Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45651 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antoni
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai lingkungan akan selalu menjadi topik hangat untuk dibicarakan. Manusia sebagai makhluk yang memiliki kemampuan beretika, nyatanya masih larut dalam perilaku antroposentrisme. Manusia melihat alam sebagai pemuas nafsu mereka. Tindakan ini terangkum nyata dalam film The Cove. Film ini mengisahkan kejamnya perlakuan manusia terhadap lumba-lumba. Hubungan manusia dengan hewan seperti memiliki jarak. Bagaikan piramida, manusia menempati tingkat tertinggi dalam struktur ekosistem. Lumba-lumba dibantai dengan kejam hanya untuk dikonsumsi manusia. Peter Singer membuka posibilitas baru bagi manusia dalam memandang dan memperlakukan hewan. Lumba-lumba memiliki hak yang harus diakui. Sama seperti manusia, hewan mampu merasakan sakit. Untuk itu perlu cara pandang baru serta memberikan pertimbangan moral dalam perlakuan manusia terhadap hewan.

ABSTRACT
Environment issues are will always be a hot topic for discussion. In fact, as ethical beings, humans are still protracted in the behavior of anthropocentrism. Humans see nature as a fulfillment for their appetites. This action is summarized obviously in the film The Cove. This film tells the cruel treatment of humans against dolphins. The relationship between humans and animals appears to have a distance. Like the pyramid, humans occupies the highest level in the structure of the ecosystem. Dolphins are slaughtered ruthlessly for human consumption. Peter Singer opens a new possibility for humans to perceive and treat animals. Dolphins have the right to be recognized. Same as humans, animals are capable of feeling pain. To that end, a new perspective and moral consideration towards animals are needed in humans’ treatment on animals.
"
2014
S61294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoan Angelin
"ABSTRAK
Kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat nyatanya tidak disertai dengan rasa kepedulian kepada alam. Alam selama ini hanya dianggap sebagai objek, atau sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Cara berpikir seperti ini membuat manusia tidak dapat terlepas dari perilaku antroposentrisme dengan menempatkan kepentingan manusia lebih tinggi dibandingkan dengan kepentingan makhluk hidup lainnya. Tingginya permintaan serta harga jual sirip hiu yang cukup tinggi, membuat praktik perburuan terhadap hiu sangat sulit untuk dihentikan terlebih di laut Indonesia. Padahal pada kenyataannya, hiu memiliki peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Prinsip utilitarianisme Peter Singer digunakan sebagai kaca mata dalam memandang alam beserta segala makhluk yang bukan manusia, bahwa alam dan hiu juga memiliki kepentingan. Tolok ukur yang digunakan Singer adalah kemampuan merasakan sakit. Konsep utilitas yang akan dihadirkan dalam kasus ini adalah mencoba menghasilkan kebahagiaan yang plural, dimana semua kehidupan makhluk yang ada di bumi dapat bertahan.

ABSTRACT
The need of human life is increasingly in fact not accompanied by a sense of care to nature. Nature has been regarded only as an object, or as a fulfillment of human needs. This way of thinking makes human beings inseparable from anthropocentrism behavior by placing human interest higher than other living things. The high demand and high prices of shark fins make the practice of hunting for sharks very difficult to stop in the Indonesian sea. In fact, sharks have an important role in maintaining the balance of marine ecosystems. The principle of utilitarianism Peter Singer used as a spectacle in view of nature and all non human beings, that nature and sharks also have an interest. Singer benchmark uses is the ability to feel pain. The concept of utility to be presented in this case is to try to produce plural happiness, where all the living beings that exist on earth can survive. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Hestining Wigati
"ABSTRAK
Kepentingan manusia akan tetap ada dalam suatu pengambilan keputusan sekalipun yang berkaitan dengan alam. Hal tersebut dikarenakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kasadaran dan menyadari adanya kerusakan lingkungan. Kesadaran manusia membentuk kepedulian terhadap lingkungan sehingga manusia dapat merencanakan pelestarian lingkungan. Oleh
karena itu maka meskipun alam sudah dianggap sebagai subyek moral akan tetapi yang bisa menjadi pelaku moral hanyalah manusia saja. Hanya manusialah yang dapat mempertimbangkan dan memutuskan mana kepentingan yang semestinya didahulukan apabila terdapat dua kepentingan yang bertabrakan. Kepedulian manusia untuk mengadakan pelestarian alam tersebut merupakan suatu bentuk
kepentingan manusia dalam alam. Meskipun antroposentrisme telah runtuh, porsi kepentingan manusia masih tetap selalu ada dalam pengambilan keputusan. Perlu diketahui bahwa selalu ada kepentingan manusia bukan berarti adalah terpusat manusia. Pembuktian adanya kepentingan manusia ini dilakukan melalui komparasi pemikiran deep ecology Arne Naes dan utilitarianisme Peter Singer. Pemikiran keduanya meskipun tidak lagi terpusat pada manusia tetapi manusia sebagai satu-satunya agen moral adalah hal yang tidak dapat dapat dihindari lagi
sehingga kepentingan manusia selalu ada dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan alam.

abstract
Human interest will always be on the decisions making although on the decision related to the nature. Human is the only being that have consciousness and can realize the environmental crisis. Human consciousness forms awareness of environment crisis, so human can plan the conservation of the environmental. Though nature has become moral subject, but only human can be the moral agent.
Only human can considering and deciding which interest that have to take precedence over the others. Human awareness that create nature conservation is a form of human interest on the nature. Though anthropocentrism has been broke but portion of human interest always be on the every decision making. Human interest is different from human centeredness. The proof of that human interest gained
from the comparison of Arne Naess? deep ecology and Peter Singer?s
utilitarianism. Both thoughts, though no more centered to the human interest but human as the only moral agent cannot be avoided, so human interest will always
be in the decision making related to the nature"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43299
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Della Edelia Lisdiyati
"Eliminasi hewan dengan cara yang membuat hewan merasakan sakit berkepanjangan merupakan suatu tindakan yang salah. Cara eliminasi tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman manusia bahwa hewan juga merupakan makhluk sentient, sama seperti manusia. Makhluk sentient adalah makhluk yang dapat merasakan sakit. Skripsi ini menolak cara eliminasi anjing di Bali menggunakan prinsip moral utilitarianisme menurut Peter Singer. Prinsip utilitarianisme Singer membasiskan kesetaraan antara manusia dengan hewan berdasarkan kepentingan (interest). Singer mengatakan bahwa tolok ukur paling mendasar untuk kesataraan antara manusia dan hewan adalah kemampuan rasa sakit. Sesuatu yang benar bagi kaum utilitarian adalah yang dapat memaksimalkan kebahagiaan (pleasure) dan meminimalkan rasa sakit (pain). Jika anjing-anjing di Bali dieliminasi dengan cara yang dapat menyebabkan rasa sakit yang berkepanjangan, berarti tindakan tersebut dapat digolongkan ke dalam tindakan speciesist.

Animal elimination by making animals painful endlessly is a bad action. That way of elimination occurs because people do not fully understand that animals are also sentient creatures, just like people. Sentient creatures are creatures which can feel pain. This script rejects dogs elimination in Bali by using principle of utilitarianism morality according to Peter Singer. The principle of utilitarianism basically discusses equal consideration between human being and animals based on interest. Singer said that the most basic benchmark for equal consideration between human being and animals is capability of feeling pain. Something right to do for utilitarians is maximize happiness (pleasure) and minimize pain. If dogs elimination in Bali is done by painful ways, the ways can be categorized into sppeciesist acts.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hongkong: Wiley Blackwell, 2012
174.2 COM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Farrely Firenza
"Spesiesisme merupakan persoalan klasik mengenai timpangnya cara pandang dan pengakuan manusia terhadap kelompok hewan (non-manusia) yang menimbulkan relasi asimetris diantara keduanya. Akibat dari cara pandang yang timpang ini manusia kemudian mengelompokkan spesies tetentu yang kemudian mempengaruhi persepsi mereka mengenai kelompok hewan. Artikel ini membahas persoalan spesiesisme melalui fenomena kontemporer berupa sikap defensif manusia terhadap sebagian kelompok spesies hewan domestik terhadap kelompok hewan ternak. Berangkat dari kasus ini timbul pertanyaan berupa, apakah sikap defensif suatu spesies tertentu merupakan tindakan yang dapat dijustifikasi secara moral. Oleh karenanya, penulis menganalisis permasalahan ini menggunakan pendekatan studi etika lingkungan dengan tema moralitas dibantu dengan eksperimentasi pikiran yang menunjukkan bahwasanya tindakan tersebut merupakan tindakan spesiesis yang dasar justifikasinya bersifat inkonsisten. Penulis juga menemukan fakta bahwasanya sifat defensif manusia terhadap beberapa spesies tertentu merupakan hasil konstruksi dari pengaruh sosio-kultural yang bekerja dalam suatu skema ideologi dengan istilah karnisme. Berdasarkan hal ini penulis menemukan inti permasalahan yang berkaitan dengan moralitas dan konsekuensinya terhadap lingkungan justru terletak kepada keputusan manusia dalam pilihan makanannya (daging atau non-daging), bukan kepada daging jenis spesies apa yang dapat dikonsumsi.

Speciesism is a classic problem of unequal human views and recognition of animal groups (non-humans) that give rise to asymmetrical relations between the two. As a result of this unequal perspective, humans then group certain species which then affect their perception of animal groups. This article discusses the problem of speciesism through the contemporary phenomenon of human defensiveness towards some groups of domestic animal species towards groups of livestock animals. Departing from this case, the question arises in the form of whether the defensiveness of a particular species is an action that can be morally justified. Therefore, the author analyzes this problem using an environmental ethics study approach with the theme of morality combined with thought experiment which shows that the action is a speciesist action whose justification basis is inconsistent. The author also finds that the defensive nature of humans towards certain species is the result from the construction of socio-cultural influences that work in an ideological scheme (carnism). Based on this, the author finds that the core of the problem related to morality and its consequences for the environment lies precisely in human decisions in their food choices (meat or non-meat), not in what kind of meat species can be consumed."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yoesman Sugianto
"Kajian mengenai vegetarianisme di era global ini terus berkembang. Tema vegetarianisme dalam penelusuran pembacaan peneliti terkait dengan masalah religiositas, gaya hidup, mitos, politik, ekologi, ekonomi, dan juga etika. Salah satu pemikir yang peduli terhadap hal itu adalah Peter Singer. Singer menulis "A Vegetarian Philosophy" dalam Consuming Passions. Selain Peter Singer, pemikir lain yang juga menekankan aksi sebagai manifestasi pemikirannya adalah seorang filsuf Norwegia, Arne Naess. Selain kedua pemikir yang sudah disebutkan di atas "Singer" dan "Naess" pemikir lain yang masuk dalam perbincangan seputar permasalahan lingkungan hidup, eco-philosophy, serta vegetarianisme ini adalah Henry Skolimowski.
Permasalahan utama yang dibahas dan coba diuraikan dalam disertasi ini adalah bagaimanakah perbandingan pemikiran etika praktis utulitarian Peter Singer dengan pemikiran deep ecology dari Arne Naess serta Henryk Skolimowski dengan Eco-philosophy-nya untuk mencari sebuah solusi bagi kerusakan alam.
Pernyataan tesis untuk disertasi ini adalah deep ecology Naess dan eco-philosophy Skolimowski bukanlah jalan keluar terbaik untuk menangani krisis ekologi, hal itu akan menjadi efektif dan operatif apabila dilengkapi, atau bahkan mengutamakan di tempat terdepan, dengan pemikiran vegetarian Singer yang bersifat utilitarian.
Dengan demikian, disertasi ini hendak menunjukkan bahwa tindakan penyamaan derajat secara praktis antara manusia dan makhluk hidup lainnya perlu dilakukan. Menuju ke arah itu, secara intensionalitas ala fenomenologi, perlu pula ditanamkan keberadaan manusia sebagai subjek yang setara dengan objek-objek makhluk lain yang berada di luar dirinya.

Study of vegetarianism in this global era is progressing. The theme of vegetarianism in researcher's literature studies is linked to the issues of religiosity, lifestyle, myth, politics, ecology, economics, and ethics. One of the philosophers who is interested in this theme is Peter Singer. Singer wrote "A Vegetarian Philosophy" in Consuming Passions. Another philosopher who also emphasized action as a manifestation of his thoughts is Arne Naess, a Norwegian philosopher. In addition to Singer and Naess, Henry Skolimowski is included in the discussion on environmental issues, eco-philosophy and vegetarianism.
The main issue discussed and described in this dissertation is the comparison amongst practical-ethical-utilitarian thinking of Peter Singer, deep ecology thinking of Arne Naess as well as eco-philosophy of Henryk Skolimowski, in order to discover a solution for the destruction of nature.
The thesis statement of this dissertation is that Naess deep ecology and Skolimowski's eco-philosophy are not the best way to deal with ecological crisis, it will become effective and operative if equipped and enhanced, by utilitarian vegetarian thought of Singer.
Thus, this dissertation is to indicate that the practical equalization action of humans and other living things need to be done. Heading toward that direction, in intentionality ala phenomenology, it has to be implanted that human existence as a subject is in-par with non-human creatures and other objects beyond human."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2082
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Woro Ayu Pangastuti
"RINGKASAN EKSEKUTIF
Bagian 1 Analisis Situasi
Kegiatan menunggu menjadi sebuah rutinitas yang sering dilakukan oleh para mahasiswa, termasuk para mahasiswa yang menuntut ilmu di Universitas Indonesia. Tak jarang saat para mahasiswa menunggu, mereka memiliki beragam pengalaman. Di samping itu, perkembangan film dokumenter saat ini sedang pesat dan sudah diminati oleh kalangan muda, dengan mendatangi festival film atau menonton video melalui gadget mereka. Maka dari itu, penulis terdorong untuk membuat film dokumenter dengan tema rutinitas mahasiswa yang selama ini tidak dianggap penting, yaitu menunggu.
Bagian 2 Manfaat dan Tujuan Pengembangan Prototipe
Manfaat utama pengembangan prototipe ini adalah memberikan wawasan pengetahuan serta himbauan mengenai kegiatan menunggu. Sedangkan tujuan utama pengembangan prototipe ini adalah sebagai bentuk teguran dan kritikan kepada beberapa pihak pengelola jasa fasilitas umum seperti perusahaan transportasi, pemerintah, dan kepolisian, agar dapat meningkatkan kualitas dan keamanan kepada fasilitas-fasilitas umum yang biasa digunakan masyarakat untuk menunggu.
Bagian 3 Prototipe yang Dikembangkan
Prototipe ini berbentuk film dan bergenre dokumenter, dengan judul "Waiting or Wasting Story", yang menceritakan tentang kisah unek-unek empat orang mahasiswa dari beragam fakultas, jurusan, dan angkatan di Universitas Indonesia, mengenai pengalaman dan tanggapannya seputar menunggu, dengan diimbangi oleh tanggapan dari narasumber ahli.
Bagian 4 Evaluasi
Evaluasi Film Dokumenter "Waiting or Wasting Story" akan dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu menggunakan fitur dalam YouTube bernama YouTube Analytics serta mengadakan screening.
Bagian 5 Anggaran
Anggaran yang digunakan dalam pembuatan prototipe ini adalah sebesar Rp. 3.977.000,00. Untuk rencana anggaran penerbitan media perlu dikeluarkan biaya sebesar Rp. 16.720.000,00. Sedangkan untuk evaluasi film dokumenter ini perlu dikeluarkan biaya sebesar Rp. 10.857.000,00.

EXECUTIVE SUMMARY
Chapter 1 Situation Analysis
Waiting becomes a routine activity that is often performed by students, especially for students in University of Indonesia. Quite often when students wait, they have a variety of experience. In addition, the development of documentary movie currently is being rapidly and already interested by young people, to go to film festivals or watch videos through their gadgets. Therefore, authors are encouraged to make a documentary movie with the theme of the routine for students who are not considered to be important, namely "waiting".
Chapter 2 The Benefit and Goal for Movie
The main benefit of this prototype development is to provide knowledge and appeal about waiting. While the main goal of this prototype is as a form of rebuke and criticism to some of the managers of public facilities services such as transportation companies, government, and the police, in order to improve the quality and safety of the public facilities which are used by people to wait.
Chapter 3 Developed Prototype
This prototype is documentary movie, with the title "Waiting or Wasting Story", which tells the story of four students from various faculties, departments, and classes in University of Indonesia, about the experience and response about waiting, with balanced by feedback from expert sources.
Chapter 4 Evaluation
The evaluation of Documentary Movie "Waiting or Wasting Story" will be performed using two methods, which using YouTube Analytics and make the screening.
Chapter 5 Budget
The budget is used in the manufacture of this prototype is Rp. 3.977.000,00. For media publishing budget plans need to be issued a fee of Rp. 16.720.000,00. As for the evaluation of this documentary needs to issue a fee of Rp. 10.857.000,00.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kazhman Anhari
"Dalam kebudayaan manusia kontemporer, seringkali kita melihat seorang individu memilih untuk berada pada zona yang membuat dirinya merasa aman meski hal tersebut membuat dirinya berada dalam status kesadaran manusia malafide. Memilih untuk berada pada zona aman merupakan bentuk ketidakmampuan seorang individu dalam menghadapi pilihan-pilihan hidup yang membuat dirinya lari dan membuang kebebasannya. Menjalani sebuah kehidupan dengan status kesadaran manusia malafide, membuat seorang individu berperan pasif dalam kehidupan, dan melihat segala sesuatu sebagai obyek yang ada tanpa memiliki makna. Eksistensialisme hadir sebagai bentuk reaksi yang memberikan pemahaman berpikir seorang individu didalam menjalani dan memaknai kehidupannya. Gabriel Marcel sebagai salah satu tokoh eksistensialis religius melihat bahwa status kesadaran manusia malafide ini merupakan bentuk dimana seorang individu tidak benar-benar menjalani sebuah kehidupan, karena ia menutup diri dari pengalaman-pengalaman maupun pilihan-pilihan hidup yang akan ia jumpai melalui relasi dengan dunia dan the other diluar dirinya. Kebebasan seorang individu untuk menentukan pilihan-pilihan hidup yang ia jumpai merupakan suatu bentuk eksistensi dari seorang individu, melalui perenungan dan penghayatan didalam menentukan sebuah pilihan, seorang individu memperlihatkan bagaimana dirinya mampu bereksistensi.

In contemporary human culture, we often see an individual chooses to be in a zone that makes her feel safe even though it makes itself in a malafide human status of consciousness. Choose to be in a safe zone is the form of an individual's inability to face life choices that make him run away and throw away his freedom. Living a life with a malafide human status of human consciousness, making an individual play a passive role in life, and see everything as an object that is without meaning. Existentialism be present as a form of reaction that provides an understanding of individual thinking in live and interpret their lives. Gabriel Marcel as one of the religious existentialists see that the malafide status of human consciousness is a form in which an individual does not really live a life, because he shut himself from the experiences and life choices that will he met through a relationship with the world and the other outside himself. Freedom of an individual to determine the life choices is a form of existence of an individual, through the contemplation and appreciation in deciding on an option, an individual demonstrates how he is able to exist."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pepita Gracia Adiyat
"Vaksin merupakan manifestasi produk bioteknologi medis yang digunakan pada era modern. Vaksin memiliki peran dalam menciptakan perlindungan kelompok ditengah masyarakat (herd-immunity) utamanya dalam konteks yang penting dan mendesak seperti krisis kesehatan global. Urgensi vaksin sebagai produk bioteknologi dapat dikaji melalui teori biopolitik Michel Foucault dengan latar belakang teori utilitarianisme yang mendorong urgensi pembahasan vaksin secara filosofis. Biopolitik digunakan sebagai kekuasaan bagi otoritas dalam memberikan suatu regulasi dan mandat yang memandang masyarakat sebagai satu tubuh populasi yang dapat dapat dikelola dan dikuasai melalui intervensi disiplin dan normalisasi. Hal ini berimplikasi pada modifikasi perilaku tubuh individu (personalisasi) sebagai strategi kekuasaan (biopower) yang mendukung vaksin sebagai produk bioteknologi yang memaksimalkan utilitas dan kegunaan (utilitarian). Dengan demikian, upaya dan kebijakan otoritas dalam menciptakan angka kesehatan terwujud secara maksimal melalui penerapan kekuasaan biopolitik sebagai upaya mengontrol dan menginternalisasi populasi melalui vaksinasi

Vaccines as a manifestation of medical biotechnology products are used in the modern era. Vaccines have a role in creating herd-immunity, especially in important and urgent contexts such as the global health crisis. The urgency of vaccines as a biotechnology product can be studied through Michel Foucault's biopolitical theory with a background of utilitarianism theory which encourages the philosophical urgency of discussing vaccines. Biopolitics is used as a power for authorities to provide regulations and mandates that view society as a population body that can be managed and controlled through disciplinary intervention and normalization. This has implications for individual body behaviour modification (personalization) as a power strategy (biopower) that supports vaccines as biotechnology products that maximize utility and utility (utilitarian). Thus, the efforts and policies of the authorities in creating health figures are maximized optimally through the application of biopolitical power as an effort to control and internalize the populationthrough vaccination."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>