Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82552 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lusiana Indarwati
"Seiring dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan pokok manusia semakin meningkat. Eksploitasi alam, perubahan tata guna lahan, dan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang membuat daerah resapan air berkurang. Limpasan air di permukaan meningkat sehingga kapasitas sungai tidak dapat menampung dan antara lain menjadi penyebab banjir di DKI Jakarta. Salah satu metode pengendalian banjir yang digunakan adalah pembangunan sudetan Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur (KBT). Konsultan PT. Kwarsa Hexagon berdasarkan mandat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane telah melakukan penilaian beberapa alternatif trase sudetan. Alternatif 2 yaitu interkoneksi yang menghubungkan S. Ciliwung dengan KBT melalui bagian hilir S. Cipinang dinilai paling efektif.
Sudetan yang terdiri dari empat unit pipa gorong-gorong beton pracetak, diletakkan secara paralel di sepanjang Jl. Otista 3, Jakarta Timur. Debit maksimum yang dapat mengalir melalui keempat unit pipa sebesar 60 m3/det. Debit puncak yang melalui S. Ciliwung dan S. Cipinang dihitung menggunakan modifikasi metode rasional. Hasil perhitungan banjir rencana 100 tahunan Sungai Ciliwung sampai dengan sudetan adalah sebesar 411,6 m3/det, sedangkan banjir rencana 50 tahunan Sungai Cipinang sampai dengan sudetan adalah sebesar 87,1 m3/det. Efektifitas pembangunan ini dilihat dari referensi elevasi muka air banjir dengan kala ulang 100 tahunan di Pintu Air Manggarai sebesar +10,90 m.
Pelacakan banjir yang dilakukan adalah saat kondisi penampang kedua sungai telah dinormalisasi. Pelacakan banjir ini dikerjakan menggunakan program HEC-RAS vs 4.1.0.Pelacakan banjir yang melalui empat unit gorong-gorong memiliki kondisi aliran sebagian sedangkan untuk dua unit gorong-gorong aliran akan penuh di sepanjang gorong-gorong. Penggunaan dua unit gorong-gorong sudah mencukupi, namun untuk kepentingan pemeliharaan maka disediakan empat unit gorong-gorong yang dapat digunakan secara bergantian. Elevasi banjir di Pintu Air Manggarai sebesar +9,29 m. Pembangunan sudetan ini dinilai efektif karena dapat mereduksi elevasi muka air banjir 14,8% serta tidak adanya limpasan melalui tanggul di Sungai Ciliwung dari titik sudetan hingga Pintu Air Manggarai.

Along with the increasing population, basic human needs will also increasing. Exploitation of nature, land use changes, and evironmental capacity unbalanced make a reducing infiltration capacity of the catchment area.The capacity of Ciliwung can not accomadate the increasing surface runoff, that contribute to the flooding in Jakarta.One of the flood control method that used is construction of interconnection from Ciliwung River towards Eastern Flood Canal. PT. Kwarsa Hexagon as consultant based on mandate from Directorate General of Water Resources, Ciliwung-Cisadane Large River Basin Organization has assessed several alternatives of culvert alignment. Second alternative-the interconnection between Ciliwung River andEastern Flood Canal through the downsteram of Cipinang River -is the most effective alternative.
Interconnection which consists of four units of pipe precast concrete culverts, placed in parallel. The maximum discharge through the four culverts is 60 m3/s. Peak discharge through Ciliwung River and Cipinang River is calculated using a modified rational method. Results of the design flood calculation with 100-year return period of Ciliwung River upto the interconnection point is 411.6 m3/s, while the 50-year return period of Cipinang River upto the interconnection point is 87.1 m3/s. Effectiveness of this construction is based on reference of flood water elevation with 100-year return period in Manggarai Sluicegate that is +10.92 m.
Flood routing is carried out using software HEC-RAS vs 4.1.0 for the condition after normalization. Flood routing through four culverts has a partly turbulent condition within the barrels, while the routing through two culverts, resulted in fully flow. Actually the use of two culverts isare sufficient,however for the shake of maintenance, four culverts are needed that can be used alternately. Flood water elevation in Manggarai gate is+9.29 m. The construction of the culverts hasproven effective since it can reduce the flood water level up to 14,8% and there is no runoff through embankment along the Ciliwung River from interconnection point up to Manggarai gate.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S60038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Putri
"[Perkembangan kota yang pesat menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan yang berdampak pada berkurangnya lahan resapan air di perkotaan dan penumpukkan sampah di badan sungai. Fenomena tersebut terjadi juga di Ibukota Jakarta, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas sungai dalam melalukan beban limpasan dari kawasan hulu sungai yang bersangkutan. Salah satu upaya pengendalian banjir yang menjadi program pemerintah pusat saat ini yaitu normalisasi 13 sungai besar di wilayah DKI Jakarta yang salah satunya adalah normalisasi Kali Sunter bagian hulu.
Rencana Pekerjaan Normalisasi Kali Sunter dilakukan sepanjang 18,7 km dimulai dari pertemuan sungai dengan Kanal Banjir Timur ke arah hulu. Normalisasi ini dibagi menjadi dua paket pekerjaan yang masing-masing panjang pekerjaannya adalah 12,4 km dan 6,3 km berakhir di jembatan Delta. Debit banjir rencana periode ulang 25 tahunan untuk DAS Sunter sebesar 162,8 m3/det, sedangkan kapasitas sungai eksisting hanya mampu melalukan debit sebesar 75,82 m3/det. Dengan upaya normalisasi, alur sungai mampu melalukan debit lebih besar dari yang diperlukan yaitu sebesar 287,2 m3/det. Dengan direncanakan penambahan waduk retensi, desain normalisasi penampang sungai dapat dimodifikasi menjadi lebih kecil tetapi tetap mampu melalukan debit rencana. Pada kondisi ini diperoleh debit di pertemuan Kanal Banjir Timur yang mendekati debit rencana, yaitu sebesar 173,5 m3/det. Ditinjau dari aspek teknis, desain normalisasi yang dimodifikasi disertai penamabahan waduk retensi lebih efektif karena memiliki kapasitas alur sungai mendekati debit banjir rencana.
Ditinjau dari volume pekerjaan galiannya, rencana normalisasi merupakan langkah yang lebih efektif dibandingkan dengan pekerjaan normalisasi modifikasi yang disertai dengan penambahan waduk retensi. Total volume galian rencana normalisasi sebesar 1.052.213 m3., The rapid development of the city caused land use change which led to a reduction of impervious cover in the catchment area, the accumulation of solid waste in the river, and eventually cause a major flooding in urban areas, especially in Jakarta. It can reduce capacity of the river for accommodating a surface runoff. One of government program for controlling flood is normalizing 13 rivers in Jakarta. For example is normalization in Sunter river.
The normalization plan in Sunter River will be conducted 18,7 km started from confluence at Eastern Flood Canal to the upstream. This project is divided into two packages which is 12,4 km and 6.3 km respectively. The project ended at Delta’s bridge. Design flood for 25 years return period is 162,82 cms. However, the river’s existing capacitiy only 75,82 m3/s. The capacity of normalization plan is about 287,2 m3/s. After the addition of retention reservoirs, the cross section of normalization plan could be designed smaller but still able to convey the flow rate of 173.5 m3/s. at meeting point of the Eastern Flood Canal. Based on financial aspect, modified normalization plan with the retention pond development is more effective because the capacity to convey the flow rate is nearer than just normalization plan.
Based on the volume of excavation work, normalization plan is more effective than modified normalization plan with the retention pond development. The volume of excavation of normalization plan is 1.052.213 m3.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Susanti
"Banjir merupakan salah satu masalah pengelolaan sumber daya air yang masih sering terjadi di Jakarta. Selain dikarenakan topografi daerah yang berada di dataran rendah, banjir juga diakibatkan oleh perubahan tutupan lahan yang terjadi pada daerah tersebut. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi banjir, salah satunya adalah dengan pembuatan Kanal Banjir Timur. Walaupun demikian, masih terdapat genangan yang terjadi di Jakarta Timur dan Jakarta Utara.
Penelitian ini menyelidiki genangan yang terjadi pada wilayah layanan KBT yang terdapat di Jakarta Timur dan Jakarta Utara serta mencari tahu pengaruh Kanal Banjir Timur terhadap banjir pada wilayah layanan KBT yang terdapat di Jakarta Timur dan Jakarta Utara, dengan menggunakan model HEC-RAS. Simulasi yang dilakukan dengan model HEC-RAS dilakukan dengan dua skenario, yaitu sebelum ada KBT dan setelah ada KBT.
Dari simulasi tersebut dihasilkan bahwa Kanal Banjir Timur dapat mengurangi puncak debit banjir yang akan masuk kedaerah layanan KBT sebesar68.8 untuk aliran sunter, 61.67 untuk aliran cakung dan 2.09 untuk aliran blencong.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwabanjir yang masih terjadi pada daerah layanan KBT yang berada diwilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara diakibatkan oleh permasalahan drainase lokal yang terjadi pada daerah tersebut.

Flood is one of the problems of water resources management which is still common in Jakarta. Besides due to the topography of the area that is in the lowlands, flooding is also caused by changes in land cover that occurs in the area. Various ways by the government to reduce flooding, one of which is by making the Eastern Flood Canal. Nevertheless, there are still puddles that occur in East Jakarta and North Jakarta.
This study investigates the inundation that occurred in the Eastern Flood Canal service area at East Jakarta and North Jakarta and find out the influence of Eastern Flood Canal on flooding in the Eastern Flood Canal service area at East Jakarta and North Jakarta using HEC RAS Model. Simulations with HEC RAS Model were perfomed with two scenario, before and after the Eastern Flood Canal.
From the simulation it was found that the Eastern flod canal can reduce the peak flow that will enter the eastern flood canal service area of 68.8 for sunter flow, 61.67 cakung flow and 2.09 for blencong flow.
From the results it can be concluded that the floods that still occur in the Eastern Flood Canal service area located in the East Jakarta and North Jakarta due to problems of local drainage that occurred in the area.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Esther Julianery
"ABSTRAK
Banjir telah menjadi masalah bagi Jakarta sejak kota ini masih bernama Batavia pada masa penjajahan Belanda. Untuk meminimalisasikan dampak banjir itu pada tahun 1918 pemerintah kolonial membuat rancangan, yang dikenal sebagai Rencana van Breen, pembangunan duo bush kanal yang berfungsi mengalihkan aliran air sungai ke sisi barat dan timur kota, sehingga Batavia terhindar dari banjir. Kanal di wilayah barat selesai dibangun pada tahun 1920, tetapi kanal di wilayah timur belum terealisasi, bahkan berpuluh tahun kemudian setelah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Ketika telah menjadi ibu kota Republik Indonesia, pada puncak musim hujan Jakarta kerap dilanda banjir. Pada tahun 1965 Presiden Soekarno membentuk Kornando Proyek Pencegahan Banjir di DKI Jakarta yang bertanggungjawab untuk pengendalian banjir di Ibu Kota. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) dengan Netherlands Engineering Consultants (Nedeco), konsultan dari Negeri Belanda, pada 1973, menghasilkan Rencana Induk Pengendalian Banjir. Salah satu rekomendasinya adalah merealisasikan rencana van Breen: pembangunan kanal banjir di wilayah timur Jakarta. Ketiadaan dana mengakibatkan pembangunan kanal - yang lazim disebut sebagai Banjir Kanal Timur (BKT) - itu tertunda.
Perkembangan kota Jakarta beserta wilayah pendukung di sekitarnya - Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi - mengakibatkan dampak banjir makin buruk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Jakarta kembali dilanda banjir. Setahun sesudah itu (2003) pembangunan BKT yang direncanakan 30 tahun yang lampau akhirnya dicanangkan. Meski demikian, realisasi pembangunan BKT tetap tersendat-sendat. Banjir yang terjadi pada awal tahun 2007 membuat pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat komitmen merealisasikan pembangunan BKT.
Penelitian tentang "Upaya Pengendalian Banjir di DKI Jakarta: Realisasi dan Rencana Pembangunan Banjir Kanal Timur" adalah penelitian tentang permasalahan yang rumit yang terkait dengan sejarah, kebijakan dan manajemen yang memerlukan pendekatan kualitatif dengan grounded theory. Penelitian bertujuan mengungkapkan apa daya upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang telah dilaksanakan, dan apa kendala yang dihadapi ketika pembangunan BKT mulai dilaksanakan.
Penelitian ini berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah narasumber dan perighimpunan data lewat dokumen pemerintah. Seluruh informasi yang diperoleh dikelompokkan, dilakukan pengkodean, dan dianalisis.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta tidak disertai oleh komitmen yang kuat, bail( dari pemerintah pusat maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ketidakjelasan realisasi pembangunan BKT, mengakibatkan daerah yang pada tahun 1973 sudah direncanakan akan digunakan sebagai trace BKT berkembang menjadi permukiman penduduk yang pada gilirannya menimbulkan kesulitan penyediaan tanah untuk trace kanal tersebut.
Hasil penelitian ini memberi kejelasan tentang upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang pernah dan sedang dilakukan. Implikasi dari penelitian ini adalah perbaikan pada kinerja pemerintah kota terutarna yang menyangkut tats rung kota yang terkait dengan kondisi geografis DKI Jakarta.

ABSTRACT
Flood was and is a problem with Jakarta since the time when it was called Batavia in the Dutch colonial times. To minimize its impact, in 1918 Dutch colonial government drafted a plan, known as van Breen Plan, to construct two canals to divert Ciliwung river flow to the east and west of the city, in order to save the city from its overflow. The canal on the west side was completed in 1920, but the canal on the east side of the city was never realized during the colonial period and even after tens of years after Indonesia's independence in 1945.
After becoming the capital of the Republic of Indonesia, Jakarta was often hit by flood during the peak period of each year's rainy season. In 1965 President Sukarno established a "Command Centre for Flood Control Project" in Jakarta bearing the responsibility to control the flood in the capital. The collaboration between the then Department of Public Works and Electricity and the Netherlands Engineering Consultants, NEDECO, in 1973 produced a Master Plan for Flood Control. One of its recommendations was to re-implement the van Breen Plan: construction of flood canal on the eastern fringe of Jakarta. Lack of funds, however, impeded the completion of the construction of what is popularly called the "Eastern Flood Canal."
The growth of Jakarta and its hinterland - Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi made the impacts of flood even worse over the years. In 2002 Jakarta was again heavily inundated. The year after, 2003, the construction of Eastern Flood Canal that had been still on plan for more than 30 years was eventually kicked off ground, if far from being a smooth one. In the beginning of 2007 another devastating flood prompted both the central and Jakarta Special District governments to yet revive and strengthen their commitment to build the Eastern Flood Canal.
The present thesis, "Flood Control in Jakarta: Plan and Realization of Eastern Flood Canal", having the complexity of history, policies, and management as backdrop, is a qualitative study taking grounded theory as its approach. It aims to uncover what efforts have been made, and which part of the plan has been implemented, and what sort of constraints that have grown out to impede the completion of the construction of the Eastern Flood Canal.
This study is based on interviews with a number of resourceful persons and the collection of official documents. All information is then put into categories, and analysis is made accordingly.
This study discovered that flood control efforts in Jakarta had not been based on strong commitment from either national government or local Jakarta government. The construction of Eastern Flood Canal was then put into further uncertainty when the areas designated for the canal's ground-plan was converted into people's settlement which further complicated the expropriation of the very land required for the construction of the canal.
This study sheds light on past and current flood control efforts in Jakarta. It implies that there is a need to improve the performance of the city's government, especially in the areas related to urban development planning in its relation to Jakarta's specific geographical conditions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusydi Yazid
"[ABSTRAK
Sudetan Kali Ciliwung - KBT berbentuk terowongan bawah tanah (Shortcut Tunnel) direncanakan sebagai pengendali banjir kali Ciliwung, dimana Sudetan bisa mengurangi daerah rawan genangan khususnya di wilayah Jakarta Timur dan umumnya daerah hilir yang dilewati oleh Kali Ciliwung. Sudetan direncanakan mampu mengalirkan debit sebesar 60 m3/dt sepanjang ± 1200 m dengan 2 buah diameter pipa beton 3,5 m berat 100 ton berdasarkan kontrak sebesar Rp. 492 Milyar. Risiko yang telah diketahui (known risks) adalah yang telah diidentifikasi dan dianalisa, dengan menggunakan tool berupa matriks probabilitas dan dampak (Probabilistic Impact and Matrix) didapatkan pengklasifikasian risiko menjadi risiko rendah/sedang/tinggi, dari setiap kategori risiko dicari yang tertinggi (High Risk) di tiap kategori untuk direncanakan respon terhadap risiko yaitu berupa perencanaan tindahan pencegahan (preventif) dan perbaikan (corrective) terhadap risiko yang telah teridentifikasi.

ABSTRACT
Ciliwung River to East Flood Canals shortcut is an Tunnel that is planned as a Ciliwung River flood control to reduce flooding, especially in East Jakarta and downstream regions generally bypassed by the Ciliwung River. This Tunnel shortcut is planned discharge flow of 60 m3/sec along ± 1200 m with 2 pieces of 3.5 m diameter concrete pipe weighing 100 tonnes under the contract of Rp. 492 billion. Risk is already known (known risks) is that it has identified and analyzed, using tools such as probability and impact matrix obtained the classification of risk into low risk / medium / high, from each sought the highest risk category (high risk) in each category for a planned response to the risk in the form of planning preventive action and repair (corrective) action to the risks that have been identified.;Sudetan Kali Ciliwung – KBT berbentuk terowongan bawah tanah (Shortcut Tunnel) direncanakan sebagai pengendali banjir kali Ciliwung, dimana Sudetan bisa mengurangi daerah rawan genangan khususnya di wilayah Jakarta Timur dan umumnya daerah hilir yang dilewati oleh Kali Ciliwung. Sudetan direncanakan mampu mengalirkan debit sebesar 60 m3/dt sepanjang ± 1200 m dengan 2 buah diameter pipa beton 3,5 m berat 100 ton berdasarkan kontrak sebesar Rp. 492 Milyar. Risiko yang telah diketahui (known risks) adalah yang telah diidentifikasi dan dianalisa, dengan menggunakan tool berupa matriks probabilitas dan dampak (Probabilistic Impact and Matrix) didapatkan pengklasifikasian risiko menjadi risiko rendah/sedang/tinggi, dari setiap kategori risiko dicari yang tertinggi (High Risk) di tiap kategori untuk direncanakan respon terhadap risiko yaitu berupa perencanaan tindahan pencegahan (preventif) dan perbaikan (corrective) terhadap risiko yang telah teridentifikasi, Sudetan Kali Ciliwung – KBT berbentuk terowongan bawah tanah (Shortcut Tunnel) direncanakan sebagai pengendali banjir kali Ciliwung, dimana Sudetan bisa mengurangi daerah rawan genangan khususnya di wilayah Jakarta Timur dan umumnya daerah hilir yang dilewati oleh Kali Ciliwung. Sudetan direncanakan mampu mengalirkan debit sebesar 60 m3/dt sepanjang ± 1200 m dengan 2 buah diameter pipa beton 3,5 m berat 100 ton berdasarkan kontrak sebesar Rp. 492 Milyar. Risiko yang telah diketahui (known risks) adalah yang telah diidentifikasi dan dianalisa, dengan menggunakan tool berupa matriks probabilitas dan dampak (Probabilistic Impact and Matrix) didapatkan pengklasifikasian risiko menjadi risiko rendah/sedang/tinggi, dari setiap kategori risiko dicari yang tertinggi (High Risk) di tiap kategori untuk direncanakan respon terhadap risiko yaitu berupa perencanaan tindahan pencegahan (preventif) dan perbaikan (corrective) terhadap risiko yang telah teridentifikasi]"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T43487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisang Adhitya Yogo Purnomo
"Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat, Luas DAS Citarum : 6.614 Km2, Panjang DAS Citarum : 269 Km (Sungai Utama). Berasal dari mata air Gunung Wayang melalui 8 Kabupaten yakni Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor dan Karawang sebagai muara Sungai Citarum. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum pada umumnya kurang mempertimbangkan aspek lingkungan dan daya dukungnya, sehingga semakin lama daya dukung lingkungan semakin memprihatinkan. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan berbagai macam masalah tersendiri salah satunya dapat terjadi bencana banjir. Musibah banjir sudah rutin terjadi dan hampir tiap tahun di rasakan oleh masyarakat di daerah hulu DAS Citarum khususnya yang berada di kabupaten Bandung. Masalah pada DAS Citarum merupakan suatu masalah yang sudah berlangsung sejak tahun 1931 dan disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Hingga kini belum ada penanganan yang tepat dalam mengatasi bencana banjir Citarum. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) skenario pengendalian pemanfaatan lahan, yakni skenario pertama dibuat agak ekstrem dimana akan dihutankan kembali sebagian besar wilayah DAS Citarum hulu, dan untuk skenario kedua di buat pembagian porsi tata guna lahan yang agak realistis. Efektifitas upaya pengendalian banjir didalam penelitian ini adalah melalui pengendalian pemanfaatan lahan dan normalisasi alur sungai. Hasil yang ingin dicapai adalah membuktikan bahwa dengan adanya pengendalian pemanfaatan lahan akan mempengaruhi besarnya debit limpasan akibat hujan, melalui pengaturan tata guna lahan (land use).

Watershed Citarum is the largest and longest river basin in West Java, Citarum watershed area: 6614 km2, watershed Citarum Length: 269 km (River Main). Derived from the Fountain of Mount Wayang through the District 8, Bandung, Cimahi, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor and Karawang as Citarum River estuary. Watershed Management Citarum in general less environmental aspects into consideration and the carrying capacity, so the longer the carrying capacity of the environment has become increasingly serious. This of course can cause a variety of problems one of them is flood. Floods have occurred regularly, and almost every year in felt by people in the region upstream watershed Citarum especially those in Bandung regency. Problems in the watershed Citarum is a problem that has been going since 1931 and is caused by several factors that influence it. Until now no proper treatment in overcoming floods Citarum. In this study there are 2 (two) scenarios of community participation, which first made its rather extreme scenario where the public will reforest the entire watershed area upstream Citarum, and for the second scenario for the distribution portion of the land use rather realistic. Effectiveness of flood control efforts in this research is through control of land use and river channel normalization. Results to be achieved is to prove that with the control of land use will affect the amount of discharge runoff due to rain, through the regulation of land use."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1380
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanka Prajna Paramitha
"ABSTRAK
Laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan kompleksitas permasalahan lingkungan, salah satunya adalah permasalahan banjir.  Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mendesak ruang-ruang terbuka hijau dan sempadan sungai berubah menjadi wilayah-wilayah yang padat dengan permukiman seperti yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Ancaman bencana banjir, kondisi sosial dan ekonomi serta pembangunan infrastruktur dari hulu sampai dengan hilir DAS Ciliwung semakin meningkatkan risiko bencana banjir di DAS Ciliwung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis ancaman bencana banjir, kerentanan (sosial dan ekonomi), kapasitas daerah dan masyarakat di DAS Ciliwung, menganalisis risiko bencana banjir di DAS Ciliwung, menganalisis alternatif pengurangan risiko bencana banjir di DAS Ciliwung. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan data sekunder, data primer melalui pengisian kuesioner oleh pemangku kepentingan/Instansi dan penduduk yang terdampak banjir di DAS Ciliwung. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif-kuantitatif dan analisis AHP untuk menentukan pemilihan alternatif pengurangan risiko bencana banjir. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat ancaman bencana banjir di DAS Ciliwung baik di segmen tengah maupun di segmen hilir berada dikategori tinggi. Selain ancaman bencana banjir, tingkat kerentanan sosial ekonomi di DAS Ciliwung juga termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan dari sisi kapasitas masyarakat dan daerah, kapasitas masyarakat dan daerah pada segmen hilir lebih siap dibandingkan dengan masyarakat yang berada di segmen tengah. Tetapi walaupun kapasitas pada segmen hilir lebih siap, tidak dapat mengurangi risiko bencana banjir yang tinggi. Permasalahan tingginya risiko bencana banjir diatasi melalui alternatif pengurangan risiko bencana. Berdasarkan hasil AHP, maka diperoleh prioritas alternatif dengan bobot tertinggi yaitu peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana.

ABSTRACT
The rate of population growth and high population density causes the complexity of environmental problems, one of which is the problem of flooding. The high rate of population growth is urging green open spaces and river borders to change into areas that are densely populated as happened in the Ciliwung River Basin. The threat of floods, social and economic conditions and infrastructure development from upstream to downstream of the Ciliwung watershed further increase the risk of flooding in the Ciliwung watershed. The purpose of this study is to analyze the threat of flood disasters, vulnerability (social and economic), regional and community capacities in the Ciliwung River Basin, analyze the risk of flood disasters in the Ciliwung River Basin, analyze alternatives to reduce the risk of flood disaster in the Ciliwung River Basin. The method used in this research is quantitative and qualitative methods using secondary data, primary data through filling out questionnaires by stakeholders/agencies and residents affected by flooding in the Ciliwung River Basin. The analysis used is descriptive-quantitative analysis and AHP analysis to determine the alternative selection of flood disaster risk reduction. The results showed that the level of flood threat in the Ciliwung watershed both in the middle segment and in the downstream segment was in the high category. In addition to the threat of flood disasters, the level of socio-economic vulnerability in the Ciliwung watershed is also included in the high category. Meanwhile, in terms of community and regional capacity, the capacity of communities and regions in the downstream segment is better prepared than those in the middle segment. But even though capacity in the downstream segment is better prepared, it cannot reduce the risk of high flood disasters. The problem of the high risk of flood disaster is overcome through alternative disaster risk reduction. Based on AHP results, an alternative priority with the highest weighting is obtained, namely the effectiveness of disaster prevention and mitigation."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hafizh
"ABSTRAK
Penyebab utama banjir di Kota Lhoksukon adalah luapan sungai Krueng Kr. Keureuto. Daerah Aliran Sungai DAS Keureuto termasuk dalam Sistem Wilayah Sungai Pase-Peusangan. Terdapat lima anak sungai Kr. Keureuto yang akan memasuki Kota Lhoksukon yaitu ; Kr. Pirak, Kr. Ceku, Kr. Aluleuhop, Kr. Kreh dan Kr. Peuto. Analisa properti DAS menggunakan software ArcGIS 10.3, dan perhitungan puncak banjir menggunakan metode Soil Conservation Service-Curve Number pada model hidrologi WinTR-20 1.1. Melalui simulasi sesuai tutupan lahan tahun 2015 dan proyeksi Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2012-2032, diperoleh peredaman bendungan Keureuto masing-masing sebesar 26 dan 17 . Dari hasil simulasi, banjir dengan periode ulang diatas lima tahun masih terjadi di Kota Lhoksukon karena bendungan Keureuto hanya meredam banjir di wilayah hulu sungai Kr. Keureuto.

ABSTRACT
The main cause of flood in Lhoksukon City is the overflow of the Krueng river Kr. Keureuto. The Keureuto watershed is included in the Pase Peusangan River Basin System System. There are five streams of Kr. Keureuto will enter Lhoksukon City Kr. Pirak, Kr. Ceku, Kr. Aluleuhop, Kr. Kreh and Kr. Peuto. Watershed analysis using ArcGIS 10.3 software, and flood peak calculations using the Soil Conservation Service Curve Number method on the WinTR 20 1.1 hydrology model. Simulation were perfomed with 2015 land cover and Projected Regional Spatial Plan of 2012 2032, there was 26 and 17 reduction of Keureuto Dam. From result it can be concluded that flood with return periode above five years still occurred in Lhoksukon City."
2017
S66971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabilah Marsya Al-Farihiyyah
"Bencana banjir merupakan salah satu fenomena bencana alam yang sering terjadi. Banyak pihak yang harus diselamatkan. Relawan bencana alam, sebagai pihak yang turun ke lapangan untuk membantu masyarakat terdampak sekaligus tetap menjaga dirinya sendiri, tentu perlu memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik dalam melakukan tugasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan relawan bencana alam tentang evakuasi bencana banjir. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif menggunakan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan secara daring melalui Google Form pada bulan November 2021 dengan jumlah responden sebanyak 82 relawan bencana alam Rumah Zakat Action Jabodetabek. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian sebelumnya mengenai bencana dan telah dimodifikasi sesuai buku panduan dari BNPB. Data dianalisis menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang baik tentang evakuasi bencana banjir.

Flood disaster is one of the natural disaster phenomena that occur oftentimes. There are a lot of populations that must be saved. Natural disaster volunteers, as population who run down to the field for helping affected societies and keep themselves saved simultaneously, need to have a great knowledge, attitude, and skill to do their duty. This research aimed to describe the knowledge, attitude, and skill of natural disaster volunteer regarding flood disaster evacuation. This is quantitative research with descriptive design using a cross-sectional approach. Data had been collected via Google Form (online) in November 2021 with an involvement of 82 Rumah Zakat Action Jabodetabek natural disaster volunteers as respondents. This research had used an adopted questionnaire from prior research about disaster and has been modificated according to guidance book published by BNPB. Data had been analysed using univariate analysis. This research described that major of respondents have good knowledge, attitude, and skill regarding flood disaster evacuation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hadianto
"Latar belakang riset ini adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir akibat perilaku masyarakat namun kurang diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat terutama di hilir Sungai Ciliwung. Rumusan masalah riset menunjukkan bahwa faktor kesiapsiagaan lebih banyak berfokus pada pengetahuan dan sikap sedangkan faktor rencana darurat, peringatan dini, mobilisasi sumber daya dan pengalaman masih jarang diteliti. Riset ini bertujuan untuk membangun model kesiapsiagaan masyarakat hilir Sungai Ciliwung berbasis perilaku berwawasan lingkungan. Metode riset menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, melalui wawancara dengan otoritas setempat serta pemberian kuesioner kepada 397 kepala keluarga di Kelurahan Bidara Cina. Hasil riset menunjukkan bahwa kesiapsiagaan dipengaruhi oleh pengetahuan, rencana darurat, peringatan dini, dan sikap namun dilemahkan oleh mobilisasi sumber daya, dan pengalaman. Masyarakat merasa sudah berpengalaman dan cenderung mengandalkan mobilisasi sumber daya dari pemerintah sehingga menjadi kurang siap siaga. Kesimpulan riset adalah diperlukannya kesiapsiagaan berbasis perilaku berwawasan lingkungan di tingkat keluarga untuk meningkatkan kesiapsiagaan banjir.

The background of the research is increasing flood frequency and intensity caused by human behavior but not followed by community preparedness. The problem of the research showed that preparedness focused more on knowledge and attitude but not on emergency plan, early warning, resources mobilization and experience factor. The objective of the research was to develop flood preparedness model for the community based on environmentally responsible behavior. The method of the research was quantitative and qualitative through interviews with local authorities and distribution of questionnaires to 397 households at Bidara Cina, East Jakarta. The results indicated preparedness influenced by knowledge, attitude, emergency planning and early warning but weakened by resources mobilization and experience. The community relied on their experience having flood and resources mobilization by the governmental thus causing low preparedness. The conclusion of the research is a necessity of preparedness based on environmentally responsible behavior to improve flood preparedness."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>