Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noor Wahyu Sugeng Riyadi
"Upah minimum terhadap pengangguran adalah topik klasik dalam bidang ekonomi pembangunan. Namun, belum ada kesimpulan yang seragam mengenai dampak upah minimum terhadap pengangguran. Sementara pengangguran dan informalitas menjadi masalah serius yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara-negara berkembang telah melaksanakan desentralisasi penetapan upah minimum. Kebijakan ini telah menyebabkan variasi antar Provinsi baik yang berbeda pulau ataupun di dalam satu pulau. Tujuan paper ini untuk menemukan hubungan antara upah minimum pengangguran menggabungkan dengan setengah pengangguran dan informalitas menggunakan panel data set dari 33 provinsi di Indonesia sejak 2006 sampai 2012.
Berdasarkan tetap statik dan efek random, upah minimum menunjukkan hubungan yang negatif dengan pengangguran, pengangguran dan informalitas. Kenaikan upah minimum akan berdampak terhadap penurunan pengangguran, pengangguran dan informalitas. Hasil ini dianggap hasil yang mengejutkan karena banyak literatur sebelumnya menyebutkan hubungan yang positif. Hubungan negatif juga berarti monopsony yang memainkan peran penting di pasar tenaga kerja Indonesia. Monopsony di Indonesia bukan suatu hal yang mengejutkan karena karakteristik geografis dan konsentrasi pasar yang ada. Selain itu, hasil dari 2SLS estimasi menggunakan komponen biaya hidup layak sebagai variabel instrumental memberikan hasil tidak berbeda dibandingkan model efek statik.

Minimum wage impact on unemployment is classical topic in area of economic development. However, there has been no uniform conclusion on how minimum wage gives impact to unemployment. Meanwhile underemployment and informality become serious problem faced by developing countries. Indonesia as one of the developing countries has decentralized the minimum wage setting. This policy has led to variation of provincial minimum wage across provinces between islands, but also variations within island. While there has been several studies which examine the minimum wage impact on Indonesian labor market, there is still no study on unemployment combine with underemployment and informality that taken into account of endogeneity problem from minimum wage. In order to fill this gap on the existing literature, this paper utilizes panel data set from 33 Indonesian provinces since 2006 to 2012. Fixed effect and random effect panel data set are being employed to find the relationship between minimum wage and this paper’s outcomes. Furthermore, two stages least square model is used to tackle the endogeneity between minimum wage and outcomes that this paper examines.
Based on fixed effect and random effect model, minimum wage show negative relationships with unemployment, underemployment and informality. Increases in minimum wage will work towards reduced unemployment, underemployment and informality. This result is considered a surprising result due to many previous literatures provide positive relationships. The negative relationship also means that monopsony played a significant role in the Indonesian labor market. Monopsony in Indonesia is not a surprising fact due to geographical characteristics and market concentrations are existed. Furthermore, two stages least square estimation using decent living costs as instrumental variable provide no different result as compare to static effect models.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Nurhadi
"ABSTRAK
Terdapat kemungkinan bias pada studi sebelumnya tentang dampak upah minimum pada penyerapan tenaga kerja di sektor formal dan informal karena belum mengakomodir efek spasial dari dependensi pasar tenaga kerja antar wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak kenaikan upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja sektor formal dan informal tanpa efek spasial kemudian dibandingkan dengan jika ada efek spasial. Tanpa efek spasial model yang digunakan adalah model panel dan dengan efek spasial model yang digunakan adalah model panel Spatial Auto Regressive SAR . Variabel dependen yang digunakan adalah penyerapan tenaga kerja sektor formal relatif terhadap sektor informal, sedangkan variabel independen adalah upah minimum riil dalam bentuk logaritma natural. Selain itu juga digunakan variabel kontrol yaitu: PDRB riil, pendidikan, angkatan kerja, urban rate, share pertanian, gender dan spasial lag. Hasil penelitian menunjukkan pada kedua model kenaikan upah minimum signifikan berdampak menurunkan penyerapan tenaga kerja sektor formal relatif terhadap sektor informal. Nilai koofisien dampak kenaikan upah minimum yang dihasilkan oleh model spasial lebih besar daripada model non spasial padahal dari hasil kriteria model menunjukkan model spasial lebih baik, sehingga dapat disimpulkan terdapat under estimate pada studi sebelumnya yang tidak memperhitungkan dependensi spasial pasar tenaga kerja.

ABSTRACT
There is a possibility of bias in the previous study on the impact of minimum wages on the absorption of labor in the formal and informal sectors because it has not yet accommodated the spatial effects of inter regional labor market dependencies. This study aims to examine the impact of minimum wage increases on the absorption of formal and informal sector labor without spatial effects when compared with if there are spatial effects. Without spatial effect, the model used is the panel model and with spatial effect model used is Spatial Auto Regressive SAR model panel. The dependent variable used is the formal sector employment absorption relative to the informal sector, whereas the independent variable is the real minimum wage in the form of the natural logarithm. In addition, control variables are used real GDP, education, labor force, urban rate, agricultural share, gender and spatial lag. The results showed that both models of minimum wage increase significantly reduced the absorption of formal sector workforce relative to the informal sector. The coefficient value of the impact of the minimum wage increase produced by the spatial model is greater than the non spatial model whereas from the model criteria results show better spatial model, so it can be concluded there is underestimated in the previous study which does not take into account the spatial dependencies of the labor market."
2018
T49908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyana Iskandarsyah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krasni Rosa Pantrini Puji Rahayu
"Penulisan tesis ini secara umum memiliki tujuan untuk menganalisis faktor kenaikan upah minimum sebagai variabel utama yang dikontrol oleh pertumbuhan ekonomi, jumlah pekerja, dan partisipasi perempuan terhadap kesenjangan upah pada setiap provinsi di Indonesia. Penelitian ini juga akan menganalisis kesenjangan upah di sektor Pertanian, Manufaktur, dan Jasa, serta menganalisis kesenjangan upah di Tingkat Pendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi. Menggunakan data panel, 33 provinsi di Indonesia selama periode tahun 2007 hingga 2013. Hasil estimasi dengan metode fixed effect yang memungkinkan adanya perbedaan kesenjangan upah pada setiap provinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum mempengaruhi kenaikan kesenjangan upah di seluruh model.

The thesis has generally the purpose to analyze the effect of the increase in the minimum wage on the wage gap in each province in Indonesia. It also analyzed other factors such as economic growth, employment, and the women's participation as control variable on the wage gap. Beside that the wage gap in Agriculture, Manufacturing, and Services and the wage gap in the Basic Education Level, Medium and High also to be analyzed. The data used is panel data of 33 provinces in Indonesia between 2007 to 2013. The estimation result with fixed effect model that allow for differences in the wage gap in every province in Indonesia indicates that the increase in minimum wage affects the increase in the wage gap in all models."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasma Hazel
"Kesetaraan gender menjadi isu yang diperjuangkan secara terus menerus. Salah satu aspek yang menjadi indikator evaluasi apakah kesetaraan gender sudah diterapkan adalah adanya fenomena kesenjangan upah antar gender. Studi ini bertujuan untuk melihat persistensi kesenjangan upah antar gender dengan menggunakan data Sakernas 2022 serta variasi kesenjangan antar gender yang terjadi di antara sektor industri, tempat tinggal, dan tipe kontrak. Pada tahun 2022, ditunjukkan bahwa gender kesenjangan upah antar gender di Indonesia meningkat dibanding dengan tahun 2010, baik pada daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu, secara keseluruhan, kesenjangan upah antar gender bervariase antar sektor dengan tertinggi terdapat pada sektor perdagangan besar, eceran, reparasi dan perawatan mobil sedangkan sektor dengan kesenjangan upah terendah adalah sektor keuangan, asuransi, dan real estat. Hal yang sama terjadi pada daerah perkotaan. Namun, jika dilihat pada daerah pedesaan, sektor pengangkutan, pergudangan, informasi dan komunikasi memiliki kesenjangan upah tertinggi, sementara sektor aktivitas kesehatan manusia dan aktivitas sosial memiliki kesenjangan upah terendah.

Gender equality has become an ongoing campaign years after years. One aspect that serves as an indicator of whether gender equality has been implemented is the phenomenon of the gender wage gap. This research aims to examine the persistence of the gender wage gap phenomena, using the data from Sakernas 2022. Additionally, this study also displays the variations of gender wage gap between sectors, areas, and employment types. The result indicates that Indonesia showed a wider gender wage gap in 2022, compared to 2010, in both rural and urban areas. Overall, the highest gender wage gap was found in the wholesale, retail trade, and motor vehicle repair and maintenance sectors, while the sector with the lowest wage gap was the finance, insurance, and real estate sectors. The same pattern was observed in urban areas. However, in rural areas, the transportation, warehousing, information, and communication sector had the highest wage gap, while the human health and social work activities sectors had the lowest wage gap."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Arifianti
"Banyak literatur tentang pengaruh upah minimum terhadap penggunaan tenaga kerja yang menghasilkan kesimpulan yang berbeda, sebagian menyatakan pengaruh negatif dan sebagian lainnya menyatakan pengaruh yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum provinsi terhadap penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah di sektor industri non migas. Estimasi dilakukan dengan menggunakan data panel di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali dalam rentang waktu 2000-2009. Variabel dependen dalam persamaan ini adalah porsi penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah terhadap total tenaga kerja yang bekerja. Variabel independen adalah upah minimum provinsi rill, nilai tambah rill sektor industri pengolahan non migas, investasi rill, dan populasi angkatan kerja. Sampel dibatasi pada kelompok pekerja yang menerima upah yang berpendidikan rendah di sektor industri non migas. Kelompok ini dipilih karena merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap kenaikan upah minimum. Hasil studi ini menunjukkan kebijakan upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik, Kenaikan upah minimum sebesar 1 persen menyebabkan porsi penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah di sektor industri non migas berkurang sebesar 2,94 persen.

Many literature saying about the effects of minimum wages are various and different each other in telling their conclusion. Some of literatures say that minimum wages policy have negative effects for the labor, while others say it have positive effects for the labor. This research aims to estimate the effects of the minimum wages policy for less educated labor beyond oil & gas industy sector. Estimation is generated by utilizing panel data originated from six provinces; DKI Jakarta, West Java, Banten, Central Java, Yogyakarta, East Java, and Bali within 2000-2009. The dependent variable used in this equation is the share of the less-educated labor to the total workforce while the independent variables used are the real province minimum wage (UMP), real value added manufacturing sector, real investment, and the workforce population. The sample is limited to the group of less educated labor only beyond oil & gas sector. This group was chosen because they are vulnerable to minimum wage increases. The results of this research shows that the minimum wages policy has negative effects and significant statistically, one percent increasing of the minimum wages will reduce 2.94 percent the share of the less-educated Labor within industry."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T32733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Diana Candra Dewi
"Skripsi ini membahas perbedaan perlakuan atas biaya tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit antara pajak (Kebijakan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 249/PMK.03/2008) dengan akuntasi (Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16), dampak implementasi dan solusi alternatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan konsep aset yang dibangun sendiri, biaya dan penghasilan, implementasi biaya tenaga kerja berdasarkan Kebijakan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 249/PMK.03/2008 tidak sesuai diterapkan di industri perkebunan kelapa sawit.

The focus in this research is about the difference treatment of labor cost in palm plantations between tax regulation ( Republic of Indonesia finance ministerial policy number 249/PMK.03/2008) and accounting ( Financial Accounting Standart number 16), implementation impact and alternative solution in PT X. This research using explanative research for qualitative approach. This research result conclude by the concept of asset self-construction, cost and income, labor cost implementation base on Republic of Indonesia Finance Ministerial Policy number 249/PMK.03/2008 is not appropriate on palm plantations industry implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1992
331.13 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Resty Sopiyono
"Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) usia muda di Indonesia tertinggi kedua (19,68 persen) dibandingkan sebelas negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada tahun 2018. TPT usia 15-24 tahun pada tahun 2018 hampir empat kali TPT total. Pengangguran memberikan dampak yang luas, baik bagi negara, bagi penganggur itu sendiri, dan juga bagi masyarakat. Dibandingkan dengan penganggur usia yang lebih tua, remaja sangat rentan terhadap dampak negatif pengangguran. Pengangguran yang terjadi pada orang tua dapat menyebabkan transmisi antargenerasi kepada anaknya. Pengangguran orang tua dapat mengurangi investasi orang tua pada anak-anak mereka yang mengarah pada penurunan pencapaian pendidikan dan penurunan prospek pekerjaan ketika dewasa. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh orang tua yang menganggur pada masa kanak-kanak terhadap penggangguran usia muda dengan menggunakan data Indonesian Family Life Survey (IFLS) tahun 2007 dan 2014.
Hasil regresi multinomial logistik menunjukkan bahwa status pengangguran ayah di masa kanak-kanak berpengaruh secara signifikan hanya pada kuintil pendapatan 40 persen terendah. Anak yang ayahnya menganggur ketika mereka berumur 8-17 tahun lebih cenderung menjadi pengangguran di usia muda daripada keluar dari angkatan kerja. Hal ini menunjukkan adanya transmisi pengangguran antargenerasi pada rumah tangga dengan kelompok ekonomi rendah.

The youth unemployment rate in Indonesia is the second highest (19,68 percent) among the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) countries in 2018. Indonesian youth unemployment rate in 2018 is almost four times the total unemployment rate. Unemployment has broad effects, for the country, for the unemployed themselves, and also for society. Compared to older unemployed, youth are very vulnerable to the negative effects of unemployment. Unemployment that occurs in parents can cause intergenerational transmission to their children. Parental unemployment can reduce parental investment in their children which leads to a decrease in educational attainment and a decrease in employment prospects as adults. This study aims to investigate the effects of unemployed parents in childhood on youth unemployment using the 2007 and 2014 Indonesian Family Life Survey (IFLS) data.
The results of multinomial logistic regression indicate that fathers unemployment status in childhood age of youth, only significantly affects the youth unemployment status in the lowest 40 percent income group. Children whose father was unemployed in their childhood age, are more tend to be unemployed at young age instead of being out of the labor force. This shows the existence of intergenerational unemployment transmission in households with low economic group."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T54944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kartika Cendrasari
"Seperti umumnya negara-negara berkembang, Indonesia ditandai dengan kelebihan tenaga kerja atau labor surplus economy. Hal ini berarti bahwa jumlah angkatan kerja yang ada lebih banyak dari kesempatan kerja yang tersedia, oleh karena itu maka sebagian angkatan kerja terpaksa tidak dapat memperoleh pekerjaan (penganggur) atau sebagian sudah bekerja tetapi belum berdaya guna secara optimal (setengah penganggur). Namun demikian angka pengangguran di Indonesia relatif kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara maju yang memberlakukan sistim tunjangan sosial. Di Indonesia, tidak adanya tunjangan dari pemerintah menyebabkan angkatan kerja yang menganggur apabila tidak mendapat dukungan finansial dari keluarganya atau diri sendirinya, sangat kecil kemungkinan mereka untuk berdiam diri tanpa menghasilkan sesuatu. Akibatnya mereka bersedia bekerja apapun walaupun dengan penghasilan yang sedikit, sehingga angka pengangguran terbuka di Indonesia relatif kecil.
Bagi masyarakat Indonesia, pendidikan merupakan sesuatu yang mahal, hanya keluarga yang relatif kaya yang mampu menyekolahkan anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga umumnya tenaga kerja terdidik datang dari keluarga berada. Apabila suatu keluarga mampu menyekolahkan anaknya ke Perguruan Tinggi, biasanya keluarga tersebut akan mampu membiayai anakanya menganggur dalam proses mecari kerja. Maka tidak mengherankan apabila kelompok tenaga kerja terdidik yang mampu menjadi full timer dalam mencari pekerjaan. Sebaliknya pencari kerja tak terdidik biasanya datang dari keluarga kurang mampu dimana tidak mampu membiayai masa menganggur lebih lama, sehingga mereka terpaksa harus menerima bekerja apa saja. Dalam studi ini dengan menggunakan data Sakerti tahun 1993 diperoleh hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin tanpa variabel kontrol ternyata proporsi pengangguran perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Janis kelamin mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Perempuan mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dan bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal, proporsi penganggur perempuan lebih banyak di pedesaan dibandingkan di perkotaan, demikian pula dengan laki-laki.
Dilihat dari kelompok umur tanpa menggunakan variabel kontrol, ternyata proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan kelompok umur yang lain. Mereka yang berusia 35 tahun keatas mempunyai resiko menganggur lebih tinggi dibandingkan yang berusia muda. Setelah dikontrol dengan variabel tempat tinggal, ditemukan bahwa baik di perkotaan maupun pedesaan proporsi penganggur yang berusia 35 tahun keatas lebih besar dibandingkan yang berusia lebih muda.
Ditinjau dari segi pendidikan, tanpa menggunakan variabel kontrol, mereka yang berpendidikan SD/Tidak Sekolah mempunyai resiko menganggur lebih besar dibandingkan yang berpendidikan di atasnya. Dengan menggunakan variabel kontrol tempat tinggal, terlihat di perkotaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan tinggi (Diploma/universitas) lebih tinggi daripada yang berpendidikan dibawahnya, sedangkan di pedesaan resiko menganggur bagi yang berpendidikan SLTA lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lainnya. Bila dilihat dari segi status perkawinan tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, ternyata mereka yang kawin resiko menganggurnya lebih tinggi dibandingkan yang belum kawin. Namun bila dikontrol dengan variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang berarti antara proporsi penganggur yang berstatus kawin dengan yang berstatus kawin.
Dilihat dari pengalaman kerja tanpa memperhatikan variabel tempat tinggal, terlihat bahwa proporsi penganggur yang belum pernah bekerja lebih tinggi dibandingkan dengan yang pernah kerja. Pengalaman kerja mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang. Mereka yang belum pernah kerja sebelumnya mempunyai resiko untuk menganggur dibandingkan dengan yang berpengalaman kerja. Dengan mengontrol variabel tempat tinggal diperoleh hasil bahwa di perkotaan mereka yang berpengalaman kerja mempunyai resiko menganggur lebih kecil dibandingkan dengan yang belum pernah bekerja sebelumnya, pals yang sama ditemui di pedesaan. Dari segi pendapatan keluarga tanpa atau dengan memperhatikan variabel kontrol, ditemukan bahwa pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap menganggurnya seseorang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T1196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>