Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23320 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kemiskinan energi di Indonesia cukup memprihatinkan dengan 82 juta populasi tanpa akses listrik dan 124 juta populasi yang masih menggunakan kayu bakar untuk kepentingan memasak. Kemiskinan energi ini tidak bisa dibiarkan karena akan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar terhadap kerusakan lingkungan hutan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan energi adalah dengan pemanfaatan potensi sumber-sumber energi terbarukan. Potensi energi terbarukan sangat berlimpah di Indonesia. Umumnya keterdapatannya justru banyak di wilayah pedesaan. Namun tidak semua potensi tepat untuk dikembangkan di wilayah pedesaan mengingat besaran investasi dan tingkat kesulitan teknologinya. Potensi-potensi energy terbarukan yang ideal untuk dikembangkan di Indonesia adalah pembangunan Solar Home System (SHS) untuk memberikan akses listrik dan pembudidayaan jarak pagar untuk penyediaan bahan bakar memasak. Anggaran biaya yang diperlukan untuk menyediakan sarana/prasarana untuk program pengentasan kemiskinan energy ini berkisar $ 13,2 Milyar. Pengembangan kelembagaan desa mandiri energi diharapkan dapat mempercepat serta mereduksi biaya pengentasan kemiskinan energi."
330 ASCSM 19 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nasywa Ayasha Faydra
"Dalam beberapa dekade terakhir, fokus global semakin bergeser ke arah penanganan perubahan iklim dan promosi pembangunan berkelanjutan, dengan demikian memperkuat diskusi tentang energi terbarukan. Energi terbarukan, yang berasal dari sumber daya yang terus-menerus terisi secara alami, menawarkan solusi penting. Namun, transisi ke energi terbarukan melibatkan dimensi ekonomi, politik, dan lingkungan yang kompleks. Sebagai upaya untuk memahaminya, penulis melakukan tinjauan pustaka sistematis untuk memetakan 28 literatur energi terbarukan dalam ekonomi politik internasional. Penulis melakukan pemetaan dengan metode taksonomi, mengeksplorasi tema dinamika global energi terbarukan, komponen utama transisi energi global, implikasi energi terbarukan bagi IPE, serta peluang dan tantangan yang dihadapinya. Berdasarkan tinjauan literatur, penulis menemukan bahwa bahasan energi terbarukan didominasi oleh pakar Barat dan perspektif liberalisme. Tulisan ini juga menunjukan bahwa transisi energi terbarukan bukan hanya sebuah perubahan teknis, tetapi juga transformasi ekonomi dan politik yang mendalam. Adapun tinjauan literatur ini menemukan celah penelitian dan rekomendasikan sejumlah agenda untuk penulisan lanjutan.

In recent decades, the global focus has increasingly shifted towards addressing climate change and promoting sustainable development, thereby intensifying the discussion on renewable energy. Renewable energy, sourced from naturally replenished resources, offers a crucial solution. However, the transition to renewable energy involves complex economic, political, and environmental dimensions. In an effort to understand these complexities, I conducted a systematic literature review to map the renewable energy literature within the field of international political economy. I conducted a mapping using taxonomy method, exploring themes of global dynamics of renewable energy, key components of global energy transition, implications of renewable energy for International Political Economy (IPE), as well as opportunities and challenges it faces. Based on the literature review, I found that discussions on renewable energy are dominated by Western experts and liberal perspectives. This study also shows that the transition to renewable energy is not just a technical change but a profound economic and political transformation. The literature review identified research gaps and recommended several agendas for further researches.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Chasanah
"Perubahan struktur ekonomi di Indonesia dari pertanian ke industri serta meningkatnya aktivitas ekonomi diberbagai sektor sangat mempengaruhi laju peningkatan konsumsi energi di sektor industri dan transportas, termasuk sektor rumah tangga. Selama ini, 90% kebutuhan energi dipenuhi melalui eksploitasi sumber daya energi yang tidak terbarukan, dan setengahnya berasal dari minyak bumi.
Peningkatan konsumsi energi yang semakin tinggi, mendorong bangsa Indonesia untuk tetap menjaga keseimbangan antara pasokan dan cadangan energi nasional dengan laju permintaan terhadap energi itu sendiri. Apabila terjadi kelidakseimbangan antara cadangan dan laju permintaan, cadangan energi akan terkuras habis dengan cepat.
Dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi Nasional, peranan atau kegiatan diversifikasi energi menjadi sangat penting. Diversifikasi energi diarahkan untuk penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan, dalam rangka optimasi penyediaan energi nasional yang paling ekonomis dan untuk mengurangi laju pengurasan sumber daya hidrokarbon untuk secara nasional mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya (maximum net benefit) sehingga pembangunan berkelanjutan dapat terlaksana.
Indonesia masih memiliki potensi/sumber daya yang belum banyak dikembangkan untuk menghasilkan energi (energi surya, tenaga air, tenaga angina, panas bumi, biomassa, hingga berbagai bentuk energi samudra). Sumber energi ini disebut sumber Energi Terbarukan (ET) karena sifat persediaannya yang tidak terbatas atau tidak habis. ET dari segi lingkungan sangat ramah. Hampir semua ET tidak menghasilkan gas rumah kaca (GRK) bila dikonversikan ke bentuk energi lain, kalau ada yang menghasilkan kadarnya jauh lebih kecil dibanding energi fosil.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk melihat kondisi kebijakan ET serta implementasi di lapangan: (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan ET: serta (3) Untuk mencari masukan atau strategi yang dapat digunakan untuk optimasi pengembangan dan pemanfaatan ET.
Penelitian ini dipandu dengan hipotesis kerja bahwa: Kepemimpinan yang berpihak pada ET serta aturan ET yang jelas mempunyai pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan ET di lapangan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, melalui survey, dengan pengambilan sampel purposif berdasarkan pada keahlian (expert), keterlibatan (involvement), pengalaman (experience) serta dapat dipercaya (accountable), dimana peneliti melibatkan 30 orang termasuk 11 ahli dibidang energi, sebagai responden / nara sumber yang mewakili golongan: DPR, LSM, Investor, Pemerintah, Masyarakat / Assossiasi. dan Akademisi. Penentuan responden dilakukan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya (Depok. Tangerang, Bogor dan Bandung).
Penelilian ini menggunakan teknik kuesioner secara terstruktur dan tertutup, untuk melihat kondisi kebijakan dan implemenlasi ET di lapangan. Penelitian ini juga dilakukan melalui wawancara terbuka untuk menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan upaya pengembangan dan pemanfaatan E disamping tetap mcngacu pada studi pustaka, untuk menjawab pertanyaan tentang strategi kebijakan yang dianggap paling efektif untuk optimasi pengembangan dan peralatan ET, kuesioner tersusun berdasarkan metode AHP yang terdiri dari 3 (tiga) hirarki, yaitu manfaat, sasaran, serta alternatif kebijakan ET.
Untuk melihat kondisi kebijakan dan implementasi ET, penulis menggunakan teknik analisis kuantitatif kualitatif, sedangkan untuk mencari strategi optimasi dalam pengembangan dan pemanfaatan ET, penulis menggunakan teknik analisis data melalui pendekatan Proses Analisis Hirarki (Analytical Hierarchs Process / AHP) dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice Versi 9,
Hasil dari penelitian menyimpulkan sebagai berikut:
1. Kondisi Kebijakan dan implementasi ET saat ini adalah:
(a) Secara keseluruhan baik kebijakan maupun implementasi energi angin "tidak memuaskan": (b) Kebijakan energi dan implementasi surya secara umum "tidak memuaskan"; (c) Beberapa kebijakan dan implementasi energi air mempunyai kategori tertinggi "cukup": (d) Untuk semua kebijakan dan implementasi energi biomass mempunyai kategori tertinggi "tidak memuaskan": (e) Kebijakan energi panas bumi mempunyai kategori yang bervariasi, walaupun masih didominasi oleh kategori ?tidak memuaskan?. sedangkan implementasi secara keseluruhan "cukup" kecuali untuk keterlibatan masyarakat "tidak memuaskan".
Dalam hal kinerja institusi 54% responden menyatakan "tidak memuaskan" dan 3% menyatakan "memuaskan". Koordinasi antar instansi terkait, 50% responden menyatakan koordinasi tersebut "tidak memuaskan" dan 3% menyatakan "sangat memuaskan". Untuk level kebijakan, 53% responden menyatakan bahwa ET seharusnya diatur dalam bentuk UU. 30% melalui PP, masing-masing 7% melalui Kepmen dan Keppres: serta 3% melalui ketentuan lain.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan dan pemanfaatan ET adalah: regulasi/peraturan, harga energi, implementasi, financial, pajak / fiscal, insentif, serta kerjasama antar stakeholder.
3, Optimasi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi terbarukan
a. Analisis Hasil Simulasi AHP: berdasarkan pada manfaat maka, manfaat ekonomi memiliki nilai tertinggi (53%): manfaat ekologi (33%); serta manfaat sosial (14%). Untuk manfaat Ekonomi, strategi yang paling relevan untuk dilaksanakan adalah pemanfaatan ET di lokasi setempat (energi lokal) dengan nilai 56%: konservasi energi (32%); dan program langit biru (12%). Untuk Manfaat Ekologi, strategi yang dapat diharapkan adalah pemerataan energi (67%: investasi (23%): dan eksternalitas (10%). Sedangkan manfaat social strategi yang perlu diperhatikan adalah kepemimpinan (65%): manajemen (23%); serta kelembagaan (12%).
b. Rekomendasi Kebijakan: secara keseluruhan alternatif kebijakan yang diharapkan dapat mendukung upaya optimasi pengembangun dan pemanfaatan ET, adalah: (1) Kebijakan Harga Energi: (2) Pengembangan Kapasitas: (3) Standarisasi dan Sertifikasi.

Energy Policy within the Framework of Renewable Energy Development and Utilization Transformation of Indonesia's economic structure from agriculture to industry and improvement of economic activities al the various sectors has the consequence to the increasing of energy consumption at the industry, transportation and household sectors. All this time, 90% of energy demands have been complied with exploitation of non renewable energy resources and hailer it comes from petroleum.
The intensity of energy consumption enormously needs to serious action to keep harmonizing between stock & supply of- the national energy and demand or energy. If any unbalancing between stock and speed of demand. it will lead to energy resources depletion promptly. Therefore, the role of energy diversification activities to meet national energy demand will be important things.
Energy diversification is aimed to diversify and expand energy utilization both renewable and non renewable, in the framework of optimizing the national energy supply economically and to reduce hydrocarbon depletion for national maximum net benefit, hence the sustainable development will be performed.
Indonesia has potentially resources that have not developed yet to generate the energy, i.e. solar, Hydro, wind, geothermal, biomass and ocean (thermal and wave). They are identified as renewable energy (RE) resources, because or their characteristics are unlimited and environmental friendly. All of RE resource almost not produce green house gas (GHG) if converted to other type of energy (if any the content of GHG is lower than fossil fuel).
The objectives of research are: (1) to look into the description between polio: and implementation of RE, (2) to find out the elements which being consideration and success factors for development and utilization of RE: and (3) to find out inputs or strategy for optimizing development and utilization of RE.
This research is guided by hypothesis: strong commitment of the Government of Indonesia (GOI) and well-defined of rule of RE have the strong influence to he success factors in the implementation of RE.
Method of this research is descriptive by survey, with purposive sampling bused on expertise, involvement, experience and accountability. This research engaged 30 respondents as resource persons including 11 experts in energy issues and represents of: House of Representative, Non Governmental Organization, Investor, Government, Community/Association, and Academic. This research was held on around of Jakarta (DKI Jakarta- Depok- Tangerang. Bogor clan Bandung),
This research carried out by closed and structured questioner. to obtain description between policy and implementation of RE. This research has confirmed to the potential experts and desk study to answer the factors «hick influenced successful of RE development and utilization. To answer the most effective policy strategy for optimizing RE development and utilization. the questioner composed based on Analytical Hierarchy Process (AHP) method which contain of 3 (tree) hierarchies (benefits, strategies, objectives, and alternatives of RE policy).
Quantitative & qualitative analysis used to obtain description between RE policy and implementation. Analytical Hierarchy Process software version 9 is used to obtain the strategy for optimizing of RE development and implementation.
The conclusions of research are:
1. Description between policy and implementation of RE for the time being are: (a) Wind energy policy & implementation are dominated by "unsatisfied"; (b) Solar energy policy & implementation are "unsatisfied" in general; (c) Policy & implementation of hydro is "sufficient" as a highest category for several issues. Policy for hydro have been supported relatively (Ministerial Degree No. 064.k/40/M.PE/1998); (d) Policy & implementation for biomass energy have a highest category "unsatisfied" for all aspects: (e) Geothermal policy has variant category even though still dominated by "unsatisfied". Policy for geothermal is the most advances among RE policies (Presidential Degree No. 76/2000). This policy has been influenced its implementation, where the geothermal is the one of RE in progress "sufficient'".
Based on respondents: (a) The performance of the Agency of National Energy Coordination (BAKOREN) is 54% "unsatisfied" and 3% for "satisfied": (b) Coordination inter institution related is 50% "unsatisfied" and 3% "very satisfied": (c) Policy level for RE is 53% stated that RE should be regulated in the Act form, 30% in the Governmental Regulation. 7% in the Ministerial Decree, and in the Presidential Decree and others regulation is 3% for others regulation.
2. The factors which influence successful of RE development and implementation are:-regulation; price of energy, implementation: financial aspect: tax/fiscal; incentives: and coordination among stakeholder.
3. The optimizing of RE development and utilization
a. The output of AHP simulation: based on benefits are: economic benefit has a highest value (53%): ecology benefit (33%): and social benefit (14%). Strategies for economic benefit which most relevant to be implemented is utilization of RI= at the local area (energy local) (56%); energy conservation (32%): and blue sky program (12%). Strategies for ecology benefit which could he applied are energy distribution (67%): investment (23%): and externalities (10%i. Strategies for social benefit that need to pay attention are leadership (65%); management (23%): and institution (12%).
b. Alternative Recommendation: policy alternatives that expected to support optimizing RE development and utilization in general are: (1) Policy of energy price: (2) Policy liar capacity building: (3) Standardizes and Certification Policy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wahyu Andhika Gayatri
"[ABSTRAK
Tiongkok merupakan penghasil dan pengguna batu bara terbesar di dunia. Banyaknya penggunaan batu bara menggiring Tiongkok pada krisis energi. Terjadinya krisis energi serta merebaknya dampak buruk energi berbahan bakar batu bara terhadap lingkungan membuat pemerintah Tiongkok mulai menaruh perhatian khusus pada energi terbarukan. Tujuan penulisan makalah ini adalah memberi gambaran umum tentang kebijakan energi terbarukan di Tiongkok, mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi kebijakan sumber daya energi terbarukan di Tiongkok selama kurun waktu 1996−2010, dan memaparkan programprogram yang dijalankan pemerintah Tiongkok terkait penerapan kebijakan sumber energi terbarukan. Tiongkok saat ini menjadi penghasil energi terbarukan terbesar di dunia. Pemerintah Tiongkok menunjukkan keseriusan untuk terus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih ramah lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

ABSTRACT
China is the largest coal producer and consumer in the world. The large amount of coal usage leads China to an energy crisis. The Energy crisis and negative excess of coal based energy towards the environment have made the Chinese government pay more attention to renewable energy. The goals of this research are to explain China?s renewable energy policy in general; to describe the backgrounds of China renewable energy policy in 1996-2010, and to explain the Chinese government?s programs that are related to renewable energy policy. The government of China shows its serious commitment by constantly developing and implementing environmental friendly policies for a sustainable future. , China is the largest coal producer and consumer in the world. The large amount of coal usage leads China to an energy crisis. The Energy crisis and negative excess of coal based energy towards the environment have made the Chinese government pay more attention to renewable energy. The goals of this research are to explain China’s renewable energy policy in general; to describe the backgrounds of China renewable energy policy in 1996-2010, and to explain the Chinese government’s programs that are related to renewable energy policy. The government of China shows its serious commitment by constantly developing and implementing environmental friendly policies for a sustainable future. ]"
2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadeta Giovana Nera De Marsela
"Manggarai Barat adalah kabupaten dengan bentuk kepulauan di Indonesia. Sistem kelistrikan yang ada pada Kabupaten tersebut masih didomunasi oleh pembangkit berbahan bakar fosil. Tujuan studi ini adalah melakukan desain sistem kelistrikan berbasis energi terbarukan hibrida yang terdiri atas Solar PV, angin, panas bumi, dan BESS. Kebutuhan energi listrik akan mencakup sektor residensial, komersial, desalinasi, dan kendaraan listrik. Optimisasi dilakukan dengan piranti lunak HOMER untuk memperoleh Net Present Cost paling rendah tanpa dan dengan adanya skenario interkoneksi untuk 3 pulau. Hasil untuk skenario non interkoneksi menghasilkan NPC sebesar 282,644,479.06 USD dengan sistem kelistrikan hibrida berupa 39.93 MW Solar PV, 56 MW turbin angin, 28.3 MWh BESS, dan impor listrik sebesar 29,194,37MWh panas bumi dari grid (per tahun). Skenario dengan interkoneksi mengasilkan NPC yang lebih tinggi dibandingkan skenario tanpa interkoneksi (299,770,404.04 USD) dengan bauran pembangkit 29.35 MW Solar PV, 59.2 MW turbin angin, 50 MWh BESS, dan impor listrik sebesar 26,566.59 MWh panas bumi dari grid (per tahun). Skenario non-interkoneksi menjadi opsi dengan biaya yang lebih rendah, namun masih relatif tinggi terhadap tarif tenaga listrik yang ada di Indonesia.

West Manggarai is a multi-island regency in east Indonesia. The existing electricity system is still dominated by fossil based-power systems. The aim of the study is to design 100% Hybrid Renewable Energy System of Solar PV, wind, geothermal, and BESS. The electricity demand covers residential, commercial, desalination, and electric vehicle. Optimization is conducted by using HOMER software with the objective function to obtain the lowest Net Present Cost (NPC) in 2025 with and without an interconnection scenario among the three main islands. The result of hybrid system for the nointerconnection scenario has the lowest NPC of 282,644,479.06 USD with 39.93 MW Solar PV, 56 MW Wind power, 28.3 MWh BESS, 29,194,37MWh of of net import from geothermal grid and also 14.02 MW inverter. The interconnection scenario has a higher NPC of 299,770,404 USD with 29.35 MW Solar PV, 59.2 MW Wind power, 50 MWh BESS, 26,566.59 MWh geothermal grid net (yearly), and also 35 MW inverter. No Interconnection scenario prived lower cost, but the tariff is still higher than the existing regulated electricity tariff in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rumi Djalil
"Pemenuhan kebutuhan energi masyarakat sangat penting bagi tiap negara. Hal ini karena pemenuhan energi sangat berkaitan erat dengan perekonomian suatu negara. Indonesia selama ini cenderung menggantungkan pemenuhan sebagian besar energinya dari minyak bumi. Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 telah memukul perekonomian Indonesia yang bergantung pada minyak bumi. Akibat dari keadaan tersebut membuat subsidi membengkak sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga Bahan Bakar Minyak. Pada sisi lain, produksi minyak Indonesia terus menurun dan konsumsi meningkat. Untuk mengatasi permasalahan ini di masa depan, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Substansi dari Perpres ini adalah mendeversifikasi pemenuhan energi agar tidak lagi bergantung dari minyak bumi secara bertahap hingga tahun 2025. Salah satu sumber energi yang diharapkan dapat berperan adalah Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang diharapkan dapat memenuhi 5 persen dari kebutuhan energi nasional. Tulisan ini membahas mengenai upaya pemerintah dalam mengimplementasikan target biofuel dalam Perpres Kebijakan Energi Nasional. Tulisan ini memuat mengenai kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah baik yang mendukung maupun yang menghalangi implementasi Perpres tersebut terutama di bidang biofuel. Metode penelitian dalam tulisan ini dilakukan secara normatif yuridis dengan sifat penelitian yang deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder. Tulisan ini menemukan bahwa pemerintah telah cukup banyak membuat kebijakan yang mendukung implementasi pemanfaatan biofuel sesuai target dalam Perpres Kebijakan Energi Nasional. Akan tetapi, masih diperlukan berbagai perbaikan dan perubahan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah agar target Perpres dapat tercapai sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan.

Pemenuhan kebutuhan energi masyarakat sangat penting bagi tiap negara. Hal ini karena pemenuhan energi sangat berkaitan erat dengan perekonomian suatu negara. Indonesia selama ini cenderung menggantungkan pemenuhan sebagian besar energinya dari minyak bumi. Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 telah memukul perekonomian Indonesia yang bergantung pada minyak bumi. Akibat dari keadaan tersebut membuat subsidi membengkak sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga Bahan Bakar Minyak. Pada sisi lain, produksi minyak Indonesia terus menurun dan konsumsi meningkat. Untuk mengatasi permasalahan ini di masa depan, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Substansi dari Perpres ini adalah mendeversifikasi pemenuhan energi agar tidak lagi bergantung dari minyak bumi secara bertahap hingga tahun 2025. Salah satu sumber energi yang diharapkan dapat berperan adalah Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang diharapkan dapat memenuhi 5 persen dari kebutuhan energi nasional. Tulisan ini membahas mengenai upaya pemerintah dalam mengimplementasikan target biofuel dalam Perpres Kebijakan Energi Nasional. Tulisan ini memuat mengenai kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah baik yang mendukung maupun yang menghalangi implementasi Perpres tersebut terutama di bidang biofuel. Metode penelitian dalam tulisan ini dilakukan secara normatif yuridis dengan sifat penelitian yang deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder. Tulisan ini menemukan bahwa pemerintah telah cukup banyak membuat kebijakan yang mendukung implementasi pemanfaatan biofuel sesuai target dalam Perpres Kebijakan Energi Nasional. Akan tetapi, masih diperlukan berbagai perbaikan dan perubahan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah agar target Perpres dapat tercapai sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24648
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Nurul Hidayah
"ABSTRAK
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan terkait energi nasional dengan menargetkan bauran EBT sebesar 23% pada 2025 mendatang dan 31% pada tahun 2030. Guna mencapai target tersebut, pemerintah telah mengambil langkah utama yang salah satunya dengan menambah penyediaan akses energi modern di perdesaan. Upaya tersebut juga bertujuan untuk mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi dan akses infrastruktur energi. Walaupun implementasi dari program elektrifikasi tersebut bersifat aktif, namun hanya beberapa unit penghasil listrik yang dapat beroperasi dikarenakan rusak, diabaikan, atau bahkan keberadaan teknologi tersebut belum diperhatikan sama sekali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa keberlanjutan program elektrifikasi pedesaan yang sudah dilakukan di Indonesia dan mengembangkan kerangka dan strategi program elektrifikasi pedesaan yang berkelanjutan. Dalam mencapai tujuan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah peneltian kualitatif dengan menggunakan data sekunder yaitu video dan berita online. Analisa konten kualitatif dan kuantitatif dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui sudah sejauh mana performa keberlanjutan program
elektrifikasi, dan variabel keberlanjutan apa saja yang paling ditekankan pada data. Hasil menunjukkan bahwa dari 20 program elektrifikasi perdesaan di wilayah Indonesia, mayoritas sudah memiliki performa keberlanjutan yang baik. Permintaan listrik masyarakat dapat terpenuhi, listrik telah digunakan untuk kegiatan perekonomian warga,
memberikan peluang anak-anak untuk dapat belajar dan membantu warga desa dalam beraktivitas khususnay di malam hari. Meskipun demikian, permasalahan teknis merupakan isu yang paling banyak dilaporkan pada beberapa wilayah. Pengembangan kerangka elektrifikasi pedesaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan indikatorindikator yang penting dan ditekankan guna mencapai keberlanjutan. Indikator keberlanjutan teknis yaitu layanan listrik dapat diandalkan, sistem terpelihara dengan baik, kepuasan pengguna terhadap sistem EBT. Keberlanjutan ekonomi khususnya pangsa listrik yang digunakan untuk kegiatan perekonomian, keterjangkauan layanan, terpenuhinya biaya operasi dan pemeliharaan. Keberlanjutan sosial, adanya subsidi, pinajman atau hibah yang ditawarkan, bertambahnya waktu pembelajaran di rumah, berkurangnya kerepotan pengguna, pemerataan manfaat listrik, dan peningkatan telekomunikasi. Keberlanjutan lingkungan khususnya listrik dari pembangkit telah menggantukan sumber energi lainnya. Keberlanjutan institusional berfokus pada partisipasi pemangku kepentingan dan masyarakat setempat.

ABSTRACT
The Indonesian government has made a policy related to national energy by targeting the renewable energy mix by 23% in the coming 2025 and 31% in 2030. To achieve this target, the government has taken the main steps, one of which is by increasing the provision of access to modern energy in rural areas. The effort also aims to accelerate the increase in electrification ratios and access to energy infrastructure. Although the implementation of the electrification program is considered active, only a few electricitygenerating units can operate due to damage, neglect, or even the existence of the technology that has not been considered at all. The purpose of this study is to analyze the sustainability of rural electrification programs that have been carried out in Indonesia and develop a framework for sustainable rural electrification programs. In achieving these objectives, the research method used is qualitative research using secondary data, namely video and online news. Qualitative and quantitative content analysis is carried out in advance to find out the extent to which the electrification program's sustainability performance is, and what sustainability variables are most emphasized in the data. The results show that, out of the 20 rural electrification programs in the territory of Indonesia, the majority already have good sustainability performance. The demand for community electricity can be fulfilled, electricity has been used for rural dwellers' economic activities, providing opportunities for children to be able to learn and help villagers doing
activities at night. Nevertheless, technical issues are the most widely reported issues in several rural regions. The development of the rural electrification framework can be carried out by considering important and emphasized indicators to achieve sustainability. Indicators of technical sustainability are reliability of electricity service, well maintained system, and user satisfaction with the adapted technology. Economic sustainability is emphasized in the share of electricity used for economic activities, affordability of the service, and fulfilled operational and maintenance costs. Social sustainability consists of
the existence of subsidies, loans or grants offered, increased learning time at home, reduced user inconvenience, equitable distribution of electricity benefits, and telecommunications improvements. Environmental sustainability focuses on electricity from plants has replaced other energy sources while institutional sustainability on the
participation of stakeholders and local communities."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiurma Melissa Rakhel
"Negara-negara membutuhkan sejumlah besar energi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Seperti disebutkan oleh Administrasi Informasi Energi AS, total konsumsi energi dunia diperkirakan akan meningkat dari 575 kuadriliun Btu pada 2015 menjadi 736 kuadriliun Btu pada 2040, atau meningkat 28% (IEO 2017).Namun, terbatasnya sumber daya energi tak terbarukan, dan konsumsi dengan jenis energi tersebut menyebabkan permasalahan lingkungan yang paling utama di dunia. Untuk menyeimbangkan antara kebutuhan energi dengan masalah lingkungan, menggunakan energi terbarukan adalah salah satu pilihan terbaik bagi banyak negara. Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas hubungan jangka panjang konsumsi energi terbarukan dengan output, emisi polutan dan perdagangan internasional. Studi ini menggunakan teknik kointegrasi panel dengan metode PMG-ARDL, untuk membandingkan sekelompok negara berkembang dengan sekelompok negara maju.
Studi ini menunjukkan bahwa konsumsi energi terbarukan berhubungan positif dengan PDB riil per kapita dan perdagangan internasional pada negara-negara berkembang dan negara-negara maju, sementara itu berhubungan negatif dengan CO2 per kapita dengan skala besar. Hasil ini menunjukkan bahwa perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi akan mendorong konsumsi energi terbarukan dalam jangka panjang. Namun, apakah peningkatan dalam persentase energi terbarukan yang dikonsumsi akan menyelesaikan masalah lingkungan sangat tergantung pada lintasan emisi CO2 dimasa mendatang seiring dengan perkembangan ekonomi.
Secara keseluruhan, analisis empiris dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan internasional mengarah pada promosi konsumsi energi terbarukan sebagai hubungan jangka panjang. Ini berarti bahwa, di masa depan, pembangunan ekonomi bersama dengan perdagangan internasional dan kemajuan teknologi lingkungan diharapkan dapat memudahkan dan mendorong konsumsi energi terbarukan di setiap negara. Oleh karena itu, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mendukung pertumbuhan yang signifikan dan pengembangan energi terbarukan selaras dengan pertumbuhan ekonomi negara dengan cara yang konsisten sesuai dengan tingkat pembangunan negara tersebut.

Countries require large amounts of energy for continuous economic growth. As mentioned by the US Energy Information Administration, total world energy consumption is expected to increase from 575 quadrillion Btu in 2015 to 736 quadrillion Btu in 2040, or an increase of 28% (IEO 2017). However, resources of non-renewable energy are limited, and energy consumption is known to worsen major environmental problems in the world. To reach a balance between energy needs and environmental problems, using renewable energy is one of the best options for many countries. Given this state of affairs, this study addresses the long-term relationship of renewable energy consumption with respect to output, pollutant emissions and international trade. It uses a panel cointegration technique, along with the Pooled-Mean Group Auto Regressive Distributed Lag (PMG-ARDL) method, to compare a group of emerging countries with a group of developed countries.
The study shows that the consumption of renewable energy is positively related to real GDP per capita and international trade for both emerging countries and developed countries, while it is negatively associated with CO2 per capita with a large magnitude. This result suggests that international trade and economic growth will promote the consumption of renewable energy in the long-run future. However, whether an increase in the percentage of renewable energy consumed solves the environmental problems depends a great deal on the future trajectory of CO2 emissions along with economic development.
Overall, the empirical analysis in the present study demonstrates that international trade leads to the promotion of the consumption of renewable energy as a long-run relationship. It means that, in the future, economic development along with international trade and advances in environmental technology are expected to further facilitate and promote the consumption of renewable energy in every country. However, governments should issue policies to support significant growth and development of renewable energy along with the economic growth of the country in a manner consistent with the countrys level of development.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T55125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai limbah padat di industri minyak kelapa sawit belum dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk membangkitkan listrik. Sudah sangat dimaklumi bahwa pemakaian limbah padat (biomassa) sebagai sumber energi adalah bagian dari skema Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) karena dapat
mereduksi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara langsung dan dapat memberikan kontribusi langsung terhadap pembangunan berkelanjutan. Pemanfaatan TKKS sebagai sumber energi sangat potensial untuk diimplementasikan di Aceh karena provinsi ini memiliki 25 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) saat sekarang yang aktif memproduksi sekitar 870.000 ton TKKS per tahun. Studi ini diarahkan untuk me
ngevaluasi potensi listrik dari TKKS secara teoritik dengan
menggunakan data primer (data survei) dan data sekunder. Potensi TKKS dan jumlah listrik yang dapat diproduksi dari TKKS tersebut masing-masing diestimasi menggunakan data primer dan skenario pembakaran langsung. Metode perhitungan untuk reduksi emisi yang diperoleh dilakukan dengan AMS-I.D: Pembangkitan listrik dari energi
terbarukan untuk dimasukkan ke grid dan AMS-III.E: Pencegahan emisi metana dari penumpukan biomassa di tempat pembuangan limbah padat. Hasil dari investigasi ini menunjukkan bahwa konsumsi energi untuk 25 PKS adalah sebesar 45 GW(e)h per tahun. Jumlah energi/listrik yang mungkin diproduksi dengan memanfaatkan 75% potensi TKKS adalah 1,047 GWh per tahun; sehingga reduksi emisi GRK mencapai 171,232.21 tCO2e per tahun.

Abstract
Empty Fruit Bunch (EFB) as a solid waste in Crude Palm Oil (CPO) industry does not utilized yet as an alternative energy source to generate electricity. It is well known that use of solid wate (biomass) as an energy source is part of the Clean Development Mechanism (CDM) scheme due to direct reduction of Green House Gases (GHGs) emission and provide a direct contribution to sustainable development. Utilization of EFB as a source of energy is very potential to be implemented in Aceh since this province has 25 CPO Mills at the moment which actively produce about 870,000 ton EFB per year. This study is subjected to evaluate the potency of electricity from EFB theoretically by using primary data (survey data) and secondary data. Potency of EFB and number of electricity produced from that EFB are estimated using primary data and direct combustion scenario, respectively. Calculation methods for emission reduction acieved
are done by AMS-I.D: Renewable electricity generation to the grid and AMS-III.E: Methane emissions avoided from dumping at a solid waste disposal site. The result of this investigation shows that energy consumption in 25 CPO Mills is 45 GW(e)h per year. Evidently, the number of energy/electricity which is potential to be produced by using 75% EFB is 1,047 GWh per year; so that the GHGs emission reduction up to 171,232.21 tCO 2 e per year."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Fakultas Teknik], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>