Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Latar belakang: Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah keganasan dengan distribusi etnis dan geografis yang khas. KNF memiliki karakteristik yang berbeda dari kanker kepala dan leher lainnya, seperti perilaku pertumbuhan yang cepat, kecenderungan yang tinggi untuk bermetastasis ke kelenjar getah bening (KGB) regional dan organ jauh. E-cadherin memainkan peran penting dalam pemeliharaan adhesiantar sel-sel epitel. Perubahan molekul adhesi sel E-cadherin yang dimediasi oleh sel-sel kanker berkontribusi untuk peningkatan penyebaran sel tumor dan pembentukan metastasis. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan ekspresi E-cadherin pada KNF yang telah bermetastasis dengan KNF yang belum bermetastasis. Metode: Desain penelitian adalah studi kasus-kontrol. Subjek penelitian adalah blok parafindari pasien KNF yang telah menjalani biopsi. Blok dari pasien KNF yang telah bermetastasis dikategorikan sebagai kelompok kasus, sementara yang tidak bermetastasis sebagai kelompok kontrol. Sampel dari keduakelompok diperiksa dengan metode imunohistokimia (IHK) menggunakan antibodi E-cadherin. Hasil:Sampel 48 blok parafin, masing-masing kelompok terdiri dari 24 blok. Terdapat perbedaan yang signifikan ekspresi E-cadherin dengan p<0,001 dan Odds Ratio (OR) 87,4 (95% interval kepercayaan 10,15-2653,26). Terdapat pula hubungan yang signifikan antara penurunan ekspresi E-cadherin dengan status KGB leher(p<0,001), metastasis jauh (p=0,001), dan stadium penyakit (p=0,001). Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang signifikan antara ekspresi E-cadherin pada kelompok KNF yang telah bermetastasis dibandingkan kelompok KNF yang belum bermetastasis."
ORLI 45:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmita
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa (KSS) lidah merupakan kanker rongga mulut (KRM) yang paling banyak ditemukan. Diseksi leher dikerjakan bersamaan dengan eksisi luas tumor karena tingginya angka occult metastasis yaitu sebesar 30% pada kelenjar getah bening (KGB) leher yang secara yang klinis tidak teraba (N0). Berdasarkan penelitian sebelumnya penanda epitelial E-cadherin dan penanda sel punca kanker CD44 dapat digunakan sebagai alat diagnostik prabedah untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami metastasis KGB sehingga dapat menjadi salah satu modalitas yang membantu ahli bedah dalam mengambil keputusan tipe diseksi leher yang akan dikerjakan agar memberikan manfaat terbaik bagi pasien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ekspresi E-cadherin dan CD44 dengan metastasis KGB leher pada KSS lidah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah pasien KSS lidah tanpa metastasis jauh, dilakukan operasi eksisi luas tumor dan diseksi KGB leher, dan blok parafin yang layak diperiksa. Data sosiodemografi dan klinikopatologis diambil dari rekam medis. Pewarnaan imunohistokimia dengan E-cadherin dan CD44 dilakukan pada jaringan KSS lidah yang sudah terdapat di blok parafin tersimpan kemudian tingkat ekspresi E-cadherin dan CD44 dikelompokkan menjadi tinggi dan rendah sesuai kepustakaan. Analisis statistik dilakukan dengan program SPSS 24.0. Hasil: Didapatkan 30 dengan 15 subjek KSS lidah dengan metastasis KGB dan 15 subjek tanpa metastasis KGB. Dari analisis data, didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi E-cadherin dengan metastasis KGB (p=0.000) dan terdapat hubungan yang bermakna antara CD44 dengan metastasis KGB (p=0.003). Kesimpulan: Ekspresi E-cadherin yang rendah dan CD44 yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan metastasis KGB pada KSS lidah.

Background: Squamous cell carcinoma (SCC) of the tongue is the most common oral cavity cancer. Neck dissection was done simultaneously with wide excision of the tumor because of occult metastases high rate (about 30%) in clinically non-palpable neck lymph nodes (N0). Based on previous research, the epithelial marker E-cadherin and cancer stem cell marker CD44 could be used as pre-surgical diagnostic tools to identify patients who have lymph node metastases so that it could be a modality that helps surgeons in making decisions about neck dissection type to be performed to provide the best benefit for patients. Objective: To evaluate the association between E-cadherin and CD44 expressions and neck lymph node metastasis in SCC of the tongue. Methods: This research was an analytical study with a cross-sectional design. Samples were taken through consecutive sampling according to inclusion and exclusion criteria. Inclusion criteria were patients with SCC of the tongue without distant metastases, post wide excision of the tumor with neck lymph node dissection, and eligible paraffin block for examination. Sociodemographic and clinicopathological data were obtained from medical records. Immunohistochemistry staining was performed with E-cadherin and CD44 from stored paraffin blocks, then the expression levels of E-cadherin and CD44 were grouped into high and low according to the literature. Statistical analysis was conducted with SPSS 24.0. Results: Thirty samples of SCC of tongue were collected, consist of 15 subject with neck lymph node metastasis tongue and 15 subject without neck lymph node metastasis. From data analysis, a significant difference was found between E-cadherin and CD44 expressions with neck lymph node metastasis (p value was 0.000 and 0.003, respectively). Conclusion: Low expression of E-cadherin and high expression of CD44 was significantly associated with the occurence of neck lymph node metastasis in SCC of the tongue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syurri Innaddinna Sy
"Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berkembang lambat, bersifat invasif secara lokal dan sering terjadi rekurensi. Ameloblastoma tipe multikistik/padat merupakan tipe yang paling sering ditemukan. Cell adhesion molecules (CAMs) mempunyai peranan penting dalam proses morfogenesis jaringan pada saat perkembangan dan mempertahankan diferensiasi jaringan pada organisme dewasa. Faktor adhesi seluler dan motility merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap inisiasi dan perkembangan tumor. E-cadherin adalah molekul adhesi antar sel paling berpengaruh dalam adherens junction yang menjaga sel epitel melekat satu sama lain. Hilangnya fungsi protein E-cadherin sebagai tumor suppresor berhubungan dengan meningkatnya sifat invasif dan metastasis tumor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ekspresi Ecadherin pada ameloblastoma multikistik/padat pola folikuler, pola pleksiformis, dan pola campuran.
Metode penelitian : 52 kasus ameloblastoma multikistik/padat dilakukan pemeriksaan ekspresi E-cadherin secara imunohistokimia. Hasil penelitian dievaluasi secara semikuantitatif, dengan melihat persentase sel tumor yang terpulas dan intensitas pulasan.
Hasil : sampel penelitian berjumlah 52 (18 pola folikuler, 14 pola pleksiformis, dan 20 pola campuran). Secara imunohistokimia E-cadherin terekspresi pada lebih dari 50% sel tumor. Analisis secara statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ketiga pola ameloblastoma multikistik/padat (p>0,05).
Kesimpulan : pada hasil penelitian tampak bahwa ekspresi E-cadherin antara ketiga pola ameloblastoma multikistik/padat tidak menunjukkan perbedaan bermakna.

Ameloblastoma is a benign tumor that slow-growth, locally invasive and high rate of recurrence. Ameloblastoma multicystic/solid is the most commonly found. Cell adhesion molecules (CAMs) have an important role, in the process of tissue morphogenesis during development and maintaining tissue differentiation in the adult organism. Cellular adhesion and motility factor is the mechanism responsible for tumor initiation and progression. E-cadherin is the most important cell adhesion molecules in the adherens junctions that maintain epithelial cells attached to one another. Loss of function of E-cadherin as tumor suppresor protein associated with increased invasive and metastatic behavior of tumor.
The purpose of this study was to analyze the expression of E-cadherin of multicystic/solid ameloblastoma in the follicular pattern, plexiform pattern, and mixed pattern.
Method : E-cadherin expression of 52 cases of multicystic/solid ameloblastoma investigated by immunohistochemical. The results were evaluated semiquantitatively, by investigating the percentage immunopositive of tumor cells and intensity of staining.
Results: 52 sample (18 follicular pattern, 14 plexiform pattern and 20 mixed pattern). E-cadherin expressed on more than 50% of tumor cells. Statistical analysis showed no significant difference among the three patterns ameloblastoma multicystic (p>0,05).
Conclusion: The expression of Ecadherin among the three patterns ameloblastoma multicystic/solid showed no significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59126
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziah Fardizza
"ABSTRAK
Biomarka untuk memprediksi metastasis KGB lokoregional sampai saat ini belum akurat.
Angka metastasis tersamar pada karsinoma laring bervariasi yaitu 165%. Dibutuhkan
biomarka tumor yang dapat memberikan informasi adanya metastasis KGB lokoregional
pada pasien KSS laring stadium lanjut tanpa keterlibatan KGB lokoregional (N0), sehingga
diharapkan menjadi acuan untuk dilakukan diseksi leher selektif. Beberapa biomarka yang
berhubungan dengan agresivitas dan prediksi metastasis yaitu Epidermal Growth Factor
Receptor (EGFR), Matrix Metallo-proteinase (MMP)-9, Tissue Inhibitor Metallproteinase
(TIMP)-1, Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Epithel Calcium Adhesi (Ekaderin)
dan kolagen tipe IV serta HPV dapat digunakan untuk memprediksi luaran pada
status pasien tumor dengan dan tanpa metastasis.
Penelitian ini ingin memeriksa peran infeksi HPV sebagai faktor onkogenesis dan
kejadian metastasis KGB leher pada keganasan laring berdasarkan biomarka sebagai
penetapan diagnosis metastasis KGB lokoregional.
Dilakukan Cross-sectional, double blind study dengan pengumpulan data sekunder dari
rekam medis di Departemen THT-KL FKUI-RSCM. Pemeriksaan ekspresi biomarka
dan status HPV dilakukan terhadap jaringan berupa blok parafin dari pasien karsinoma
laring Ekspresi biomarka dilakukan dengan pemeriksaan imunohistokimia, dan identifikasi
virus HPV dengan nested PCR, dilanjutkan dengan flow-through hybridization.
Didapatkan proporsi HPV KSS laring sebanyak 28,7% dengan infeksi HPV risiko tinggi
sebanyak 9,15% dan HPV 16 merupakan tipe yang terbanyak. Analisis multivariat
Mantel-Haenszel didapatkan ekspresi tinggi biomarka EGFR, MMP-9 dan VEGF
berperan terhadap kejadian metastasis KGB pada KSS laring stadium lanjut tanpa
infeksi HPV dengan OR 3,38; 5,14. Keadaan tersebut tidak berperan lagi bila terdapat
infeksi HPV Dari penelitian ini didapatkan suatu algoritma penatalaksanaan KSS laring
stadium lanjut khususnya untuk penentuan tatalaksana diseksi leher pada N0.
Infeksi HPV didapati pada KSS laring stadium lanjut, HPV 16 merupakan tipe HPV
yang terbanyak. Biomarka penanda metastasis didapatkan pada EGFR; MMP-9; VEGF
dengan kekuatan 2;1;6.

ABSTRACT
Biomarkers to predict locoregional lymph nodes metastasis is not yet accurate until
now. The number of occult metastasis in laryngeal carcinoma varies between 165%.
A tumor biomarker that can give information on the existence of locoregional lymph
node involvement in patients with or without signs of clinical locoregional lymph node
involvement, as guidelines whether selective neck dissection is needed in N0 cases. For
patients that need additional treatment biomarkers that are correlated with aggresivity
and metastasis prediction such as EGFR, MMP-9, TIMP-1, VGEF, E-cadherin, collagen
Type IV and HPV are also needed to predict the outcome of patients with or without
lymph node metastasis.
This study aimed to investigate the evidence of HPV infection in laryngeal carcinoma
and the role of biomarkers EGFR, MMP-9, TIMP-1, VEGF, E-cadherin and collagen
type IV, in a late stadium laryngeal SCC observed clinically, especially in N0 and also
to predict diagnosis of a locoregional lymph node that has potential for metastasis.
Cross-sectional, double blind study with planned data collection was performed in the
Department of ENT FKUI-RSCM. Data were taken from Formalin Fixed Paraffin
Embedded (FFPE) of laryngeal cancer specimen after laryngectomies. Samples were
analysed by nested Polymerase Chain Reaction (PCR) and continuous flow-through
hybridizationed for genotyping. Expression of EGFR, MMP-9, TIMP-1, VEGF, Ecadherin,
and collagen Type IV as metastasis biomarker were evaluated by
immunohistochemistry.
Overall HPV proportion in laryngeal cancer was 28.7%. A total of 9,15% laryngeal
cancer patients were infected with high risk HPV type and HPV 16 was the most
frequently observed. Mantel-Haenszel multivariate analysis found that HPV infection did
not play role in neck metastasis eventhough there were positive evidence of metastasis
biomarker. In contrast, the absent of HPV infection, positif metastasis biomarker of EGFR
and VEGF have risk for neck nodes metastasis with OR 3.38; 5.14 fold consecutively.
The algorithm was formed from the PM model to determine the metastasis potential to
locoregional lymph nodes of late stadium laryngeal SCC with N0.
HPV was found to be the oncogenic factor of the laryngeal SCC and HPV 16 was the
most frequently observed type in laryngeal SCC. Biomarkers to predict locoregional
lymph nodes metastasis are EGFR; VEGF with strenght 2;1;6."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Linggodigdo
"Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan penyakit endemis di Indonesia dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Salah satu penyebab mortalitas adalah metastasis jauh. VEGF-A terbukti berperan pada kejadian metastasis jauh KNF, namun penelitian yang membahas hubungan langsung keduanya masih terbatas. Selain VEGF, terdapat jalur pensinyalan lain terkait VEGF yang mungkin berperan dalam kejadian metastasis jauh, yaitu jalur pensinyalan Hippo. Protein Yes-Associated Protein (YAP) adalah downstream efektor utama dari jalur pensinyalan ini. Dengan dilakukan pulasan YAP serta dievaluasi hubungan antara YAP dengan VEGF-A diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi mengenai potensi biomarker sebagai indikator prognostik kejadian metastasis jauh KNF. Penelitian menggunakan metode analitik observasional dengan uji Chi-square dan korelasi koefisien kontingensi. Terdapat perbedaan ekspresi YAP yang bermakna pada kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Terdapat perbedaan bermakna ekspresi VEGF-A pada kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Ekspresi YAP yang tinggi berhubungan dengan peningkatan ekspresi VEGF-A (p=0,001). Terdapat korelasi signifikan antara peningkatan ekspresi YAP dan peningkatan ekspresi VEGF-A dengan kekuatan lemah (C=0,397, p=0,01). Terdapat perbedaan bermakna koekspresi YAP tinggi dan VEGF-A tinggi (double co-high-expression) antara kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Penelitian ini mendukung sifat onkogenik YAP. YAP dan VEGF-A dapat menjadi biomarker potensial untuk memprediksi kejadian metastasis jauh KNF.

Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is an endemic disease in Indonesia with a high mortality rate. Distant metastasis is one of the leading causes of death. Although VEGF-A has been found to play a role in distant NPC metastasis, research on the relationship between the two is still limited. Another VEGF-related pathway, the Hippo pathway, may be involved in distant metastasis. Yes-Associated Protein (YAP) is the main downstream effector of this signaling pathway. It is expected that performing YAP marker and studying the relationship between YAP and VEGF-A, would provide data on the possibility of biomarkers that may be used as a prognostic predictor of the occurrence of distant metastasis in NPC. An observational analytic study was conducted—statistical analysis using SPSS 25.0 with Chi-square and contingency coefficients test. There was a significant difference in YAP expression between NPC with and without distant metastasis (p<0.001). The expression of VEGF-A differed significantly between NPC with and without distant metastasis (p<0.001). There was a significant relationship between YAP and VEGF-A (p=0.001) and a weak correlation (C 0.397, p=0.01). There was a significant difference in the double co-high-expression group between the KNF with and without distant metastasis (p<0.001). This study highlights YAP's oncogenic role in NPC, suggesting that YAP and VEGF-A might be potential biomarkers to predict distant metastasis in NPC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Made Parulian
"Pendahuluan dan tujuan: Kanker kandung kemih ditandai dengan tingkat rekurensi dan progresivitas yang tinggi. E-cadherin berfungsi sebagai salah satu molekul terpenting yang mengambil bagian dalam aderensi sel-sel epitel, menunjukkan penghambatan perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi E-cadherin dengan progresivitas kanker kandung kemih selama 3 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang melibatkan pasien kanker kandung kemih di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diagnosis kanker kandung kemih dikonfirmasi oleh pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia antara 2011-2018, dengan penilaian dan stadium ditentukan oleh ahli uropatolog dan urolog onkologi. E-cadherin diperiksa melalui pemeriksaan imunohistokimia pada saat diagnosis. Data demografi, invasi jaringan otot, stadium klinis, derajat, metastasis, multifokal, dan kekambuhan diperoleh dari rekam medis dan laporan patologis. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan invasi otot dan kanker kandung kemih invasi non-muskuler dievaluasi dan dianalisis secara statistik. Data kelangsungan hidup pasien ditindaklanjuti melalui komunikasi telepon.
Hasil: Empat puluh pasien kanker kandung kemih dengan usia rata-rata 60,05 ± 10,3 tahun menjadi subyek penelitian. Sebagian besar subjek memiliki ekspresi E-cadherin yang tinggi (85%), invasi otot (65%), derajat tinggi (65%), tanpa metastasis (87,5%), multifokal (65%), tanpa rekurensi (62,5%). Ekspresi E-cadherin yang lebih rendah diasosiasikan dengan stadium klinis kanker kandung kemih yang lebih tinggi (p <0,02) dan metastasis (p <0,001). Pasien dengan ekspresi E-cadherin rendah menunjukkan kelangsungan hidup kumulatif yang lebih buruk daripada yang tinggi (rata-rata 32 bulan vs 25 bulan, p = 0,13).
Kesimpulan: Kadar E-cadherin yang rendah dikaitkan dengan risiko invasi otot yang lebih tinggi, stadium klinis, derajat histologis, dan risiko metastasis. Sementara itu, pasien dengan tingkat E-cadherin yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tiga tahun yang lebih baik.

Introduction: Bladder cancer is characterized with high recurrence and progressivity. E-cadherin serves as one of the most important molecules partaking in the epithelial cells cell-to-cell adherence, suggested to inhibit tumor cells progression. This study aims to investigate the association between the E-cadherin expressions with bladder cancer progressiveness in 3 years.
Methods: This study was a retrospective cohort study involving bladder cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Diagnosis of bladder cancers confirmed by histopathological and immunohistochemistry examination between 2011–2018, with both grading and staging determined by uropathologists and uro-oncologists. E-cadherin was examined through immunohistochemistry examination at the time of diagnosis. Data on demography, muscle invasion, clinical staging, grade, metastasis, multifocality, and recurrence were obtained from medical records and pathology reports. The association of E-cadherin expression to muscle invasion and non-muscle invasion bladder cancer was evaluated and statistically analyzed. Patients survival data were followed up by phone.
Results: Forty bladder cancer patients with mean age of 60.05 ± 10.3 years were included. Most subjects had high E-cadherin expression (85%), muscle invasion (65%), high grade (65%), no metastasis (87.5%), multifocality (65%), no recurrence (62.5%). Lower expression of E-cadherin was associated with higher clinical stage (p <0.02) and metastasis (p <0.001). Patients with low E-cadherin expression showed worse cumulative survival than the high one (mean 32 months vs 25 months, p = 0.13).
Conclusion: Low level of E-cadherin was associated with higher risk in muscle invasion, clinical staging, histological grade and risk of metastasis. Meanwhile, patients with high level of E-cadherin showed better three-year survival rate
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meryanne Elisabeth S.
"Latar belakang : Etiopatogenesis karsinoma nasofaring (KNF) sampai sekarang masih terus diselidiki. Faktor yang dianggap sebagai penyebab timbulnya KNF antara lain virus Epstein-Barr (VEB), faktor genetik dan faktor lingkungan. Latent Membrane protein 1 (LMP1) sebagai produk protein pada fase laten infeksi VEB diduga mempunyai peranan mulai dari lesi prakanker sampai terjadinya KNF. Penelitian ini mencoba menganalisis ekspresi LMP1 pad a epitellesi prakanker nasofaring dan ekspresi LMP1 KNF. Ruang lingkup dan cara penelitian : telah dilakukan penelitian potong lintang pada 16 kasus lesi prakanker nasofaring dan 16 kasus KNF yang berasal dari pasien yang sama, dari Bagian Patologi Anatomik FK UII RSUPN eM selama 4 tahun (1997-2000) dengan melihat umur, jenis kelamin dan tipe histologik. Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia LMP1 pada kedua lesi tersebut dengan metode streptavidin-biotin. Kemudian dinilai intensitas pewarnaan LMP1 baik pad a lesi prakanker maupun pada KNF dan frekuensi epitel yang terpulas pada lesi prakanker dan lesi KNF. Skor didapatkan dari hasil penjumlahan intensitas dan fre!

Background: the etiopathogenesis of nasopharyngeal carcinoma (NPC) is still under investigation. The Epstein-Barr virus (EBV) infection as well as genetic and environmental factors are suggested to be the etiology of this disease. Latent membrane protein 1 (LMP1) as a protein product of EBV in latent phase, may play an active role in tumorigenesis from precancerous lesion to NPC. In this study the expression LMP1 in nasopharyngeal epithelium of precancerous lesion and in NPC was evaluated. Scope and method of study: a cross sectional study was applied to 16 cases of nasopharyngeal precancerous lesion that progressed to NPC from Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Immunohistochemical staining with LMP1 using streptavidin-biotin method was performed. The intensity and frequency of the immunostaining was evaluated. A score system was used based on frequency and intensity of the staining. Statistical analysis using non-parametric test : Wilcoxon signed rank test, Mann-Whitney and Spearman correlation test were performed. Result and conclusion : the study revealed that LMP1 was positive in 81% of precancerous lesion and in 87% of NPC. The score of LMP1 + was found in 6 cases of precancerous lesion and 6 cases of NPC, while the score of LMP1 ++ was found in 10 cases of precancerous lesion and 10 cases of NPC. This study showed that there was no difference in the intensity of LMP1 in precancerous lesion and in NPC, although the frequency of immunostaining from precancerous lesion to NPC tended to increase. However, statistical . analysis showed no correlation between expression of LMP1 in the epithelium of nasopharyngeal precancerous and NPC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2001
T58976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Pada penderita Karsinoma Nasofaring (KNF) masih sering ditemukan kekambuhan meskipun sudah mendapat terapi yang lengkap. Penelitian terbaru membuktikan bahwa kekambuhan disebabkan oleh sel punca KNF yang resisten terhadap radioterapi. Mekanisme resistensi sel punca kanker terhadap radioterapi diduga karena hambatan terhadap apoptosis dan atau memicu proliferasi. Hambatan terhadap apoptosis disebabkan oleh penurunan protein p53 (wild type), selain over-ekspresi
Hsp70. Tujuan: Menjelaskan mekanisme resistensi sel punca KNF terhadap radioterapi berdasarkan profil ekspresi protein p53(wild type)dan Hsp70. Metode: Penelitian true experimental dengan menggunakan rancangan randomisasi kelompok kontrol sebelum dan sesudah tes. Kultur sel punca KNF dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 16 sampel. Pada kelompok perlakuan diberikan paparan radioterapi dengan dosis 1,5 Gy menggunakan pesawat Linac, lalu diinkubasi selama 24 jam. Sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok diperiksa ekspresi p53 (wild type) dan Hsp70. Pemeriksaan menggunakan metode flowcytometry. Hasil: Ekspresi p53 (wild type) antara kelompok perlakuan dan kontrol terdapat
perbedaan yang tidak bermakna dengan p=0,576 (p≥0,05). Ekspresi Hsp70, antara kelompok perlakuan dan kontrol terdapat perbedaan yang tidak bermakna dengan p=0,172 (p≥0,05). Kesimpulan: Tidak terdapat
perubahan ekspresi p53 (wild type) dan Hsp70 pada sel punca KNF yang resisten terhadap radioterapi."
ORLI 44:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ekspresi protein E-cadherin dan NM23H1 dapat digunakan sebagai prediktor invasi dan metastasis karsinoma duktal payudara pada berbagai derajat keganasan histologik. Metodologi: Subyek penelitian adalah 97 wanita yang telah didiagnosis menderita karsinoma payudara duktal invasif yang dikirim ke laboratorium histopatologi Rumah sakit di Jakarta dan Bandung antara tahun 2000-2006. Pemeriksaan histopatologis dengan pulasan Hematoksilin Eosin terhadap blok parafin yang berasal dari tumor primer maupun sekunder dilakukan untuk penentuan derajat keganasan dan status metastasis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap ekspresi E-cadherin, NM23H1 dan sitokeratin di jaringan tersebut serta dilakukan skoring berdasarkan jumlah sel terwarnai dan intensitas pewarnaan. Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan ekspresi E-cadhetin dan NM23H1 dengan metastatsis dan derajat kieganasan histologik. Hasil: Subyek berusia antara 29-75 tahun dengan rerata 48,19 tahun dan terbanyak berusia 40-45 tahun, dengan derajat keganasan 1 sebanyak 18,56%, derajat 2 sebanyak 45,36% dan derajat 3 sebanyak 36,1%. Terdapat hubungan bermakna antara ekspresi E-cadherin dan NM23H1 pada tumor primer dengan kemungkinan E-cadherin menghambat invasi dan metastasis sebesar 14 kali sedangkan NM23H1 sebanyak 11 kali dibandingkan subyek yang tidak mengekspresikan E-cadherin dan atau NM23H1. Kurva ROC menunjukkan ekspresi E-cadherin (r= 0,755) dan NM23H1 (r= 0,816) berkorelasi kuat, sensitif dan spesifik sebagai petanda metastasis akan tetapi tidak berhubungan dengan derajat keganasan histologik Kesimpulan: Ekspresi E-cadherin dan NM23H1 dapat digunakan sebagai petanda invasi dan metastasis, tetapi tidak dapat digunakan sebagai petanda derajat keganasan histologik karsinoma duktal invasif payudara.

Abstract
Background: This study aims to analyze whether the expressions of E-cadherin and NM23HI can be used as predictors of ductal carcinoma metastasis in various degrees of histological malignancies. Methods: Paraffin blocks were obtained from 97 patients with invasive breast ductal carcinoma with malignancy grade 1, 2 and 3 who came to several hospitals in Jakarta and Bandung from 2000 to 2006. Histopathological examinations of eosin hematoxylin slides of primary and secondary tumors were done to diagnose the degree of histological malignancy and metastasis status. Further, immunohistochemistry staining of E-cadherin, NM23HI and cytokeratin were done followed by scoring according the number of positive cells and staining intensity. The associations of E-cadhetin and NM23H1 expression with the presence of metastasis and grade of histological malignancy were analyzed. Results: Subjects were 29 - 75 years old (mean: 48.19 years), with most subjects aged 40 ? 45 years old, with malignancy grade 1, 2 and 3 of 18.56%; 45.36% and 36.1% respectively. There was a significant association between E-cadherin and NM23HI expression in primary tumor with the possibility of invasion and metastasis inhibition by 14 times and 11 times respectively compared to those with negative E-cadherin and NM23HI expression. The ROC curve showed that E-cadherin (r=0.755) and NM23HI (r=0.827) expressions were strongly associated, sensitive and specific as metastasis markers. However, E-cadherin and NM23HI expression did not show significant association with histological degree of invasive ductal carcinoma. Conclusion: E-cadherin and NM23HI expressions can be used as invasion and metastasis markers, but cannot be used as markers for the degree of histological malignancy of invasive ductal carcinoma. "
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yopi Triputra
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan salah satu kanker terbanyak di dunia dengan angka kematian yang juga tinggi. Kasus kematian pada pasien kanker payudara paling banyak disebabkan oleh metastasis. Salah satu yang berperan pada proses perkembangan tumor primer menjadi metastasis yaitu sel imun tubuh Tumor-infiltrating Lymphocytes (TiLs) yang akan terstimulasi dan menyerang sel kanker. Selain itu, proses Epithelial-Mesenchymal Transition (EMT) yang ditandai sebagai penurunan regulasi penanda epitel khususnya E-cadherin, juga berkontribusi dalam perkembangan metastasis.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ekspresi TiLs dan E-cadherin dengan kejadian kanker payudara metastasis.
Metode: Penelitian ini dilakukan pada 94 sampel dengan metode kohort retrospektif. Pengambilan data melalui rekam medis dan sediaan jaringan payudara yang kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia E-cadherin dan pembuatan slide HE untuk pemeriksaan TiLs.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan nilai TiLs yang rendah bermakna signifikan (p=0,047) dengan kejadian metastasis kanker payudara. Sedangkan tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik nilai E-cadherin dengan metastasis pada kanker payudara (p=0,106). Namun, terdapat hubungan klinis yang tampak dari E-cadherin yang rendah terhadap metastasis kanker payudara. Selain itu, terdapat hubungan signifikan antara nilai TiLs dan E-cadherin yang rendah terhadap insiden metastasis (p= 0,011). Penelitian multivariat menunjukkan bahwa LVI, stadium dan E-cadherin memiliki pengaruh independen yang kuat terhadap kanker metastasis (p=0,043, p0,003, p=0,041).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan nilai TiLs mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian metastasis pada kanker payudara, namun LVI, stadium dan E-cadherin merupakan faktor prediktor independen kejadian metastasis pada kanker payudara.

Background: Breast cancer is one of the most abundant cancers in the world with a high mortality rate. Cases of death in breast cancer patients are the most caused by metastasis. One of the role in the process of developing primary a tumor into metastatic is the immune cell body called tumor-Infiltrating lymphocytes (TILs) which will stimulate and attack the cancer cells. In addition, the Epithelial-mesenchymal Transition (EMT) process which marked as a reduction of the regulation of the epithelial marker specifically E-cadherin, also contributes to the development of metastasis.
Aim: This study aims to determine the relationship of TiLs and E-cadherin expression with the incidence of metastatic breast cancer.
Method: The study was conducted on 94 samples with retrospective cohort method. Data retrieval through medical records and breast tissue preparations that were then conducted in the immunohistochemistry E-cadherin staining and slide HE for TiLs examination.
Result: The results showed lower TiLs significantly correlate (p = 0,047) with the incidence of metastatic breast cancer. Whereas there is no statistically significant relationship found between E-cadherin value with metastatic in breast cancer (p = 0,106). However, there are clinically visible relationship between low level E-cadherin with metastatic breast cancer. In addition, there is a significant correlation between low level TiLs and E-cadherin with metastatic incident (p = 0.011). Multivariate studies showed that LVI, staging and E-cadherin had a strong independent effect on metastatic cancer (p = 0.043, p0.003, p = 0.041).
Conclussion: This study shows the value of TiLs has a significant relationship with the incidence of metastasis in breast cancer, but LVI, staging and E-cadherin are independent predictors of metastatic events in breast cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>