Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The Pongkor fold-silver epithermal deposit is located 80 km at South-west of Jakarta, Indonesia, contains more than 98 tons of gold and 1030 tons of silver, with average grades of 18.7 g/t Au and 188.3 g/t Ag. It consists of four main steeply dipping quartz veins located close to the internal border of a Miocene volcano tectonic depression due to an explosive ignimbritic eruption. Mineralized bodies are thick, usually banded, quartz-carbonate-adularia veins due to tectonic extension. GSQ facies is the sulfide-richest and related to the highest gold and silver grades of the veins. Sulfides are dominated by pyrite, with common acanthite-aguilarite and polybasite-pearceite. Electrum is common also, with gold values ranging from 48-74 wt% Au. Sphalerite, galena, chalcopyrite and hessite are fairly uncommon, moreover present within the CQ facies. A strong weathering has affected the ore deposit, down to 250 m below the surface. This supergene action is thus responsible for appearance of manganese oxides layers gold enrichment."
IMJ 2:3 (1996)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Considering the data and information collected during the raw material study, it is decided that gravity concentration should be carried out using tabling. The results are quite good. A recovery of 81.46% with concentrated grade of about 1029 g/ton is achieved. A flow sheet and material balance can be developed to provide sequentially compatible processes for producing gold in a commercial plant. The results of the investigation are expected to be used as typical concentrations for an ore of similar characteristics."
IMJ 2:1 (1996)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiky Adisakti
"

Skripsi ini berjudul “Analisis Pengaruh Geopolitical Oil Price Index, Global Gold Price, dan Variabel Makroekonomi Global Terhadap Pasar Saham Syariah dan Konvensional di Indonesia Dengan Metode QARDL” bertujuan untuk memahami bagaimana kondisi global geopolitik dan ekonomi yang mempengaruhi pasar saham syariah dan konvensional di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Sampel penelitian adalah indeks saham syariah dan non-syariah (konvensional) pada periode 2011-2020. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Quantile Autoregressive Distributive Lag-Error Correction Model (QARDL-ECM). Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat signifikansi antara geopolitical oil price risk, global Gold Price, global interest rate, dan global exchange rate dengan pasar saham syariah dan konvensional pada kondisi pasar yang berbeda dalam jangka panjang dan jangka pendek.


The thesis titled "Analysis the Impact of the Geopolitical Oil Price Index, Global Gold Price, and Global Macroeconomic Variables on the Sharia and Conventional stock Markets in Indonesia Using the QARDL Method" seeks to investigate the influence of global geopolitical and economic factors on Indonesia's sharia and conventional stock markets. This study adopts a quantitative approach with a descriptive design, utilizing the sharia and non-sharia (conventional) stock indices for the period 2011-2020 as the research sample. The research employs the Quantile Autoregressive Distributive Lag-Error Correction Model (QARDL-ECM) methodology. The findings indicate significant relationships between geopolitical oil price risk, global Gold Price, global interest rate, and global exchange rate with sharia and conventional stock markets under diverse market conditions in both short and long terms.

 

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresna Wardhana
"Seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, manusia terkadang melupakan pentingnya kelestarian fungsi lingkungan. Kegiatan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup ini banyak yang mengabaikan arti penting lingkungan dalam menunjang kehidupan mereka. Kegiatan masyarakat yang sangat merugikan lingkungan yang sedang marak berkembang di Kalimantan Barat adaiah pertambangan emas. Pertambangan emas yang dilakukan ini secara ilegal karena tidak memiliki ijin dari pejabat yang berwenang. Aktivitas pertambangan ini dikenal dengan sebulan Pertambangan Tanpa Ijin (PETI) bahan galian emas. PETI berkembang dari pertambangan rakyat yang dilakukan secara tradisional yang semakin lama semakin berkembang menjadi pertambangan emas yang menggunakan peralatan semi mekanis dan pelakuknya juga tidak hanya masyarakat setempat tetapi juga para pendatang terutama berperan sebagai pemodal.
Kegiatan PETI ini sangat merugikan baik bagi Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dan dampak lingkungan yang diakibatkannya sangat mengkhawatirkan kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Dampak lingkungan akibat aktivitas PETI ini antara lain: kegiatan PETI dilakukan dengan membongkar lahan puluhan hektar sehingga mengubah keseimbangan ekosistem yang berpengaruh secara signiiikan terhadap terjadinya kerusakan jenis, spesies dan habitat flora dan fauna Proses pemisahan bijih emas dari batuannya menggunakan logam berat merkuri atau air rakya yang limbahnya langsung di buang ke tanah dan aliran sungai di sekitar lokasi PETI , selain itu juga berdampak pada lingkungan sosial bempa konflik sosial yang pelik seperti berkembangnya prostitusi, perjudian dan perkelahian antar kelompok serta kriminalitas lainnya.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan oleh PETI, maka PETI harus diatasi minimal menguranginya dan bahkan menghilangkannya. Untuk melaksanakan penertiban terhadap PETI peranan Pemerintah, dalam hal ini lembaga-lembaga lingkungan, sangat diperlukan sehingga perkembangan PETI dapat dicegah dan kelestarian fungsi lingkungan tetap terpelihara. Namun demikian dalam pelaksanaan tugasnya lembaga-lembaga lingkungan yang berada di Kalimantan Barat belum maksimal. Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan lembaga yang berkaitan dengan pengendalian dampak Iingkungan sebagai akibat dari aktivitas PETI yang ada di Kalimantan Barat perlu dikaji dan ditelaah lebih lanjut peran dan efektivitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Fungsi, tugas dan wewenang kelembagaan lingkungan dalam menangani dampak lingkungan akibat aktivitas PETI emas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Mengidentifikasi dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kelembagaan yang dilihat dari hasil kerja Tim Penertiban PETI emas dan kendala atau hambatan dalam penertibannya.
3. Keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakat terutama dilihat dan keadaan tingkat pendapatan dan pola perilaku masyarakat di sekitar lokasi PETI.
Penelitian bersifat diskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif yang dilaksanakan di Kalimantan Barat. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, observasi serta dan wawancara kepada informan yang berkompeten yang ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukan bahwa belum adanya lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi, wewenang dan bertanggungjawab terhadap PETI. Penanganan PETI dilakukan oleh Tim Penertiban PETI yang keanggotaannya terdiri atas unsur pejabat pemerintah yang terkait. Tim Penertiban PETI kurang efektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan penyuluhan, pembinaan, pengawasan dan penertiban PETI yang dilakukan selama tahun 1996 - 2000, tidak kontinyu dan tidak merata di semua lokasi PETI. Selain itu tidak dapat menghilangkan PETI dan mencegah kerusakan Iingkungan akibat PETI, justru perkembangan PETI dan kerusakan lingkungan cenderung terus meningkat setiap tahunnya.
Jumlah PETI selama tahun 1996-2000 rata-rata setiap tahun yaitu 1.781 kelompok, dengan tingkat perkembangannya meningkat 3,1 % per tahun. Jumlah tenaga kerja yang terserap rata-rata setiap tahun 16.391 orang setiap tahun dengan tingkat penyerapan tenaga kerja PETI meningkat 27,6 % per tahun. Volume kerusakan tanah dan pasir yang tergali setiap tahun rata-rata 3.359.687 m3 dengan tingkat kerusakannya meningkat 10,8 % per tahun. Luas areal lokasi penambangan yang rusak setiap tahun rata-rata 1.378,4 Ha dengan tingkat kerusakannya meningkat 8,3 % per tahun, dan penggunaan Air Raksa (Hg) dalam kegiatan PETI yang tersebar dan mencemari lingkungan berjumlah 4,1 ton per tahun dengan tingkat penggunaannya meningkat 6,2 % per tahun.
Keadan sosial ekonomi masyarakat, terutama mengenai pendapatan masyarakat di sekitar lokasi PETI, yaitu rata-rata pendapatan pekerja atau buruh PETI Rp. 25.000,- sampai Rp.35.000,- per hari kerja. Pendapatan masyarakat bukan pekerja PETI di sekitar lokasi PETI rata-rata Rp. 25.000,- sampai Rp. 50.000,- per hari kerja. Pcndapatan bersih mandor PETI rata-rata Rp. 35.000, sampai Rp 50.000,- per hari kerja. Kurang efektifnya Tim Penetiban PETI dalam menangani PETI dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain 2 Iokasi PETI, operasi penertiban, perijinan, penegakan hukum, pendanaan, dan kegiatan Kontak Karya atau Kuasa Pertambangan.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: Efektivitas kelembagaan lingkungan dalam penanganan PETI di Kalimaman Barat masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya perkembangan PETI dan semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh PETI. Belum efektifnya lembaga-lembaga tersebut dalam melaksanakan penerliban PETI disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: lokasi, operasi penertiban, perijinan, penegakan hukum, pendanaan dan faktor kegiatan KK dan KP. Meningkatnya perkembangan PETI berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar lokasi PETI. Selain itu, dampak sosial budaya yang ditimbulkan PETI adalah meningkatnya kriminalitas, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti perjudian, minuman keras dan prostitusi di sekitar lokasi PETI.

Accompanying industrial development and rising demands for the peoples needs have evenrually caused neglect in environmental protection. In pursuing their daily needs, the community easily forget the importance of theliving environment in supporting their living existence. Illegal gold mining activities undertaken by the local people in the traditional and primitive way (PETI) are at present spreading in large areas of West Kalimantan, due to lack of effective control by local authorities. It has been noted that such activities that are now using semi mechanical tools are not merely undertaken by the local populations, but also undertaken by people coming &om outside the region, especially by those who are also attracted to provide financial backups to these activities.
The illegal gold mining uncontrolled activities are evidently very harmful both to the national and regional interests as well, and might leave for the next generation living in the region a completely ruined areas. Extensive areas of land which once were rich in various kinds of plants and wild life. A devastated in search of some gold and natural habitat of various flora and fatma are wasted, left unfit for any use. What is particularly distratrous is the use of mercury to extract the gold, which alter having been used is disposed into the surrounding lands or in to the nearby rivers, resulting in pollution, affecting the flora and fauna. These gold mining activities are also the root of several social disturbances like prostitutions, gambling, fights between community groups, and any other kinds of criminality.
lt is obvious, that the undersirable effects of the gold mining must be minimized as much as possible. The responsible authorities should by all means undertake possible actions to overcome the problems. Government environmental protection agencies should be particularly called upon to take direct control to preserve the environment. However, it was noted that in the execution of their tasks, local environment agencies were perceived as not being effective enough. Within this framework of thinking the roles of existing local agencies related to the environmental impact control of illegal gold mining should be reviewed and evaluated in terms of their roles and effectiveness. A more effective method of control must be deviced for West Kalimantan to obtain actual results, particularly in connection with the continuing and still increasing activities ofthe people in their search for gold.
The objective of the study is:
1. To review the function, task and power of existing local environmental protection authorities to elliminate the adverse results of illegal gold.
2. To review and identify factors that inhibit effective perfomance of the gold environmental agencies to reduce adverse effect of illegal gold mining upon the environment under the existing regulations.
3. To study social and economic condition of the population in the affected areas in terms in term of their income.
The study is of descriptive nature and adopts a qualitative approach while being undertaken in West Kalimantan. Reliable sources of information include observation, partipatory observation and interview with competent respondents by way of purposive sampling.
The results reveals that so far competent and accountable agencies for the control of illegal gold mining activities were not effectively in function. Control is being carried out by PETI special task force officials in the affected areas.The rather poor control results are revealed by less sufficient extension services, guidelines, supervisions and mining control during 1996 until 2000, due to the absence of regular and on-the-spot control in all PETI areas. Illegal gold mining activities continued to grow in number every year.
During 1996-2000, there were 1,781 groups of people actively involved in illegal gold mining operations, showing an increase of 3,1 % each year.A total of 16,391 men were absorbed each year at average, with an annual ancrease of 27,6%.Annual average volume of earth exvacated amounted to 3,359,683 m3,thus damaged areas increased 10,8 % each year. About 1,378.4 hectares of mining location were damaged each year, increasing by 8,3% annually. Extensive pollution by mercury used in mining opertaions amounted to 4.1 tons per year, increasing by 6,2% annually.
The socio-economical conditions of the population, particularly those near the mining locations working as field labourers, earn daily wages of Rp.25,000- Rp.35,000, whereas those involved in other activities earn average daily wages of Rp.25,000-Rp.50,000. A mining foreman may earn Rp.35,000-Rp.50,000 per day. Less effective mining control results are mainly due to the spreaded and distant locations, lack of control and of good lincesing systems, weak law enforcement, insufficient financing and the statuss of Contract of Work and Mining Authorization activities.
The following conclusion may be drawn from the result of the study; The control of mining acttivities in West Kalimantan by the authorized agencies remains less effective, as indicated by continuing increase of illegal gold mining activities by the local communities in several areas, and the expanding environmental damage caused by the activities. Failure of the local authorities of enforce effective control is due to the absence of well-planned rules and regulations, licensing systems, insufficient fluids, and widespreads mining locations, which generated criminal activities, gambling, use of alcoholics drinks, prostitutions and disorder, reprensting social pathology as negative social impact of illegal gold mining activities.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Dharma
"Pendahuluan: Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) saat ini merupakan isu global yang kompleks karena penggunaan merkuri elemental dalam proses kerjanya. Pajanan merkuri pada pekerja menempatkannya dalam risiko gangguan kesehatan yang serius. Ada 850 titik PESK di Indonesia yang tersebar di 32 propinsi, dengan jumlah pekerja yang tidak kurang dari 250.00 orang. Informasi terkait jenis aktifitas kerja yang paling berpengaruh terhadap risiko gangguan kesehatan pada pekerja PESK akan sangat berguna sebagai pedoman dalam melakukan tindakan pengendalian risiko.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang bertujuan mencari hubungan antara jenis aktifitas kerja dengan kadar merkuri urin pekerja. Intoksikasi merkuri ditetapkan sesuai NAB yang ditetapkan Pemerintah, yaitu 20 µg/gram kreatinin. Data yang digunakan adalah data sekunder, berupa hasil pengisian kuisioner dan hasil pemeriksaan merkuri urin pekerja PESK di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan Banten.
Hasil: Prevalensi pekerja yang memiliki kadar merkuri urin di atas NAB di dua propinsi di Indonesia adalah 35,5%. Dari analaisis multivariat, faktor yang paling dominan adalah jenis aktifitas kerja risiko tinggi (p=0,003 ROsuaian:2,811 IK95%:1,413-5,590).
Kesimpulan:  Jenis aktivitas kerja risiko tinggi adalah jenis aktivitas kerja yang paling berisiko menyebabkan pekerja PESK pada penelitian ini memiliki kadar merkuri urin di atas NAB.

Introduction: Artisanal and Small-scale Gold Mining (ASGM) has became global and complex issues, because of the use of elemental mercury in its working processes. Workers in ASGM divided into three type of tasks: miner, mineral processor and smelter. Smelter was categorized as high risk type of task, regarding the exposure of mercury vapor resulted from heating the amalgam. Urinary mercury level can be used as an indicator for the severity of mercury exposure in a worker.
Method: A cross sectional design study to obtain job task and its relation to urinary mercury level among ASGM worker. Job task divided into high risk type of task (smelter), and low risk type of task (miner and mineral processor). We used secondary data from questionnaire and mercury urinary level of ASGM worker in the provinces of Nusa Tenggara Barat and Banten. Biological Exposure Index (BEI) of mercury was 20 µg/gram creatinin, referred to The Decree of Ministry of Manpower of Republik Indonesia and American Conference of Govermental Industril Hyginenists (ACGIH).
Result: Prevalence of workers having urinary mercury level above BEI was 35,5%. Smelter was the most dominant factor (p=0,003 adjustedOR:2,811 CI95%:1,413-5,590).
Conclusion: The most related factor was high risk type of task.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mealey, George A.
New Orleans: Freeport-McMoran Copper & Gold, 1996
622.343 MEA g (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
A.R. [Abdoel Raoef] Soehoed
Jakarta: Aksara Karunia, 2005
622 SOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farkhan Khoir
"Komoditas emas yang tinggi serta lapangan poduksi Pongkor yang sudah beroperasi sejak puluhan tahun lalu membuat perlu ditemukannya zona potensi baru untuk produksi pertambangan emas. Untuk mengetahui zona mineralisasi emas dan kemenerusannya, maka dilakukan studi geofisika dengan menggunakan metode Time Domain Induced Polarization (TDIP) dan magnetik. Data TDIP yang terdiri dari data resistivitas dan chargeabilitas diinterpretasi untuk menentukan zona alterasi dan mineralisasi bawah permukaan yang dikorelasi dengan data magnetik yang telah di inversi 3D sehingga mendapatkan parameter suseptibilitas.
Berdasarkan nilai resistivitas di daerah penelitian, zona alterasi argilik diduga memiliki nilai <50 Ohm.m dan zona alterasi silisifikasi diduga memiliki nilai >50 Ohm.m. Nilai chargeabilitas zona mineralisasi diindikasikan memiliki nilai 100-810 m.sec. Zona mineralisasi di daerah penelitian memiliki nilai suseptibilitas berkisar antara -0.073 hingga -0.021 cgs. Dari ketiga parameter tersebut, diduga zona mineralisasi terdapat di bagian Timur daerah penelitian dan berorientasi Utara-Selatan searah dengan orientasi sesar utama.

The high gold commodity as well as the Pongkor production field that has existed since last year made it necessary to find a new potential zone for gold mining production. To find out the zone of gold mineralization and its continuity, then conducted geophysical studies by using the methods of Time-Domain Induced Polarization (TDIP) and magnetic. TDIP data consisting of resistivity and chargeability data are interpreted to determine alteration zones and subsurface mineralization that are correlated with magnetic data that has been inversed in 3D to obtain susceptibility parameters.
Based on the value of resistivity in the area of research, the argilic alteration zones are thought to has a value of < 50 Ohm. Silisification alteration zones supposedly has the value > 50 Ohm. m. The value of the chargeability zone of mineralized indicated has a value of 100-810 m sec. Research in the area of mineralized zone have a value in the range suseptibilitas -0073 to -0.021 cgs. From those parameter of the mineralized zone, it is assumed that the mineralization zone is in the eastern part of the study area and oriented North-South direction with the orientation of the main fault.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurus Firdaus
"Kegiatan penambangan emas di Pongkor sejak Tahun 1990 berdampak terhadap degradasi lingkungan dan sosial. Pengelolaan lanskap menjadi kunci dalam menghadapi tantangan tersebut. Adanya kebijakan pengembangan Kemiri Sunan reutealis trisperma Blanco Airy Shaw sebagai tanaman energi dapat menjadi solusi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis spasial lanskap berkelanjutan bagi tanaman tersebut di wilayah ini dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah analisis multi kriteria untuk menentukan kecocokan lahan, pemodelan spasial dinamis menggunakan Markov chain-Celullar automata untuk mengetahui ketersediaan lahan dimasa depan, dan wawancara langsung pada masyarakat untuk mengetahui pemanfaatan dan proyeksi lahan.
Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian lahan terutama dipengaruhi topografi dan jenis tanah, sedangkan ketersediaan lahan tidak begitu luas pada lahan terbuka namun meningkat jika dikembangkan pada lahan pertanian. Hasil wawancara menunjukkan adanya kesediaan masyarakat untuk pengembangan tanaman. Lanskap berkelanjutan untuk kemiri sunan di wilayah kerja pertambangan pongkor berada di lokasi pasca tambang dan sekitar pembuangan tailing. Lahan terbuka dan lahan pertanian milik pribadi dapat dialihfungsikan apabila ada mitra usaha atau dukungan pemerintah untuk kepastian pemasaran hasil produksi.

Gold mining activities in Pongkor, Indonesia since 1990 have effect on environmental and social degradation. Landscape management is key to addressing these challenges. Policy of Kemiri Sunan reutealis trisperma Blanco Airy Shaw development as energy crop can be a solution. This study aims to sustainable landscapes spatial analyze for this crop in this area and its surrounding. Method used is multi criteria analysis to determine land suitability, spatial dynamic modeling using Markov chain Cellular automata to identify future land availability, and direct interviews to know land utilization and projection by local people.
Results show that land suitability is mainly influenced by topography and soil types, while land availability is not so wide on bare land but increases if developed on agricultural land. Interview results indicate community 39 s willingness to develop. Sustainable landscape for kemiri sunan at pongkor mine site is located in post mining location and around tailings disposal. Private bare land and agricultural land can be converted if there is a business partner or government support for production marketing certainty.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>