Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161459 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kawasan industri batik di Kelurahan Pasirsari menghasilkan limbah cair yang dibuang ke lingkungan tanpa diolah lebih dulu sehingga dapat mengkontaminasi sumur gali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sumur gali (kadar nitrit dan kadar nitrat) pada radius rawan cemar industri batik (95 meter) di kelurahan Pasirsari kecamatan Pekalongan Barat, kota Pekalongan. Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan cross-sectional dengan analisis deskriptif. Populasi sebanyak 50 sumur gali yaitu seluruh sumur gali di kelurahan Pasirsari dengan inspeksi sanitasi menyimpang rendah dan kedalaman <= 15 m. Sampel yang diambil sejumlah 33 sumur gali. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rollmeter, lembar inspeksi sanitasi sumur gali, dan alat dan bahan pemeriksaan kadar nitrat dan nitritnya melebihi kadar maksimum, kesemuanya berada dalam radius 30 m dari saluran pembuangan air limbah industri batik.
"
JUKEKOI 7 : 2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Mulyana
"Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa sumber air bersih yang banyak digunakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan adalah air tanah dangkal berupa sumur gali (47,40%). Hal ini karena pembuatan sumur gali mudah, murah, dan sederhana. Sumur gali yang baik harus memenuhi syarat kesehatan baik dari segi konstruksi maupun kualitas airnya. Hanya 35,50% sumur gali yang digunakan masyarakat terlindung dalam arti dilengkapi konstruksi, dan hanya 47,75% berjarak lebih dari 10 meter dari jamban.
Untuk mengetahui tingkat risiko pencemaran pada sumur gali, dilakukan surveilans kualitas air melalui kegiatan Inspeksi Sanitasi (IS). Sedangkan untuk mengetahui kualitas bakteriologik air dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium. Permasalahannya adalah apakah tingkat risiko pencemaran hasil IS sesuai dengan kualitas bakteriologik air sumur gali. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan bakteriologik pada sumur gali.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi diagnostik, yaitu untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan kualitas bakteriologik pada bersih sumur gali. Diharapkan adanya kesesuaian yang baik dengan nilai Kappa antara 0,40 sampai dengan 0,75. Populasi penelitian adalah sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rancabungur, Kabupaten Bogor pada tahun 2003 dengan sampel sebanyak 88 yang diambil secara bertingkat di 3 desa (21 RW) di Rancabungur. Data yang dikumpulkan dengan melakukan pengamatan menggunakan formulir IS dan pemeriksaan bakteriologik sampel air sumur gali.
Hasil analisis, menunjukkan bahwa dari 10 variabel IS ada 1 variabel yang tidak reliable, dan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan tingkat risiko pencemaran, yaitu dinding sumur sedalam 3 meter tidak diplester. Seluruh variabel tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kelas kualitas bakteriologik. Kesesuaian antara tingkat risiko pencemaran dan kualitas bakteriologik, sangat rendah (Kappa 0,009 untuk 2 katagorik dan Kappa 0.006 untuk 4 katagorik).
Dapat disimpulkan bahwa formulir IS tidak seluruhnya reliable untuk mengukur tingkat risiko pencemaran. Tingkat risiko pencemaran dengan mempergunakan IS tidak dapat dipergunakan untuk dapat menduga kualitas bakteriologik air. Disarankan perlu evaluasi kembali formulir IS dengan memperhatikan variabel apa saja. yang berhubungan dengan kelas kualitas bakteriologhik air, pembobotan yang berbeda untuk masing-masing dan penetapan titik potong untuk menetapkan tingkat risiko dan/atau kualitas bakteriologik air sumur gali. Instrumen IS harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam diteksi dini kualitas air oleh masyarakat.
Daftar Pustaka, 30 (1983 - 2002)

Compatibility Between Measurement Results of Pollution Risk Level from Sanitary Inspection and Bacteriological Assessment Results of Dug-Wells at Puskesmas Rancabungur, Bogor District, 2003The results of National Socio-Economy Survey 2001 indicated that most rural community (47,40%) utilized dug-wells as clean water source, due to low cost, simplicity and not complicated in the construction. A good dug-wells should meet health standard, both in its construction and water quality as well. From 47,40% of dug-wells, it was found that only 35,50% of those possessed complete construction or met health standard. In addition, only 47,75% of those had a 10-meter distance from latrine.
In order to find out pollution risk level of dug-wells, water quality surveillance was conducted through sanitary inspection (SI). Whereas, to find out bacteriological water quality, this study also carried out water sample analysis in the laboratory. The problem of this research tried to find an answer whether pollution risk level from the SI results was compatible with bacteriological quality of dug-wells based on colrfarm number. This research was implemented to find out the compatibility between the measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells.
In the effort to assess compatibility between measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells, research design used diagnostic study with expected Kappa compatibility from 0,40 up to 0,75 and classified as a good grade. The research population was dug-wells which existed in the working area of Puskesmas (health center) Rancabungur, Bogor District in the year 2003. This research used stratified sampling method with a total of 88 samples, taken from 3 villages (21 RW) in Rancabungur. Data were compiled through observation and using the SI forms. In addition to data collection, it also took water samples of dug-wells for bacteriological quality analysis.
Statistical results showed that from 10 variables of the SI only 1 variable was statistically unreliable and not significant with pollution level risk. This variable was the line/wall of dug-wells without 3-meter ring of Ferro-cement. All of the SI variables statistically revealed no significant association with bacteriological quality level. The research also revealed that the compatibility between pollution risk level and water quality class was very low, where Kappa 0,009 for 2 categories and Kappa 0,006 for 4 categories.
Based on the results, it may be concluded that not all of SI forms were reliable to measure pollution risk level. The SI forms could not be used to predict and assess class of bacteriological water quality. Eventually, it is recommended that the utilization of SI forms should be reevaluate with taking into account on certain variables which may potentially influence on bacteriological water quality class. Moreover, every variable should be treated with different weight (score) and a cutting point should be determined to measure pollution risk Level and/or bacteriological water quality of dug-wells. Finally it is expected that the SI can be used as early warning method, particularly for water quality control in the community.
Bibliography, 30 (1983 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Mochamad Ramdhany
"Pemanfaatan air tanah oleh penduduk wilayah Bandung saat ini masih penting dan utama. Cara umum pengambilannya adalah dengan sumur bor atau sumur gali. Tetapi wilayah-wilayah pemukiman padat di Bandung menghadapi kecenderungan gangguan terhadap kualitas air tanah dan Iimbah domestik yang tinggi, karena tidak memiliki sistem sanitasi dan pengolah ekskreta yang baik dan terintegrasi (Komunal).
Wilayah Desa Citeureup dengan kepadatan penduduk 82 jiwa/ha pada tahun 2003, berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir yang tercemar oleh limbah cair domestik hasil kegiatan manusia berupa sampah dan Iimbah tinja. Sumur-sumur air tanah masyarakat Desa Citeureup mempunyai risiko tercemar oleh koli-fekal yang merupakan bakteri indikator limbah ekskreta karena beberapa kemungkinan yaitu kondisi lingkungan (hidrogeologi dan sanitasi Iingkungan), dan sosial-budaya yang berkaitan. Ekskreta merupakan pembawa utama bagi penyakit bawaan air sepeti diare berdarah, Cholera, dan sebagainya.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mempelajari tingkat pencemaran bakteri koli-fekal pada air sumur gall penduduk di wilayah Desa Citeureup yang berada di sekitar sempadan Sungai Cikapundung hilir, kondisi lingkungan (sanitasi dan hidrogeologi), dan kondisi lingkungan sosial yang berhubungan. Hasil kajian diharapkan bermanfaat sebagai masukan untuk pengelolaan Iimbah domestik (sanitasi Iingkungan) dan penyediaan air bersih di wilayah pemukiman yang rawan terhadap pencemaran jenis ini.
Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dipakai adalah metode survei yang dilakukan sebagai benkut:
1. Survei kandungan koli-fekal pada air sumur gall secara purposive sampling dan teknik pengambilan contoh air secara grab sampling.
2. Survei kondisi hidrogeologi dan kondisi unit sumur
3. Survei kondisi sosial yang bersifat kross-seksional tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku sanitasi dan pemeliharaan air
Hasil analisis peta sebaran koli-fekal pada sumur gall dan penampang aliran sistem sungai-air tanah adalah bahwa di wilayah kajian terdapat beberapa pola hubungan aliran air tanah-air sungai, yaitu pola arah aliran air sungai mengisi air tanah, air sungai mengisi dan diisi air tanah, dan pola aliran ke sungai dengan air sungai mengisi air tanah. Tingkat pencemaran koli-fekal telah jauh di atas persyaratan air minum yang ditetapkan pemenntah, yaitu antara 1500-93000 MPNImI. Kondisi yang berhubungan dengan tingkat pencemaran koli-fekal yang tinggi adalah penyerapan koli-fekal dari sungai yang tercemar koli-fekal karena arah aliran air dari sungai ke sistem air tanah, kepadatan tangki septik dan resapan saluran limbah domestik (ekskreta) terbuka pada segmen dengan arah aliran dari air tanah ke sungai. Kondisi bangunan fisik beberapa sumur yang tidak baik menyebabkan pencemaran kolifekal secara vertikal juga terjadi.
Hasil uji statistika deskriptif terhadap aspek sosial yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku penduduk tentang pemeliharan sumber air dan cara sanitasi adalah:
1. Sebaran pengetahuan responden adalah: 33,8% responden berpengetahuan kurang, 38,2% cukup, dan 28,0% baik. Sebaran sikap adalah: 25% responden bersikap kurang, 60,3% cukup. dan 14,7% balk. Sebaran perilaku adalah: 36,8% responden berperilaku kurang, 55,9% cukup, dan 7,3% balk.
2. Hubungan antar subvariabel hanya signifikan antara pengetahuan dengan sikap. Sedangkan perilaku penduduk tentang sanitasi dan pemeliharaan air tidak berhubungan dengan sikap dan pengetahuan.

The use of ground water among Bandung inhabitants is still prevalent. The technigues of drawing groundwater were through dug-wells and artesians. The densely populated settlements in the Bandung at the moment are facing problems about groundwater quality and the big amount of domestic waste, due to the poor sanitary system and management of faeces which are not integrated.
The desa of Citeurep area has a population density of 82 people/ha in the year of 2003, locates at the downstream riverbank of Cikapundung river has been contaminated by domestic waste water as results of public activities. The groundwater wells of the community at desa Citeurep has the risk to be contaminated by coliform bacilli which is the faeces indicator of contamination due to several factors i.e., the factor of environment (hydrogeology and environmental sanitation) as well as behavioral factors. Faeces is the major source of agents of water borne diseases such as diarrhea, cholera etc.
The aim of this study was to identify the level of groundwater contamination due to Fecal-Coli in the dug wells of community in the riverbank of Ckapundung river , desa Citeurep, Bandung and the relations of several factors such as the sanitation and hydrogeological factors as well as socio behavioral factors of community. The results of study hopefully could be benefit as input information to manage the domestic waste/ environmental sanitation and clean water supply in high risk areas in the outskirts of any river.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Iryani
"Kualitas udara di wilayah industri pada umumnya menunjukkan kecenderungan meningkatnya polusi yang disebabkan adanya emisi gas dari aktivitas industri dan transportasi. Jenis dan jumlah emisi atau pencemar udara bergantung pada jenis dan atau jumlah industri yang ada di wilayah itu. Pada umumnya pencemar udara yang berasal dari industri dan transportasi berupa partikel debu dan gas-gas seperti oksida nitrogen (NOx), oksida belerang (SOx), karbonmonoksida (CO), dan hidrokarbon (HC).
Emisi gas dari udara dapat langsung masuk ke badan air atau terbawa oleh air hujan dan meresap melalui tanah ke badan air. Gas-gas buang yang mengandung oksida nitrogen dan oksida sulfur (NOx dan SOx) dapat bereaksi dengan molekul-molekul air di udara membentuk asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) kemudian turun ke bumi sebagai hujan asam. Melalui sistem rembesan dalam tanah (ground wafer cycle), hujan asam ini berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Daerah Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan luas wilayah 36,42 km2 merupakan contoh wilayah industri yang padat transportasi dan banyak aktivitas industrinya. Terdapat lebih dari 13.748 kendaraan bermotor dan 228 industri berskala besar dan sedang yang ada di Kecamatan Cibinong-Citeureup dan Gunung Putri (BPS Kab. Bogor, 2000). Jenis industri yang ada meliputi industri rumah tangga, farmasi dan obat-obatan, tekstil, kimia, otomotif, dan semen.
Berdasarkan data sebelumnya (tahun 1999), pH rata-rata air hujan di wilayah Cibinong-Citeureup adalah 5,07. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi hujan asam di wilayah tersebut. Kualitas air sumur penduduk di wilayah Cibinong-Citeureup juga rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, diperoleh data bahwa pH rata-rata air sumur di wilayah Cibinong-Citeureup 5,09 (tahun 1995) dan turun menjadi 4,63 pada tahun 1999.
Untuk mengetahui apakah kualitas udara berpengaruh pada kualitas air hujan dan apakah kualitas air hujan memang berpengaruh pada kualitas air sumur, maka dilakukan penelitian dengan mengukur parameter-parameter kunci. Penelitian ini bertujuan untuk: (a) mengetahui kualitas air hujan di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (S042 ), dan keasaman (pH);
(b) mengetahui kualitas air sumur penduduk wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dan wilayah pembanding, dengan mengukur konsentrasi ion nitrat (NO3-), ion sulfat (SO42), keasaman (pH), logam Fe, dan kesadahan/CaCO3;
(c) mengetahui hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur; dan (d) mengetahui pengaruh pencemaran udara yang berasal dari kualitas air hujan terhadap kualitas air sumur.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat: (a) memberikan informasi mengenai kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri terutama kepada PEMDA setempat, industri yang mencemari, dan masyarakat/penduduk di wilayah itu; (b) memberikan informasi mengenai bahaya pencemaran terhadap badan air terutama air sumur yang digunakan untuk keperluan rumah tangga kepada masyarakat/penduduk di wilayah penelitian, serta memberikan solusi untuk pengolahan air agar dapat dipakai untuk air minum.
Hipotesis yang diajukan adalah: (a) terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri Cibinong-Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding; (b) terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dari wilayah industri Cibinong Citeureup-Gunung Putri dengan wilayah pembanding, dan (c) terdapat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan expost facto, dimana sampel air hujan diambil dari 14 titik lokasi penelitian dan air sumur diambil dari sumur-sumur penduduk yang berada pada lokasi yang sama dengan pengambilan air hujan.
Parameter pH (derajat keasaman), daya hantar listrik (DHL), dan Total Dissolved Solids/total padatan terlarut (TDS) diukur langsung di lapangan, sedangkan pengukuran konsentrasi N03 (nitrat), S042 (sulfat), logam Fe (besi), dan kesadahan (CaCO3) dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA-Universitas Pakuan Bogor.
Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan dan di laboratorium. Data sekunder diperoleh dari penelitian sebelumnya, studi pustaka, instansi terkait, dan dari sumber-sumber lain. Data primer dan sekunder ini kemudian dianalisis secara deskrptif dan dilakukan uji statistik Two-Independent-samples Test untuk menguji perbedaan kualitas air hujan dan air sumur di wilayah industri dan wilayah pembanding, dan uji Bivariate correlation, utuk melihat hubungan antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) dalam air sumur. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
(a)Air hujan untuk wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,47; kadar nitrat (NO3) 3,3302 mg/L; sulfat (SO42) 3,5806 mg/L, sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) adalah 6,13; kadar nitrat (NO3) 0,0283 mg/L dan sulfat (SO42-) 0,0079 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,58 untuk pH, -2,575 untuk S042-, dan -2,569 untuk N03), sehingga terdapat perbedaan kualitas air hujan dari wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3), dan sulfat (SO42-);
Air sumur penduduk di wilayah industri mempunyai nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 4,11; kadar nitrat (NO3-) 6,19 mg/L; sulfat (SO42) 5,44 mg/L, besi (Fe) 0,27 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 30,10 mg/L sedangkan untuk wilayah pembanding, nilai rata-rata derajat keasaman (pH) 6,70; kadar nitral (NO3-) 0,4011 mg/L; sulfat (SO42) 1,6599 mg/L, besi (Fe) 0,3508 mg/L, dan kesadahan (CaCO3) 34,30 mg/L. Jadi pada tingkat kepercayaan 95% secara statistik diperoleh nilai Z hitung (-2,569 untuk pH, -2,260 untuk S042-, -2,569 untuk N03, -0,584 untuk Fe dan -0,857 untuk Ca C03), maka terdapat perbedaan kualitas air sumur penduduk dan wilayah industri dengan wilayah pembanding untuk parameter derajat keasaman (pH), kadar nitrat (NO3-), dan sulfat (S042), tetapi tidak terdapat perbedaan untuk parameter kandungan besi (Fe) dan kesadahan (CaCO3);(c} Nilai koefisien korelasi (r) antara derajat keasaman (pH) dengan konsentrasi logam besi (Fe) adalah sebesar -0,976. Jadi terdapat hubungan negatif yang cukup erat antara pH dengan konsentrasi besi (Fe) dalam air sumur. Makin rendah pH (makin asam), konsentrasi besi makin tinggi.
Jadi kesimpulan umum dari penelitian ini adalah: Pencemaran udara yang berasal dari air hujan berpengaruh terhadap kualitas air sumur.
Selanjutnya disarankan untuk mengadakan penelitian lanjutan untuk menentukan besarnya persentase distribusi dari sumber bahan pencemar (industri/pertanian), kepadatan penduduk, jenis/kondisi tanah dan akibat yang berpengaruh terhadap kualitas air sumur. Hal ini penting untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas air sumur dan menentukan prioritas dalam pengendalian pencemaran air sumur. Untuk sumur-sumur yang mempunyai derajat keasaman tinggi (nilai pH rendah), maka untuk menaikkan nilai pH bisa diberikan CaO (kapur). Hal ini pemah diteliti sebelumnya dimana untuk menaikkan pH satu liter air sumur dari 5,732 menjadi 7,00 (pH netral), jumlah CaO yang diperlukan adalah 0,0204 gram.

The Influence of Air Pollution To The Quality Of Well Water(Case Study: Well Water Used by Population of the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri Industrial Districts)Generally, the air quality in the industrial districts indicates the increase of pollution due to the existence of gas emission coming from industrial and transportation activities. The type and the number of emission or air pollutant will depend on the type and or the quantity of industries located in respective district. In general, air pollutant which comes from industry and transportation consists of dust particles and gasses such as nitrogen oxides (NOx), sulfur oxides (SOx), carbon monoxide (CO), and hydrocarbons (HC).
Gas emission from the air could directly come to the body of water or be brought by rainwater and then absorbed to the body of water through the ground. The exhausts that contain nitrogen oxides and sulfur oxides (NOx and SOx) could react with water molecules in the air to form sulfuric acid (H2SO4) as well as nitric acid (HNO3), afterwards they fall to earth as an acid rain. Through the ground water cycle system, this acid rain influences the quality of well water.
The Cibinong-Citeureup-Gunung Putri districts with area of 36.47 km2 are the example of industrial districts that have massive transportation and have many industrial activities. There are more than 13,748 motor vehicles and 228 large as well as medium scale industries which are located in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri sub-districts (BPS [Central Bureau of Statistics] of Bogor Regency, year 2000). The industries available are including household, pharmaceutical and medicines, textile, chemical, automotive, and cement industries.
Base on previous data year of 1999, the average of the acidity (pH) of rainwater in Cibinong-Citeureup districts was 5.07. This indicates that there has been an acid rain occurred on these districts. The quality of well water used by population of Cibinong-Citeureup becomes worst. Based on the previous research, the average of acidity (pH) of well water in the Cibinong-Citeureup districts was 5.09 (year 1995) and it decreased to 4.53 in 1999. In order to find out whether the air quality gives influence to the quality of rainwater and whether the quality of rainwater really gives influence to the well water, a research it needed by measuring the key parameters.
This research has purposes to: (a) find out the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (NO3-), sulfate ion (SO42'), and acidity (pH); (b) find out the quality of well water used by population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts as well as the quality of well water in the reference district by measuring the concentration of nitrate ion (N03), sulfate ion (SO42-), acidity (pH), Fe metal, and hardnesslCaCO3; (c) to find out the corelation between degree of acidity (pH) and concentration of iron metal (Fe) in the well water; and (d) to find out the influence of air pollution which comes from the quality of rainwater to the quality of well water.
The output of research hopefully could: (a) gives information about the quality of rainwater and the quality of well water in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts to the respective local government (PENIDA), all industries who tend to create pollution as well as society / population of those districts; (b) gives information to the society / population in the research location regarding the danger of pollution to the body of water, mainly the domestic well water, and also gives a solution about the treatment for the water that would use as a drinking water.
The proposed hypothesis was: (a) there is difference between the quality of rainwater in the Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (b) there is difference between the quality well water of population in Cibinong-Citeureup-Gunung Putri industrial districts and that of the reference district; (c) there is a correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research is carried out by using a survey and ex post facto methods where the samples of rainwater were collected from 14 research locations, while sample of well water were collected from the residential wells at the same location whit that of samples of rainwater were collected.
Degree of acidity (pH), electric conductivity (DHL), and total dissolved solids (TDS) parameters were measured directly on the spot, while concentration of N03 (nitrate), SO4 (sulfate), Fe (iron), and hardness (CaCO3) were analyzed at the Laboratory of Chemical, Faculty of Mathematics and Natural Sciences (MlPA) University of Pakuan, Bogor. Research data consist of primary and secondary data. Primary data were obtained by direct measurement on the spot and at the laboratory. Secondary data were obtained from previous research, bibliography (references), related institutes, as well as other sources of information. These primary .and secondary data were, then analyzed descriptively and statistically with Two-Independent-Samples Test to examine the difference of rainwater and well water quality in the industrial districts and the reference district. One more test called Bivariate Correlation is done in order to see the correlation between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) in the well water.
Research conclusions were:
(a) Rainwater in the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.47; nitrate (NO3-) content of 3.3302 mg/L; sulfate (SO42-) content of 3.5806 mg/L, while rainwater in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.13; nitrate (NO3) content of 0.0283 mg/L and sulfate (SO42-) content of 0,0079 mg1L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.58 for pH, -2.575 for S042-, and -2.569 for N03-), so that there was a difference between the quality of rainwater in the industrial districts and that the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-), and sulfate (SO42') content;
(b)Well water used by population of the industrial districts has average value of acidity degree (pH) of 4.11; nitrate (NO3') content of 6.19 mg/L; sulfate (50422') content of 5.44 mg/L,; iron (Fe) content of 0.27 mg/L; and hardness (CaCO3) of 30.10 mg/L, while well water in the reference district has the average value of acidity degree (pH) of 6.70; nitrate (NO3-) of 0.3508 mg/L; and hardness (CaCO3) of 4.30 mg/L. Thus, at 95% level of confidence, statistically it was obtained the calculated Z value (-2.569 for pH, -2.260 for 5042-, -2.569 for NC3-, -0.584 for Fe and -0.857 for CaCO3). So that there was a difference between the quality of well water of the industrial districts and that of the reference district for the parameter of degree of acidity (pH), nitrate (NO3-) content and sulfate (SC42..) content, but there is no significant difference for the parameter of iron (Fe) content and hardness (CaCO3);
(c) the value of correlation coefficient (r) between the degree of acidity (pH) and the concentration of iron (Fe) is -0.976. Hence, there is a close negative correlation between pH and concentration of iron (Fe) in the well water. The lower (the more acid) the pH, the higher the concentration of iron (Fe).
The general conclusion of this research is: Air pollution which come from rainwater affected to the quality of well water. For the next step, it is suggested to conduct a further research to determine the distribution percentage of the source of pollutant materials (industry/agriculture), population density, type/condition of soil and aquifer that influence to the quality of well water. This is important to be done to find out the most influencing factor to the quality of well water, and to determine the priority in reference ling the well water pollution. To increase the pH value for the wells that have high degree of acidity (low pH value), it could be added with CaO (quick lime). It has been examined previously, where 0,0204 gram of CaO was needed to increase the pH of one liter of well water from 5.732 to 7.00 (neutral pH)."
2002
T3039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devianty Moeshar
"Adanya kadmium dalam air yang digunakan sebagai sumber air minum akan menimbulkan gangguan kesehatan. Kadmium bersifat kumulatif di dalam tubuh sehingga masuknya cadmium ke dalam tubuh walaupun dalam dosis yang rendah dapat menyebabkan tingginga kandungan kadmium dalam tubuh. Pada konsentrasi tertentu akhirnya akan menyebabkan gangguan kesehatan khususnya gangguan fungsi tubular ginjal. Critical organ pada pemajanan yang lama dengan konsentrasi rendah adalah ginjal. Ini dapat dilihat dari studi-studi yang pernah dilakukan di beberapa negara. Sebuah studi pada tikus dimana kadmium chloride di berikan dalam air minum sefama 12 bulan menunjukkan retensi pada ginjal dan liver kurang dan 1 % total kadmium yang dimakan (Decker et al., 1978). Dan studi-studi epidemiologi yang dilakukan oleh Japanese Kadmium Research Commitee Japanese Environmental Agency di 8 Provinsi, dari tahun 1976-1984, dinyatakan bahwa polusi kadmium di lingkungan berhubungan dengan adanya disfungsi tubular ginjal bagian proksimal. Selain itu studi yang dilakukan di Belgium tahun 1979, tidak membuktikan hipotesa yang menyatakan bahwa polusi kadmium di lingkungan mempengaruhi fungsi ginjal, keliru ataupun tidak benar. Penelitian yang dilakukan oleh Barltrop & Strechlow di desa Shipham di Inggris tahun 1982. menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0.03) antara konsentrasi kadmium dalam urine dari penduduk yang daerahnya terpajan kadmium dengan konsentrasi kadmium dalam urine dari penduduk yang daerahnya tidak terpajan kadmium.
Di DKI Jakarta, sebagian rnasyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari karena di beberapa wilayah air tanahnya sudah tercemar baik oleh limbah rumah tangga maupun limbah industri. Data tahun 1995 yang terdapat dalam Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta menunjukkan bahwa sekitar 54 % rnasyarakat DKI masih menggunakan air minum dari sumur pompa atau sumur biasa yang berarti menggunakan sumber air tanah dangkal. Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta (KP2L) dengan teratur melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air tanah dangkal.
Lokasi pemantauan ditentukan secara acak dan diutamakan daerah-daerah yang belum memperoieh pelayanan PDAM. Hasil pemantauan tahun 1995/1996, separuh dari kelurahan yang dipantau di wilayah Jakarta Pusat, konsentrasi kadmium dalam air tanah melebihi baku mutu yang ditetapkan sesuai peruntukkannya dalam Permenkes No.416 tahun 1990, sedang di wilayah lain hanya pada satu atau dua kelurahan saja yang kadmiumnya melebihi baku mutu yang ditetapkan. Baku mutu yang ditetapkan adalah 0.005 ppm sedangkan konsentrasi kadmium dalam sumber air minum di kelurahan-kelurahan yang dipantau berkisar dari 0.006 ppm sampai dengan 0.830 ppm."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Hardi
"Pada saat ini pembangunan di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hai ini diiringi dengan semakin meningkatnya perkembangan dan kemajuan di bidang industri. Perkembangan dan kemajuan di bidang industri tersebut akan mempengaruhi limbah yang dihasilkan oleh industri, baik dari segi kuantitas maupun kualitas limbah. Limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut akan mempunyai risiko sebagai penyebab pencemaran lingkungan, dan saat ini pencemaran lingkungan yang berakhir dengan kerusakan lingkungan menjadi suatu masalah utama dalam pembangunan, terutama bagi manusia. Limbah industri, khususnya limbah cair memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pencemaran air. Hal ini merupakan suatu kondisi yang memiliki risiko tinggi, karena pencemaran pada air dapat menjadi sumber utama terjadinya kontak manusia dengan senyawa kimia beracun. Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak yang terkait, mengingat air adalah salah satu kebutuhan pokok manusia.
Dengan pesatnya perkembangan industri di Indonesia, akan mengakibatkan timbulnya masalah pencemaran yang semakin serius. Pencemaran tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi dapat berakibat fatal bagi mahluk hidup terutama pada manusia. Senyawa azo, adalah zat warna yang digunakan untuk pewarna tekstil yang dapat mencemari perairan. Zat warna dari limbah tekstil bila dibuang ke perairan dapat menutupi permukaan badan air sehingga menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dalam perairan. Berkurangnya sinar matahari yang masuk ke perairan menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis oleh tumbuhan yang ada diperairan. Hal ini akan menyebabkan kandungan oksigen di dalam air menurun dan pada akhimya menyebabkan kematian mahluk hidup yang ada di perairan tersebut. Selain itu, badan air yang tercemar oleh limbah tekstil juga sangat berbahaya bila digunakan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini dikarenakan beberapa senyawa kimia dan limbah tekstil mempunyai sifat yang toksik bagi mahluk hidup yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker dan tidak berfungsinya organ-organ tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian.
Di samping mempunyai sifat yang berbahaya bagi mahluk hidup terutama bagi manusia, pencemaran limbah tekstil juga dapat mengurangi nilai estetika badan air, badan air (sungai atau danau) menjadi tidak nyaman untuk dipandang karena aimya berwarna bahkan mungkin berwarna gelap atau hitam pekat. Nilai estetika suatu badan air juga menurun dengan timbulnya bau yang tidak sedap seperti bau amoniak dan asam sulfida hasil penguraian limbah oleh bakteri secara anaerob karena badan air mempunyai kandungan oksigen yang sangat minim. Penurunan atau hilangnya nilai estetika suatu badan air akan menurunkan nilai ekonomis badan air, dan tentunya akan merugikan bagi masyarakat yang tinggal disekitar badan air tersebut.
Senyawa-senyawa kimia yang umumnya ada di dalam air limbah industri tekstil adalah senyawa organik. Senyawa organik ini umumnya adalah senyawa azo yaitu zat warna yang digunakan pada pencelupan dan pewarnaan tekstil. Kadar senyawa organik yang ada dalam suatu perairan dapat diukur dengan parameter Chemical Oxygen Demand (COD) atau dengan parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD). Sedangkan untuk melihat kepekatan wama maka dapat dilakukan pengukuran intensitas warna.
Saat ini sedang dikembangkan metode fotokimia yaitu suatu metode untuk menguraikan senyawa organik dengan menggunakan bantuan sinar ultra violet yang dipadukan dengan senyawa kimia Metode ini diharapkan mampu menguraikan secara efektif dan efisien (dari segi waktu, tenaga, dan biaya) berbagai senyawa organik (terutama senyawa organik yang berasal dari limbah tekstil seperti zat warna azo).
Tujuan Penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui kemampuan maksimum pengolahan zat warna dan senyawa organik pada air limbah industri tekstil dengan metode Fotokimia UV-H202.
2) Untuk mengetahui kondisi optimum metode Fotokimia UV-F1202, yaitu besamya konsentrasi larutan H202 dan lamanya waktu penyinaran Ultra Violet yang diberikan untuk pengolahan zat wama dan senyawa organik pada air limbah industri tekstil.
Pengolahan air limbah dengan metode Fotokimia UV-H202 dapat menurunkan intensitas wama dan jumlah senyawa organik, dan semakin besar konsentrasi larutan H202 yang digunakan dan semakin lama waktu penyinaran sinar UV, semakin besar penurunan nilai intesitas warna, nilai COD dan BOD pads air limbah industri tekstil.
Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah Metode Eksperimental, yaitu dengan cara memvariasikan nilai variabel bebas untuk mencari variasi apa yang mempunyai kemampuan yang paling optimum.
Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat (dependen) adalah kemampuan pengolahan limbah, yang didapat dan selisih Konsentrasi Zat Varna sebelum dan sesudah pengolahan limbah cair, sedangkan yang merupakan variabel bebas (Independen) adalah konsentrasi larutan H202 yang digunakan di dalam pengolahan dan lamanya waktu penyinaran ultra violet pada pengolahan air limbah.
Data hasil analisis yang didapat pada penelitian ini berupa nilai Intensitas warna dan konsentrasi senyawa organik yaitu nilai BOD dan COD dari sampel air sebelum dilakukan pengolahan dan pada sampel air yang telah dilakukan pengolahan dengan metode Fotokimia UV-H202.
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran parameter-parameter yang telah disebutkan pada bagian terdahulu disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara deskriptif dan hubungan beberapa parameter menggunakan uji statistik sederhana untuk menentukan korelasi antara variasi konsentrasi larutan H202 dan variasi lama waktu penyinaran dengan data parameter kadar zat warna, BOD dan COD.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat membuktikan bahwa hipotesis penelitian yaitu: Pengolahan air limbah dengan metode Fotokimia UV-H202 dapat menurunkan intensitas warna dan senyawa organik pada air limbah industri tekstil, dapat diterima. Dan berdasarkan percobaan yang telah dilakukan jugs dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kemampuan pengolahan zat wama dan senyawa organik pada air limbah industri tekstii dengan metode fotokimia UV-H202 adalah sebagai berikut:
a. nilai intensitas warna, sebelum pengolahan nilai konsentrasi zat warna yang ada pada air limbah indusri tekstil sebesar 1.073,47 ppm Pt/Co dan setelah pengolahan menjadi sebesar 81,58 ppm Pt/Co atau mengalami penurunan sebesar 92,4%.
b. Nilai COD sebelum pengolahan sebesar 773.55 mg/l dan setelah pengolahan sebesar 140 mg/l atau mengalami penurunan sebesar 81,9%.
c. Nilai BOD5 pada air limbah sebelum pengolahan sebesar 584,6 mg/1 dan setelah mengalami pengolahan turun menjadi 42,1 mg/1, ini berarti nilai BOD5 mengalami penurunan sebesar 92,8%.
2. Kondisi pengolahan optimum yang didapat untuk pengolahan limbah dengan metode fotokimia UV-H202 adalah sebagai berikut:
a. Konsentrasi larutan H202 optimum pengolahan air limbah industri tekstil adalah sebesar 2000 ppm
b. Lama waktu penyinaran LTV optimum pada pengolahan air limbah industri tekstil adalah selama 6 jam.

Waste Processing with Photochemistry Method UV-H2O1 in Textile IndustryNowadays, development in Indonesia is undergoing very rapid growth. The situation is followed with more development and progresses in the industry section. The development and progress in the industry section will influence amount of liquid waste from industry based on quantity and quality. The waste is produced by industry has risk for environment impact, and currently environment impact will bring environment degradation becomes one of main prior problem on development, particularly for human. The industrial waste, especially liquid waste gives sufficient contribution toward water pollution, and it becomes high-risk condition. Water pollution can be main source for human contact with toxic chemical compound. This matter draws attention of related parties, considering that water is one of basic need of human being.
Through The rapid industrial development in Indonesia, at the same time will cause serious environment problem. The pollution is not only degrading environment quality but also can bring important impact for living creatures particularly human. Azo derivate as color substance is used for textile color can pollute water body. The colour substance from textile waste deposit into water able to spread surface of water body and hamper ultraviolet enters into waters. The decrease of ultraviolet penetrate into waters can cause the hamper of photosynthetic process of plant the waters to produce oxygen and it causes decreasing oxygen contents in the water and finally causes death of living creatures in the waters. Besides that, water body is polluted by textile waste is very hazardous if it is consumed by human for daily needs. Due to the several chemical compounds of textile industries have toxic character for living creatures can cause various diseases such as cancer and disfunction of organ and even can cause the mortality.
Besides having hazardous character for living creatures particularly to human, textile as waste pollution can reduce aesthetic value from water body, water body such as river or lake become not in comfortable condition because water is colored and even dark or pitch black. Aesthetic value of water body will also decrease with arising of outdoor such as ammoniac and hydrogen sulphide acid result from waste rotening by anaerobic bacteria because water body has minim oxygen content. The reduction or vanish of aesthetic value from water body will reduce economical value of water body itself, and it certainly create non-profit condition for community who stay in the surrounding area.
The chemistry compound which is generally present in textile industries waste is organic compound, this organic compound is generally azo compound color substance is used for textile coloring and dyeing. The content of organic substance in the waters can be measured with Chemical Oxygen Demand (COD) parameter or Biochemical Oxygen Demand (BOD) parameter. In order to observe color darkness is used color intensity measurement.
Nowadays, it is implemented the development of photochemistry method such as certain method to reduce organic compound with ultraviolet combine to chemical substance. This method is expected able to eliminate effectively and efficiently from the aspect of time, workers, and budget toward various kinds of organic compound, particularly organic compound comes from textile industry such as azo color substance.
The purpose of research:
1. To distinguish maximum capability of color substance and organic compound of the textile industries waste with photochemistry method UV-H202.
2. To distinguish the concentration of H202 and the maximum duration of UV radiation which give the maximum result of color and organic compound processing.
The research hypothesis are the photochemistry UV-H202 processing will reduce intensity of color and organic compound, the increasing of H2O3 concentration and the longer duration time of UV in waste processing will decrease the color intensity, COD, and BOD in textile industrial waste.
This research is using experimental method. This method is carried out the experiment to distinguish maximum capability of textile industry liquid waste with photochemistry method. This experiment is implemented through the variation of independence variable value to look for variation which has the most maximum capability.
In this research, the dependent variable is capability to process waste, is taken from reduce of color substance concentration before and after liquid waste processing, independent variable is H202 concentration which is used in processing and time duration of ultraviolet exposure.
The data of analysis data result consist of color intensity value and organic compound concentration in BOD and COD value from water sample before and after processing with photochemistry methods UV-H202.
The data are taken from parameters measurement has been explained in the previous chapter is performed in the form of tables, graphics and analyzed descriptively and the relation between several parameters by exercising with simple statistic test to determine correlation between variation of H202 concentration and variation time duration of UV radiation with color substance parameter, BOD and COD.
From the research results are proven the hypothesis; the photochemistry UV-H202 processing will reduce intensity of color and organic compound in textile industrial waste, can be accepted. Since then several conclusions are as follows :
1. Photochemistry method can accepted be utilized as alternative method for textile industrial waste processing, particularly in colour substances and organic compound in textile industrial waste. It can be shown from processing result:
a. the value of color intensity, before processing of color substance concentration in textile industry waste 1.073,47ppm Pt/Co and after processing 81,58 ppm Pt/Co or reduce by 92,4%.
b. COD value before processing 773.55 mg/l and after processing 140 mg/l or reduce by 81,9%
c. BOD value before processing 584,6 mg/l and after processing reduce 42,1 mg/l it means BOD value reduce by 92,8%
2. The optimum condition of Photochemistry UV-H202 method can be shown from processing result:
a. The concentration of H202 which give the maximum result of Photochemistry UV-H202 processing is 2000 ppm.
b. The time duration of UV radiation which gives the maximum result of Photochemistry UV-H202 processing is 6 hours."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Hendrawan
"DKI Jakarta dilintasi oleh 13 sungai besar dan beberapa sungai kecil serta 40 situ tersebar di 5 wilayah kota yang sangat potensial sebagai air permukaan untuk menunjang kehidupan manusia. Dengan pertumbuhan penduduk DKI yang pesat dan perkembangan pemanfaatannya, ada kecenderungan terjadinya perubahan pada kondisi dan kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta.
Kepadatan penduduk dapat mempengaruhi pencemaran lingkungan sungai dan situ. Hal ini dikaitkan dengan tingkat kesadaran penduduk dalam memelihara lingkungan yang sehat dan bersih. Pendugaan pencemaran perairan dapat dilakukan dengan melihat pengaruh polutan terhadap kehidupan organisme perairan dan lingkungannya. Unit penduga adanya pencemar tersebut diklasifikasikan dalam parameter fisika, kimia dan biologi. Dalam menetapkan kualitas air, parameter-parameter tersebut sebaiknya tidak berdiri sendiri tapi dapat ditrasformasikan dalam suatu nilai tunggal yang mewakili disebut sebagai Indeks Kualitas Air.
Hasil perhitungan terhadap nilai IKA menunjukkan bahwa 83 % sungai dan 79 % situ yang ada di DKI Jakarta ada dalam kategori buruk. Hal ini disebabkan tidak terpeliharanya sungai dan situ dengan baik, kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam upaya memelihara sungai dan situ.

Water Quality of Rivers and Ponds on DKI Jakarta. Thirteen big rivers, some small rivers, and 40 ponds spread over districts at Jakarta city are potential to support human being life. As the population is growing and the usage of stream water is increasing, the condition and quality of rivers and ponds are changing.
Crowd housing can affect rivers and ponds pollution, as the people awareness about clean and healthy environment is less. Stream water pollution assessment can be done by counting the effect of pollutant to life of stream water organisms. This assessment unit could be classified into physics, chemical, and biological parameter. To know the water quality, those parameters are transformed into one single value, that is Water Quality Index.
The calculation result of Water Quality Index value shows that 83 % of rivers and 79 % of ponds are bad. This condition is caused by less people and government awareness to maintain rivers and ponds."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Laili Sahwan
"Untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin dan mengurangi letupan di dalam mesin kendaraan bermotor, maka ke dalam bensin ditambahkan TEL (tetra ethyl lead), yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap negara. Di Indonesia, jumlah TEL yang ditambahkan ke dalam bensin Premium SB ataupun Premix sebanyak 1,5 ml per gallon. Penggunaan TEL dalam bensin ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Gas buang dari kendaraan bermotor merupakan sumber utama Pb di lingkungan.
Penggunaan bensin untuk 1,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 5,3 juta liter per hari dengan TEL yang ditambahkan sebanyak 2.088 liter (3.403 kg). Di dalam TEL tersebut, terdapat 2.182 kg Pb. Dari Pb yang dibakar, 75% akan dikeluarkan kembali, sehingga diperkirakan ada sejumlah 1.636 kg Pb per harinya akan diemisikan dari keseluruhan kendaraan bermotor di Jakarta.
Tingginya emisi Pb menyebabkan udara, pakan hijauan dan air minum ternak sapi perah, rawan untuk tercemar Pb. Jika hal tersebut benar, maka di dalam tubuh ternak akan terjadi akumulasi Pb, yang pada akhirnya sebagian dari Pb tersebut dikeluarkan kembali melalui air susu. Apabila kandungan Pb di air susu sapi perah melebihi ambang batas aman, maka air susu tersebut akan berpengaruh negatif bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Untuk kota Jakarta, kandungan Pb di udara pernah terdeteksi di atas ambang batas (0,06 mg/m3). Kandungan Pb di rumput dan dedaunan yang pernah dianalisa, nilainya di atas normal (2,5 ppm). Rata-rata kandungan Pb di air tanah sebesar 0,04 ppm. Sedangkan kandungan Pb di lingkungan peternakan sapi perah (udara, pakan hijauan dan air minum) serta di air susu sapi perah belum diketahui jumlahnya.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Mengetahui kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan lokasi peternakan terhadap kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah.
3. Mengetahui hubungan antara kandungan Pb di udara, pakan hijauan dan air minum dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah.
Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan, mulai tanggal 13 Mei sampai dengan tanggal 15 Agustus 1991 di 4 (empat) lokasi yaitu:
1. Jalan Industri, Kelurahan Gunung Sahari (lokasi I).
2. Kelurahan Kuningan Timur (lokasi II)
3. Sekitar Jalan Buncit Raya (lokasi III)
4. Kecamatan Jagakarsa (lokasi IV)
Pada setiap lokasi, dipilih secara acak 5 (lima) peternakan yang memiliki ternak sapi perah minimal 20 ekor, sehingga secara keseluruhan diperoleh 20 sampel peternakan. Terhadap 20 sampel tersebut, dilakukan pengukuran kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah. Data yang diperoleh dilakukan analisis statistik menggunakan analisis varian dan regresi berganda.
Hasil penelitian menyimpulkan:
1. Rata-rata kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah sudah cukup tinggi. Rata-rata kandungan Pb di udara terdeteksi sebesar 34,2 mikrogram/m3 (lokasi I), 45,8 mikrogram/m3 (lokasi II), 26,4 mikrogram/m3 (lokasi III) dan 16,8 mikrogram/m3 (lokasi IV). Rata-rata kandungan Pb di pakan hijauan terukur sebesar 20,49 ppm (lokasi I), 21,14 ppm (lokasi II), 17,75 ppm (lokasi III) dan 12,85 ppm (lokasi IV). Untuk air minum sapi perah rata-rata kandungan Pb-nya sebesar 0,09 ppm (lokasi I), 0,10 ppm (lokasi II), 0,08 ppm (lokasi III) dan 0,07 ppm (lokasi IV). Sedangkan di air susu sapi perah rata-rata kandungan Pb-nya tercatat 0,77 ppm (lokasi I), 1,03 ppm (lokasi II), 0,74 ppm (lokasi III) dan 0,37 ppm (lokasi IV).
2. Lokasi peternakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah. Hal ini berarti bahwa perbedaan lokasi peternakan dapat menyebabkan perbedaan pada kandungan Pb di udara, pakan hijauan, air minum dan air susu sapi perah dengan kecenderungan bahwa apabila lokasi peternakan semakin ke pusat kota, maka kandungan Pb-nya semakin tinggi.
3. Antara kandungan Pb di air minum dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah tidak ada hubungan yang nyata karena adanya multicollinearity, sedangkan kandungan Pb di udara dan pakan hijauan berhubungan nyata dengan kandungan Pb pada air susu sapi perah. Besarnya hubungan tersebut terlihat dari persamaan:
Y = - 0,698 + 0,018X1 + 0,041X2 + 0,221D3 + 0,232D4 (Y = kandungan Pb di air susu; X1 = kandungan Pb di udara; X2 kandungan Pb di pakan hijauan; D3 = variabel dummy lokasi III dan D4 = variabel dummy lokasi IV).
Mengingat sudah cukup tingginya kandungan Pb pada air susu sapi perah, maka upaya yang paling penting dilakukan untuk menurunkan kandungan Pb tersebut adalah menghilangkan kandungan TEL dalam bensin. Apabila upaya tersebut belum dapat dilakukan, maka upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah:
1. Lokasi peternakan sapi perah sebaiknya jauh dari jalan raya atau pusat kota.
2. Pakan hijauan sebaiknya diambil dari lokasi yang jauh dari jalan raya atau pusat kota.
3. Melakukan pencucian dengan air terhadap pakan hijauan yang diduga mengandung Pb tinggi.
4. Melakukan penambahan mineral Ca atau Mg pada makanan ternak, karena mineral tersebut dapat menekan penyerapan Pb oleh alat pencernakan.
5. Menggantikan sebagian pakan hijauan dengan makanan konsentrat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Tia Putri Octaviani Halim
"QUAL2K merupakan pemodelan numerik yang biasa digunakan untuk badan air permukaan. Model ini dinilai sederhana dengan hasil yang didapat cukup akurat. Walau cukup sederhana, variabel yang diperlukan untuk QUAL2K cukup banyak, sehingga pada umumnya parameter yang digunakan sudah bersifat default. Dimana hal ini menyebakan tidak diketahuinya sensitivitas atau seberapa berpengaruhnya suatu parameter terhadap objek studi. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan kualitas dan perubahan amonia, total nitrogen, BOD, dan DO pada Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir dengan aplikasi QUAL2K dan menganalisis hubungan antara sensitivitas parameter laju reaksi kinetik dan variabel input terhadap kualitas amonia, total nitrogen, BOD, dan DO pada Sungai Ciliwung. Metode yang digunakan untuk analisis pada penelitian ini adalah metode QUAL2K. Melalui simulasi pada kondisi eksisting, diketahui bahwa untuk konsentrasi amonia hanya segmen satu yang memenuhi baku mutu PP No.22 Tahun 2021. Seluruh segmen pada untuk parameter total nitrogen memenuhi baku mutu. Untuk konsentrasi dari BOD hanya segmen satu yang memenuhi baku mutu kelas IV. Dan terakhir untuk DO hanya ada segmen satu memenuhi baku mutu untuk kelas II, III, dan IV. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diketahui untuk amonia paling sensitif dengan konsentrasi amonia, debit diffuse source, koreksi temperatur reaerasi oksigen. Untuk total nitrogen paling sensitif dengan konsentrasi amonia, debit diffuse source, dan koreksi temperatur nitrifikasi amonia. BOD paling sensitif dengan koreksi temperatur CBOD Fast, konsentrasi BOD diffuse source, debit diffuse source. Parameter yang terakhir yaitu DO paling sensitif dengan koreksi temperatur reaerasi oksigen, air temperature, koreksi temperatur CBOD Fast. Sehingga berdasarkan analisis sensitivitas, parameter debit diffuse source dan koreksi temperatur paling sensitif terhadap seluruh parameter.

QUAL2K is a numerical model commonly used for surface water bodies. This model is regarded as being clear, and the outcomes are relatively accurate. Although QUAL2K is very basic, there are a number of variables that must be used, hence default values are typically used. Where this results in undetermined sensitivity or how important a parameter is to the study's subject. The purpose of this study is to use the QUAL2K application to simulate the quality and change of ammonia, total nitrogen, BOD, and DO in the Ciliwung River from upstream to downstream and to examine the relationship between the sensitivity of the kinetic reaction rate parameters and input variables on the quality of ammonia, total nitrogen, BOD, and DO on the Ciliwung River. The method used for analysis in this study is the QUAL2K method. Through simulations under existing conditions, from ammonia concentration only segment one meets PP No. 22 of 2021 quality standards. For the total nitrogen, all segments meet the quality standards. For the concentration of BOD, only segment one meets class IV quality standards. And finally, for DO there is only segment one that meets the quality standards for class II, III and IV. Based on the results of the sensitivity analysis, it is known that ammonia is most sensitive to ammonia concentration, diffuse source discharge, oxygen reaeration temperature correction. While for total nitrogen, the parameter is sensitive to ammonia concentration, diffuse source discharge, and ammonia nitrification temperature correction. For the next parameter which is BOD is sensitive the most to temperature correction CBOD Fast, diffuse source BOD concentration, diffuse source discharge. And the final parameter is DO that is sensitive to oxygen reareration temperature correction, air temperature, CBOD Fast temperature correction. Therefore, based on the study, diffuse source discharge and temperature correction will be the most dependent on water quality parameters."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurdati
"Rumah sakit merupakan salah satu sumber air buangan yang patut mendapat perhatian. Rumah sakit adalah suatu lingkungan yang merupakan sistim yang sangat komplek. Di dalam lingkungan rumah sakit yang semakin berkembang ternyata terdapat banyak permasalahan kesehatan lingkungan, apabila sejak sekarang tidak mulai dipikirkan aspek penyehatan lingkungannya.
Sanitasi rumah sakit memberikan perhatian pada hubungan antara kesehatan manusia dengan lingkungan rumah sakit. Salah satu dari sanitasi rumah sakit yang perlu mendapat perhatian adalah pembuangan limbah rumah sakit.
Limbah rumah sakit ada 2 macam, toksik dan non toksik. Limbah rumah sakit, khususnya limbah yang bersifat infectious dan toksik apabila tidak dikelola dengan baik akan memperbesar bahaya kesehatan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Sistim saluran pembuangan buangan cair dari rumah sakit PGI CIKINI ada 2 macam, yaitu semua kotoran cair ditampung dalam septic tank, sedang air kotor masuk ke saluran terbuka tanpa pengolahan terlebih dahulu dibuang ke badan air, hal ini jelas merupakan sumber pencemaran lingkungan.
Penelitian ini merupakan survey analitik, pengamatan cross sectional dengan pengambilan data primer. Data diambil dari pengambilan sampel air di 3 titik lokasi, yaitu bagian hulu outlet limbah, limbah rumah sakit, bagian hilir outlet limbah di badan air. Dalam penelitian ini digunakan analisa data dengan uji statistik ANOVA TWO WAY.
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dari parameter kualitas fisik, kimia, biologi badan air dan limbah yang diteliti, ada yang dapat dijadikan indikator determinant pencemaran limbah rumah sakit, yaitu: POD, COD. Ammonia, Chlorida, TSS, Kekeruhan, Coliform, dan Fecal Coliform. Dan dari hasil penelitian ini ternyata dapat diketahui bahwa badan air penerima bagian hulu, sebelum terkena limbah rumah sakit, kualitasnya sudah menurun, tidak sesuai lagi dengan baku mutu yang berlaku, yaitu baku mutu badan air golongan D.
Pada pengujian hipotesis, ternyata terbukti bahwa parameter tersebut, kadar dari effluen lebih besar dari pada kadar di badan .air, sehingga akan menambah beban pencemaran pada badan air penerima yang memang kualitasnya sudah menurun.
Hasil yang didapat ini hanya berlaku untuk rumah sakit PGI CIKINI, tidak bisa diberlakukan untuk rumah sakit lain yang berbeda kelas., aktifitas dan golongan badan air penerimanya.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>