Ditemukan 136967 dokumen yang sesuai dengan query
Tentiana Rusbandi
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan menganalisis penerapan grandfather clause dalam pelaksanaan perluasan penanaman modal pada bidang-bidang usaha yang diatur secara lebih restriktif dalam Peraturan Presiden mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI), bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan bidang usaha yang disyaratkan dengan kemitraan (dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)). Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah dapatkah konsep grandfather clause (Pasal 9 Perpres DNI 2014) menjamin kepastian hukum bagi penanaman modal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris sekaligus. Pemerintah dalam menentukan kebijakan penanaman modal diharapkan dapat menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia, dapat dikatakan bahwa DNI merupakan acuan pertama kali dan terpenting bagi calon penanam modal, baik penanam modal asing maupun penanam modal dalam negeri sebelum melakukan penanaman modal. Di dalam DNI dikenal istilah grandfather clause yang sebenarnya merupakan pasal peralihan. Dengan adanya grandfather clause, penanam modal khususnya penanam modal asing tidak perlu khawatir untuk menjalankan usahanya meskipun ada pengaturan di dalam DNI yang lebih restriktif/tertutup bagi bidang usaha yang dijalankannya. Namun demikian, untuk bidang usaha yang diatur secara khusus dalam bentuk Undang-Undang, grandfather clause dalam DNI tidak dapat diterapkan. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsep grandfather clause dalam DNI telah mampu memberikan jaminan kepastian hukum terutama bagi penanam modal yang bidang usahanya diatur secara lebih restriktif/tertutup, meskipun masih menyisakan potensi conflict of law terkait dengan bidang usaha yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang dan program pemberdayaan UMKM melalui kemitraan. Selanjutnya penulis menyarankan agar Pemerintah dalam menyusun DNI harus lebih memperhatikan keterkaitan antara pengaturan bidang usaha yang diatur secara khusus melalui Undang-Undang. Selain itu, dalam membentuk Undang-Undang yang mengatur bidang usaha tertentu sebaiknya tidak diberlakukan retroaktif karena akan memberikan dampak negatif pada iklim investasi dan tidak memberikan kepastian hukum.
This study is intended to examine and analyze the application of the grandfather clause in granting investment licenses in the areas of business that is set in a more restrictive manner in the Negative Investment List (NIL), business sector which is specifically regulated in Law and business sectors which are being required to have partnership (with Micro, Small and Medium Enterprises (SMEs)). Furthermore, the main question in this study is whether the concept of grandfather clause (Article 9 of Presidential Decree concerning NIL 2014) can ensure legal certainty for investment. To answer this question, this study using normative legal research methods and empirical legal research methods as well. Government in determining the investment policy is expected to ensure legal certainty; certainty sought, and seeks security for investors since the licensing process until the end of the investment activities in accordance with the law and regulations. In investment activities in Indonesia, it can be said that the NIL is the first and most important reference for investors, both foreign investors and domestic investors before making an investment. In the NIL there is the term grandfather clause, which is actually a transitional clause. With the grandfather clause, investors, especially foreign investors do not have to worry to run its business even though there is a more restrictive/closed regulation in the NIL for the line of business being operated. However, for the business sector which is specifically regulated by Law, grandfather clause in the NIL is not applicable. Based on this study it can be concluded that the concept of grandfather clause in the NIL has been able to provide legal certainty, especially for investors who set up its business in a more restrictive/closed business sectors, although it still leaves a potential conflict of law related to business sector which is specifically regulated by Law and the empowerment of SMEs through partnership programs. Furthermore, the authors suggest that the Government in preparing the NIL should pay more attention to the relationship with the regulation in the business sectors that are specifically regulated by Law. Moreover, in forming a Law to regulate certain sectors should not be applied retroactively because it will have a negative impact on the investment climate and does not provide legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T45417
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Talitha Azka Ramadhania
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan konsep grandfather clause sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal Perpres DNI 2016 . Pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana penerapan grandfather clause terhadap penanaman modal yang telah disetujui sebelum Perpres DNI 2016 disahkan, khususnya pada bidang usaha jasa konstruksi. Tujuannya ialah untuk menjelaskan dan menganalisis mengenai keberlakuan konsep grandfather clause sebagai bentuk perlindungan terhadap investor asing dan dampak dari diberlakukannya grandfather clause tersebut pada penanaman modal yang bidang usahanya diatur lebih lanjut terkait syarat dan kriterianya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian ini diketahui bahwa pengaturan grandfather clause pada Perpres DNI 2016 merupakan bentuk perlindungan yang dapat menjamin suatu kepastian hukum. Pada bidang usaha jasa konstruksi, grandfather clause dapat diberlakukan walaupun pada Perpres DNI 2016 terdapat perubahan ketentuan mengenai bidang usaha jasa konstruksi yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi UMKMK . Permasalahan muncul ketika Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi yang akan segera diberlakukan menjadi Undang-Undang, mengatur secara spesifik mengenai kualifikasi usaha yang harus dilaksanakan oleh Perusahaan PMA yang bergerak dalam bidang usaha jasa konstruski. Dalam keadaan yang demikian, grandfather clause menjadi tidak dapat diberlakukan untuk melindungi Perusahaan PMA dari kewajiban untuk mengikuti ketentuan tersebut.
This thesis analyzes the application of grandfather clause as regulated in Article 13 of Presidential Decree 44 2016 corncerning Negative Investment List NIL 2016 . The main issue researched is how the concept of grandfather clause applies to existing investments, specifically in construction services sector. The main purpose of this research is to explain and analyze the enforceability of the grandfather clause as a protection toward foreign investors and the impacts of the enforceability itself on business sectors which are being required to meet certain conditions and criterias. The research method used in this thesis is normative legal research. This research found that grandfather clause is a means of protection that could ensure legal certainty for investment. In construction services sector, grandfather clause could be applied toward existing investments, even though there is a change of provision in the NIL 2016 regarding the areas of business which are required to be in a form of micro, small, and medium enterprises, or union. The problem arrises when the draft of the Construction Services Law that shortly would be enacted as a Law, specifically regulates the qualification which should be conducted by Foreign Direct Investment Company in construction services sector. In that case, grandfather clause could not be applied to protect the existing investments from the responsibility to follow the new requirements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66636
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lumban, Retriani Damesysca
"Penelitian ini membahas mengenai kepastian hukum penanaman modal asing di Indonesia kemudian membandingkan Undang-Undang Penanaman Modal di Indonesia dan Vietnam. Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana kepastian hukum penanaman modal asing di Indonesia serta bagaimana perbandingan undang-undang penanaman modal di Indonesia dan Vietnam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menganalisi masalah kepastian hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, dan perbandingan Undang-Undang Penanaman Modal antara Indonesia dan Vietnam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku-buku.
Penanaman Modal Asing memberi manfaat dan dampak yang positif untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara, begitu juga untuk Indonesia dan Vietnam yang masih dianggap sebagai destinasi investasi Asia dan dunia. Banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan bagi penanam modal untuk menanamkan modalnya pada suatu negara, salah satunya adalah jaminan kepastian hukum. Masalah kepastian hukum seringkali menjadi penghambat masuknya investasi, khususnya di Indonesia karena ketidakpastian hukum menyebabkan iklim investasi menjadi tidak kondusif. Penelitian ini membandingkan Undang-Undang Penanaman Modal antara Indonesia dan Vietnam, kemudian menemukan beberapa persamaan dan perbedaan didalamnya. Undang-Undang Penanaman Modal harus bisa mengakomodir kepentingan penanam modal asing dengan memberi kepastian hukum, diikuti dengan penegakan hukum, tanpa mengurangi kepentingan nasion.
This research examines the legal certainty of foreign investment in Indonesia and subsequently compares the investment laws between Indonesia and Vietnam. The principal issue raised in this research is about the legal certainty of foreign investment in Indonesia as well as how the Indonesian laws of investment are compared to the laws of investment in Vietnam. As for the purpose of this research is to discover, comprehend and analyze the legal certainty problem of Foreign Investment in Indonesia, and the comparison of Investment Laws between Indonesia and Vietnam. This research is a legal research which is juridical normative using secondary data such as legislation and books.Foreign investment gives benefits and impact which are positive for economic growth of a country, as well as to Indonesia and Vietnam which are still regarded as the investment destination in Asia and in the world. There are many factors taken into consideration for investors to invest in a country, one of them is legal certainty assurance. Legal certainty problem often obstructs the entry of investment, especially in Indonesia because the legal uncertainty made it inconducive for investment. This research attempts to compare the laws of investment between Indonesia and Vietnam, and subsequently locate the similarities and differences between them. Investment laws should be able to accommodate the interests of foreign investors by providing legal certainty, followed by law enforcement, without jeopardizing national interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siti Hatikasari
"Penelitian ini membahas tentang kepastian hukum penanaman modal asing dalam hukum penanaman modal di Indonesia yaitu dengan membandingkan peraturan penanaman modal asing di Indonesia dan Thailand, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560, serta melihat juga kepastian hukum terhadap Penanaman Modal Asing di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dan pendekatan perundang-undangan, sehingga diketahui bahwa terdapat ketidakjelasan mengenai pengaturan penanaman modal asing di Indonesia, yang menimbulkan tumpang tindih antara peraturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta menimbulkan ketidakjelasan birokrasi. Kemudian dalam penanaman modal asing di bidang pertambangan mineral dan batubara, pemerintah seharusnya dapat mengontrol dalam pengelolaannya karena mineral dan batubara berperan penting dalam kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kemudian terdapat perbedaan dan persamaan antara Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan The Investment Promotion Act. B.E. 2560 di Thailand. Persamaannya terdapat pada pemberlakuan undang-undang, adanya lembaga khusus, dan pemberian fasilitas serta insentif dalam kegiatan penanaman modal. Perbedaanya, terdapat pada substansi undang-undang, bentuk badan usaha, koordinasi dan pengawasan serta evaluasi terhadap kegiatan penanaman modal asing. Dengan demikian, diperlukan ketentuan yang ada harus jelas dan detail, dari peraturan tertinggi hingga peraturan pelaksananya harus sesuai dan dapat direalisasikan, khususnya ketentuan mengenai perizinan dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta pengawasan terhadap penegakan hukum juga harus tetap dilaksanakan dan berkelanjutan.
This research discusses the legal certainty of foreign investment in investment law in Indonesia by comparing the regulations of foreign investment in Indonesia and Thailand, under The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560, and also see legal certainty to Foreign Capital Investment in Mineral and Coal Mining according to The Act Number 4 of 2009 about Mineral and Coal Mining. This research uses normative juridical research method with comparative law approach and statutory approach, there is unclear about foreign investment arrangement in Indonesia, causing overlap between central and local government regulations, and causing bureaucratic uncertainty. Then in foreign investment of mineral and coal mining, the government should be able to control in its management because mineral and coal have an important role in prosperity. There are differences and similarities between The Act Number 25 of 2007 on Investment and The Investment Promotion Act. B.E. 2560 in Thailand. The similarities are in the enactment of the law, the existence of special institutions, and the provision of facilities and incentives in investment activities. The difference is in the substance of the law, the form of business entity, coordination and supervision and evaluation of foreign investment activities. Therefore, the necessary provisions must be clear and detailed, from the highest regulation to the implementing regulations to be appropriate and realizable, in particular provisions on licensing and coordination between central and local government, and supervision of law enforcement must also be implemented and sustained."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49865
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Ada lima faktor utama yang mempengaruhi masuknya investor ke suatu negara, yaitu stabilitas politik, kepastian hukum, konsistensi kebijakan regulasi, dan pajak. Undang-undang penanaman modal No. 25 Tahun 2007 dibuat untuk manarik investor. untuk memberikan kepastian hukum, UU PM tersebut harus segera diketahui oleh aturan pelaksanaannya...."
JHB 26 : 4 (2007)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Haris Subesar
"Penelitian yuridis normatif ini dengan menggunakan data utama UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal berikut peraturan pelaksanaannya dan UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara berikut peraturan pelaksanaannya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian yang dilakukan yaitu mengenai kepastian hukum PMA bidang usaha pertambangan dan pemberian perijinan dalam rangka PMA bidang usaha pertambangan. Teori yang digunakan yaitu dari Lawrence M. Friedman yang berkaitan dengan substance, structure dan legal culture. Kepastian hukum atas regulasi berkaitan dengan penanaman modal asing bidang usaha pertambangan minerba yang ada dilihat dari aspek predictability, stability dan fairness. Bagaimana pula dengan kewenangan serta koordinasi dalam rangka pemberikan perizinan usaha pertambangan minerba, seperti izin investasi, pendirian perusahaan PMA dan pemberian izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha jasa pertambangan (IUJP) dan izin usaha lainnya yang diperlukan. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29296
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Sitepu, John Prihadi
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S25058
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Emmy Cholida
"Pemberlakuan UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah membuka babak baru dalam mewujudkan kepastian hukum bagi kegiatan penanaman modal baik asing maupun domestik di Indonesia. Keberadaan klausula pendahulu (grandfather clause) dalam Undang-Undang tersebut khususnya menjamin kepastian hukum bagi investasi yang telah dilakukan sebelum berlakunya UU Nomor 25 Tahun 2007. Akan tetapi, sayangnya komitmen ini tidak dijabarkan lebih lanjut dalam tataran operasional dan sektoral. Dalam sektor-sektor layanan kesehatan dan perdagangan internasional, berbagai peraturan pelaksana justru menimbulkan ketidakpastian hukum yang merugikan tidak saja para investor asing tetapi juga Indonesia sendiri. Peraturan-peraturan baru mengenai industri farmasi, pedagang besar farmasi dan registrasi obat telah mengacaukan struktur industri farmasi yang selama ini telah bekerja dengan baik di Indonesia. Terlebih lagi, ketentuan mengenai satu angka pengenal importir (API) bagi satu importir juga tidak mengindahkan cara kerja industri farmasi sehingga menimbulkan berbagai kesulitan. Penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis peraturan-peraturan tersebut dan memberikan usulan mengenai bagaimana peraturan-peraturan itu disinkronisasi dan dikonsistenkan dengan kerangka hukum mengenai penanaman modal pada umumnya.
The enactment of Law Number 25 Year 2007 on Investments has opened a new chapter in the realization of legal certainty for investment activities both foreign and domestic in Indonesia. The existence of grandfather clause in the Law particularly provides legal certaincy for investments already performed before the enactment of Law Number 25 Year 2007. Unfortunately, however, this commitment is not translated further into operational and sectoral levels. In healthcare and international trade sectors, various implementing regulations have stirred legal uncertainty that is detrimental not only for foreign investors but also Indonesian national economy itself. New regulations concerning pharmaceutical industries, pharmaceutical wholesaler and drug registration have disrupted Indonesian pharmaceutical industry’s existing structure that has proven to work well for a long time. Moreover, legal provision requiring an importer to only have one importer identification number clearly disregarded the working of pharmaceutical production thus causing so much troubles. This research seeks to identify and analyse those implementing regulations and thereupon proposing on how the regulations should be synchronized and made consistent with the general legal framework for investments in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Emir Shidqi Naufaldi
"Pembangunan ekonomi dipercaya dapat memberikan dampak yang besar bagi suatu negara, khususnya terhadap kesejahteraan rakyat, dengan mengembangkan berbagai sektor bidang usaha pada setiap klasifikasi bentuk usaha. Salah satu cara yang dianggap efektif untuk tujuan pembangunan ekonomi bagi negara berkembang adalah dengan adanya penanaman modal, termasuk penanaman modal asing. Bentuk upaya untuk mendorong kualitas dan kuantitas penanaman modal yang baik diperlukan adanya harmonisasi, sinkronisasi dan deregulasi peraturan kebijakan penanaman modal. Persyaratan permodalan minimum merupakan salah satu bentuk pengaturan pembatasan terhadap kegiatan penanaman modal asing yang juga dierapkan di Indonesia. Salah satu bentuk deregulasi kebijakan penanaman modal untuk mendorong kegiatan penanaman modal asing adalah dengan pengundangan UU No. 11/2020 (UU Cipta Kerja), termasuk beberapa peraturan turunan dan pelaksananya. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan pengaturan persyaratan permodalan minimum bagi penanaman modal asing di Indonesia yang berujung pada munculnya ketidakpastian hukum pelaksanaan persyaratan tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum pengaturan dan pelaksanaan persyaratan permodalan minimum pada penanaman modal asing di Indonesia dan mengetahui pengaturan di beberapa negara lain seperti Australia dan Thailand agar dapat dijadikan perbandingan dalam menentukan kebijakan persyaratan penanaman modal asing. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif yang didukung dengan studi kepustakaan literatur untuk mengetahui permasalahan terkait asas hukum, sistematika, dan harmonisasi antara peraturan perundang-undangan dan penelitian hukum. Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan yuridis dan pendekatan disiplin hukum analitis dan preskriptif dengan harapan dpat memberikan analisis, pemahaman dan kenyataan. Penelitian ini juga akan dilengkapi dengan studi perbandingan dengan beberapa negara yaitu Thailand dan Australia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat ketidakjelasan dan ketidakefektifan pengaturan persyaratan permodalan minimum yang dikarenakan beratnya persyaratan permodalan yang harus dipenuhi sehingga berdampak pada munculnya ketidakpastian hukum dalam pelaksanan persyaratan tersebut.
Economic development is believed to have a major impact on a country, especially on the welfare of the people, by developing various business sectors in each classification of business forms. One way that is considered effective for the purpose of economic development for developing countries is through investment, including foreign direct investment. Efforts to encourage good quality and quantity of investment require harmonization, synchronization, and deregulation of the investment policy regulations. Minimum capital requirement is one form of regulatory restriction (barrier to entry) on foreign direct investment activities that is also applied in Indonesia. One form of deregulation of investment policy to encourage foreign investment activities is the enactment of Law No. 11/2020 (Job Creation Law), including several implementing regulations. However, there are still some shortcomings in the regulation of minimum capital requirements for foreign direct investment in Indonesia, which leads to legal uncertainty in the implementation of these requirements. This research aims to analyze the legal certainty of the regulation and implementation of minimum capital requirements on foreign investment in Indonesia and to know the regulation in some other countries such as Australia and Thailand so that it can be used as a comparison in determining the policy requirements of foreign investment. This research uses a juridical-normative form of research supported by literature studies to find out issues related to legal principles, systematics, and harmonization between legislation and legal research. The type of research used is a type of normative legal research with a juridical approach method and an analytical and prescriptive legal discipline approach in the hope of providing analysis, understanding, and reality. This research will also be complemented by comparative studies with several countries, namely Thailand and Australia. The results of this study found that there is a lack of clarity and ineffectiveness in regulating minimum capital requirements due to the severity of capital requirements that must be met so it has an impact on the emergence of legal uncertainty in the implementation of these requirements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lenny Syarlitha Virgasari Sriyanto
"Klausul fair and equitable treatment FET merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap kegiatan investasi asing. Klausul FET tersebut muncul dalam hampir seluruh perjanjian penanaman modal asing antar negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Akan tetapi, klausul FET masih menjadi kontroversi karena definisi dan ruang lingkupnya yang belum diatur secara tegas dalam hukum internasional, sehingga dalam penerapannya, majelis arbitrase yang memeriksa dan memutus sengketa investasi tentang pelanggaran klausul FET menafsirkan klausul FET secara luas. Akibatnya, klausul FET dianggap hanya memihak kepada kepentingan investor asing yang mayoritas merupakan negara maju, dan merugikan kepentingan host state selaku negara yang menerima investasi, yang mayoritas merupakan negara berkembang. Oleh karena itu, diperlukan pembatasan terhadap klausul FET dengan menentukan komponen-komponen yang terkandung dalam klausul FET dan memasukannya ke dalam ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik. Selain itu, diperlukan juga keseimbangan antara penerapan klausul FET terhadap negara maju dan negara berkembang, dengan menyesuaikan pada tahap pembangunan negara terkait.
Fair and equitable treatment FET is one of the protection clauses in foreign investment. The FET clause exists in almost all international investment agreements between countries, whether in developed countries or developing countries. However, the existence of the said clause is still an object of controversy, since the meaning and scope of the clause have not been stipulated strictly in international law. As a result, during the implementation, the arbitrators who examine and rule the investment cases regarding breach of the FET clause could interpret the clause widely, resulting in bias that the arbitrators only side with the foreign investors from developed countries, and harm the interest of host states from developing countries. Therefore, the limitation of the FET clause is needed, by deciding the components contained in the FET clause and specify the components into more specific rules. Besides, balance is also needed when implementing the FET clause between developed countries and developing countries, to adjust with the development level currently take place in related countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49485
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library