Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 125706 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Propolis telah terbukti sebagai herbal yang memiliki aktivitas antibakteri. Penambahan lilin propolis dalam suatu produk kosmetik ini akan meningkatkan manfaat dari segi antimikroba. Lilin propolis terbukti efektif dalam menginhibisi jamur Candida albicans hingga 76% pada konsentrasi 79,43 mg/mL. Lilin propolis dalam penelitian ini dikembangkan menjadi bahan aktif sediaan sabun cair yang diperuntukkan untuk membersihkan mikroogranisme dalam tubuh manusia. Untuk menghantarkan aktivitas tersebut, sabun dibuat dalam bentuk sediaan sabun cair yang efektif untuk menghilangkan kotoran pada permukaan kulit dalam fase air atau minyak. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula sabun cair yang memiliki sifat fisik dan stabilitas terbaik serta teruji sifat fisika dan kimianya. Propolis dan pengental hydroxyethylcellulose akan diformulasikan menjadi sebuah sediaan sabun cair menggunakan metode saponifikasi. Pada masing – masing formula, dilakukan jumlah variasi pengental hydroxyethylcellulose dan lilin propolis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap stabilitas sediaan. Formula yang lulus uji stabilitas kemudian akan diuji kemampuan sifat fisika dan kimianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula lilin propolis dan pengental hydroxyethylcellulose 1,5 : 1,5 (%v/w) merupakan formula dengan stabilitas fisik terbaik. Lilin propolis dan pengental hydroxyethylcellulose terbukti tidak mampu bekerja secara tunggal untuk menghasilkan sediaan sabun cair yang stabil. Sabun cair lilin propolis dan pengental hydroxyethylcellulose ini teruji stabilitas fisika dan kimia sesuai dengan standar SNI., Propolis wax have been reported to have antibacterial activity. The addition of propolis wax will be the latest breakthrough in the preparation of cosmetic product given propolis wax contain antimicrobial substances. Propolis wax proven effective in inhibit the fungus Candida albicans reached 76% in the concentration of 79.43 mg/mL. The herbs can be developed as antibacterial liquid soap. In order to deliver the biological activity, soap is produced as liquid soap that effective to remove dirt on the skin surface either water soluble or fat soluble. This study aims to create the best liquid soap formulation with great physical characteristics and stability, also proved in its physical and chemical properties. Each propolis wax and emulsifier hydroxyethylcellulose was formulated into a liquid soap using saponification method. There was a variation amount of propolis wax and emulsifier hydroxyethylcellulose in each formulation to investigate its effect on stability. The proven formula with greatest stability was continued to undergo with the test of physical and chemical properties. Result of this study showed that formula with ratio of propolis wax and emulsifier hydroxyethylcellulose 1,5 : 1,5 (%w/v) was found to be the best. Propolis wax and emulsifier hydroxyethylcellulose was investigated can’t work as a single material to produce stable liquid soap. Propolis wax and emulsifier hydroxyethylcellulose liquid soap showed physical and chemical stability appropriate with SNI.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58882
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desya Pramadhanti
"Sabun antibakteri merupakan sabun yang paling diminati di Indonesia sebagai agen pembersih. Sayangnya, sabun antibakteri yang selama ini digunakan memiliki beberapa masalah, seperti bahan antibakteri yang digunakan. Bahan antibakteri yang biasa digunakan dalam sabun, seperti triclosan, triclocarban, dan lainnya, telah dilarang penggunaannya oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat karena berbahaya untuk penggunaan jangka panjang. Namun, sabun antibakteri tetap diperlukan di tempat-tempat yang memiliki tingkat penyebaran bakteri yang tinggi, seperti rumah sakit. Untuk itu, diperlukan bahan antibakteri yang aman, baik digunakan dalam jangka panjang maupun pendek. Mikroalga Spirulina platensis merupakan salah satu microflora dengan kandungan zat esensial yang beragam serta berpotensi sebagai zat antibakteri. Di samping itu, jenis mikroalga ini memiliki khasiat lain yang sangat banyak bagi kulit. Selain bahan, bentuk sabun juga perlu dipertimbangkan untuk menghindari kontaminasi. Bentuk sabun dengan lapisan tipis merupakan bentuk yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suhu reaksi saponifikasi dan konsentrasi NaOH yang optimal. Variasi suhu reaksi yang digunakan adalah 50, 60 dan 70oC, sedangkan variasi massa NaOH yang digunakan adalah 3,75, 5, 6,25, dan 8,75 M. Konsentrasi NaOH yang optimal untuk pembuatan sabun antibakteri ini berkisar 5-6,25 M dengan suhu 60oC. Namun, berdasarkan kualitas sabun dengan konsentrasi 5 M dan suhu 60oC merupakan sampel terbaik dengan kadar air 13,86, kadar asam lemak bebas 0,18 dan nilai konsentrasi hambat minimum 0 atau tidak ada bakteri yang hidup hingga pengenceran 25.

Antibacterial soap is the most popular soap in Indonesia as a cleaning agent. Unfortunately, antibacterial soap has some issues, such as the antibacterial ingredients used. Antibacterial ingredients commonly used in soaps, such as triclosan, triclocarban and others, have been banned from use by the United States Food and Drug Administration (FDA) because they are dangerous for long-term use. However, antibacterial soap is still needed in places that have high levels of bacterial spread, such as hospitals. For this reason, we need safe antibacterial ingredients for long and short term use. Microalgae Spirulina platensis is one of microalgae that contains safe antibacterial compound. In addition, these types of microalgae have other compounds that are very beneficial for skin. Besides the ingredients, the form of soap also needs to be considered to avoid bacterial contamination. The form of soap with a thin layer is the right form to solve this problem. This research aims to obtain the optimal saponification reaction temperature and NaOH concentration. The variation of reaction temperature used is 50, 60 and 70oC, while the mass variations of NaOH used are 3.75, 6.25, and 8.75 M. Optimal NaOH concentration for making this anti-bacterial soap is about 5-6.25 M at 60oC. But, based on quality, soap that made of 5 M NaOH concentration solution at 60oC is the best sample with 13.86 of water, 0.18 of free fatty acid and minimum inhibitory value 0 or no bacteria growth until 25 of dilution.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abi Satrio Pramono
"Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan sabun cair dengan bahan baku minyak kelapa terozonasi. Ozonasi dilakukan dengan variasi laju alir ozon dan lama ozonasi yang berbeda. Sabun cair yang diproduksi diharapkan untuk memiliki bahan antiseptik senyawa ozonida yang dianggap mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Kualitas minyak kelapa terozonasi ditentukan dengan sejumlah analisis seperti bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan iod, bilangan penyabunan, FTIR, dan uji daya hambat bakteri. Kondisi ozonasi yang optimum yaitu dengan menggunakan ozonator dengan produktivitas 300 mg O3/jam dan dalam 72 jam ozonasi menghasilkan kenaikan bilangan asam sebesar 5150%, kenaikan bilangan peroksida sebesar 3881,6, penurunan bilangan iod sebesar 96,37%, dan kenaikan bilangan penyabunan sebesar 7,42%. Hasil uji daya hambat bakteri menunjukkan bahwa tidak ada zona hambat yang terbentuk untuk setiap sampel pada bakteri E. coli dan S. aureus, namun zona hambat terbentuk pada sampel minyak kelapa terozonasi 72 jam untuk P. acne. Sabun cair hasil produksi berbahan dasar minyak kelapa terozonasi 72 jam dan KOH memiliki pH sebesar 10, bobot jenis sebesar 1,06 g/mL, hasil busa sebesar 5,5 cm pada air suling dan 2,8 cm pada air sadah, dapat diterima oleh 25 panelis setelah dilakukan uji organoleptik. Biaya kapital untuk UKM sabun ini sebesar Rp. 8.720.000 dan biaya operasional sebesar Rp. 16.756.380.

This research focuses on liquid soap production using ozonized coconut oil as its raw materials. Ozonization is done with variation of ozone dosage and period of ozonation. The produced liquid soap is expected to have ozonide antiseptic that is able to inhibit bacterial growth. Ozonized coconut oil quality can be done by some analysis such as acidity value, peroxide value, iodine value , saponification value, FTIR, and bacteria inhibitory test. The optimum ozonation condition is reached when using ozonator that have 300 mg O3/hour productivity and in 72 hour ozonation time that obtain an increase on acidity value by 5150%, peroxide value by 3881,6 and saponification value by 7,42 while a decrease on iodine value by 96,37%. The result in bacteria inhibitory test show that there are not inhibition zone formed in every sample on E. coli and S. aureus bacteria, but inhibition zone formed in P. acne by using 72 hours ozonized coconut oil. The liquid soap is produced from 72 hours ozonized coconut oil and KOH has pH number of 10, density of 1,06 g/mL, foam height by 5,5 cm with distillated water and 2,8 cm with hard water, the soap can be accepted by 25 panels after organoleptic test was conducted. The capital cost for the liquid soap industri is Rp. 8.720.000 and the operational cost is Rp. 16.756.380
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64621
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Amelia
"Vitamin A, C, dan E seringkali digunakan dalam formulasi kosmetik karena berbagai macam manfaatnya bagi kecantikan, baik sebagai antioksidan, pemutih, dan peremaja kulit. Salah satu bentuk sediaan yang menggunakan vitamin sebagai zat aktifnya adalah serum kosmetik. Vitamin tersebut merupakan senyawa yang kurang stabil sehingga diperlukan suatu formulasi yang dapat menjaga kestabilan vitamin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas kimia vitamin A, C, dan E dan memperoleh formulasi serum vitamin A, C, dan E yang stabil. Serum dibuat berupa emulsi minyak dalam air menggunakan emulsifier baru, campuran asam 2-oktadekanoloksipropana-1,2,3-trikarboksilat dan asam 2- (steariloksi)propanoat (84:16). Dibuat 3 formulasi dengan 3 variasi vitamin C glukosida yaitu 1%, 2% dan 3%, dan konsentrasi konstan 0,11% vitamin A asetat dan 0,1% vitamin E asetat untuk setiap formulasi. Uji stabilitas dilakukan pada 3 kondisi penyimpanan, yaitu 40oC selama 31 hari, 28oC ±2oC pada tempat terbuka, dan 28oC ±2oC pada tempat tertutup yang gelap, keduanya selama 33 hari. Analisis dilakukan dengan cara pengecekan pH dan analisis kadar menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C8, fase gerak metanol-air (97:3), laju alir 1,0 ml/menit, dan panjang gelombang analisis 287 nm. Hasil uji stabilitas menujukkan bahwa degradasi vitamin A asetat, C glukosida, dan E asetat mengikuti orde reaksi pertama, dan formulasi 3 yang disimpan pada suhu ruang di tempat gelap tertutup memberikan shelf-life terlama yaitu 54 hari.

Vitamin A, C, dan E are often used in cosmetic formulations because of their many advantage for beauty: as an antioxidant, as whitening agent, and as skin youthful agent. One of the preparations using vitamin as its active substance is cosmetic serum. Vitamin is an unstable substance, therefore it need a formulation that can keep its stability. The study aims to analyze the chemical stability of vitamin A, C, and E and to discover the most stable formulation of serum vitamin A, C, and E. The serum was made as a water in oil emulsion using a mixed emulsifier of 2-octadecanoloxypropane-1,2,3-tricarboxyilic acid and 2- (stearyloxy)propanoic acid (84:16). Three variation of the formula was made with the concentrations of vitamin C glucoside at each 1%, 2% dan 3%, and constant concentration of 0,11% vitamin A acetate dan 0,1% vitamin E acetate for every formulation. The stability of the formulations was measured at 3 conditions: high temperature (40oC) at 31 days, room temperature (28oC ±2oC) in a open place, and room temperature (28oC ±2oC) in closed dark place, both at 33 days. The pH value and consentration of the analyte in the formulations was measured with pH meter and validated high performance liquid chromatography analysis method using C8 column, the mobile phase was methanol-water (97:3), the flow rate was 1.0 ml/minute, and was analyzed at 287 nm. The stability study shows that the degradation of vitamin A acetate, C glucoside, dan E acetate are following first order reaction, and Formulation 3 that was kept at dark closed place gives the longest shelf-life: 54 days.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55811
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Lathifah Laksmana Putri
"Artikel ini membahas tentang sejarah perkembangan iklan sabun Lux di Jawa dengan periode pembahasan tahun 1929-1941. Lux adalah produk sabun dari Unilever. Meski pabrik sabun Unilever baru masuk pada tahun 1933 di Batavia, namun iklan perdana sabun Lux muncul di tahun 1929 dan berakhir pada 1941. Untuk meningkatkan penghasilan maka produk Lux kemudian diiklankan dengan gencar. Iklan-iklannya bervariasi dalam segi visualisasi, teknik promosi, dan juga bahasa yang digunakan. Dalam artikel jurnal ini dijelaskan mengenai perkembangan dari iklan-iklan sabun kecantikan Lux tersebut beserta dampaknya, baik secara aspek penjualan maupun aspek sosial. Artikel ini ditulis menggunakan metode sejarah, dengan pengumpulan sumber sejarah berupa surat kabar, majalah, buku, yang diperoleh dari koleksi Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI, ataupun secara daring. Hasil yang didapat dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa masifnya iklan Lux di berbagai media surat kabar baik lokal maupun nasional berdampak pada meningkatnya penjualan dan meningkatnya popularitas Lux. Selain itu Lux juga mengadakan kontes yang berdampak signifikan pada penjualan.

This article discusses the history of the development of Lux soap advertisements in Java with a discussion period of 1929-1941. Lux is a soap product from Unilever. Although the Unilever soap factory only entered in 1933 in Batavia, the first advertisement for Lux soap appeared in 1929 and ended in 1941. To increase income, Lux products were then heavily advertised. The ads vary in terms of visualization, promotional techniques, and also the language used. This journal article describes the development of the Lux beauty soap advertisements and their impact, both in terms of sales and social aspects. This article was written using the historical method, by collecting historical sources in the form of newspapers, magazines, books, obtained from the collections of the National Library, UI Library, or online. The results obtained in this article show that the massive advertising of Lux in various newspapers, both local and national, has an impact on increasing sales and increasing Lux's popularity. In addition, Lux also held a contest that had a significant impact on sales."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Kumala Desi
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas pembuatan bahan sabun yang lebih aman bagi tubuh dan lingkungan dengan menggunakan minyak kelapa terozonasi (cocozone). Proses produksi terbagi menjadi dua tahap, yaitu ozonolisis minyak untuk mendapatkan bahan antiseptik ozonida dan pembuatan sabun. Waktu ozonolisis terbaik didapat selama 72 jam dengan laju alir ozon sebesar 300 mg O3/ jam. Hasil pengujian kualitas cocozone menunjukan kenaikan bilangan asam, peroksida, dan bilangan penyabunan serta penurunan bilangan iod. Hasil uji daya hambat bakteri menunjukkan tidak ada zona hambat yang terbentuk untuk setiap sampel pada bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus aureus, namun zona hambat terbentuk pada sampel cocozone untuk bakteri Propionibacterium acne. Hasil pengujian organoleptik, pH, daya busa, kemampuan mengangkat kotoran, kadar air menunjukan hasil yang dapat diterima. Target aplikasi produksi adalah usaha kecil menengah (UKM) dengan biaya kapital sebesar Rp. 9.085.000 dan biaya operasional sebesar Rp. 12.816.313. Harga jual minimum sabun cocozone adalah Rp 11.944.

ABSTRACT
This thesis discusses about soap making process to obtain a healthy and eco-friendly soap using ozonated coconut oil (cocozone) as a main ingredient. The production process is divided into two stages, there are ozonolysis of coconut oil to get antiseptic agent such as ozonide and soap making process. The best ozonolysis time is obtained in 72 hour with an ozone flow rate of 300 mg O3/h. The test results showed that the quality of cocozone rise by acid number, peroxide number, and saponification number meanwhile iodine number is decreased. Bacterial inhibition test results showed there is no inhibition zone formed for each sample on Escherichia coli and Staphylococcus aureus, but the inhibitory zone formed on cocozone sample for Propionibacterium acne. The Results of organoleptic test , pH test, foam test, ability to remove impurities, and water content showed acceptable. The target application is small and medium enterprises (SMEs) with a capital cost of IDR. 9.085.000 and operating expenses of IDR 12.816.313. The minimum price for selling cocozone‟s soap is IDR 11.944"
2016
S64308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1995
302.234 5 TOB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Hermawan
"Sinetron tidak hanya dapat dipandang sebagai karya seni budaya tapi juga produk komunikasi di mana keduanya memiliki hubungan timbal balik. Artinya sinetron mencakup pengoperan simbol yang mengandung arti, sedangkan arti dari setiap lambang tersebut merupakan produk kebudayaan dari setiap sistem nilai. Sebab itu sinetron dapat dikategorikan sebagai suatu proses sosial. Konsekuensinya, keberhasilan sinetron tak hanya diukur dari ada tidaknya keterpaduan antara unsur komersial dengan kualitas tapi juga dari ada tidaknya faktor-faktor yang dapat menumbuhkan Berta rnendorong partisipasi sosial masyarakat dalam setiap proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Kendati demikian dari data-data yang ditunjukkan oleh SRI dan FSI memperlihatkan bahwa karya-karya sinetron yang bisa di klasifikasikan sebagai sinetron menengah - yang mampu memadukan unsur komersial dengan kualitas - hampir tidak ada atau sulit didapat, apalagi sinetron menengah yang memuat pesan-pesan pembangunan. Ironinya justru sebagian menyuguhkan sinetron atas, yang mementingkan segi estetika dan sebagian lain sinetron bawah yang mengutamakan sisi komersial saja. Kenyataan ini dapat dilihat dari munculnya perbedaan apresiasi yang mencolok antara khalayak dengan Dewan Juri FSI.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa timbulnya perbedaan tersebut mencermin kan adanya perbedaan dalam tolak ukur serta motivasi antara khalayak dengan Dewan Juri FSI Barangkali perbedaan ini lebih bersifat `kodrati'. Tetapi tidak demikian jika kita melirik kepada karyanya, karena ia lah yang sebetulnya menjadi ajang pertemuan keduanya.
Dengan demikian perbedaan penilaian tersebut, secara umum, juga mencerminkan bahwa hasil rating SRI lebih merujuk kepada kegagalan para sineas kita dalam konsepsinya namun berhasil dalam eksekusinya Sedangkan program unggulan FSI lebih menunjukkan keberhasilan para sineas dalam segi konsepsi tetapi gagal dalam eksekusinya.
Di samping itu, ternyata pula, peranan stasiun televisi dalam menyeleksi karya karya sinetron serta para produser tuna menentukan tinggi rendahnya kualitas sinetron Indonesia. Dari hasil temuan dapat dikemukakan bahwa bagian terbesar produsen lebih menelaankan pada pencapaian basil rating atau lebih menekankan kepada kepentingan bisnis. Begitu juga selektivitas yang dilakukan stasiun stasiun televisi masih kurang.
Tentu saja semua ini tak dapat dilepaskan dari faktor lingkungan. Artinya perbedaan penilaian ini juga mengindikasikan lingkungan masyarakat yang belum dapat sepenuhnya melahirkan atau menciptakan kreator-kreator sinetron yang handal. Di samping itu adanya regulasi pemerintah yang sangat ketat turut memasung kreativitas para sineas Indonesia.
Berdasarkan penelaahan yang dilakukan dapatlah dikemukakan beberapa proposisi sebagai berikut :
Jika suatu sinetron mampu memadukan antara unsur komersial dengan kualitas maka di samping akan diminati khalayak juga akan masuk nominasi unggulan Dewan Juri serta Komite Seleksi FS1.
Suatu sinetron yang marnpu memadukan antara unsure komersial dengan kualitas akan dapat menjangkau khalayak lebih luas dibandingkan jika menekankan pada salah satu aspek saja, komersial atau kualitas.
Suatu sinetron yang dapat memadukan kedua unsur, komersial dan kualitas, jika diberi muatan atau pecan-pecan yang konsiruktif akan mampu menumbuhkan serta mendorong partisipasi sosial masyarakat dalam proses pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raka Putera Sudrajat
"Sabun merupakan hasil reaksi antara minyak dan lemak dengan basa. Sabun memiliki nilai lebih jika terlihat transparan sehingga menampilkan kesan mewah. Sukrosa merupakan bahan yang mampu membuat sabun padat menjadi terlihat transparan. Sabun juga lebih memberikan daya tarik bila mampu menghambat efek senyawa radikal bebas. Zat yang mampu menghambat efek tersebut adalah antioksidan. Xanton yang terkandung dalam fraksi ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan antioksidan alami yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sukrosa terhadap daya transparansi sabun transparan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorik. Data dikumpulkan dari hasil pengujian. Uji aktivitas antioksidan terlebih dahulu dilakukan dengan metode peredaman DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) terhadap fraksi ekstrak kulit buah manggis untuk mengetahui kekuatan antioksidannya. IC50 yang didapat adalah 13,337 ppm, sedangkan IC50 asam askorbat sebagai pembanding adalah 2,662 ppm. Hasil uji evaluasi sabun menunjukkan sabun berwarna kuning transparan; beraroma citrus aurantifolia; kekerasan 20-33 1/10 mm; kekuatan pembentukan busa 6-7,5 cm; pH 9,52-10,01; titik leleh 42-43ºC; dan persen transmisi (%T) 83,078-89,263%. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi sukrosa yang semakin tinggi dapat meningkatkan daya transparansi sabun. Hal ini terlihat dari nilai transmisi formula F1, F2, dan F3 yang mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsentrasi sukrosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula yang paling baik karena menunjukkan parameter terbaik pada seluruh uji yang dilakukan. Sabun F3 tetap stabil selama masa penyimpanan 12 pekan dalam suhu ruang (25ºC±2). IC50 sabun F3 adalah 20858,025 ppm dan setelah 12 pekan, IC50 mengalami sedikit penurunan menjadi 21330,00 ppm.

Soap is result of a reaction between oil and fat with a base. Soap has more value when it appears transparent, giving a luxurious impression. Sucrose is an ingredient that can make solid soap look transparent. Soap also provides more appealing when it can inhibit effects of free radical compounds. Substances that can inhibit these effects are antioxidants. Xanthones contained in extract fraction of mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) are strong natural antioxidants. This study aimed to determine the effect of sucrose on transparency of transparent soap. This study used laboratory experimental methods. Data was collected from test results. Antioxidant activity test was first carried out using DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) damping method on fraction of mangosteen pericarp extract to determine its antioxidant strength. IC50 obtained was 13.337 ppm, while IC50 of ascorbic acid as comparison was 2.662 ppm. Results of soap evaluation test showed that soap was transparent yellow; citrus aurantifolia scent; hardness 20-33 1/10 mm; foam forming strength 6-7.5 cm; pH 9.52-10.01; melting point 42-43ºC; and percent transmission (%T) 83.078-89.263%. Based on research results, higher concentration of sucrose could increase transparency of soap. This could be seen from transmission values of formulas F1, F2, and F3 which increased as sucrose concentration increased. Results showed that F3 was best formula because it showed best parameters in all tests performed. F3 soap remained stable during a storage period of 12 weeks at room temperature (25ºC±2). IC50 of F3 soap was 20858.025 ppm and after 12 weeks, IC50 decreased slightly to 21330.00 ppm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Famila Anindia Putri
"ABSTRAK
Papain adalah enzim protease pemecah protein yang terdapat pada getah pepaya yang berfungsi sebagai katalis reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein dengan cara menghidrolisis ikatan peptidanya menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino. Dalam penelitian ini papain dikembangankan menjadi bahan aktif sediaan sabun padat dalam bentuk enzim papain kasar crude untuk membersihkan kulit manusia dari kotoran yang mengandung protein. Untuk memperoleh khasiat lain dilakukan penambahan bahan aktif yaitu antioksidan dari buah pepaya murni. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan formula sabun padat yang aman untuk kulit dengan memenuhi standart SNI 1996 serta teruji manfaat dalam penambahan enzim papain kasar dan mengetahui aktivitas antioksidan sabun. Enzim papain kasar dan antioksidan dari buah pepaya akan diformulasikan menjadi sabun sediaan padat menggunakan metode saponifikasi. Formula terbaik dengan nilai pH 10,35; jumlah asam lemak 79 ; kadar alkali bebas 0,108; bobot jenis 1,0595; stabilitas busa t5menit 78 dan t30menit 33 ; dan nilai IC50 13.657 ppm dilakukan uji manfaat pengangkatan kotoran terhadap sabun tanpa enzim. Hasilnya perbedaan persen kotoran terangkat antara sabun negatif dengan enzim terhadap kontrol positif tanpa enzim menggunakan spektrofotometer UV-VIS adalah 9 pada t10menit, dan menggunakan pengukuran massa substrat perbedannya adalah 4 pada t10menit.

ABSTRACT
Papain is protease enzyme breaking protein that can be found in latex of papaya which acts as a reaction catalyst breaking polypeptide chain of protein by hydrolyzing the peptide bonds into simpler compound like amino acid. The enzyme is able to break down organic molecules made of amino acids, known as polypeptides. In this study papain developed into active ingredients of solid soap preparations in the form of crude papain enzymes to cleanse human skin. This study aims to produce a solid soap formula that is safe for the skin by meeting the standards of SNI 1996 and tested the benefits in the addition of rough papain enzymes. Crude papain enzymes and antioxidants from papaya fruit will be formulated into solid soap preparations using saponification methods. The best formula with value of pH 10.35 Amount of fatty acid 79 Free alkali content of 0.108 Weights type 1.0595 Foam stability of t5menit 78 and t30menit 33 And IC50 13,657 ppm value was tested the benefit of removal of dirt to soap without enzyme. The difference in percentage of dirt lifted between control negative with enzyme and control positive without enzyme soap using UV VIS spectrophotometer was 9 in t10 min, and using the substrate mass measurement was 4 in t10 min."
2017
S67864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>