Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181569 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debbie Valonda S.
"Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan dibentuknya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang bertugas melakukan pemeriksaan jentik secara berkala, sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kelurahan Pejaten Timur Kecamatan Pasar Minggu Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan metode pendekatan cross sectional dan melibatkan 131 Jumantik sebagai responden. Metode analis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tingkat pendidikan (p = 0,026), tingkat pengetahuan (p = 0,023) dan kegiatan pelaksanaan PSN (p = 0,001) berhubungan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Kesimpulan dari penelitian ini terdapat tiga variabel yang mempengaruhi ABJ di Kelurahan Pejaten Timur yaitu tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan kegiatan pelaksanaan PSN, meskipun perlu adanya penelitian lebih lanjut.
Efforts made by the Government of Jakarta in disease control Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is the establishment of larva monitoring (Jumantik) assigned to conduct periodic checks larva, which is expected to reduce the incidence of dengue cases. This study aims to determine the factors that affect Figures Non Larva (ABJ) in Sub Pejatentimur District of Pasar Minggu, South Jakarta Administration City with cross sectional method and involves 131 Jumantik as respondents. Method of data analysts using univariate and bivariate analyzes. The results showed that the factor of the level of education (p = 0.026), the level of knowledge (p = 0.023) and the activities of the implementation of PSN (p = 0.001) associated with figure Non Larva (ABJ). The conclusion of this study, there are three variables that influence in Sub Pejatentimur ABJ is the level of education, level of knowledge and implementation activities PSN, although the need for further research."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S58996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Zannah
"Demam berdarah dengue merupakan penyakit tular vektor. Pada tahun 2021 Indonesia memiliki IR 11,48/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate sebesar 0,89%. Pada tahun 2021 Depok memiliki kasus tertinggi sebanyak 3.155 kasus (IR= 75,24/100.000 Penduduk). Pencegahan DBD dilakukan dengan dibentuknya Kordinator kader jumantik tiap RT untuk meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ baik jika ≥ 95%. Peningkatan Angka Bebas Jentik (ABJ) dipengaruhi oleh pengetahuan dan peran koordinator kader jumantik . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan peran koordinator kader jumantik terhadap angka bebas jentik (ABJ) di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok tahun 2022. Penelitian kuantitatif menggunakan data primer yaitu kuesioner yang telah dimodifikasi dari arahan Kemenkes RI dan penelitian sebelumnya. Desain penelitian cross sectional, sampel penelitian 101 responden. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) dan terdapat hubungan yang signifikan Peran Koordinator Kader Jumantik yaitu Pemantauan Jentik Berkala (PJB) terhadap Angka Bebas Jentik (ABJ).

Dengue hemorrhagic fever is a vector-borne disease. In 2021 Indonesia has an IR of 11.48/100,000 population and a Case Fatality Rate of 0.89%. In 2021 Depok has the highest case of 3,155 cases (IR = 75.24/100,000 Population). Prevention of DHF is carried out by establishing a jumantik cadre coordinator for each RT to increase the larva-free rate (ABJ). ABJ is good if 95%. The increase in larva free rate (ABJ) is influenced by the knowledge and role of the jumantik cadre coordinator. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge and the role of the jumantik cadre coordinator on the larva-free rate (ABJ) in Tugu Village, Cimanggis District, Depok City in 2022. This quantitative study used primary data, namely a questionnaire that had been modified from the direction of the Indonesian Ministry of Health and previous research. The research design is cross sectional, the research sample is 101 respondents. The results of the study showed that there was a significant relationship between knowledge and the larva-free rate (ABJ) and there was a significant relationship between the role of the Jumantik Cadre Coordinator, namely Periodic Lartic Monitoring (PJB) on the larva-free rate (ABJ)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Ratnasari
"Demam berdarah dengue (DBD) di Kulon Progo mengalami fluktuasi selama 10 tahun terakhir dan pada tahun 2013 insiden naik 3 kali lipat dari tahun 2012. Faktor iklim dipercaya mempengaruhi keberadaan jentik Aedes aegypti yang berpengaruh terhadap insiden DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi faktor iklim dan angka bebas jentik (ABJ) dan dengan kejadian DBD di Kabupaten Kulon Progo, DIY tahun 2008-2013. Hubungan suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, curah hujan, dan angka bebas jentik terhadap angka insiden DBD menggunakan studi ekologi time series dan dianalisis dengan uji korelasi. Data iklim bulanan diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Propinsi D.I.Yogyakarta. Data ABJ dan insiden DBD diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo.
Hasil penelitian menyatakan bahwa suhu, kelembaban, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, dan curah hujan tidak memiliki korelasi dengan ABJ (p>0,05). Insiden DBD memiliki korelasi dengan kelembaban (r = 0,277 ; p = 0,032), lama penyinaran matahari (r = -0,355 ; p = 0,003), dan curah hujan (r = 0,335 ; p = 0,004), sementara variabel suhu, kecepatan angin, dan ABJ tidak terbukti memiliki korelasi dengan insiden DBD. Bebrapa faktor iklim memiliki korelasi terhadap munculnya insiden DBD di Kabupaten Kulon Progo.

Dengue in Kulon Progo have a fluctuation for past 10 years and in 2013 the incidence inceased up to three times higher than incidence in 2012. Climatic factors have well-defined roles in Aedes aegypti larval indices and dengue transmision. The aim of this study is to find out the correlation between climatic factors and larval indices, and with dengue incidence in Kulon Progo District year 2008-2013. The relationship between temperature, humidity, wind speed, sunshine duration, larval indices, and dengue incidence were studied using ecological time series study, and were analyzed by correlation test. Monthly reported climate data were obtained from the Meteorology, Climatology, and Geophysics Departement of Yogyakarta. Larval indices and monthly reported dengue incidences were obtained from the Health District Office of Kulon Progo.
The result of this study showed that temperature, humidity, wind speed, sunshine duration and rainfall have no significant correlation with larval indices (p>0,05). Dengue incidence was significantly correlated with humidity (r = 0,277 ; p = 0,032), sunshine duration (r = -0,355 ; p = 0,003), and rainfall (r = 0,335 ; p = 0,004), furthermore, temperature, wind speed, and larval indices were found out to have no significant correlation with dengue incidences. Some of climatic factors have a correlation with the occurence of dengue incidences in Kulon Progo District.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdi Komara
"Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah DKI dalam pemberantasan penyakit DBD adalah dengan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) yang bertugas melakukan pemeriksaan jentik secara berkala, sehingga diharapkan dapat mengurangi kejadian kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Jumantik di Kecamatan Tebet Kodya Jakarta Selatan dengan metode pendekatan cross sectional dan melibatkan 81 Jumantik sebagai sampel. Metode analis data menggunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor usia berhubungan dengan kinerja Jumantik (p=0,043), dan kesesuaian honor (p = 0,03). Faktor lain yang tidak berhubungan dengan kinerja Jumantik adalah tingkat pendidikan (p = 0,47), status pekerjaan (p = 0,08), masa kerja (p = 0,59), tingkat pengetahuan (p = 0,39), pelatihan PSN (p = 0,59), frekuensi pelatihan (p = 0,49), perlengkapan PSN (p = 0,13), kartu berobat gratis (p = 0,56), pemberian bubuk larvasida (p = 0,22) dan lingkungan (p = 0,49).
Kesimpulan dari penelitian ini terdapat dua variabel yang mempengaruhi kinerja Jumantik di Kecamatan Tebet yaitu usia dan kesesuaian honor, meskipun perlu adanya penelitian lebih lanjut.

The once of Jakarta government policies were to eradication dengue haemorrhagic fever (DHF) case with the Jumantik (mosquito larvae monitor) who task of inspection larvae periodically, so the expected to decrease the DHF cases. This study aims to determine the factors that can influence Jumantik work performance in the district Tebet South of Jakarta with cross-sectional approach method and involved 81 Jumantik as the sample. The data was analyzed by univariate and bivariate.
Reseach result, there was correlation of age with Jumantik work performance (p=0,043), and correlation of the suitability of honor with Jumantik work performance (p = 0,03). Other factors there were no correlation with Jumantik work performance is level of education (p = 0,47), employment status (p = 0,08), longer work as Jumantik (p = 0,59), level of knowledge (p = 0,39), training of PSN (mosquito larvae eradication) (p = 0,59), frequency of training (p = 0,49), PSN tools (p =0,13), free medical treatment card (p = 0,56), larvasida of provision (p = 0,22) and work environment (p = 0,49).
Conclutions of the study there are two variables that affect Jumantik work performance that level of age and suitability of honor, although need for further reseach.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arif Amien
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditularkan oteh nyamuk Aedes Aegypti merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian pada banyak orang. Vaksin dan obat untuk mencegah penyakit DBD belum ada, Cara tepat untuk memberantas nyamuk Aedes Aegypti adalah dengan memberantas jentik di tempat berkembang biaknya. Selama ini ada kecenderungan bahwa masyarakat hanya mengharapkah bantuan dan menuntut pemerintah untuk melakukan pemberantasan penyakit DBD di lingkungan pemukiman mereka. Selain itu masih ada anggapan pada masyarakat bahwa kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah. Padahal Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan pentingnya partisipasi masyarakat datam pembangunan kesehatan, namun sampai saat ini penyakit-penyakit menular yang berbasiskan kesehatan Iingkungan cenderung semakin tinggi, sehingga dapat diasumsikan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan masih rendah.
Atas dasar hal itulah penelitian ini dilakukan, dengan tujuan ingin mengetahui faktor-faktor atau variabel apa raja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, dan faktor apa yang paling dominan. Dalam beberapa literatur diungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang, yaitu usia, lama menetap, pendidikan, pekerjaan, penghasilan (Angell, 1958; Ross & Lappin, 1967; Oscar Lewis, 1973; Andersen, 1995), intensitas informasi (Tjokroamidjojo, 1974; Depari, 1978) dan pengetahuan (Ross, 1970; Bambergers & Shams, 1989). Ketujuh faktor tersebut berhubungan secara positif terhadap partisipasi, artinya semakin tinggi faktor-faktor pengaruh tersebut, maka akan semakin tinggi pula partisipasi seseorang.
Pengumpulan data dilakukan melalui survai dengan teknik wawancara berstruktur, sampel penelitian adalah para ibu (istri) yang ditarik secara sistematis berdasarkan kerangka sampel yang telah dibuat sebelumnya, sedangkan analisis data menggunakan perhitungan regresi berganda logistik, dimaksudkan untuk memprediksi besamya peluang (probabilita) pengaruh ketujuh faktor diatas terhadap partisipasi.
Temuan penelitian menunjukkan hanya dua dari tujuh variabel yang signifikan, yaitu variabel pekerjaan dan intensitas informasi. Para ibu yang bekerja pada sektor formal berpeluang untuk berpartisipasi 4,1 kali dibandingkan para ibu yang bekerja pada sektor non formal, sedangkan para ibu yang intensitas informasinya banyak berpeluang untuk berpartisipasi 1,4 kali dibandingkan para ibu yang intensitas informasinya sedikit. Rekomendasi yang diusulkan adalah peningkatan pemahaman masyarakat melalui program peningkatan kualitas materi informasi, program penyediaan sarana informasi yang memadai, serta program penyusunan metode penyampaian informasi sesuai kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sejati
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Persebaran penyakit DBD tergantung pada nyamuk Aedes aegypti yang penyebarannya terutama dipengaruhi faktor lingkungan fisik, yaitu variasi iklim yang terdiri dari curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variasi iklim dengan kejadian penyakit DBD di Kota Padang selama periode tahun 1995-1999, dengan desain Cross Sectional Study.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Padang dari tahun 1995 -1999, sedangkan data variasi iklim diperoleh dari laporan hasil pengukuran Badan Meteorologi dan Geofisika Tabing Padang selama periode 1995-1999. Data diolah untuk mendapatkan informasi frekuensi kasus DBD, Angka Bebas Jentik, hubungan antara variasi iklim dengan Angka Bebas Jentik, dan hubungan antara variasi iklim dengan kejadian penyakit DBD.
Hasil penelitian yang diperoleh di Kota Padang selama periode tahun 1995-1999 adalah jumlah kasus DBD yang tertinggi terjadi tahun 1995, tahun 1996, dan 1998, terdapat 9 kecamatan endemis dan 2 kecamatan sporadis. Rata-rata ABJ di Kota Padang selama periode 1995-1999 masih dibawa angka harapan nasional (berkisar 91-93%).
Hasil Uji Statistik menunjukan tidak adanya hubungan antara curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara dengan kejadian penyakit DBD. Tidak ada hubungan antara variasi iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban) dengan ABJ, kecuali antara suhu dengan ABJ (p < 0,05; r = -0.310).
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan desain cross sectional study (potong lintang), untuk itu disarankan pada penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan data primer dan dengan desain yang lebih baik.

Correlation between Variaed Climate with Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Incident in Padang 1995-1999Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) disease is one of communicable disease that is caused by dengue virus and transmitted by Aedes aegypti mosquito. The spreading of DHF depends on Aedes aegypti mosquito dealing with environment factors physically, such as variaed climate, categorized as like rainfall amount, temperature, and humidity.
This study proposed to find out the correlation between the variaed climate and DHF incidence in Padang City 1996-1999, with cross sectional study design. This study employed secondary data from Dinas Kesehatan Padang City since 1995 - 1999, and variaed climate data is taken from the result of, National Meteorology and Geophysic measurement at Tabing, Padang, 1995-1999.
The data had been analyzed to get the information of DHF case frequency, larva free rate (ABT), correlation between the varied climate, and larva free rate, and correlation between variaed climate factors and DHF case.
The result approachment in Padang City 1995-1999 are the total of the DHF case the highest happened in 1995, 1996, and 1998; 9 endemic subdistrict, and 2 sporadic subdistrict, the average of ABJ in Padang City in 1995-1999 periode remain under National expectation rate (91%, 93%).
The result of Statistical test showed that there is no correlation between rainfall amount, air temperature and humidity, and DHF case. There is no correlation between varied climate (rainfall amount, temperature, and humidity) and larva free rate, except temperature and larva free rate (p< 0,05; r -0,310).
This study employed secondary data with cross sectional design. There for, it is suggested for the further study to employ primary data with a better design.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lela Asmara
"Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menyebutkan bahwa salah satu program yang dilaksanakan dalam bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (Bappenas, 2004). Penyakit menular yang menjadi prioritas pencegahan dan pemberantasan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 diantaranya adalah malaria, diare, polio, filariasis, kusta, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, pneumonia, dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Demam Berdarah Dengue (DBD) juga termasuk salah satu penyakit menular yang menjadi prioritas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan (Bappenas, 2005). Sampai saat ini cara penanggulangan yang dapat dilakukan untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah dengan memberantas nyamuk penularnya karena belum ada vaksin dan obat untuk membasmi virusnya (Ditjen P2M & PL, 1992). Pemberantasan nyamuk penular DBD terutama dilakukan terhadap jentiknya yaitu melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sejak adanya Surat Edaran Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 46 pada tanggal 4 November 2004 mengenai Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSNDBD) di Propinsi DKI Jakarta yang diikuti dengan adanya Surat Keputusan Walikotamadya Jakarta Timur, maka setiap hari Jumat mulai pukul 09.00 hingga pukul 09.30 di wilayah Jakarta Timur selalu dilaksanakan kegiatan PSN.
Peningkatan Angka Bebas Jentik, yang merupakan indikator keberhasilan kegiatan PSN, di wilayah Jakarta Timur yang telah melebihi target Angka Bebas Jentik nasional (95%) pada tahun 2006 (dari 93,03% pada tahun 2005 menjadi 96,63% pada tahun 2006) dapat diasumsikan bahwa potensi penularan DBD di wilayah Jakarta Timur cenderung menurun, sehingga Insidens Rate DBD juga akan menurun. Namun pada kenyataannya, Insidens Rate DBD di wilayah Jakarta Timur dari tahun 2005 sampai tahun 2006 cenderung meningkat (282,3 per 100.000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 344 per 100.000 penduduk pada tahun 2006).
Berdasarkan masalah tersebut perlu diketahui apakah ada hubungan antara Angka Bebas Jentik dengan Insidens Rate kasus tersangka DBD di tingkat kecamatan Kotamadya JakaraTimur Tahun 2005-2007.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain studi korelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur dan web site Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, serta data primer melalui observasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada tahun 2005 hubungan angka bebas jentik dengan insidens rate DBD di tingkat kecamatan Kotamadya Jakarta Timur menunjukkan hubungan yang lemah atau tidak ada hubungan ( r = -0,121 ). Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 menunjukkan hubungan sedang ( r = - 0,301 dan r = - 0,351).
Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara angka bebas jentik dengan insidens rate DBD pada tahun 2005-2007 (p > 0,05). Mengingat pentingnya kegiatan PSN sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan DBD, maka sebaiknya kegiatan PSN dilaksanakan secara terusmenerus dan hasilnya harus dipantau secara teratur melalui kegiatan pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan oleh petugas Puskesmas atau tenaga terlatih.
Selain itu juga perlu ditingkatkan penyuluhan mengenai kegiatan PSN DBD kepada semua kalangan masyarakat sehingga masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan PSN dan tidak hanya dilakukan dengan 3 M, tetapi juga dengan melakukan metode lain (larvasida selektif, memasang ovitrap, memelihara ikan pemakan jentik, fogging,dan lain-lain)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Junghans
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di Indonesia dan di beberapa negara yang terletak di daerah tropis maupun subtropis. Meningkatnya kejadian penyakit DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. Dalam program pemberantasan penyakit DBD faktor iklim belum banyak mendapat perhatian, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan DBD yang dilakukan belum optimal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta, untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor iklim dan kejadian DBD. Faktor iklim yang diteliti meliputi curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, suhu, kecepatan angin, dan pencahayaan matahari.
Penelitian ini merupakan studi ekologi/studi korelasi populasi dengan menggunakan data sekunder selama 5 tahun (1998-2002) Data jumlah kasus DBD per minggu diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Kotamadya Jakarta Timur, sedangkan data faktor-faktor iklim diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jakarta. Data iklim harian selanjutnya dikonversi menjadi data per minggu.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara curah hujan, kelembaban dan jumlah kasus DBD, hubungan yang sedang antara jumlah hari hujan, suhu, pencahayaan matahari dan jumlah kasus DBD, serta hubungan yang tidak bermakna antara kecepatan angin dan jumlah kasus DBD. Bentuk hubungan antara curah hujan, jumlah hari hujan, suhu, kecepatan angin, penyinaran matahari dan jumlah kasus DBD adalah cubic, sedangkan bentuk hubungan antara kelembaban dan jumlah kasus DBD adalah quadratic.

Relationship between Climate and Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in East Jakarta 1998-2002Dengue hemorrhagic fever (DHF) is epidemic disease in Indonesia and some countries in tropical, subtropical and temperate areas of the world. The increasing of DHF cases is caused many factors, and one of them is climate factor. This factor does not get much interested in DHF controlling programs yet, so that the intervention strategy is not optimum.
The research is conducted in East Jakarta, to know whether climate factors are related to DHF cases. The climate factor in the study is rainfall, rain days, humidity, temperature, wind velocity, and sun shine.
This study is an ecological study using secondary data for 5 years (1998-2002). The weekly DHF cases data come from East Jakarta Health Services, and the daily climate data come from Jakarta meteorological station, conversed to weekly data for 5 years in 1998 to 2002.
The study shows that there are a significant relationship between DHF cases and rainfall, rain days, relative humidity, temperature, and sunshine. There is not significant relationship between DHF cases and wind velocity. The model of relationship between climate factors and cases are cubic, except the relationship between humidity and cases is quadratic.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa Niken Lestari
"ABSTRACT
DKI Jakarta merupakan daerah endemis DBD, di mana Jakarta Timur selalu menjadi kota dengan jumlah kasus tertinggi setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persebaran insidens DBD berdasarkan orang, tempat, waktu, dankorelasi antara faktor lingkungan seperti karakteristik lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan praktik pengendalian vektor dengan Insidens DBD di Jakarta Timur tahun 2012-2016. Data yang digunakan adalah data sekunder, total populasi penelitian dengan unit analisis tingkat kecamatan agregat . Desain penelitian studi kuantitatif observational ekologi. Rata-rata Insidens DBD tahun 2012-2016 tersebar lebih tinggi pada laki-laki, tertinggi di Kecamatan Pulogadung, memuncak pada bulan Maret-April setiap tahunnya, dan terjadi KLB pada tahun 2016. Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan Insidens DBD adalah kelembaban udara, jumlah hari hujan, dan cakupan Jumantik melapor. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan penyusunan program pengendalian DBD untuk mencegah potensi wabah, dan menjadi studi pembuka untuk analisis tingkat individu.

ABSTRACT
DKI Jakarta is a DHF endemic area, where East Jakarta has always been the city with the highest number of cases each year. This study aims to identify the DHF Incidence distribution by person, place, time, and correlation between environmental factors such as physical environment, social environment, and vector control practices with DHF incidence in East Jakarta 2012 2016. The data used are secondary data, total study population with district analysis unit aggregate . The study design is quantitative observational study of ecology. The mean of DHF prevalence in 2012 2016 is higher in males, the highest in Pulogadung district, peaking in April March in every year, and outbreak was occurred in 2016. The variables which have a significant association with DHF prevalence are air humidity, number of rainy days, and coverage of Jumantik who reports. This study is expected to become a reference for the preparation of DHF control programs to prevent potential outbreaks, and to be an opening study for individual level analysis."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Anwar Musadad
"Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama di kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Sejak 1968, DBD cenderung meningkat baik daerah yang terjangkit maupun insidensnya, sejalan dengan meningkatnya arus transportasi dan kepadatan penduduk.
DKI Jakarta merupakan daerah yang mempunyai insidens DBD tertinggi di Indonesia. Sedangkan wilayah Kotamadya Jakarta Timur termasuk wilayah yang rawan penyakit DBD, dimana menurut data tahun 1993 dan 1994 wilayah Jakarta Timur merupakan wilayah yang jumlah kasus DBD-nya tertinggi di DKI Jakarta. Hasil analisis data sekunder selama 5 tahun terakhir menunjukkan angka insidens kasar DBD berkisar antara 29,3-73,0 per 100.000 penduduk dengan tingkat kematian antara 0,29%-1,90%. Walaupun demikian angka insidens DBD di wilayah Jakarta Timur bervariasi, di beberapa wilayah (kelurahan) diketahui angka insidensnya rendah dan di sebagian kelurahan lainnya angka insidens DBD-nya tetap tinggi walaupun sudah dilakukan berbagai upaya pemberantasan.
Belum diketahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan insidens DBD di tingkat kelurahan. Untuk itu dirasakan perlu dilakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan insidens DBD di tingkat kelurahan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum, angka bebas jentik, dan program pemberantasan DBD dengan insidens DBD di tingkat kelurahan.
Penelitian kroseksional ini dilakukan di wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Sebagai unit analisis adalah wilayah kelurahan, yang jumlah seluruhnya 65 kelurahan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan lingkungan dan wawancara terhadap lurah, kepala puskesmas, dan masyarakat. Khusus untuk pengambilan angka bebas jentik dilakukan pengamatan ke rumah-rumah, masing-masing 100 rumah di setiap kelurahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka insidens rata-rata kelurahan adalah 37 per 100.000 penduduk dan angka bebas jentik 89%. Diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum dan angka bebas jentik dengan angka insiden DBD, serta faktor penyuluhan DBD dan peran serta masyarakat dalam PSN berhubungan dengan angka bebas jentik. Secara bersama-sama, faktor kepadatan penduduk, keberadaan fasilitas umum, dan angka bebas jentik dapat menerangkan 24,2% terhadap variasi perubahan angka insidens DBD di tingkat kelurahan.
Penelitian ini menyarankan agar dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit DBD memperhatikan aspek kepadatan penduduk dan keberadaan fasilitas umum sebagai salah satu aspek dalam mewaspadai terjadinya wabah DBD, disarnping peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan program.

The Factors which are Related with the Incidence of Dengue Haemorrhagic Fever at the Village Level of East JakartaThe Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is still a serious health problem, especially in large cities such as Jakarta. Since 1968, DHF tends to increase in both the epidemic area and in the incidence area, in line with the increase in transportation and population density.
Jakarta is belongs the highest DHF incidence in Indonesia, While East Jakarta municipality included the region which is susceptible to the DHF case in Jakarta. The results of secondary data analysis for the fast 5 years indicate that the rough DHF incidence rate range from 29.3 to 73.0 per 100,000 population with the CFR of 0.29% to 1.90%. However, the DI-1F incidence rate in East Jakarta varied, in the some villages the incidence rate is low and in some other the DHF incidence rate remain high even though various eradication efforts have been done.
The factors which are related with the DHF incidence are not known at the village level. Therefore, a further research is needed regarding the factors which are related with the DHF incidence rate at the village level.
The purpose of the research is to study the relationship of factors such as population density, avilability of public places, A. aegypti index, and the DHF eradication program with DHF incidence at the village level.
The cross sectional study is done in East Jakarta municipality. The unit of analysis are the villages, the number of which is 65. The data collection was done by observation of the environment and interviews were conducted with the head of villages, head of health centers, and community. Especially for the A. aegypti index it was done by observation to people's houses, 100 houses in each village.
The results of the study indicate that the average incidence rate of the village is 37 per 100,000 population and the A. aegypti larval free rate (1-house index) is 89%. The findings indicate that there is a significant relationship between population density factor, the availability of public places and A. aegypti index with the incidence of the DHF, and health education factor and the community participation in the reduction of breeding containers related with A. aegypti index. Collectively, the population density factor, the availability of the public places, and the A. aegypti index are able to explain 24.2% of the variation of the DHF incidence rate of the village level.
The research suggest that the implementation of the DHF eradication program should consider the population density and the availability of the public places as one aspect of prevention of the epidemie of DHF, in addition to increase the coverage and quality of the program services.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>