Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175204 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarrah Hasyim Abdullah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara romantic self-efficacy dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran jarak jauh. Romantic self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan yang dimiliki individu akan kemampuannya sebagai pasangan untuk dapat terlibat dalam perilaku spesifik dalam hubungan romantis dan merespon secara efektif terhadap tuntutan tugas-tugas yang terdapat pada hubungan romantis. Kualitas hubungan romantis didefinisikan persepsi individu terhadap sejauh mana hubungan yang sedang dijalani memberikan atau tidak memberikan manfaat melalui pengalaman dan interkasi. Pengukuran romantic self-efficacy menggunakan alat ukur Self-Efficacy in Romantic Relationship (SERR) yang disusun oleh Riggio, Weiser, Valenzuela, Lui, Montes, dan Heuer (2011). Pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan alat ukur Partner Behavior as Social Context (PBSC) oleh Ducat dan Zimmer-Gembeck (2010). Partisipan penelitian berjumlah 490 individu usia dewasa muda yang sedang berpacaran jarak jauh. Melalui teknik statistic Pearson Correlation, diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara romantic self- efficacy dan kualitas hubungan romantis yang signifikan.

This research was conducted to find the correlation between romantic self- efficacy and romantic relationship quality among young adulthood currently in a relationship. Romantic self-efficacy defined as beliefs in one`s capabilities as a relationship partner to engage in specific romantic relationship and responding effectively to demands in romantic relationship. Romantic relationship quality defined as positive or negative beliefs about one`s capabilities as a relationship partner to involve in specific actions in romantic relationship and to responses effectively toward task demands in romantic relationship. Romantic self-efficacy was measured using an instrument named Self-Efficacy in Romantic Relationship (SERR) made by Riggio, Weiser, Valenzuela, Lui, Montes, dan Heuer (2011). Romantic relationship quality was measured using an instrument names Partner Behavior as Social Context (PBSC) made by Ducat and Zimmer-Gembeck, 2010). Participants of this research were 490 young adulthood currently in a long- distance dating relationship. The Pearson Correlation indicates positive significant correlation between romantic self-efficacy and romantic relationship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Salsabila
"Beberapa tugas perkembangan yang harus dijalani individu pada usia dewasa muda yaitu melanjutkan pendidikan, bekerja, dan mencari pasangan, namun ada kalanya tuntutan pendidikan dan pekerjaan membuat individu harus berpisah jarak dengan pasangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Trust diukur menggunakan Trust dan kualitas hubungan romantis diukur menggunakan Partner Behaviors as Social dan Self Behaviors as Social Context. Sebanyak 127 orang yang terdiri dari 23 laki-laki dan 104 perempuan menjadi responden dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh, serta terdapat pula hubungan pada setiap dimensi trust dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang menjalani pacaran jarak jauh. Secara umum dapat disimpulkan bahwa trust dapat memprediksi kualitas hubungan romantis seseorang terhadap pasangannya. Hal ini dikarenakan trust merupakan komponen yang penting dalam sebuah hubungan, terutama pada hubungan pacaran jarak jauh.

Certain developmental tasks that should be passed by a person at young adult age are continuing education, work, and looking for a partner, but occasionally education and job demand that person to undergo a long distance relationship. This research is aimed to find whether or not a correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. Trust was measured by Trust Scale, and romantic relationship quality was measured by Partner Behaviors as Social Context and Self Behaviors as Social Context. There are 127 people consist of 23 males and 104 females participated in this research.
The results showed that there was a positive significant correlation between trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship, and there was also a positive significant correlation between the dimension of trust and romantic relationship quality among young adult in long distance dating relationship. In general, we can conclude that trust can predict someone?s romantic relationship quality to their partner. This was because trust is an important component in a relationship, especially in long distance dating relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66490
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangkey, Dhara Monica
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara agresi relasional dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran. Agresi relasional didefinisikan sebagai tingkah laku yang menyebabkan kerugian dengan merusak hubungan atau perasaan diterima dan cinta. Kualitas hubungan romantis didefinisikan persepsi individu terhadap sejauh mana hubungan yang sedang dijalani memberikan atau tidak memberikan manfaat melalui pengalaman dan interkasi. Pengukuran agresi relasional menggunakan Self-Report of Romantic Relational Aggression (SRRRA) yang disusun oleh Morales dan Crick (1998). Pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan alat ukur Partner Behavior as Social Context (PBSC) oleh Ducat dan Zimmer-Gembeck (2010). Partisipan penelitian berjumlah 332 individu usia dewasa muda yang sedang berpacaran. Melalui teknik statistic Pearson Correlation, diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara agresi relasional dan kualitas hubungan romantis yang signifikan.

This research was conducted to find the correlation between relational aggression and romantic relationship quality among young adulthood currently in a relationship. Relational aggression defined as behavior that harm others through damage (or the threat of damage) to relationships or feeling of acceptance, friendship, or group inclusion. Romantic relationship quality defined as the extent to which a relationship provides or withholds beneficial experiences and interactions. Relational aggression was measured using an instrument named Self-Report of Romantic Relational Aggression made by Morales and Crick (1998). Romantic relationship quality was measured using an instrument names Partner Behavior as Social Context (PBSC) made by Ducat and Zimmer-Gembeck, 2010). Participants of this research were 332 young adulthood currently in a relationship. The Pearson Correlation indicates negative significant correlation between relational aggression and romantic relationship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahni Soraya Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara tingkat apresiasi dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran. Pengukuran tingkat apresiasi menggunakan alat ukur Appreciation Inventory (Adler, 2002) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.940 dan pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan alat ukur Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) dengan masing-masing koefisien reliabilitas cronbach alpha sebesar 0.930 dan 0.920. Responden penlitian ini berjumlah 434 orang yang terdiri dari 207 laki-laki dan 227 perempuan yang memiliki karakteristik berusia 20-40 tahun, sedang berpacaran dan memiliki keinginan untuk menikah.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara tingkat apresiasi dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang sedang berpacaran (r = 0.337, p < 0.01). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat apresiasi individu maka semakin tinggi kualitas hubungan romantis individu tersebut.

This purpose of study was to find correlation between level of appreciation and romantic relationship quality among young adults who are dating. Level of appreciation was measured with Appreciation Inventory (Adler, 2002) which had cronbach alpha coefficient 0.940 and romantic relationship quality was measured with Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) which had cronbach alpha coefficient 0.930 for report about the partner and 0.920 for self-report. Respondents on this research were 434 respondents which 207 males and 227 females. Characteristics of respondents aged 20-40 years old, in a relationship and have an intention to get married.
The result of this study showed that there was a positive significant correlation between level of appreciation and romantic relationship quality among young adults who are dating (r = 0.337, p < 0.01). This result means that the higher level of appreciation, the higher romantic relationship quality.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S58771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Classica Puspha Permata
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara self-efficacy in romantic relationship dan kepuasan pernikahan pada pernikahan jarak jauh. Penelitian kuantitatif ini dilakukan pada 336 partisipan menggunakan alat ukur SERR untuk mengukur self-efficacy in romantic relationship dan ENRICH Marital Satisfaction Scale EMS untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hasil penelitian adalah terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-efficacy in romantic relationship dan kepuasan pernikahan pada pernikahan jarak jauh r = 0,636, N = 336, p < 0,01, 2-tailed. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi bagi individu yang menjalani pernikahan jarak jauh.

The aim of this research is to examine the relationship of self efficacy in romantic relationship and marriage satisfaction in long distance marriage. This quantitative research was conducted on 336 participants using SERR to measure self efficacy in romantic relationship and ENRICH Marital Satisfaction Scale EMS to measure marriage satisfaction. The result indicated that self efficacy in romantic relationship were positively significant related to marriage satisfaction in long distance marriage r 0,636, N 336, p 0,01, 2 tailed. The result of his research could contribute as information for people who are undergoing a long distance marriage."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S68187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunisa Putri Syahriani
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe-tipe adult attachment pada dewasa muda yang berpacaran. Pengukuran adult attachment dilakukan menggunakan alat ukur The Experiences in Close Relationships-Short form (Wei et. al., 2007) dengan koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.710. Pengukuran kualitas hubungan romantis dilakukan menggunakan alat ukur Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) dengan masing-masing koefisien reliabilitas Cronbach Alpha sebesar 0.904 dan 0.734. Responden penelitian ini berjumlah 205 orang, terdiri atas 86 laki-laki dan 119 perempuan. Responden adalah dewasa muda berusia 20-40 tahun dan sedang berpacaran.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas hubungan romantis berdasarkan tipe secure attachment (p = .730), preoccupied attachment (p = .892), fearful attachment (p = .260), dan dismissing attachment (p = .627). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi individu terhadap kualitas hubungan romantisnya tidak dibedakan dan tidak dipengaruhi oleh tipe-tipe adult attachment, yaitu secure, preoccupied, fearful, dan dismissing. Hasil analisis tambahan menunjukkan bahwa kualitas hubungan romantis memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan tipe secure attachment (r = -.382, p < 0.01), namun tidak memiliki hubungan yang dengan tipe preoccupied, fearful, dan dismissing attachment.

This study aimed to find differences in romantic relationship quality based on adult attachment styles among young adults in dating relationships. Level of adult attachment was measured by using Experiences in Close Relationships Scale-Short Form Inventory (Wei et. al., 2007) and romantic relationship quality was measured by using Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009). Number of subjects in this research was 205 respondents with 86 males and 119 females. Respondents are young adults aged 20-40 years old and in an dating relationship.
The result of this study showed that there was no differences in romantic relationship quality compared to secure attachment style (p = .730), preoccupied attachment style(p = .892), fearful attachment style (p = .260), and dismissing attachment style (p = .627). This result shows that romantic relationship quality isn’t determined by adult attachment styles. The additional anaylisis shows that romantic relationship quality has a negative significant correlation with secure attachment style (r = -.382, p < 0.01), but has no correlation with preoccupied, fearful, and dismissing attachment style.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christiana Daraclaudia
"Sexting adalah perilaku bertukar pesan foto atau pesan teks yang bernuansa seksual melalui ponsel atau media seluler lainnya. Perilaku sexting merupakan salah satu cara menjaga hubungan asmara dengan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterikatan orang dewasa dengan perilaku sexting, yang berusaha untuk melihat aspek psikologis yang mendasari perilaku sexting dalam hubungan romantis. Penelitian ini dilakukan pada kelompok dewasa muda yang sedang menjalin hubungan asmara berpacaran dan melakukan sexting dengan pasangannya yaitu sebanyak 20 laki-laki dan 54 perempuan (N = 74). Kelekatan orang dewasa diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) yang terdiri dari 18 item pada dimensi kecemasan dan 18 item pada dimensi penghindaran. Perilaku sexting diukur menggunakan skala sexting dengan 8 item yang mengukur frekuensi perilaku dan konten seks yang dipertukarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi keterikatan kecemasan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku sexting (r (71) = 0,274, p <0,05).

Sexting is the behavior of exchanging sexual photos or text messages through cell phones or other cellular media. Sexting behavior is one way of maintaining a romantic relationship with a partner. This study aims to look at the relationship between adult attachment to sexting behavior, which seeks to see the psychological aspects that underlie sexting behavior in romantic relationships. This research was conducted on a group of young adults who were dating and having sexting with their partners, as many as 20 men and 54 women (N = 74). Adult attachment was measured using The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) which consisted of 18 items on the anxiety dimension and 18 items on the avoidance dimension. Sexting behavior was measured using a sexting scale with 8 items measuring the frequency of sexual behavior and content exchanged. The results showed that the dimension of attachment anxiety had a significant relationship with sexting behavior (r (71) = 0.274, p <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putri Martania
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara rejection sensitivity dan self-monitoring pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan romantis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur rejection sensitivity adalah Rejection Sensitivity Questionnaire yang sudah melalui proses adaptasi, sedangkan self-monitoring diukur menggunakan Revised Self-Monitoring Scale yang diambil dari hasil adaptasi pada penelitian yang dilakukan oleh Yustisia (2012). Partisipan pada penelitian ini berjumlah 130 dewasa muda yang sedang memiliki pacar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rejection sensitivity berkolerasi secara negatif dengan self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat rejection sensitivity yang dimiliki oleh individu, semakin rendah tingkat self-monitoring yang dimilikinya.

This research was conducted to find the correlation between rejection sensitivity and self-monitoring among young adults who were currently in romantic relationships. This research used the quantitative approach. Rejection sensitivity was measured using Rejection Sensitivity Questionnaire which have been through a process of adaptation and Self-monitoring is measured using the Revised Self-Monitoring Scale adopted from previous reserch by Yustisia in 2012. The participant of this research are 130 young adults who were currently in a relatioship. The main result of this research showed a negative correlation between rejection sensitivity and self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). These results indicate that the higher rejection sensitivity of one’s owned, the lower his/her self-monitoring
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justine Kirana
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor berdasarkan teori signaling dalam pengaruhnya terhadap kesuksesan proyek reward-based crowdfunding yang ada di ASEAN Member States (AMS) dalam periode Januari 2018 hingga Februari 2020 dengan menggunakan 489 sampel proyek reward-based crowdfunding yang menempati 5 industri teratas pada platform Kickstarter. Peneliti menggunakan estimasi regresi logistik di mana proksi-proksi yang diuji terbukti memiliki pengaruh signifikan atas kesuksesan kampanye crowdfunding. Terdapat 8 variabel faktor signaling yang digunakan yaitu jumlah target pendanaan, durasi kampanye, jumlah dukungan yang diberikan, jumlah video, jumlah kata deskripsi, kehadiran situs web eksternal, entri FAQ, jumlah pembaruan, dan presentasi pada indeks popularitas yang digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap kesuksesan kampanye crowdfunding.

ABSTRACT
This study aims to determine factors based on signaling theory on the success of reward-based crowdfunding projects in the ASEAN Member States (AMS) using 489 project samples that occupy the top 5 industries on the Kickstarter platform for the period of January 2018 to February 2020. The researcher uses binary logistic regression estimation where the proxies tested are found to have significant influence on the success of the crowdfunding campaign. This study uses 8 signaling factor variables, which are funding goal, campaign duration, number of project backings, number of videos, number of description words, presence of external website, FAQ entries, number of updates, and presentation on the popularity index to determine their influence on the success of crowdfunding campaign."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Linda Dinartika
"Membentuk dan membina hubungan romantis adalah tugas perkembangan dewasa muda. Salah satu faktor pendorongnya adalah relationship contingency of self-worth (RCSW). Berdasarkan studi Sanchez dan Kwang (2007), RCSW dapat mengakibatkan body shame. Oleh karenanya, penting ditemukan suatu aspek diri yang dapat mengurangi dampak buruk dari RCSW yakni self-efficacy dalam hubungan romantis (SEHR). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi prediksi RCSW dan SEHR terhadap body shame, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya peran SEHR sebagai moderator dari RCSW dengan body shame. Pengukuran self-report dilakukan pada 186 orang berusia 21-40 tahun di Jabodetabek. Dengan menggunakan teknik statistik regresi didapati bahwa RCSW dapat memprediksi body shame secara positif dan SEHR mampu memprediksi body shame secara negatif. Namun, tidak ada peran moderasi dari SEHR pada hubungan RCSW dengan body shame.

Developing and maintaining a romantic relationship is a young adulthood’s development task. Relationship contingency of self-worth has known as one of its factor. Grounded on Sanchez and Kwang’s (2007) study, RCSW could cause body shame. Hence, it was important to find a self-aspect which could lessen RCSW’s negative impact, that was self-efficacy in romantic relationship (SERR). This study examined to identify RSCW and SERR predictions toward body shame, also identified SERR’s presence as the moderator of RCSW and body shame. A self-report measurement was done to 186 individuals aged 21-40 years old in Jabodetabek. By using regression techniques, it was found that RCSW could predict body shame positively and SERR could predict body shame negatively. Yet there was no moderation effect of SERR on RCSW and body shame relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>