diuraikan pendapat para ahli berkenaan dengan pengenaan pajak penghasilan atas BUT usaha jasa konstruksi. Sesudah mendeskripsikan berbagai hal yang relevan, selanjutnya penulis akan melakukan analisis atas data-data guna memecahkan pokok permasalahan yang diperoleh dalam penelitian. Pengumpulan data utama dilakukan melalui wawancara mendalam dengan pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang merumuskan kebijakan perpajakan, Konsultan Pajak, dan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi. Penulis juga menggunakan questionnaire sebagai pecengkap data utama. Ketentuan perpajakan yang mengatur tentang pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi yang berlaku mulai 01 Januari 1984 s.d. sekarang dapat dibagi dalam 3 periode; yaitu periode pertama mulai 01 Januari 1984 s.d. 31 Desember 1996 dikenakan ketentuan PPh Non-Final, periode kedua mulai 01 Januari 1997 s.d. 31 Desember 2000 dikenakan PPh Final, dan periode ketiga mulai 01 Januari 2001 s.d. sekarang dikenakan PPh Non-Final dengan tidak mengakui kompensasi kerugian terhadap penghasilan kena pajak 2001 dan seterusnya.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peraturan perpajakan yang berlaku dalam menghitung pajak atas penghasilan WP Badan BUT usaha jasa konstruksi dalam periode 01 Januari 1984 s.d. 31 Desember 1996 memenuhi azas keadilan dan kepastian hukum; periode 01 Januari 1997 s.d. 31 Desember 2000 memenuhi sebagian azas keadilan dan tidak memenuhi azas kepastian hukum; dan periode 01 Januari 2001 s.d. sekarang memenuhi sebagian azas keadilan dan tidak memenuhi azas kepastian hukum. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis menyarankan sebagai berikut :
1. mempertahankan definisi penghasilan yang terdapat dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh Nomor 7 tahun 1983, Nomor 7 tahun 1991, Nomor 10 tahun 1994, dan Nomor 17 tahun 2000;
2. membatalkan diberlakukannya ketentuan perpajakan PPh Final, yaitu Pasal 4 ayat (2) UU PPh Nomor 7 tahun 1983, Nomor 7 tahun 1991, Nomor 10 tahun 1994, dan Nomor 17 tahun 2000; Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1996 tanggal 20 Desember 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan; dan peraturan pelaksanaannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 7041KMKIKMK.0411996 tanggal 26 Desember 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-421PJ.0411996 tanggai 31 Desember 1996 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan; dan digantikan dengan ketentuan perpajakan PPh Final ;
3. meninjau kembali (inencabut) pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
5591KMK.0412000 yang menyatakan kerugian fiskal tidak boleh
dikompensasikan dengan penghasilan kena pajak mulai masa 01 Januari
2001 dan seterusnya; dan
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-961PJ.12001 tanggal 07 Pebruari 2001 yang berlaku mulai 07 Pebruari 2001, dalam rangka memenuhi kepastian hukum, agar diberlakukan mulai 01 Januari 2001.

Globalization knock over world, including Indonesia, causing cannot against barricade entry of the foreign construction company which is directly handle project of construction in Indonesia. Workmanship of project of construction handled directly by company of this foreign construction can generate Permanent Establishment. Tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income is big enough and it still can be raised. The raises of acceptance of income tax on Permanent Establishment Construction Services Company?s income cover also regulation of taxation fulfilling taxation principality. According to Adam Smith of there are 4 taxation principality, that is equity, certainty, convenience of payment, and economy in collection. Fundamental Problems to be written in this thesis is the accomplishment of principality of taxation of equity and certainty of law in regulation of taxation for calculating income tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income.
Type of research used in this thesis Is analytical descriptive, and type of research used in this thesis is qualitative research. Writer will elaborate to hit congeniality of income lax on Permanent Establishment Construction Services Company's income and also treatment of imposition of income tax Permanent Establishment Construction Services Company's income, and will be described the opinion of all expert with reference to imposition of income tax Permanent Establishment Construction Services Company's income. Hereafter describe of relevant matters, hereinafter the writer will do analysis data that utilized to solve fundamental of problems obtained in research. Primary data is collected through circumstantial interview with functionary on Tax General Directorate that foal mutating taxation policy, Tax Consultant, and Permanent Establishment Construction Services Company. Writer also use questionnaire as supplementary of primary data. Taxation rule arranging about imposition of income tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income start 01 Januari 1984 s.d. now can divided into 3 period : the first period start 01 January 1984 s.d. 31 December 1996 imposed by Non-Final Income Tax, second period start 01 January 1997 s.d. 31 December 2000 is imposed by Final Income Tax, and third period start 01 January 2001 s.d. is now imposed by Non-Final Income Tax with exception cannot loss compensate the loss to taxable income at 2001 and so on.
Result of research conclude that taxation regulation for calculating income tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income in period 01 January 1984 until 31 December 1996 is fulfilling equity and certainty principality; period 01 Januari 1997 until 31 December 2000 menu of some of justice principality and do not fulfill rule of certainty principality; and period 01 Januari 2001 until now menu of some of equity principality and do not fulfill certainty principality. Pursuant to the conclusion, writer suggests the following:
1. maintaining definition of Income which is there are in Article 4 (1) UU Income Tax Number 7 year 1983, Number 7 Year 1991, Number 10 year 1994, and Number 17 year 2000;
2. canceling the rule of taxation Final Income Tax, that is Governmental Regulation ()i number 73 year 1996 date of 20 December 1996 about Income Tax on Permanent Establishment Construction Services, and number : 7041KMKIKMK.0411996 date of 26 December 1996 about Income Tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income, and Handbill of Tax General Director number : SE-421PJ.0411996 date 31 December 1995 about Income Tax on Permanent Establishment Construction Services Company's income; and replaced with ruie of taxation of Non Final Income Tax ;
3. revising ( abstracting ) aril clie 5 Finance Ministr ial Decree number : 559/KMK.04120G0 expressing fiscal loss may not compensated with taxable income in periode 01 Januari 2001 and so on ; and
4. Tax General Director Decision number : KEF-961PJ.12001 date 07 Pthruari 2001 going into effect to start 07 :'ebruari 2001, in order to fulfilling rule of law, is in order to gone into effect to by start 01 Januari 2001.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Rizki Ramzi
"Jasa perjalanan ibadah umrah, sebagai bagian dari jasa perjalanan ibadah keagamaan, merupakan salah satu dari jasa keagamaan yang tidak dikenakan PPN, dan melalui penerbitan peraturan dari Menteri Keuangan berupa PMK 71/PMK.03/2022, diaturkan juga bahwa jasa perjalanan ibadah keagamaan, yang di dalamnya terdapat jasa perjalanan ibadah umrah, yang juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain dikenakan PPN dengan besaran tertentu. Namun dalam implementasinya, terdapat beberapa isu, di antaranya biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang beranggapan bahwa ibadah umrah dikenakan PPN, dan juga terdapat penjelasan dari Direktorat Jenderal Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam peraturan, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis terhadap implementasi kebijakan PPN atas penyerahan jasa perjalanan ibadah umrah ditinjau dari asas kepastian. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan implementasi kebijakan PPN atas penyerahan jasa perjalanan ibadah umrah telah sebagian sesuai dengan asas kepastian. Namun, masih terdapat kekurangan dalam kesesuaian dengan asas kepastian, terutama mengenai ketentuan terkait transit yang memberikan peluang untuk penafsiran berbeda, dalam hal tidak terdapat definisi terkait dengan durasi maupun kegiatan yang dapat dilakukan selama transit. Adapun kekurangan lain berupa penggunaan bahasa dalam penguraian objek pajak yang belum singkat, penggunaan istilah dalam penguraian dasar pengenaan pajak (DPP) yang belum bersifat konsekuen, dan penguraian DPP yang belum sesuai dengan prinsip netralitas.

Umrah pilgrimage service, as part of the religious pilgrimage services, is one of the services that are not subject to VAT, and with the publication of regulation from the Ministry of Finance in the form of PMK 71/PMK.03/2022, it also has been regulated that religious pilgrimage services, of which include Umrah pilgrimage services, that also arrange travels to other places are subject to VAT with certain amount. However, in its implementation, there were issues such as umrah pilgrimage bureaus that were under the assumption that umrah pilgrimage services are subject to VAT, and there were elaborations from Directorate General of Taxes that do not match with the contents of the regulation, which may cause uncertainty. The purpose of this study is to analyze the implementation of VAT policy on Umrah pilgrimage services viewed from the certainty principle. This study uses the post-positivist approach and qualitative data collection method. The result of this study shows that the implementation of VAT policy on Umrah pilgrimage services has been partially in line with the certainty principle. However, there are still shortcomings in its conformity with the certainty principle, mainly about regulation regarding transit that give opportunities for different interpretations, of which there is no definitions regarding duration of and allowed activities during transit. There are other lacking aspects, such as usage of language in the explanation of its tax object, usage of term in the explanation of its tax base that is not consistent, and the explanation of its tax base that is not line with the neutrality principle."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Randini
"Skripsi ini merupakan sebuah studi pada PT X mengenai pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan floating crane. Skripsi ini mengangkat tiga permasalahan yaitu pemotongan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT X dari persewaan floating crane, compliance cost dari pemotongan PPh tersebut, dan kendala yang dihadapi PT X dalam pemotongan tersebut. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua model penyewaan floating crane pada PT X yang salah satunya mengakibatkan ketidakpastian dalam pemotongan PPh sehingga compliance cost yang timbul akan menjadi berbeda pula. Kebijakan pajak penghasilan yang berlaku sudah tidak relevan dengan keadaan usaha pelayaran pada masa kini.

This thesis discusses the withholding of income tax on income from floating crane rent. This thesis is raising three issues, which are the withholding income tax process in PT X, the compliance cost that PT X has to bear, and the difficulties arise from the process of withhold.The method used in this study is qualitative descriptive. The collection of data are through field studies and literature studies.
The results showed that there are two models of floating crane rent in PT. X which caused the different tax treatment. The different tax treatment leads to different compliance cost. The prevailing income tax policy/regulations are not relevant with the term of shipping bussiness. Therefore, the income tax policy/regulations should be revised accordingly.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silaban, Suzan Stevan
"Ketidaksesuaian peraturan pelaksana Pajak Penghasilan Pasal 21 atas komisi PDLA yaitu PMK No.206/PMK.011/2012 dan Peraturan DJP No.31/PJ/2012 dalam menerapkan PTKP menimbulkan ketidakpastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan Pajak Penghasilan Pasal 21 PDLA yang terdapat dalam peraturan DJP dan PMK ditinjau dari aspek certainty dan pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 PDLA oleh perusahaan asuransi di Indonesia sebagai withholder. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknis pengumpulan data wawancara mendalam.
Hasil penelitian adalah peraturan DJP dan PMK menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) hukum dalam menetapkan hak PDLA untuk mendapatkan pengurangan PTKP dan perusahan asuransi sebagai pemotong pajak menggunakan PMK sebagai acuan dalam penerapan PTKP serta menggunakan peraturan DJP dalam menerapkan tarifnya.

Incompatibility withholding tax regulations implementing income tax article 21 of PDLA commission is PMK No.206/PMK.011/2012 and regulation of DJP No.31/PJ/2012 in applying the taxable income can create legal uncertainty. This study aimed to explain the withholding tax provisions of Tax Income Article 21 to PDLA contained in the regulations DJP and PMK in terms of aspects certainty and explain the implementation of withholding tax of Tax Income Article 21 ​​PDLA by insurance companies in Indonesia as withholder. This study used a quantitative approach with in-depth technical analysis of interviews and literature studies.
The result of the study is that the DJP rules and PMK still pose uncertainty rules, there is uncertainty law to ensure the right PDLA as Non-Official Taxpayers for a reduction of PTKP and the insurance company as a withholder using the PMK as a reference in the application of regulatory and non-taxable income using the DJP rules apply charge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55519
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>