Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengembangan fasilitas di Kecamatan Cibinong serta menganalisis peran Kecamatan Cibinong sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor dan struktur perubahan tenaga kerja di Kecamatan Cibinong. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Kabupaten Bogor dan BAPPEDA dengan menggunakan data tahun 2005 dan PODES 2011, data dari penduduk sensus 2000 dan 2010. analisis kuantitatif dalam penelitian ini adalah Scalogram Analisis, tenaga kerja transformasi dan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor tertinggi fasilitas berada di Kecamatan Cibinong. Kecamatan Cibinong sebagai pusat pertumbuhan pembangunan ekonomi di Kabupaten Bogor (hirarki I). Struktur tenaga kerja di Kecamatan Cibinong berubah dari dominan di sektor pertanian dengan sektor manufaktur dan jasa."
JOMUT 10:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Rosita Budiono
"Pertumbuhan penduduk dan perkembangan bidang industri di Indonesia menjadikannya negara yang berkontribusi besar pada jejak karbon secara global. Mitigasi terhadap perubahan iklim harus dilakukan. Salah satunya dengan mengurangi jejak karbon dari sektor rumah tangga. Pada penelitian ini dianalisis rata-rata jejak karbon rumah tangga, sumber aktivitas pendorong, faktor yang mempengaruhi, dan rekomendasi untuk mengurangi jejak karbon dari Kecamatan Cibinong. Pengumpulan data primer didapatkan melalui kuesioner dan wawancara. Dilakukan pada Maret 2022 ketika diterapkan PPKM level 2 dengan teknik kombinasi simple random sampling dan purposive sampling. Dari data yang dikumpulkan dapat diperkirakan jejak karbon rumah tangga dari setiap sektor dengan kalkulator karbon yaitu Carbon Footprint Ltd.. Lalu, dianalisis sejauh mana faktor demografi, faktor ekonomi, dan faktor gaya hidup berpengaruh terhadap jejak karbon rumah tangga dengan uji regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jejak karbon rumah Kecamatan Cibinong sebesar 0,69 ton CO2e/rumah tangga/bulan. Rata-rata jejak karbon terbesar berasal dari sektor energi, lalu diikuti sektor transportasi, dan terakhir dari sektor penggunaan barang serta jasa. Jejak karbon rumah tangga Kecamatan Cibinong menunjukkan peningkatan signifikan akibat pendapatan keluarga, ukuran keluarga, tingkat pendidikan, dan jenis diet yang diterapkan keluarga. Maka dengan membuat kebijakan peningkatan tarif konsumsi energi listrik rumah tangga, pengaturan tata ruang kota dengan transportasi yang terintegrasi satu dengan yang lain, dan menggunakan barang elektronik hemat energi dapat menjadi langkah penting untuk mengurangi jejak karbon rumah tangga di Kecamatan Cibinong.

Population growth and industrial development in Indonesia make it a country that contributes greatly to the global carbon footprint. Mitigation of climate change must be done. One of them is by reducing the carbon footprint of the household sector. In this study, the average household carbon footprint was analyzed, sources of driving activities, influencing factors, and recommendations for reducing the carbon footprint of Cibinong District. Primary data collection was obtained through questionnaires and interviews. This study was carried out in March 2022, when Public Activity Restriction (PPKM) at level 2 happened, with a combination technique of simple random sampling and purposive sampling. From the data that has been collected, it is possible to estimate the household carbon footprint of each sector with a carbon calculator, namely Carbon Footprint Ltd.. Then, it is analyzed to what extent demographic factors, economic factors, and lifestyle factors affect the household carbon footprint by using a regression test. The results showed that the average house carbon footprint in Cibinong District was 0,69 tons CO2e/household/month. On average, the largest carbon footprint comes from the energy sector, followed by the transportation sector, and finally from the use of goods and services. The household carbon footprint of Cibinong District showed a significant increase due to family income, family size, education level, and the type of diet adopted by the family. So by making a policy of increasing household electricity consumption rates, regulating urban spatial planning with integrated transportation with one another, and using energy-efficient electronic goods can be an important step to reduce the carbon footprint of households in Cibinong District."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rum Osman
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zetta Saraswati
"ABSTRAK
Fertainbahan penduduk diiringi dengan bertambahnya
kebutuhan hidup penduduk baik berupa barang atau jasa.
Permintaan akan barang dan jasa akan menyebabkan timbulnya
pusat-pusat pelayanan. Salah satu pusat pelayanan yang
panting adalah pusat pelayanan ekonomi. Pusat pelayanan
ekonomi yang dimaksud ialah yang biasa di sebut pasar, yaitu
pasar yang menjual barang kebutuhan sehari-hari terutama
sembilan bahan pokok,
Ralau ada sebuah wilayah, yang muka buminya seragam dan
kesuburan tanahnya seragam serta tingkat hidup penduduknya
seragam, inaka di wilayah itu akan tumbuh pusat-pusat
pelayanan yang berjarak sama dan jika dituangkan ke dalam
pola keruangan akan membentuk pola segi enam.
Rabupaten Bogor terletak diantara Jakarta yang
merupakan pusat perdagangan nasional dan pusat perdagangan
utama untuk Jabotabek serta Rodya Bogor sebagai pusat
perdagangan ke dua untuk wilayah Jabotabek, memungkinkan
perkembangan pasar di Rabupaten Bogor. Readaan fisik wilayah
yang sebagian besar (+ 67 %) terdiri dataran, raaka dapat
diasumsikan bahwa Rabupaten Bogor relatif datar sehingga
memudahkan ' transportasi ke segala arah. Daerah yang subur
biasanya merupakan pemusatan penduduk. Pemusatan penduduk
dapat dilihat dari penyebaran pemukiman. Peraukiman di
Rabupaten Bogor tersebar hampir merata, maka dapat
diasumsikan bahwa di Rabupaten Bogor penyebaran
pemukimannya relatif seragam. Rata-rata tingkat pendapatan
penduduk per keoamatan yang hampir seragam untuk Rabupaten
Bogor, maka dapat diasumsikan tingkat kehidupan penduduknya
relatif seragam. Dengan demikian maka diasumsikan bahwa
Rabupaten Bogor mempunyai keadaan fisik wilayah, penyebaran
pemukiman dan tingkat kehidupan penduduk yang seragam.
Masalah yang ditelaah adalah " Bagaimana pola penyebaran
pasar di Rabupaten Bogor dan bagaimanakah hirarkinya ?
Adakah kesesuai-an letak dan hirarki pasar tersebut dengan
teori Tempat Sentral?"
Hipotesa yang diajukan adalah :
Pola penyebaran pasar di Rabupaten Bogor menurut Analisa
Tetangga Terdekat adalah teratur. Penyebarannya mengikuti
penyebaran pusat-pusat pemukiman yang dekat dengan jalan. ;
Letak dan hirarki pasar tersebut sesuai dengan teori "Tempat
Sen tral".
Dari hasil analisis yang dilakukan dengan korelasi
peta dan uji statistik Contingency Coefficient diketahui
bahwa :
g) Pola penyebaran pasar di Kabupaten Bogor menurut Analisa
Tetangga Terdekat adalah tidak terai.ur. Penyebaran pasar
mengikuti. pusat-pusat pemukiman yang dekat dengan jalan.
b) Terdapat; hirarki pasar yang terdiri dari Pasar Utama,
Pasar Pnmbantu I, Pasar Pembantu II, Pasar Pembantu III
dan Pasar Pembantu IV. Makin tinggi kepadatan
penduduk, pendapatan perkapita tian kelas jalan, maka
hirarki pasarnya makin tinggi.
c) Tidak ada kesesuaian antara letak dan hirarki pasar di
Kabupaten Bogor dengan teori "Tempat Sentral".
Karena kepadatan dan pendapatan perkapita penduduk yang
tidak seragam. Yang terlihat justru :
Berdasarkan korelasi kepadatan penduduk dan
pendapatan perkapita, ada 2 Wilayah Pasar,yaitu :
Wilayah Pasar Setiap Hari (di bagian utara, tengah,
selatan, sebagian wilayah timur dan barat Kabupaten)
dan Wilayah Pasar Tidak Setiap Hari ( di sebagian
wilayah selatan, timur dan barnt Kabupaten).
Berdasarkan jarak, jaringan jalan dan angkutan umum,
ada enam Wilayah Layanan Pasar, yaitu : Wilayah
Layanan Pasar Cibinong, Pasar Jonggol, Pasar
Leijwiliang, Kodya Bogor, DKI Jakarta dan Kabupaten
Tangerang."
1991
S33435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Aulia Rahmawani
"ABSTRAK
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap PTSL merupakan upaya yang dilakukan pemerintah, karena terdapatnya proses sertifikasi yang lamban selama 36 tahun melalui PRONA sejak masa orde baru. Birokrasi dituntut untuk melaksanakan PTSL secara profesional, sesuai dengan payung hukum dan tidak terjadinya maladministrasi. Penelitian ini membahas bagaimana kesiapan birokrasi dalam implementasi PTSL, dengan studi kasus di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi pustaka, serta teknik analisa data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi komitmen untuk berubah; adanya mekanisme perubahan PRONA ke PTSL, kuota penerima dan realisasi waktu pelaksanaan PTSL yang jelas dan baik. Dari segi kemampuan untuk berubah menunjukkan hasil: tuntutan bekerja telah terbagi secara proposional terdapatnya petunjuk teknis sebagai SOP PTSL, ketersediaan SDM dan anggaran, sarana dan prasaran yang memadai, terdapatnya kebijakan yang mengatur pelaksanaan PTSL, sistem informasi yang terkomputerisasi, tersedianya mitra kerja, serta terdapatnya partisipasi masyarakat. Disisi lain, terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penghambat kesiapan, seperti terdapatnya waktu kerja yang berlebihan, mitra kerja yang kurang mendukung kesiapan birokrasi sehingga menimbulkan celah terjadinya maladministrasi, kurangnya pemahaman terhadap visi dan misi PTSL, partisipasi yang bersifat terbatas, serta tidak terdapatnya mekanisme pengaduan dan umpan balik dari masyarakat.

ABSTRACT
The Comperhensive Systematic Land Registration or called by PTSL is the program made by The Government to completed the land certificate. The Reason of this Program, because the certification process for 36 years was plodding through PRONA since new orde era. In addition, The Bureaucracy required to carry out of this program in accordance with the regulations and againts the maladministration. This research describe about how bureaucracy readiness in implementation of PTSL with the case studies in Cibinong District. This research used the post positivist approach with techniques data collection through in depth interview and study literature and using qualitative technique to analyze data. The results of this study from change commitment rsquo s indikator there are a change mechanism from PRONA to PTSL, receivers quota and clear schedule. Change efficacy indikator show work demand was diveded accordance the structure and function, availability of standard operating procedure, availability of human resources and budget of implementation, good infrastructure and tools, availability of policy for implementationn, computerized information system, availability of partners and community participation during the implementation. On the other hand, there are some barrier of bureaucracy readiness like excessive work time, lack of partners supporting and causes the maladministration, lack of understanding of vision and mission of PTSL, participation is limited, there is no mechanism for complaints and feedback from the community.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marthen Idie
"Kesenjangan antar wilayah pembangunan merupakan salah satu masalah serius yang harus ditangani melalui langkah-langkah kebijaksanaan dengan strategi yang tepat. Hal ini jika tidak mendapat perhatian pelik tentunya menimbulkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya menciptakan konflik antar kelompok dan wilayah yang akan mengganggu stabilitas pembangunan sebagaimana kecenderungan yang terjadi sekarang.
Sejauh ini Konsep Perencanaan Pengembangan wilayah kurang didasarkan pada suatu analisis keterpaduan dengan mempertimbangkan kondisi, potensi, masalah dan peluang yang dimiliki dalam suatu wilayah dengan orientasi pertumbuhan ekonomi dan bagaimana pola yang jelas tentang keterkaitan sektor unggulan baik secara back-ward linkage maupun for-ward linkage sehingga pola interaksi antara sektor akan bergerak ke arah growth centre yang memungkinkan daerah mampu meraih keunggulan komparatif.
Itulah sebabnya penelitian ini bertujuan mengidentifikasikan sektor-sektor basis dan non-basis yang memungkinkan wilayah memiliki daya saing dan cenderung menimbulkan multiplier effect yang optimal bagi perekonomian di Kecamatan Kaimana.
Pertanyaan yang perlu dijawab adalah aspek-aspek apa saja yang perlu diperhitungkan dalam Konsep Perencanaan Pusat Pertumbuhan Ekonomi yang cenderung mengelompok dalam menciptakan growth centre dan growth pole sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.
Tesis ini menunjukkan bahwa aspek-aspek yang perlu menjadi perhitungan dalam Konsep Perencanaan Pusat Pertumbuhan adalah : homogenitas suatu wilayah baik mengenai kondisi fisik, sosial budaya, maupun pertumbuhan; kemampuan pertumbuhan wilayah yang bersangkutan dengan daya dukung sumber daya alam; kutub-kutub pertumbuhan dengan memperhatikan hubungan timbal balik antara pusat dengan daerah-daerah jangkauan lainnya tanpa mengabaikan kondisi prasarana dan sarana perhubungan; serta simpul-simpul jasa distribusi yang erat kaitannya dengan barang orientasi geografis pemasaran.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam Konsep Perencanaan Pusat Pertumbuhan melalui pembagian wilayah pembangunan di Kabupaten Fakfak belum terdapat pola yang jelas tentang keterkaitan sektor unggulan sehingga sulit menentukan mana sektor basis dan non-basis yang dapat menciptakan keunggulan wilayah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Suherman
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai implementasi kebijakan penataan minimarket di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Meningkatnya jumlah minimarket di suatu daerah akan menimbulkan masalah, sehingga perlunya pengaturan untuk menata minimarket. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Charles O. Jones tentang proses implementasi kebijakan yaitu melalui tahap interpretasi, organisasi, dan aplikasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan belum dapat menata minimarket. Hambatan dalam implementasi kebijakan penataan minimarket adalah keterbatasan sumber daya manusia, pengawasan yang kurang berjalan, keterbatasan anggaran. Saran dalam penelitian ini adalah institusi yang terlibat harus melakukan koordinasi dengan baik, mengevaluasi peraturan mengenai penataan minimarket agar jelas, merekrut pegawai untuk menambah SDM, serta meningkatkan sosialisasi terkait penataan minimarket.

ABSTRACT
This research discuss the policy implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor. The accretion quantity of minimarket in an area will cause problems, so the need for policies to organize minimarket. The theory used in this research is the theory of Charles O. Jones about the process of public policy implementation through interpretation stage, organizations, and application. This research used qualitative approach with in-depth interviews, observation and literature study.
This research result showed implementation of policy have yet organize minimarket. The obstacle in the implementation of minimarket regulation in Sub District of Cibinong, Regency of Bogor are limited of the human resources, controlling is not the way, the limited of the budget. This research?s recommendations are institutions involved must good coordination, evaluate the rules to be clear about the minimarket regulation, recruit employees to increase human resources, as well as increasing socialization the minimarket regulation."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saruhian, Aryan
"Ilmu ekonomi regional tidak membahas kegiatan individual melainkan menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Artinya unit analisis ekonomi regional adalah wilayah ataupun sektor. Jadi secara ringkas, persoalan utama yang dibahas dalam ekonomi regional adalah menjawab pertanyaan dimana lokasi dari berbagai kegiatan tersebut dilakukan.
Pusat pertumbuhan (growth centre) dapat diartikan dengan dua cara, yakni secara fungsional dan geografis. Secara fungsional pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi balk ke dalam maupun ke iuar (daerah beiakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas clan kemudahan sehingga rnenjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di wilayah tersebut.
Pembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan industri padat modal adalah sangat penting untuk dilakukan, karena hal tersebut akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan wilayah.
Berkaitan dengan letaknya yang strategis dan luasnya wilayah yang dimiliki dengan berbagai macam potensi sumberdaya alam yang dimiliki dad masing-masing wilayah serta berbagai corak kegiatan perekonomian, maka beberapa kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dan untuk itu diperlukan suatu kajian dan konsepsi perencanaan yang komprehensif dan matang dalam jangka menengah dan panjang terutama dalam rangka pengembangan wilayah.
Dalam kaitan dengan pusat pertumbuhan, Perroux (1955) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak merata terjadi diberbagai daerah, tetapi mempunyai kecondongan untuk mengelompok pada pusat-pusat pertumbuhan. Dalam konteks yang sama Sukirno (2001), mengatakan bahwa pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan menentukan perkembangan daerah Iainnya. Begitu pula menarik tidaknya suatu wilayah dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada keadaan sarana prasarana serta sumberdaya alam yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui atau mengidentifikasi kecamatan yang berpeluang atau berpotensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten lampung Selatan; (2) mengetahui interaksi (tingkat keterkaitan) antara pusat pertumbuhan (growth centre) dengan hinterland-nya; (3) mengetahui arah atau fokus pengembangan kegiatan ekonomi dengan melihat komoditas unggulan tiap kecamatan.
Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis scalogram untuk mengetahui pusat pertumbuhan ekonomi berdasarkan ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan, analisis interaksi untuk melihat keterkaitan pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya (daerah pendukung), dan analisis location quotient yang digunakan untuk mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan dan komoditas unggulan ditiap kecamatan gura !pendukung spesialisasi masing-masing kecamatan.
Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) di Kabupaten Lampung Selatan teridentitikasi sebanyak enam kecamatan yang mempunyal hirarki Iebih tinggi sebagai pusat pertumbuhan, karena ketersediaan fasilitasnya Iebih bervariasi dan banyak jumlahnya, yaitu Kecamatan: Kalianda; Natar; Penengahan; Kat;bung; Padang Cermin; dan Sidomulyo. (2) pengembangan wilayah dengan menempatkan pada pusat-pusat pertumbuhan memiliki daerah cakupan atau hinterland-nya masing-masing. (3) dari sembilan sektor yang dianalisis, menunjukkan bahwa hanya ada tiga sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian: sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan subsektor yang termasuk unggulan yaitu subsektor: tanaman bahan makanan; peternakan; perikanan; pertarnbangan tanpa migas; penggalian; pengangkutan; komunikasi; bank; persewaars; dan subsektor hiburan dan rekreasi. (4) masing-masing wilayah pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan berbagai komoditas dominan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas unggulan dari masing-masing wilayah kecamatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatsiyannisa Ubaya
"Skripsi ini membahas mengenai administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini melihat administrasi retribusi pelayanan kesehatan dari teori yang dikemukakan oleh Mc.Master. Skripsi ini mengangkat tiga permasalahan yaitu administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, kendala yang dihadapi dalam proses administrasi retribusi, dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengatasi kendala tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kabupaten Bogor pada beberapa aspek sudah dilakukan namun masih terdapat hambatan-hambatan. Petugas melakukan diskresi dalam penetapan biaya pelayanan kesehatan dan sanksi administrasi belum pernah diterapkan. Selain itu, masih ditemukan wajib retribusi yang tidak menerima bukti pemungutan yang sah.

This thesis is focused on the revenue administration of health charge in Bogor regency. In this study, researcher analyzed revenue administration of health charge from theory by Mc.Master. This thesis had three issues about revenue administration of health charge in Bogor regency, problems faced during the process of health charge, and effort from the Government to solve the problems. This research used quantitative approach through in-depth interview, literature study and observation. The result showed that revenue administration of health charge in Bogor regency have not applied optimally. Discretion occurs in calculating the health charge and penalties have not applied. Moreover, user charge payers do not accept the actual receipt for the collection."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Farid
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S33537
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>