Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai self-efficacy pada seorang perempuan mantan IDU (Injencting Drug User) atau penasun (penggunaan NAPZA melalui jarum suntuk) dengan mengangkat kasus Wulan (penggunaan nama asli dengan persetujuan). Self efiicacy adalah kepercayaan atas potensi diri untuk mencapai keberhasilan (Bandura, 1994). Self efficacy adalah salah satu kemampuan yang sangat efektif untuk berhenti dari ketergantungan dan relapse penyalahgunaan NAPZA. Untuk menggambarkan perjalanan dan perjuangan Wulan melalui masa ketergantungannya sampai dengan bangkit menjadi direktur sebuah LSM penulis menerapkan metode kualitatif berupa studi kasus dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dengan subjek, mendengarkan kesaksiannya, observasi kegiatan di tempat kerja dan kegiatan subjek, dan kajian pustaka (media cetak) berkaitan dengan kehidupan subjek. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa self efficacy tidak hanya berhasil membantu Wulan berhenti dari ketergantungannya pada NAPZA tetapi juga membantunya bangkit dari keterpurukan dan memberinya kepercayaan diri untuk membangun cita-cita baru yaitu membela komunitas IDU dari stigma dan diskriminasi melalui yayasan STIGMA yang didirikannya. Menggunakan kerangka teori Bowden (1998, dalam Zakrzewski & Hector, 2004) mengenai adanya empat tahap dalam proses perpindahan dari situasi ketergantungan alkohol sampai pada situasi normal, maka perjalanan Wulan mengatasi ketergantungannya pada NAPZA juga dapat dijelaskan melalui empat tahap yaitu: living in the shadow, departure, initiation, dan return."
JIPM 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrachma Sari
"Self Efficacy merupakan salah satu prediktor penting dalam penentuan inisiasi, durasi dan eksklusivitas dalam menyusui. Penelititan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh konseling menyusui dengan pendekatan teori sosial kognitif terhadap self efficay ibu dalam menyusui di Koba Bangka Tengah pada bulan Mei-Juni tahun 2015. Desain penelitian adalah quasy experimental dengan rancangan non-randomized control group pretest posttest design, total sampel sebanyak 48 ibu menyusui yang terbagi menjadi 24 ibu menyusui pada kelompok kontrol yang mendapatkan leaflet menyusui dan 24 ibu pada kelompok intervensi yang mendapatkan konseling menyusui dengan pendekatan teori sosial kognitif. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat menggunakan uji T independen, dan uji Wilcoxon. Sedangkan analisis multivariat menggunakan regresi linier. Perbandingan nilai self efficacy sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok meningkat bermakna (p=0,001). Perbandingan selisih nilai self efficacy pada kelompok intervensi lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p=0,002). Kelelahan postpartum dan tingkat pendidikan berhubungan bermakna terhadap perbedaan nilai self efficacy. Hasil analisis multivariat menunjukkan adanya pengaruh kelelahan postpartum, pengetahuan menyusui, pendidikan ibu, dan konseling menyusui terhadap perbedaan nilai self efficacy. Konseling menyusui merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perbedaan nilai self efficacy (p=0,003) dengan koef (B) sebesar 3,286. Konseling lebih dapat meningkatkan self efficacy ibu dalam menyusui dibandingkan pemberian leaflet menyusui.

Self efficacy has been describe as an important predictor in determining the initiation, duration and exclusivity of breastfeeding. The purpose of this study was to examine the effect of breastfeeding counseling by social cognitive theory approach to self efficacy in breast-feeding mothers in Central Bangka Koba in May-June 2015. The study design was quasy experimental with a non-randomized control group pretest posttest design, sample size of this study was 48 nursing mothers were divided into 24 nursing mothers in the control group who received breastfeeding leaflets and 24 mothers in the intervention group who received breastfeeding counseling by social cognitive theory approach. Data analysis included univariate, bivariate, and multivariate analyzes. Bivariate analysis used independent t test and Wilcoxon test. While the multivariate analysis used linear regression. Comparison of self-efficacy before and after treatment in each group increased significantly (p = 0.001). Comparison of the difference in the value of self-efficacy in the intervention group was significantly higher than the control group (p = 0.002). Postpartum fatigue and a significant level of education influenced to the difference in the value of self-efficacy. Multivariate analysis showed the influence of fatigue postpartum, breastfeeding knowledge, maternal education, and breastfeeding counseling to the difference in the value of self-efficacy. Breastfeeding counseling is the most influential factor to the difference in the value of self-efficacy (p = 0.003) with koef (B) of 3.286. Breastfeeding counseling could improve self efficacy than breastfeeding leaflets."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisya Sekar Suryati
"Kemampuan sosial-emosional adalah salah satu aspek perkembangan yang sering terganggu pada anak berkebutuhan khusus. Mereka memiliki kebutuhan sosial-emosional yang sama dengan anak-anak pada usia mereka. Namun, dengan keterbatasan mereka, membuat mereka lebih sulit untuk menyampaikan dan mengungkapkan kebutuhan mereka secara optimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana fungsi keluarga dapat mempengaruhi kemampuan sosial-emosional melalui parental self-efficacy. Penelitian ini melibatkan 291 peserta, yang merupakan orang tua dari anak-anak dengan kebutuhan khusus di tingkat sekolah dasar.
Hasilnya diproses menggunakan model persamaan struktural dalam program R. Model penelitian ini fit. Fungsi keluarga memiliki efek signifikan pada parental self-efficacy tetapi tidak sebagai mediasi. Namun disisi lain, parental self-efficacy secara signifikan mempengaruhi hubungan antara fungsi keluarga dan kemampuan sosial-emosional pada anak-anak dengan kebutuhan khusus. Berdasarkan hasil ini, itu menunjukkan hubungan lain antara variabel yang diteliti, yang menarik jika diperiksa lebih lanjut.

Social-Emotional ability is one aspect of development that is often disrupted in children with special needs. They have the same social-emotional needs as typical children of their age. However, with their limitations, it makes more difficult for them to convey and express their needs optimally. This research was conducted to find out how family functioning can affect social-emotional ability through parental self-efficacy. This study involved 291 participants, who are parents of children with special needs at the elementary school level.
The results are processed using the structural equation model in the R program. The research model is fit Family functioning has a significant effect on parental self-efficacy but not as mediation. In the other hand, Parental self-efficacy significantly influence the relationship between family functioning and social-emotional abilities in children with special needs. Based on these results, it indicates another relationship among the variables studied, which is interesting if examined further.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Setia Utami
"Masalah penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lain), dalam lima tahun ini berkembang amat pesat di Indonesia khususnya di kota-kota besar. Dalam lima tahun ke depan juga akan tetap berkembang secara fluktuatif baik dari jenis zatnya maupun dampak atau komplikasi yang ditimbukannya, jumlah penderita penyalahgunaan Napza ini juga tidak akan berbeda jauh dari tahun ke tahun.
Sifat penyakit yang chronic relapsing, dan dampak luas yang ditimbulkan menyebabkan penanggulangan ini harus dilakukan secara komprehensif yang meiibatkan berbagai profesi serta instansi atau organisasi. Masalah yang penting dalam menanggulangi masalah Napza bagi setiap organisasi adalah kemampuan sumber daya manusia, tidak semua SDM yang ada di fasilitas pelayanan penanggulangan masalah Napza ini mempunyai kemampuan baik dari pengetahuan, ketrampilan maupun perilakunya tentang masalah Napza. Untuk mengatasi masalah ini salah satu alternatif pemecahan masalahnya adalah dengan mendapatkan pelatihan di bidang Napza.
Dalam suatu fasilitas pelayanan kesehatan dokter dan perawat merupakan profesi yang akan langsung berhadapan dengan pasien dan terlibat langsung dengan proses terapi. Untuk itu dituntut kemampuan yang profesional dalam memberikan pelayanan khususnya untuk penderita penyalahgunaan Napza.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang merupakan fasilitas khusus melayani penderita penyalahgunaan Napza dalam tiga tahun terakhir ini sudah menyelenggarakan pelatihan bagi dokter dan perawat, hanya saga pelatihan ini hanya bersifat reaktif belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur suatu penyelenggaraan pelatihan.
Peneletian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan di bidang Napza bagi dokter umum dan perawat, baik yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum, RSKO maupun Puskesmas. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) melalui Tematic Analisys serta mendapat data sekunder tentang pengelolaan program Diklit di RSKO.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa kebutuhan pelatihan amat bergantung dari sifat dan fungsi organisasi yang bersangkutan, sedangkan untuk individu tergantung pada tugas dan pekerjaannya serta kompetensi yang diharapkan balk oleh organisasi maupun individu tersebut. Adapun materi pelatihan yang dibutuhkan untuk dokter dan perawat secara garis besar tidak banyak perbedaan, hanya luas dan kedalamannya yang berbeda. Untuk dokter materi yang diberikan harus dibedakan antara yang berfungsi sebagai pengambil keputusan, pembuat strategi penanggulangan Napza atau sebagai pelaksana.
Pada penelitian ini diperoleh identifikasi kebutuhan materi pelatihan untuk dokter umum dan perawat antara lain ; Komunikasi yang terapeuitk, masalah Napza secara keseluruhan, diagnosis dan assesment bidang psikiatri, psikologi klinis dan abnormal, sosiologi, manajemen pelayanan kesehatan, konseling, penanggulangan kondisi emergensi, penanggulangan komplikasi medik, pengetahuan tentang model-model terapi dan rehabilitasi. Masih banyak materi lain yang seharusnya diketahui oleh dokter dan perawat seperti masalah hukum, prevensi dan deteksi dini serta pemeriksaan laboratorium.
Penyelenggaraan pelatihan untuk dokter dan perawat yang telah dilaksanakan oleh Diklit RSKO sebagian materinya sudah tercakup dalam identifikasi kebutuhan pelatihan tersebut. Hanya dari proses perencanaan sampai evaluasi yang seharusnya dilakukan belum seluruhnya terprogram dengan baik, hal ini disebabkan karena Diklit RSKO hanya bersifat reaktif dalam pelaksanaan pelatihan. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan manajemen pelatihan agar mutu pelatihan dapat dipertanggung jawabkan, perlu ada kerja sama dengan institusi pendidikan, instansi kesehatan dan organisasi lain seperti LSM dan sebagainya yang mempunyai kaitan dengan penanggulangan masalah Napza. Dalam kerja sama tersebut sebaiknya dibuat suatu modul-modul pelatihan di bidang Napza yang terstandarisasi untuk tingkat Nasional.
Dalam penelitian ini diperoleh gambaran tentang fungsi dan peran RSKO dalam bidang pendidikan dan pelatihan, tampaknya hampir semua informan setuju bahwa RSKO harus menjadi pusat pendidikan, pelatihan, informasi dan pengembangan Iptek di bidang Napza bagi seluruh pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti R.S Jiwa, R.S Umum, Puskesmas maupun R.S Khusus lain. Hal ini merupakan suatu peluang bagi RSKO dan sesuai dengan Visi yang dimiliki yaitu sebagai Pusat Rujukan Nasional, harapan ini tentunya berpulang kepada RSKO kembali untuk dapat mempersiapkan diri dan mengembangkan kemampuan baik dari SDM, sarana dan prasarana serta komitmen yang tinggi untuk berubah.

Identification of Drugs Treatment Training for General Practioner and Nurses at Drugs Dependence Hospital Education and Training ProgramIn Indonesia ellicit drugs problems is rapidly increasing since the last five years, especially in its big cities. Based on predicted number, the problem for five years will also remain fluctuatively increased due to introduction of new subnstances, side effects and new complication resulted from new subtances.
Further, drugs addict population will be not be drastically different fro year to year.
Chronic Relapsing disease of drugs addiction and its widw impact to society, caused the need of interaction and elaboration of multiple proffesion, instances and organization to handled the problems. It that matter human resources has become important factor of every drugs prevention services and facilities.
Recently, it is showed that not every facilities represent good knwledges, skills and attitudes of its human resources toward handling the drugs addiction matter. Therefore, to improve that condition, it is suggested that those facilities encourages theirs human resources to participate on drugs addiction training.
Doctors and nurses, which are the two most involved proffesion in handling drugs addict pateient, are required to have high skills on performing their profesion. Within the last 3 years, Drugs Dependence Hospital as a drug addiction special facility, has performing for doctors and nurses. However, these were reactive programs only which have not been performed based on adequate training procedure.
Objective of this thesis is to perform a study to identify doctors and nurses training requirement for Mental Health Hospital, Drugs Dependence Hospital, General Hospital and Puskesmas. This study used a qulitative methodology which performed which performed with indepth interview and focus group discussion tematic analysis supported with secondary data from Drug Dependence Hospital education anad training program elaboration.
This study showed that training requirement is depend highly on function and characteristic of every organization, while each individu within the organization depend on his job description and individual competency_ There arae no differences between doctors and nurses training program, however, doctors materials need to be classified into decission making, prevention strategy and execution position.
This study also indetified doctors and nurses training materials requirement such as ; Therapeutic communicatioan, overall problems solving, psychiatric diagnosis and assesment, clinical ang abnormal psychology, sociology, health services management, councelling, emegency condition, medical complication, education on every therapy models and rehabilitation, law enforcement, prevention, early detection, iaboratorium examination and other significant topics.
Drug Dependence Hospital education and training program for doctors and nurses has covered some of those materials. However, the training program was not performed with an overall training procedure, due to its reactive nature of the program. Therefore, it is required to improve the management of program to enchanced the overall quality of the program, also elaboration with educational institution, health institution an other related institution to derive a standardized natioanals training modules.
This study also showed Drug Dependence Hospital roles on education and training program, on which most opinion can be concluded that the hospital need to be center of development for education and training, information and science technology center for other drugs addiction facilities such as Mental Health Hospital, General Ghospital, Puskesmas and others facilities. This is an opportunity for Drug Dependence Hospital to achieve its vision as a Natioanal Refferal Center. However, it is also depend on Drug Dependence Hospital preparation and effort to improve its human resources, facilities and its total commitment to improve."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriana Trihandini Waskitajati
"ABSTRAK
Kekerasan dalam hubungan pacaran dapat terjadi dalam bentuk kekerasan seksual, fisik, maupun psikologis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh investasi dan self-efficacydalam hubungan romantis terhadap komitmen korban kekerasan dalam hubungan berpacaran. Investasi dan komitmen diukur dengan menggunakan Investment Model Scale(IMS) milik Rusbult, Martz, dan Agnew (1998), sedangkan self-efficacydalam hubungan romantisdiukur dengan alat ukur Self-efficacy in Romantic Relationship(SERR) milik Riggio et al. (2011). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 190 orang yang merupakan perempuan berusia 18-25 tahun,sedang menjalani hubungan pacaran minimal enam bulan, dan mengalami kekerasan dalam hubungan berpacarannya. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investasi dan self-efficacydalam hubungan romantis memprediksi komitmen dalam hubungankorban kekerasan secara positif.

ABSTRACT
Abusive behavior in a relationship can occur in the form of sexual, physical, and psychological abuse. This research was conducted to determine the effect of investment and self-efficacy in romantic relationship on the commitment of victims in an abusive relationship. Investment and commitment are measured by the Investment Model Scale (IMS) from Rusbult, Martz, and Agnew (1998), while self-efficacy in romantic relationships is measured by the Self-Efficacy in Romantic Relationship (SERR) from Riggio et al. (2011). The number of participants involved is 190 people, that consists of women aged 18-25 years old, who are in a relationship with a minimum duration of six months, and currently a victim in an abusive relationship. This research used multiple regression analysis. The result shows that investment and self-efficacy in a romantic relationshippredict commitment of the victims in abusive dating relationship."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krismanur Setiagi Prayitno
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh family supportive organizational perception terhadap self efficacy demands dan self efficacy challenges dengan  work family conflict dan perceived managerial support sebagai mediatornya. Penelitian ini berjenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian konklusif. Metode pengambilan sampel berjenis purposive sampling. Sejumlah 307 responden karyawan perempuan industri teknologi dan informasi di Jabodetabek menjadi sampel pada penelitian ini. Dalam pengolahan data, peneliti  menggunakan SPSS 25 dan Lisrel 8.80 untuk melakukan deskriptif analisis dan pengujian hipotesis menggunakan SEM. Temuan penelitian telah melaporkan bahwa work family conflict berhasil memediasi pengaruh family supportive organizational perception terhadap self efficacy demands dan self efficacy challenges. Akan tetapi work family conflict dan perceived managerial support tidak dapat memediasi pengaruh family supportive organizational perception terhadap self efficacy challenges. Dengan menggunakan hasil analisis penelitian ini, praktisi dapat mempertimbangkan untuk memiliki mekanisme kemudahan prosedur dan birokrasi kebutuhan cuti pribadi bagi karyawan. Selain itu, organisasi dapat mempertimbangkan untuk memberikan jadwal kerja dan benefit yang sesuai bagi karyawan apabila diharuskan bagi mereka untuk bekerja di luar jadwal yang sebelumnya telah disepakati. Kemudian, bagi para team leader dapat menyediakan sesi diskusi one on one secara berkala sebagai sarana bonding bagi anggotanya.

The purpose of this research is to examine the influence of family supportive organizational perception on self efficacy demands and self efficacy challenges with work family conflict and perceived managerial support as mediators. This research is a quantitative research type with a conclusive research design. The sampling method is purposive sampling. A total of 307 female respondents from the technology and information industry in Jabodetabek were the samples for this research. In data processing, researchers used SPSS 25 and Lisrel 8.80 to carry out descriptive analysis and hypothesis testing using SEM. Research findings have reported that work family conflict successfully mediates the influence of family supportive organizational perception on self-efficacy demands and self-efficacy challenges. However, work family conflict and perceived managerial support cannot mediate the influence of family supportive organizational perception on self efficacy challenges. By using the results of this research analysis, practitioners can consider having a mechanism to facilitate procedures and bureaucratic personal leave requirements for employees. In addition, organizations can consider providing appropriate work schedules and benefits for employees if they are required to work outside the previously agreed schedule. Then, team leaders can provide regular one-on-one discussion sessions as a means of bonding for their members.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinda Dwintasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara traits dan creative selfefficacy (CSE) pada guru TK. Traits adalah dimensi dari perbedaan kecenderungan individu untuk menunjukan pola pemikiran, perasaan dan tindakan yang konsisten (McCrae dan Costa, 2003). Sementara itu, CSE merupakan keyakinan yang sementara pada individu mengenai kemampuan dirinya untuk melakukan tugas spesifik tertentu yang membutuhkan produksi solusi-solusi baru, orisinal, atau sesuai.
Pengukuran traits menggunakan alat ukur IPIP (Goldberg, 1999) dan pengukuran CSE menggunakan alat ukur Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010) yang telah diadaptasi oleh peneliti. Partisipan berjumlah 112 orang guru TK yang berusia 20-60 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara trait neuroticism dan CTSE, serta terdapat hubungan positif signifikan antara trait extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness dengan CTSE dan CPSE. Namun demikian, pada trait neuroticism tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan CPSE. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan screening kepribadian ketika perekrutan guru TK. Selain itu, guru TK juga dapat diberi intervensi sejak dini untuk meningkatkan CSE.

This research was conducted to find the correlation between nature traits and creative self-efficacy (CSE) in kindergarten teachers. Traits is dimensions of individual differences in tendencies to show consistent patterns of thoughts, feelings and actions (McCrae & Costa, 2003). Meanwhile CSE is an individual's state-like belief in his or her own ability to perform the specific tasks required to produce novel original, or appropiate solutions (Abbott, 2010).
Traits was measured using an adaptation instrumen named IPIP (Goldberg, 1999) and CSE was measured using an adaptation instrument named Revised Model Creative Thinking Self-Efficacy (CTSE) II & Creative Performance Self-Efficacy (CPSE) II Inventories (Abbott, 2010). The respondent of this research are 112 kindergarten teachers.
The results of this research show that trait neuroticism negative correlated significantly with CTSE and the trait extraversion, openness to experience, agreeableness and conscientiousness positive correlated significantly with CTSE and CPSE. But there is no significant correlation between trait neuroticism and CPSE. Based on these results, kindergarten ought to held a personality screening in teacher's recruitment and give intervention, such as training or seminar to teachers that can increase creative self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Yulita Endo
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara coping self-efficacy dan burnout pada perawat. Pengukuran coping self-efficacy menggunakan alat ukur Coping Self-Efficacy Scale (Chesney dkk., 2006) yang memiliki tiga subskala, yaitu use problem focused coping, stop unpleasant thoughts and emotions, dan get support from family and friends dengan total 26 item. Pengukuran terhadap burnout menggunakan alat ukur Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey (Maslach & Jackson, 1981) yang memiliki tiga dimensi, yaitu emotional exhaustion, depersonalization, dan menurunnya sense of personal accomplishment dengan total 22 item. Jumlah partisipan yang diperoleh sebanyak 131 perawat. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara coping self-efficacy dan burnout pada perawat, yang berarti semakin tinggi coping self-efficacy perawat, semakin rendah burnout yang dirasakan.

The aim of this study is to investigate whether any relationship between coping self-efficacy and burnout among nurses. Coping self-efficacy was measured by Coping Self-Efficacy Scale (Chesney et al., 2006) which has three subscales, namely use problem focused coping, stop unpleasant thoughts and emotions, and get support from family and friends with a total of 26 items. Burnout was measured by Maslach Burnout Inventory-Human Service Survey (Maslach & Jackson, 1981) which has three dimensions, namely emotional exhaustion, depersonalization, and reduced sense of personal accomplihsment with a total of 22 items. Participants of this study were 131 nurses. The main result of the study shows that there is a significant negative relationship between coping self-efficacy and burnout among nurses, in conclusion, the higher score of coping self-efficacy obtained by nurses, the lower they perceived burnout."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S61951
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayasha Adiazzahra Amin
"Hubungan romantis merupakan aspek penting dalam kehidupan, khususnya bagi individu usia emerging adulthood. Keberlangsungan hubungan romantis yang baik memerlukan resolusi konflik yang baik pula. Resolusi konflik yang baik dimulai dari adanya keyakinan yang baik mengenai kemampuan diri dalam resolusi konflik. Keyakinan tersebut disebut dengan relationship self-efficacy atau self-efficacy dalam hubungan romantis. Faktor keluarga merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan self-efficacy dan relationship self-efficacy individu. Studi ini bertujuan melihat peran keberfungsian keluarga terhadap relationship self-efficacy pada populasi emerging adults usia 18-25 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental regresi menggunakan alat ukur Family Assessment Device (FAD) dan Self-Efficacy in Romantic Relationship Measure (SERR). Total partisipan yang terkumpul sejumlah 128 emerging adults dengan rentang usia 18-25 tahun. Berdasarkan hasil analisis multiple regression, hasil penelitian menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga berperan secara signifikan dan simultan dalam memprediksi relationship self-efficacy pada emerging adults (R2= 0,136, p < 0,05). Selain itu, dimensi keberfungsian keluarga yang berperan secara signifikan adalah dimensi peran dan kontrol perilaku. Berdasarkan hasil yang didapatkan, keluarga diharapkan untuk memperhatikan pembagian peran dan penerapan aturan-aturan di dalam keluarga sehingga dapat menjaga tingkat relationship self-efficacy yang baik.

Romantic relationships are important, especially for emerging adults. Good romantic relationships require good conflict resolution among both parties involved. In order to resolve ongoing conflict, it is essential for both parties to believe that they are capable of resolving said conflict. This belief is known as relationship self-efficacy. Family related factors are related to self-efficacy and relationship self-efficacy. This study aims to see the role of family functioning on relationship self-efficacy in the emerging adults population aged 18-25 years. The type of research used is quantitative with a non-experimental design using the Family Assessment Device (FAD) and the Self-Efficacy in Romantic Relationship Measure (SERR). A total of 128 emerging adults with an age range of 18-25 years participated in this study. Using multiple regression analysis, the results showed that family functioning plays a significant role in predicting relationship self-efficacy in emerging adults (R2= 0.136, p < 0,05). In addition, roles and behavior control were found to have a significant role on relationship self-efficacy. Therefore, families are expected to pay attention to the distribution of roles in the family and the rules applied in the family to maintain good relationship self-efficacy. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`aini
"ABSTRAK
Dorongan seksual yang menurun karena kemunduran organ-organ seksual pada masa menopause cenderung menyebabkan perempuan menopause menghindari atau menolak aktivitas seksual bersama pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara sexual self-efficacy dengan fungsi seksual pada perempuan menopause. Penelitian berbentuk deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dilakukan di Kelurahan Curug Cimanggis, Jawa Barat, dari bulan April-Mei 2018 dengan metode consecutive sampling sebanyak 360 responden. Pengukuran menggunakan kuesioner Sexual Self-efficacy for Female SSE-F , Female Sexual Function Index FSFI , dan kuesioner data demografi. Hasil penelitian ini menjelaskan sebagian besar perempuan menopause mengalami disfungsi seksual 82,8 dan penurunan rerata skor efikasi diri 55,3 . Uji Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sexual self-efficacy dengan fungsi seksual pada perempuan menopause p value < 0,001 . Sexual self-efficacy perlu dipertimbangkan untuk menjadi salah satu referensi dalam melengkapi instrumen pengkajian seksualitas pada perempuan menopause.

ABSTRACT
Sexual drive decreased due to the decline of sexual organs during menopause, is the reason to reject sexual activity of menopausal women. This study aims to analyze the relationship of sexual self efficacy with sexual function in menopausal women. This research is an analytical descriptive research with cross sectional approach, conducted in Curug Cimanggis Village, using consecutive sampling method of 360 respondents. Measurements were made using the Sexual Self efficacy for Female SSE F questionnaire, the Female Sexual Function Index FSFI , and the demographic data questionnaire. The results of this study explain most of menopausal women experience sexual dysfunction 82,8 and decreased self efficacy score 55,3 . Chi Square test showed a significant relationship between sexual self efficacy and sexual function in menopausal women p value
"
2018
T50332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>