Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61716 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"The intelligence body is the foremost line in national security system by conducting early detection and early warning system in preventing and overcoming any threat to national security. The confidential character of the intelligence body eqquiped with special authority has made possible it becomes a subject of human right violation. However, the acknowledgement and protection of the human right law number 39 year 1999. This essay attempts to examine the complexion problems between the implementation of intelligence function to ensure the national security and the necessity of human right's protection in the implementation of intelligence task and authority; in its profesional etic code and sworm; penalty sanction given in the event any violation; and the multilayered oversight to intelligence bodies."
NGRHKM 1:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Huma rights, either in concept or in empirical fact, a part of the dynamic of human civilization , which are in fact realted tighlty to space and time context. It means that human rights always built in its social structure or habitat"
340 JIH 7:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryanindityo
"Penelitian ini memfokuskan kepada kebijakan Australia yang dikenal dengan istilah Operation Sovereign Borders, terutama mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Australia memberlakukan Operation Sovereign Borders dan hak-hak yang dilanggar di dalam melaksanakan Operation Sovereign Borders tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan menjadi negara pihak dalam Konvensi PBB Tahun 1951 tentang Pengungsi dan Protokolnya Tahun 1967, serta ICCPR, maka seharusnya pelaksanaan Operation Sovereign Borders yang dijalankan oleh Pemerintah Australia tetap tunduk pada kewajiban-kewajiban internasional terkait pencari suaka dan pengungsi yang datang ke negaranya dan tidak melanggar hak-hak mereka.

This research focuses on Australia's policy known as The Operation Sovereign Borders. In particular, it emphasizes on the sources of changes (factors) that causes Australia to establish The Operation Sovereign Borders and the human rights that are breached from the implementation of The Operation Sovereign Borders. This is a qualitative-descriptive research design. The results of this thesis suggest that as a country that has ratified and become a state party of The United Nations Convention and Protocol Relating to The Status of Refugees in The Year 1951 and 1967, and The ICCPR, The Operation Sovereign Borders that is carried out by the Australian Government should be align with its international obligation regarding asylum seekers and refugees entering its territory and does not breach its human rights obligation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Arif Setiawan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang "Proses Peradilan Pidana di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Secara khusus tesis, ini lebih menitikberatkan kajian terhadap masalah perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan. Penelitian ini .bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut: (I) Sejauhmana KUHAP telah memberikan dasar-dasar normatif terhadap jaminan perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan, (2) Apakah secara normatif KUHAP telah memenuhi syarat sebagai dasar penyelenggaraan proses peradilan pidana yang adil (due process of law) khususnya dalam tingkat pemeriksaan pendahuluan.; (3) Sejauhmana para petugas penegak hukum pidana di tingkat pemeriksaan pendahuluan telah melaksanakan proses peradilan pidana yang menghargai dan melindungi HAM khususnya bagi para tersangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemeriksaan di tingkat pendahuluan yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum masih dijumpai adanya pelanggaran HAM yang merendahkan harkat dan martabat tersangka, masih terjadi pemeriksaan dengan cara kekerasandan ancaman kekerasan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,dan juga diabaikannya pemberian hak-hak yuridis yang dimiliki oleh tersangka seperti hak memperoleh penasehat hukum, hak mendapat kunjungan sewaktu-waktu oleh penasehat hukum tersangka untuk kepentingan pembelaan dan lain sebagainya. Namun demikian dari segi yuridis normatif KUHAP sebenarnya telah memberikan jaminan perlindungan HAM bagi tersangka, dan telah pula memenuhi persyaratan sebagai dasar hukum penyelenggaraan peradilan pidana yang adil (due process of law). Namun ironisnya ternyata KUHAP justru tidak mengatur akibat atau konsekuensi yuridis berupa pembatalan, penyidikan, dakwaan, atau penolakan bahan pembuktian apabila .terjadi pelanggaran hak-hak yuridis tersangka. Disediakannya lembaga Pra Peradilan ternyata tidak cukup menjamin perlindungan HAM tersangka seperti yang dimaksud oleh asas ubi jus ihi rerrudium dan asas ubi rerrtidium ibi jus, yang bermakna jika ada hak yang diberikan hukum maka harus ada keinungkinan untuk menuntut dan memperoleh hak tersebut, dan hanya apabila ada proses hukum untuk menuntutnya dapat dikatakan adanya hak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
323 Hak
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Sulistyanto
"Pemerintah Indonesia menaruh perhatian begitu besar terhadap pelaksanaan hak asasi manusia karena dorongan beberapa faktor. Faktor pertama adalah faktor internal, yaitu semakin sadarnya warga negara akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pengaduan tentang pelanggaran hak asasi manusia yang masuk ke Komnas HAM. Faktor yang kedua adalah faktor eksternal, yaitu desakan dari negara-negara maju yang dalam memberikan bantuan kepada Indonesia selalu mengkaitkan dengan pelaksanaan hak asasi manusia. Perbedaan pemahaman tentang hak asasi manusia sebenarnya berasal dari pelaksanaan hak asasi manusia yang disesuaikan dengan ciri-ciri negara itu sendiri yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, nilai-nilai luhur budaya bangsa dan politik masing-masing negara yang bersifat dinamis. Sejarah penegakan hak asasi manusia melahirkan suatu dokumen internasional, yaitu Universal Declaration of Human Rights yang diumumkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 yang merupakan landasan bagi pelaksanaan hak asasi manusia di seluruh dunia. UUD 1945 yang disahkan terlebih dahulu bila dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM, ternyata di dalam Pembukaan dan Batang Tubuhnya secara implisit banyak berisikan tentang hak asasi manusia. Demi menjamin pelaksanaan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, tahun 1993 didirikanlah Komnas HAM yang menangani masalah-masalah yang berkenaan dengan hak asasi manusia. Perkembangan selanjutnya, Wanhankamnas mengusulkan suatu rancangan tentang Piagam HAM menurut bangsa Indonesia untuk dijadikan TAP MPR tersendiri, sebagai landasan hukum yang kuat bagi penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Akan tetapi usul tersebut haruslah melalui proses yang panjang karena Fraksi Karya Pembangunan sebagai suara mayoritas dalam MPR mempunyai rencana tersendiri di dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 yang akan menempatkan HAM di dalam TAP MPR menjadi satu dengan GBHN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993
341.481 HAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Adlan N.
"Wacana Hak Asasi Manusia (HAM) mengemuka saat berbagai kekerasan, penindasan dan pelecahan terhadap kemanusiaan mengemuka dalam sejarah hidup umat manusia. Rezim-rezim totaliter di abad modern tidak jauh beda dengan pola kepemimpinan abad pertengahan dan primitif. Saat itu, manusia menjadi objek eksploitasi oleh manusia Iain. Subordinasi dan superioritas yang terjalin antara penguasa (ruler) dan masyarakat (ruled) tidak henti-hentinya menjadi cerita Iaten sebuah bangsa.
Telah banyak kesepakatan yang dibuat untuk menempatkan posisi relasi antarmanusia. Khususnya yang mengatur batas-batas kewenangan pemimpin dan warga negara. Bahkan sebelum modemitas menyapa dunia. Namun, hal itu tidak terlalu membawa dampak signifikan, meski asumsi moral pun telah diajukan. Dalam kondisi tersebut, diperlukan respon global yang menyeluruh pentingnya pengakuan atas hak-hak asasi manusia. Tidak hanya sekedar motivasi moral, namun juga memiliki kekuatan hukum dan politik.
Kulminasi desakan kepentingan tersebut berada pada titik saat berkumandangnya Universal Declaration of Human Right (UDHR), Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia, pada tahun 1948 yang dikodifikaslkan pada tahun 1966 dalam Kesepakatan lnternasional hak sipil dan Politik (lnternational Covenant on Civil and Poltical Rights) serta Kesepakatan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economics, Social and Cultural Rights).
Gagasan liberalisme Barat menjadi penopang utama pentingnya hak asasi manusia. Sebab ia memiliki Iandasan pengakuan atas kebebasan dan kesetaraan. Sebagai salah satu ideologi besar di dunia, ia menyeru bahwa setiap individu memiliki hak atas kebebasannya dan diberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan kebebasan tersebut. Asumsi universalitas pun patut ditekankan, saat tak ada celah bagi pihak Iain untuk menolaknya, atas dasar kemanusiaan.
Tentu saja gagasan ideal ini memiliki makna dan cita-cita yang luhur. Namun, ketika ia memasuki ranah hukum dan politik, maka muncul perbedaan sekaligus penentangan dari pihak Iain. Khususnya budaya dan tradisi Iain yang tidak berangkat dari asumsi liberal Barat. Salah satunya adalah Islam. Ia berangkat dari tradisi doktrin keagamaan yang bersumber pada Al-Quran dan Hadis. Keduanya terkumulasi dalam sistem hukum dan politik.
Pembahasan dalam tesis ini secara umum hendak memperoleh jawaban sejauh mana eksistensi HAM dalam perspektif Islam yang memiliki realitas budaya yang berbeda dengan Barat. Masalah pokok ini dijabarkan dalam sub-sub masalah sebagai berikut: Apa asumsi yang mendasari wacana HAM dalam pemikiran Barat dan Islam? Bagaimana eksistensi hak asasi manusia dalam perspektif Barat dan Islam? Sejauh mana efek kedudukan Tuhan dan manusia melandasi wacana HAM dalam perspektif Barat dan Islam?
Jenis penelitian memakai pendekatan kualitatif. Hasil data yang diperoleh dari operasional metode kualitatlf dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Penelitian ini juga bersifat Iiterer (library research), sumber data penelitian ini sepenuhnya berdasarkan kepada riset kepustakaan, mengandalkan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan wacana Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perspektif Barat dan Islam, serta dengan tulisan-tulisan lain yang relevan, dengan menggunakan dua metode pembahasan; deskriptif dan analitis.
Metode deskriptif melukiskan keadaan secara obyektif. Wacana HAM dalam perpeklif Barat dan Islam diteropong secara objektif. Dengan demenelisik asumsi-asumsi HAM dalam pemikiran modern serta berbagai tinjauan atas relativise budaya dalam pemikir kontemporer. Demikian pula penerimaan atas pemikiran Islam reformis dalam pemikiran kontemporer Islam.
Metode analitis dilakukan dalam meneopong kedua wacana tersebut dalam bingkai filosofls. Urutan-urutan kronologis kemunculan HAM dibahas sesuai dengan dasar-dasar filosofis yang dikandungnya. Tokoh-tokoh semisal Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau menjadi pilar utama penggerak prinsip HAM yang menjadi acuan bagi dideklarasikannya HAM universal. Selain itu, juga dipakai dalam menganalisa konsep hak asasi manusia dalam perspektif Islam yang bersumber dari ayat-ayat Al-Quran dan Hadis.
Penemuan penting dalam tesis ini adalah bahwa wacana HAM dalam Islam tidak memiliki penjelasan yang eksplisit. Bahkan pembicaraan HAM tersebut diajukan setelah pemikiran Barat mulai menyentuh wacana tersebut. Layaknya dokumen pedoman, pemikiran HAM dalam Islam merupakan upaya menyesuaikan gagasan HAM Barat dengan informasi yang dimuat oleh Al-Qur?an dan Hadis.
Dari penyesuaian tersebut, ditemukan bahwa hakikat HAM dalam Islam memiliki karakteristik khas, bersifat teosentris. Tuhan adalah motivasi mutlak dari segala sesuatu. Dia adalah pusat orientasi dan segala motivasi. Manusia adalah sosok mukallaf (dipenuhi kewajiban), sedangkan hak utama hanya milik Tuhan. Hal ini berbeda dengan konsep Barat yang anstroposentristik, berorientasi pada eksistensi manusia sebagai tujuan. Mementingkan perlindungan pada HAM dan kemerdekaan individu."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satya Arinanto
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
323 SAT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>