Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis atribut penentu keberhasilan program kapal bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Metode analisis data yang digunakan adalah RAPFISH dengan menggunakan multidimesnional scalling (MDS) pada dimensi sosial, kelembagaan, dan ekonomi. Hasil analisis MDS mengindikasi nilai stress pada semua dimensi mendekati nol, yang artinya ketepatan pengukuran konfigurasi atribut keberhasilan program dalam suatu titik adalah cukup tepat. Pada dimensi kelembagaan, prioritas untuk meningkatkan keberhasilan program Kapal bantuan adalah penguatan pada atribut kelembagaan keuangan mikro, lembaga sosial, lembaga penyuluh, penguatan kelompok pengawas dan kelompok nelayan. Pada dimensi sosial titik berat implikasi kebijakan pada atribut peningkatan partisipasi masyarakat dalam program Kapal bantuan, peningkatan kerjasama dalam usaha perikanan tangkap, peningkatan jumlah desa yang memperoleh bantuan kapal, dan penguatan keterlibatan masyarakat adat dalam program Kapal bantuan. Pada dimensi ekonomi, atribut yang tersensitif yang mempengaruhi keberhasilan program Kapal bantuan adalah alternatif usaha selain usaha perikanan tangkap, keuntungan usaha dari perikanan tangkap, subsidi terhadap perikanan tangkap, tenaga kerja dalam hal ini nelayan atau ABK yang menjalankan kapal bantuan, ketersediaan SDM. Diharapkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap memperhatikan budaya one day fishing pada masyarakat pesisir, kebiasaan masyarakat terhadap (alat tangkap dan ukuran kapal), transfer knowledge, dan faktor kualitatif lainnya, tidak hanya memperhatikan faktor kuantitatif seperti potensi perikanan pada setiap daerah, jumlah nelayan, jumlah produsi, jumlah kapal, jumlah KUB (Kelompok Usaha Bersama), dan keberadaan pelabuhan perikanan."
JPKSY 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Amallia Hidayat
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai implementasi serta hambatan dalam pelaksanaan program Bantuan Premi Asuransi bagi nelayan BPAN di Desa Kedungrejo Banyuwangi Jawa Timur. Program BPAN merupakan program yang dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI untuk nelayan kecil sebagai upaya memberikan perlindungan kepada nelayan. Sedangkan pelaksana dari Program BPAN Dinas Perikanan dan Pangan Disperinpangan Banyuwangi dan PT. Jasindo. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Melalui penentuan informan secara purposif, informan penelitian ini berjumlah sepuluh orang. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan implementasi program terdapat berbagai upaya yang dilakukan oleh Disperinpangan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada nelayan untuk mendapatkan perlindungan berupa asuransi. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan yang berasal dari faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari Disperinpangan sebagai penyelenggara program. Selain itu juga terdapat beberapa faktor dari eksternal yaitu berasal dari nelayan sebagai target sasaran program. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah dapat melakukan sosialisasi secara maksimal dengan melibatkan berbagai pihak eksternal, seperti masyarakat sebagai relawan untuk membantu Dinas dalam melakukan sosialisasi.

ABSTRACT
This thesis discusses the implementation and obstacles in the implementation of Insurance Premium Insurance program for fishermen BPAN in Kedungrejo Village Banyuwangi East Java. BPAN Program is a program created by the Kementerian Kelautan dan Perikanan RI for small fishermen as an effort to provide protection to fishermen. While the implementers of the BPAN Program is the Dinas Perikanan dan Pangan Banyuwangi Disperinpangan and PT. Jasindo. This research uses qualitative approach. By purposive determination of informant, the informant of this research amounted to ten people. The results concluded that in the implementation of the program, there are various efforts undertaken by Disperinpangan which aims to provide opportunities for fishermen to get protection in the form of insurance. However, in the implementation there are some obstacles that come from internal factors as well as external factors. Internal factor is a factor originating from Disperinese as program organizer. In addition there are also some external factors that come from the fishermen as the target of the program. This research suggests that the government can do socialization maximally by involving various external parties, such as community as volunteers to assist the Office in conducting socialization."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Rania Dwiyandhari
"Menanggapi masalah Illegal, Unreported and Unregulated Fishing IUU Fishing yang tengah dihadapi Indonesia, Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapakebijakan yang dapat menurunkan jumlah aktivitas IUU Fishing, yang salah satudiantaranya adalah tindakan penenggelaman kapal bagi kapal pelaku IUU Fishing.Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah tindakan penenggelaman kapalyang dilakukan sudah sesuai dengan hukum nasional dan internasional, sertamemenuhi kriteria penegakan hukum. Metode pengumpulan data dilakukan denganstudi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber yaitu Kementerian Kelautandan Perikanan Republik Indonesia dan Satuan Tugas Pemberantas Illegal Fishing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan penenggelaman kapal sudah sesuaiberdasarkan hukum nasional dan internasional yaitu berdasarkan Pasal 25, 27 dan73 UNCLOS serta Pasal 69 ayat 4 dan 76A UU No. 45 Tahun 2009 tentangPerikanan. Namun dalam pandangan sebagai upaya penegakan hukum, masihterdapat ketidakpastian hukum khususnya jika didasarkan Pasal 69 ayat 4 UU No.45 Tahun 2009 karena barang bukti kapal tidak memenuhi prosedur sebagaimanaterdapat pada Kitab Hukum Acara Pidana. Sehingga masih diperlukan adanyaperbaikan terhadap peraturan untuk melakukan penenggelaman kapal khususnyayang didasari Pasal 69 ayat 4 UU No. 45 Tahun 2009.

In response to the Illegal, Unreported and Unregulated Fishing IUU Fishing problems that Indonesias currently facing, the Government issued several policiesthat could reduce the number of IUU Fishing activities, one of which is the act ofsinking ship for those who committed IUU Fishing activity. This research intendsto know whether the act of sinking the ship is aligning with national andinternational law as well as fulfill the criteria of law enforcement. Data collectionmethod of this research was done by literature study and interview with Ministry ofMarine Affairs and Fisheries and Illegal Fishing Task Force.
The results of theresearch indicate that the act of sinking the vessel is appropriate according tonational and international law, namely Article 25, 27 and 73 UNCLOS and Article69 paragraph 4 and Article 76A Law no. 45 Year 2009 on Fisheries. However, inview of law enforcement efforts, there are still legal uncertainties, especially ifbased on Article 69 paragraph 4 of Law no. 45 Year 2009 because is no proceduresas of how to transferred the vessels into the legitimate evidence as stated in Bookof the Criminal Procedure Code. Therefore it is still necessary to improve theregulation regarding the act of sinking ship especially based on Article 69 paragraph 4 of Law no. 45 Year 2009.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Komala Santi
"Illegal, Unreported and Unregulated Fishing sebagai bentuk ancaman kontemporer merupakan hasil dari perkembangan kajian keamanan internasional yang tidak lagi terfokus pada militer, tetapi juga dimensi lain yang saling terkait yakni militer, sosial, politik, ekonomi dan lingkungan. Maraknya praktik IUU Fishing memberikan dampak buruk yang siginifikan kepada negara-negara korban, seperti Indonesia dan Australia. Menjawab masalah ini, kedua negara menetapkan cara penangangan luar biasa extraordinary measure yang diimplementasikan melalui produk kebijakan dengan pendekatan yang berbeda. Indonesia menggunakan pendekatan law enforcement dengan kebijakan penenggelaman kapal sedangkan Australia lebih memilih untuk melakukan pendekatan diplomasi dan perundang-undangan. Teori sekuritisasi dari Barry Buzan dan metode perbandingan politik digunakan dalam penelitian ini sebagai fondasi analisa dan bertujuan untuk menghadirkan kajian keamanan melalui politik perbandingan. Analisa pada penelitian ini ditekankan pada besarnya peran aktor sekuritisasi dalam kebijakan kedua negara. Hasil temuan dari penelitian menunjukan bahwa kedua negara mampu mengimplementasikan produk kebijakannya dengan efektif yang dibuktikan dengan peningkatan pada sumber daya perikanan dan pengurangan praktik IUU Fishing.

Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing IUU Fishing as a form of contemporary threat is the result of the development of international security studies that is no longer focused on military, but also other aspects such as social, politics, economy, and environment. The rise of IUU Fishing gives a significant negative impact towards the victim countries, such as Indonesia and Australia. Answering this problem, both countries define extraordinary measure which is implemented through policy products with different approaches. While Indonesia is using the law enforcement approaches, Australia, in the other hand, prefers to approach diplomacy and legislation. Barry Buzan's theory of securitization and political comparison methods is used in this research as a foundation of analysis and aims to present security studies through comparative politics. The analysis of this research emphasizes the role of actors of securitization in both countries'policy. The result of this research shows that both countries are able to implement their policy product effectively which is proved by the increasing of fisheries resources and the decreasing of IUU Fishing. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Utami
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengadopsian konsep bisnis dan hak asasi manusia yang diatur di dalam United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights ke dalam Peraturan Menteri kelautan dan Perikanan No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana konsep United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights menentukan penerapan hak asasi manusia dalam bisnis, bagaimana konsep United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights diatur menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan, dan apakah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan sudah cukup mengadopsi konsep bisnis dan hak asasi manusia yang diatur dalam United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights. Skripsi ini disusun dengan metode penulisan hukum normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengadopsian konsep dari United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights ke dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan dilihat dari penerapan tiga pilar utama yaitu protect, respect, remedy, yang beguna untuk memastikan adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia yang dilakukan oleh perusahaan perikanan.

ABSTRACT
This thesis discusses the adoption of business and human rights concepts as set within the UNGP BHR to the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation No. 35 PERMEN KP 2015 on Human Rights System and Certification in Fishery Business. The formulation of the issues to be discussed is how the concepts of the UNGP BHR determine the application of human rights in business, how the concepts of the UNGP BHR are governed by the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation No. 35 PERMEN KP 2015 on Human Rights System and Certification in Fishery Business, and whether Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation No. 35 PERMEN KP 2015 concerning Human Rights System and Certification in Fishery Enterprises has sufficiently adopted the business and human rights concepts set forth in the UNGP BHR. This thesis is prepared by normative legal writing method. The results conclude that the adoption of the concept of the UNGP BHR into the Minister of Maritime Affairs and Fisheries Regulation No. 35 PERMEN KP 2015 on Human Rights System and Certification on Fishery Business is seen from the implementation of three main pillars namely protect, respect, remedy, which are useful to ensure deference of human rights committed by fisheries corporation."
2017
S69975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009
338.372 7 REF
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Maharani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang perbedaan persepsi antara kebijakan sekuritisasiIUU Fishing pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo.Di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, isu ini dipandang sebagai kriminalbiasa yang bisa diatasi dengan penegakan hukum saja, sedangkan pemerintahanPresiden Joko Widodo, isu ini merupakan ancaman keamanan yang dianggap sangatkrusial, sehingga harus ditanggulangi lewat tindakan keamanan. Melalui latar belakangtersebut, penulis mengangkat pertanyaan penelitian yaitu indikator-indikator apa yangmendorong terjadinya sekuritisasi IUU Fishing pada masa pemerintahan Joko Widodo.Maka teori yang penulis anggap paling sesuai untuk penelitian ini yaitu teorisekuritisasi oleh Barry Buzan et al dan melalui pengolahan data menggunakan metodekualitatif. Hasil akhir penelitian ini ditemukan bahwa: pertama, Presiden Joko Widodomelihat bahwa IUU Fishing merupakan isu keamanan yang harus diatasi dengantindakan luar biasa. Kedua, terdapat perekonomian nasional dan kedaulatan teritorialsebagai referent object yang dirugikan akibat IUU Fishing. Ketiga, perlunya tindakanextraordinary measures dalam mengatasi IUU Fishing. Selanjutnya, sesuai denganhipotesa penelitian, ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang drastis dalampenanggulangan IUU Fishing antara pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono danJoko Widodo, serta terdapat pula tindakan khusus terhadap kapal pelaku IUU Fishing.Selain itu, satu hasil berbeda dengan hipotesa semula, yaitu IUU Fishing dipandangsebagai ancaman keamanan oleh Pemerintahan Joko Widodo, disisi lain pemerintahanSusilo Bambang Yudhoyono melihat IUU Fishing bukan sebagai ancaman keamanan.Dengan demikian hipotesa penulis telah teruji secara ilmiah.

ABSTRACT
This thesis discusses the differences in perception between the securitizationpolicies IUU Fishing between the Susilo Bambang Yudhoyono rsquo s and the JokoWidodo rsquo s administration. At the time of Susilo Bambang Yudhoyono rsquo s presidency, theissue is seen as a criminal that can be solely solved by law enforcement, while in thePresident Joko Widodo rsquo s administration, this issue is perceived as a security threat, thatis considered very important and should be overcome with security measures. Basedon that background, the author raises the research questions of what indicators drivingthe securitization of IUU fishing in Joko Widodo rsquo s administration. The theory that theauthors consider the most suitable for this research is the theory of securitization byBarry Buzan et al and the data is using qualitative methods. This research found threefinal results first, President Joko Widodo sees that IUU fishing is a security issue thatmust be overcome with extraordinary measures. Second, there are two referent objectsaffected by this issue, which are the national economy and the territorial sovereignty.Third, there is a necessity of using extraordinary measures to overcome IUU Fishing.Furthermore, according to the research hypothesis, it was found that there is a drasticdifference in combating IUU fishing between the Susilo Bambang Yudhoyono rsquo s andthe Joko Widodo rsquo s administration and there is also implementation of extraordinarymeasures in combating IUU fishing vessels. In addition, there is a result that is notmatched with the initial hypothesis, which is IUU Fishing perceived as security threatby the Joko Widodo rsquo s administration, in other hand the Susilo Bambang Yudhouyono rsquo sadministration perceives this issue not as a security threat. Therefore, the researcher rsquo shypothesis has been tested scientifically."
2016
T47369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Laut sebagai masa depan bangsa merupakan visi pemerintahan Jokowi-JK. Lahirnya kesadaran baru ini diimplementasikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya Menteri Susi Pudjiastuti, melalui program tiga pilar: kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Pilar tersebut dipilih berdasarkan pemahaman utuh dan menyeluruh pada aspek makro, mikro, sumber daya, dan anggaran yang ada.
Dalam waktu singkat—tiga tahun terakhir ini—KKP langsung menata seluruh sektor kelautan dan perikanan. Hasilnya, bisa dilihat dan dirasakan, antara lain: birokrasi yang semakin mudah, menurunnya penangkapan ikan ilegal, membaiknya stok ikan nasional, naiknya ekspor komoditas laut, serta meningkatnya nilai tukar nelayan."
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2018
354.57 IND l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perspektif, dinamika dan aspirasi nelayan terhadap usaha kesejahteraan sosial di Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yang dianalisis secara deskriptif, sumber data primer berasal dari informan nelayan yang tergabung dalam rumah kerang, data sekunder berasal dari literatur berupa hasil penelitian terdahulu dan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Penentuan lokasi ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa di Tanjungbalai merupakan salah satu pelabuhan yang strategis, sedang teknik pengumpulan data melalui wawancara dan opservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan di Kota Tanjungbalai bergantung pada sumberdaya laut yaitu ikan dan kerang, melalui sistem koperasi yang disebut rumah kerang diharapkan memberikan kesejahteraan bagi nelayan. Perspektif nelayan terhadap usaha kesejahteraan sosial masih mendasarkan pada kekuatan religi. Rekomendasi bagi pemerintah diharapkan mengatur regulasi zona penangkapan ikan, penggunaan alat tangkap yang menghargai ekosistem, pemberantasan pungutan liar dan rentenir terhadap nelayan kecil. Bagi nelayan kecil agar mendapatkan bimbingan, kesadaran hukum dan menjaga ekosistem laut serta upaya pemberdayaan nelayan melalui fasilitas pemberdayaan, diversifikasi pekerjaan adan budidaya ikan dalam keramba."
JPKSY 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
"Dampak dari krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 hingga saat ini masih membawa dampak bagi perekonomian Indonesia, terutama dibidang ekonorni yaitu melemahnya kinerja sektor keuangan domestik khususnya perbankan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sector riil perekonomian sehingga menimbulkan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan yang meningkat tajam (Penduduk miskin pada ahun 1997 berjumlah 22,5 juta jiwa meningkat menjadi menjadi 98 juta atau naik sebesar 48% pada tahun 1998 dan sekitar 70%nya merupakan penduduk desa).
Dampak posistif dari krisis ekonomi tersebut, yaitu bangkitnya kegiatan usaha yang berbasis pada usaha kecil dan menengah khususnya yang berbasis pada sector produksi yang berpeluang strategis dapat memberikan nilai tambah cukup besar bail( nasional maupun daerah yaitu sektor perikanan dan kelautan.
DKI Jakarta sebagai salah satu daerah yang mempunyai sumber pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan, terlihat kontribusinya yang cukup dominan dalam PDRB yaitu menyumbang sebesar 71% kepada sektor pertanian, walaupun sektor pertanian hanya menyumbang sebesar 0,28 bagi pembentukan PDRB DKI Jakarta.
Kotamadya Jakarta Utara dengan wilayah 97,8% merupakan wilayah lautan, sudah barang tentu sektor perikanan merupakan unggulan dari segi PAD. Dengan kapal motor sebanyak 3.299 buah dan 4 TPI (tempat pelelangan ikan) pada tahun 1999 telah menghasilkan produksi ikan sebanyak 70,119,5 ton dengan nilai sebesar Rp 120,1 milyar meskipun pada tahun 2000 menurun dengan nilai sebesar Rp 92,8 milyar.
Pendapatan regional perkapita merupakan, salah satu indikator kesejahteraan penduduk yang dilihat dari segi produk yang dihasilkan. Selama kurun waktu 1996-1999 pendapatan regional perkapita atas harga berlaku naik dari Rp12,9. juta menjadi Rp.22,5 juta. Namun pada tahun 1998 turun sebesar 19,08% dibanding tahun 1997.
Jumlah nelayan yang ada di Jakarta Utara sebanyak 21.012 orang atau 2,94% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sebanyak 9.460 nelayan penduduk tetap selebihnya merupakan pendatang. Sedangkan jumlah nelayan di Kepulauan Seribu sebanyak 4.717 orang nelayan atau 56,5% dari jumlah penduduk di kepulauan Seribu. Persentase jumlah nelayan pekerja terhadap pemilik di Kepulauan Seribu mencapai 362, artinya sebagian besar nelayan (65%) yang ada di Kepulauan Seribu hanya sebagai pekerja.
Kabupaten Kepulauan Seribu dibentuk dengan PP nomor 55 tahun 2001 dan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 186 tahun 2000 tentang pembentukan Kelurahan di Kepulauan Seribu. Dengan pembentukan kecamatan menjadi kabupaten Kepulauan Seribu dapat diartikan bahwa Pemda Kepulauan Seribu harus dapat membiayai berbagai sarana dan prasarana maupun SDM untuk mendukung kegiatan pelayanan masyarakat maupun dalam membangun prasarana publik dan mencari sumber pembiyaannya.
Kondisi sumberdaya alam Kepulauan Seribu memberikan peluang bagi sektor pariwisata dan perikanan laut. Komoditas yang dikembangkan adalah budidaya rumput laut dan ikan kerapu dengan jumlah petani sebanyak 460 nrang. Produksi perikanan laut mencapai 57,2 juta kg dengan nilai Rp 97,26 milyar pada tahun 2000 menurun dibanding pada tahun 1999 yang mencapai 63 juta ton. Meskipun produksi sektor perikanan di Kepulauan Seribu cukup besar namun masyarakat nelayan belum dapat menikmati hasilnya atau dapat diartikan tidak merubah kesejahteraannya atau masih tetap miskin. Dalam hal ini tidak ada hubungan antara jumlah penduduk pada satu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan para nelayan berdasarkan data yang tersedia adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, alat tangkap yang masih tradisional, kurangnya sarana dan prasarana dasar (transportasi/Kapal/perahu motor, pendidikan, kesehatan), tempat pelelangan ikan (TPI), pencemaran laut, tingginya biaya hidup, namun masih perlu dibuktikan dengan suatu penelitian secara komprehensif.
Penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan di Kepulauan Seribu, baik Pemerintah pusat maupun daerah telah mengambil beberapa kebijakan. Penanggulangan masyarakat pesisir/nelayan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah adalah bantuan PDM-DKE selama 2 tahun (1998-1999), bantuan ingub sudah cukup lama dan sampai sekarang (2002) dan Program PEMP dimulai tahun 2001 sampai sekarang (2002). Masalahnya adalah hanya sebagian kecil yang menerima bantuan dengan kriteria-kriteria tertentu dibandingkan dengan jumlah masyarakat miskin yang ada kepulauan Seribu.
Program Penanggulangan Kemiskinan untuk pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan masyarakat nelayan, pada umumnya dengan menggunakan perencanaan strategis. Artinya penanganan suatu wilayah akan berbeda dengan wilayah lain karena harus didasarkan kepada permasalahannya. Perbedaan ini juga dapat dilihat dari Strength, Weakness, Opportunuity dan Threat. Namun perbedaan tersebut juga bisa dilihat dari segi nisi, misi, strategi dan sasaran yang hendak dicapai.
Kebijakan-kebijakan yang ada di Kepulauan Seribu, pada umumnya masih bersifat Top Down, yaitu kebijakan yang dilahirkan dari pendekatan manajemen strategis, sementara masyarakatnya masih bersifat pasif atau menerima apa adanya, apalagi kegiatannya adalah bersifat bantuan dana.
Pemilihan prioritas strategi kebijakan dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode TOWS dan metode Game Theory atau teori permainan. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan dan prioritas strategi serta dapat memecahkan masalah konflik antar stakeholder dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pemberdayaan nelayan karena prioritas strateginya merupakan kombinasi dari para stakeholder yang ada. Prioritas strategi kebijakan yang diusulkan sebagai suatu kebijakan baru adalah peningkatan kematnpuan teknis keterampilan penangkapan dan budidaya ikan serta konservasi bagi para nelayan dan masyarakat pesisir pada umumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>