Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gumilang Tyas Wisesa
"Penulisan Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber data utama yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana penerapan Manajemen Risiko dan perlindungan konsumen dalam kegitan sewa menyewa Safe Deposit Box (SDB) serta mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh Nasabah Penyewa sebagai Konsumen. Dalam melakukan analisa, sumber hukum primer utama yang digunakan adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 13/SEOJK.07/2014 tentang Perjanjian Baku. Dalam praktik sewa menyewa SDB di dunia perbankan asas manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum cenderung tidak terlihat. Kedudukan yang tidak seimbang antara Bank dan Nasabah Penyewa menimbulkan penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstadigheden) dari pihak Bank yang memiliki posisi tawar yang lebih kuat, yang salah satu wujudnya adalah dengan adanya perjanjian baku yang memuat klausula eksonerasi yakni pelimpahan tanggung jawab Bank kepada Konsumen. Penulisan Tesis ini memiliki tujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan tersebut sehingga perlindungan terhadap Nasabah Penyewa sebagai Konsumen dapat lebih terjamin.

This thesis using normative legal research with secondary data as the primary data source that was obtained through the literature studies. The main problem discussed is how the implementation of risk management and consumer protection in the Safe Deposit Box (SDB) lease activities and the dispute settlement mechanism that can be taken by the Customer. In conducting of analysis, the main source of primary law used is Law Nu. 8 of 1999 on Consumer Protection, Financial Services Authority Regulation Nu. 1 / POJK.07 / 2013 on Financial Services Sector Consumer Protection, and Financial Services Authority Circular Nu. 13 / SEOJK.07 / 2014 on Standardized Agreement. In the practice of SDB lease activities at the banking customs, principle of utility, justice, equity, security and safety of consumers, also legal certainty as the basic principle of Consumers Protection tend to be unseen. The imbalance position between the Bank and the Customers raise to abuse of situation (misbruik van omstadigheden) from the Bank which has a stronger bargaining position. One of the form is the standardized agreement containing the exoneration clause that has devolution of responsibility from the Banks to the Customer. This thesis has the objective to provide solutions to these problems so that the protection of the Safe Deposit Box Customer as Consumer can be assured."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stanley Patria Armando
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis aspek hukum perlindungan konsumen sektor jasa perbankan dalam kasus antara Bank X dengan Y yang dimediasi oleh LAPSPI. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan terkait Perlindungan Nasabah Perbankan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapannya dalam kasus antara Bank X dengan Y. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian terhadap pengaturan terkait Perlindungan Nasabah Perbankan, ditemukan bahwa terdapat peraturan-peraturan yang menjamin hak-hak Nasabah Perbankan, antara lain UndangUndang Perbankan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Bank Indonesia tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran.
Penyelesaian sengketa antara Bank X dengan Y melalui mediasi oleh LAPSPI telah memenuhi persyaratan berupa dipenuhinya kriteria sengketa dan sudah sesuai dengan peraturan Perlindungan Nasabah Perbankan khususnya peraturan yang mengatur terkait penyelesaian pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah. Dimana dalam kasus ini sengketa tersebut telah diupayakan penyelesaiannya melalui musyawarah terlebih dahulu secara internal antara Bank X dengan Y. Dan setelah upaya penyelesaian secara internal tidak berhasil, Bank X dan Y sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui proses mediasi di LAPSPI, dengan adanya kesepakatan untuk melaksanakan mediasi antara kedua belah pihak.

This research is purposed to describe and analyze the legal aspect of Consumer Protection in Banking Sector in the case of X Bank against Y that was mediated by LAPSPI. The main issue in this research is about the regulations related to the Protection of Banking Customer according to Indonesian Law and how it is implemented in the case between X Bank and Y. The method used in this research is normative law research with literature study.
Research on the regulation related to Protection of Banking Customer, shows that there are regulations that guarantee the rights of Banking Customers, including the Banking Act, the Consumer Protection Act, the Law of the Financial Services Authority, the Regulation of the Financial Services Authority on Consumer Protection Financial Service Sector, and Bank Indonesia Regulation on Consumer Protection of Payment System Services.
The settlement of disputes between X Bank and Y through mediation by LAPSPI has met the requirements that is the compliance of the criteria of disputes and is in compliance with the Banking Customer Protection regulations in particular the regulations related to the settlement of customer complaints and dispute resolution between the bank and the customer. In this case both parties tried to settle this dispute internally. And after the internal settlement efforts are unsuccessful, Bank X and Y agree to resolve this dispute through mediation process at LAPSPI, with the requirements of agreement to mediate between the two sides was made.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Istihara Zain
"Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen di sektor jasa keuangan. Jenis penelitian yuridis normatif dengan Socio Legal Research. Setelah terbentuknya Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) di sektor jasa keuangan, atas amanat OJK yang didasari oleh Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, tidak menghilangkan kewenangan BPSK dalam melaksanakan penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan, karena pilihan atas lembaga mana yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, baik BPSK ataupun LAPS merupakan pilihan sukarela para pihak dan atas kesepakatan para pihak yang bersengketa. Dari analisis 7 (tujuh) putusan, mayoritas hakim menolak permohonan keberatan pemohon, karena terdapat hubungan hukum berupa perjanjian pembiayaan. Debitur telah wanprestasi, menurut hakim wanprestasi merupakan kewenangan Peradilan Umum bukan BPSK. Selain itu, terhadap beberapa putusan hakim tidak menerapkan hukum dengan baik, hakim tidak konsisten dalam menjatuhkan putusan, dimana para pihak telah sepakat menentukan pilihan lembaga penyelesaian sengketa, namun hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak mencantumkan pertimbangan tersebut. Oleh karena itu dikatakan bahwa BPSK memiliki wewenang dalam menangani sengketa di sektor jasa keuangan akibat ingkar janji/wanprestasi karena UUPK tidak menentukan batas-batas sengketa apa saja yang menjadi kewenangan BPSK, sepanjang terkait dengan sengketa atas peredaran barang dan jasa. Seharusnya, pemerintah merevisi pasal di UUPK terkait sengketa apa saja yang menjadi kewenangan BPSK, agar tidak terjadi disharmonisasi terhadap perundang-undangan yang ada. Hakim sbelum menjatuhkan putusan sebaiknya membuat pertimbangan hukum dengan benar dan bersikap konsisten dalam menjatuhkan putusan.

The Dispute Settlement Board (BPSK) in carrying out consumer dispute resolution in the financial services sector. This type of juridical normative research with Socio Legal Research. After the establishment of the Alternative Dispute Resolution Institution (LAPS) through the Financial Services Authority Regulation (POJK) in the financial services sector, as mandated by the OJK which is based on the Financial Services Authority Law, it does not diminish the authority of BPSK in carrying out dispute resolution in the financial services sector, by choice. on which institution is used in dispute resolution, either BPSK or LAPS is a voluntary choice of the parties and on the agreement of the parties in dispute. From the analysis of the 7 (seven) decisions, the majority of judges rejected the petitioner for objection, because there was a legal relationship in the form of a financing agreement. The debtor has defaulted, according to the judge, default is the authority of the General Court, not BPSK. In addition, for several judges' decisions that did not apply the law properly, the judges were inconsistent in making decisions, where the parties had agreed to determine the choice of dispute settlement institutions, but the judges in their legal considerations did not include these considerations. Therefore, it is said that BPSK has the authority to handle disputes in the financial services sector due to broken promises /or defaults because the UUPK does not determine the boundaries of what disputes are the authority of BPSK, as long as they are linked to disputes over the circulation of goods and services. The government should have revised the articles in the UUPK regarding any disputes that fall under the authority of BPSK, so that there is no disharmony with existing laws. Before making a decision, the judge should make proper legal considerations and be consistent in making the decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Ayundhani
"Dasar dari perjanjian asuransi yaitu kesepakatan antara pelaku usaha dengan konsumen yang menimbulkan konsekuensi hukum yaitu hak dan kewajiban-nya masing-masing. Hal yang dijaminkan pada perjanjian asuransi yaitu suatu objek yang diasuransikan. Ketika risiko tersebut terjadi, konsumen sebagai pemegang polis asuransi berhak untuk mengajukan klaim penggantian atas objek yang diasuransikan tkepada perusahaan asuransi. Dalam hal perusahaan asuransi tidak memberikan penggantian (klaim) atas objek sengketa tersebut, maka konsumen berhak untuk menempuh upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa berdasarkan studi kasus pada penelitian ini diselesaikan melalui jalur pengadilan, namun pada amar Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 663/Pdt.Sus-BPSK/2021/PN.Mdn jo. Putusan Mahkamah Agung No.761 K/Pdt.Sus-BPSK/2022 tidak memuat penghukuman kepada pelaku usaha. Disimpulkan bahwa pada kedua putusan tersebut tidak ada merupakan putusan non-executable serta tidak ada upaya eksekusi terhadap objek sengketa, maka Ibu Emeliana Sitepu sebagai konsumen pemegang polis asuransi tidak mendapatkan hak atas penggantian objek asuransi tersebut.

The basis of the insurance agreement is the agreement between the business actor and the consumer which creates legal consequences, namely the rights and obligations of each. The thing that is guaranteed in the insurance agreement is an insured object. When this risk occurs, the consumer as an insurance policy holder has the right to submit a claim for replacement of the insured object to the insurance company. In the event that the insurance company does not provide compensation (claims) for the object of the dispute, the consumer has the right to take efforts to resolve the dispute. Dispute resolution based on case studies in this research is resolved through the courts, but in the Medan District Court Decision No. 663/Pdt.Sus-BPSK/2021/PN.Mdn jo. Supreme Court Decision No.761 K/Pdt.Sus-BPSK/2022 does not contain punishment for business actors. It was concluded that in the two decisions there were no non-executable decisions and there was no attempt to execute the object of the dispute, so Ms. Emeliana Sitepu as a consumer insurance policy holder did not get the right to replace the object of insurance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reina
"Kepastian hukum dalam upaya penyelesaian sengketa merupakan faktor terpenting dalam terciptanya perlindungan konsumen. Awal pergerakan perlindungan konsumen di dunia salah satunya berkaitan dengan adanya revolusi industri yang mengubah kedudukan konsumen dan pelaku usaha, perkembangan industrialisasi dan globalisasi yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa dilakukan dengan sengketa alternatif. Permasalahan dalam penelitian ini dimulai dari bagaimana perbandingan proses penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia dan bagaimana proses penyelesaian sengketa konsumen melalui penyelesaian sengketa alternatif di Indonesia dilaksanakan untuk memperoleh kepastian hukum bagi konsumen di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal yang menggunakan pendekatan komparatif. Hasil dalam penelitian ini adalah Perbandingan penyelesaian sengketa konsumen di Amerika Serikat dan di Indonesia, dalam hal penyelesaian sengketa melalui sengketa alternatif, baik di amerika dan di Indonesia tidak ditemukan perbedaan yang mendasar yang mengkhususkan terhadap konflik antara konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia khususnya penyelesaian sengketa konsumen melalui alternatif dilaksanakan oleh BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan diberikan kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Secara kelembagaan BPSK dibentuk berdasarkan adopsi dari model small claim tribunal, seperti yang ada di Amerika Serikat namun pada akhirnya pembentukan BPSK didesain dengan memadukan kedua model small claim tribunal diadaptasikan dengan model pengadilan dan model penyelesaian sengketa alternatif (alternative dispute resolution-ADR) yang menggunakan ciri khas penyelesaian sengketa alternatif khas Indonesia. Namun pada pelaksanaannya keputusan BPSK belum dapat mewujudkan kepastian hukum pada Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Putusan Majelis bersifat final dan mengikat”, yakni dengan menambahkan ketentuan bahwa Putusan BPSK wajib memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan lain sebagainya

Legal certainty regarding dispute resolution is the most important factor in the creation of consumer protection. One of the early movements of consumer protection in the world was related to the industrial revolution which changed the position of consumers and business actors, the development of industrialization and globalization that occurred in the United States and Europe which in resolving dispute resolution carried out with alternative dispute. The problem in this research starts with how the consumer dispute resolution process in the United States and Indonesia compares and how the consumer dispute resolution process in Indonesia is implemented to obtain legal certainty for consumers in Indonesia. The research method used in this research is doctrinal research that uses a comparative approach. The results in this study are a comparison of consumer dispute resolution in the United States and in Indonesia, in terms of dispute resolution through the courts, both in America and Indonesia there are no fundamental differences that specialize in conflicts between consumers and business actors. In Indonesia, especially through alternative consumer dispute resolution implemented by BPSK as an alternative dispute resolution institution outside the court, it is given judicial authority to resolve small-scale and simple consumer disputes. Institutionally BPSK was formed based on the adoption of the small claim tribunal model, as in the United States but in the end the formation of BPSK was designed by combining the two small claim tribunal models adapted to the court model and the alternative dispute resolution (ADR) model which uses typical Indonesian alternative dispute resolution characteristics specifically in relation to the law assurance, Article 54, paragraph (3) of Law on Consumer Protection that reads “The decision of Assembly shall be final and binding”, and adding the provision that the decision of BPSK shall contain the heading “For the sake of Justice under the One Almighty God”, and others."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Verawati
"Permasalahan gagal bayar sering dialami debitur, salah satunya menimpa perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (“PT SNP”). Laporan keuangan yang menjadi acuan pemberian kredit serta penerbitan dan pemeringkatan Medium Term Notes (“MTN”) tidak menunjukkan kondisi keuangan sebenarnya, sehingga menjadi faktor utama terjadinya kasus gagal bayar PT SNP. Peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pengawas sangat diperlukan untuk dapat memberikan perlindungan juga keterbukaan informasi kepada setiap konsumen lembaga pembiayaan. Permasalahan tersebut yaitu terkait tugas dan wewenang OJK dalam penerbitan dan pemeringkatan MTN, serta peran OJK dalam perlindungan konsumen terhadap pemegang MTN PT SNP yang telah dinyatakan pailit. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan pertama, tugas dan wewenang OJK dalam proses penerbitan dan pemeringkatan MTN dapat ditinjau dari sebelum dan sesudah diterbitkannya POJK No. 35 tahun 2018 dan POJK No. 30 Tahun 2019, OJK tidak memiliki wewenang secara langsung dalam setiap produk MTN yang diterbitkan PT SNP, namun OJK dapat mengungkapkan setiap informasi, kondisi ataupun sanksi yang sedang dijalankan oleh suatu lembaga pembiayaan. Namun hal inilah yang belum terlihat dalam pelaksanaannya. Sehingga, untuk mendorong peran aktif dari OJK dalam memberikan perlindungan kepada setiap konsumen jasa keuangan perlu adanya jaminan bahwa peraturan terkait penerbitan efek bersifat utang yang salah satu instrumennya adalah MTN terlaksanakan dengan baik agar dapat memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap setiap investor/kreditur. Selanjutnya, pemegang MTN diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan serta evaluasi melalui pelaporan keuangan berkala. Selain itu, terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan secara rutin tiap bulannya, perlu adanya parameter untuk penjatuhan sanksi kepada perusahaan jasa keuangan non bank yang terbukti melakukan tindakan curang, sehingga tidak hanya sebatas sanksi administratif.

Debtors often experience default problems, one of which is the financing company PT Sunprima Nusantara Pemfundan (“PT SNP”). The financial statements that serve as the reference for granting credit as well as the issuance and rating of Medium Term Notes (“MTN”) do not show the actual financial condition, thus becoming the main factor in the PT SNP default case. The role of the Financial Services Authority (“OJK”) as a supervisor is very necessary to be able to provide protection as well as information disclosure to every consumer of a financial institution. These problems are related to the duties and authorities of OJK in issuing and rating MTN, as well as the role of OJK in consumer protection for PT SNP MTN holders who have been declared bankrupt. The research was conducted using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was compiled qualitatively, through text descriptions and analyzed using descriptive and critical analysis techniques. The first conclusion is that the OJK's duties and authorities in the process of issuing and rating MTN can be reviewed before and after the issuance of OJK Regulations related to the Implementation of Financing Companies and POJK No. 30 of 2019, OJK does not have direct authority in every MTN product issued by PT SNP, but OJK can disclose any information, conditions or sanctions that are being carried out by a financing institution. However, this has not been seen in its implementation. Thus, to encourage the active role of the OJK in providing protection to every consumer of financial services, it is necessary to guarantee that regulations regarding the issuance of debt securities, one of which is MTN, are implemented properly in order to provide a sense of security and protection to every investor/creditor. Furthermore, MTN holders are expected to play a more active role in conducting supervision, inspection and evaluation through periodic financial reporting. In addition, for financial reporting that is carried out routinely every month, the parameters are needed for imposing sanctions on non-bank financial services companies that are proven to have committed fraudulent actions, so that they are not only limited to administrative sanction"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavie Daramarezkya
"Telekomunikasi sebagai bagian dari komunikasi menjadi salah satu kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat, oleh karena itu perkembangan usaha dan konsumen di bidang jasa telekomunikasi meningkat pesat. Pada akhirnya, masyarakat membutuhkan perlindungan hukum atas terjadinya sengketa di bidang jasa telekomunikasi. Adanya hukum perlindungan konsumen dapat dijadikan dasar dalam menyelesaikan sengketa di bidang jasa telekomunikasi. Penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha jasa telekomunikasi dapat dilakukan melalui peradilan umum atau melalui lembaga khusus yang dibentuk oleh Undang-Undang, yaitu BPSK. Penyelesaian sengketa melalui BPSK dapat dilakukan dengan mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Taufan Oktora Punu sebagai konsumen dari pelaku usaha jasa telekomunikasi PT. Excelcomindo Pratama Tbk merasa dirugikan dan tidak dipenuhi hak-haknya. Taufan Oktora Punu menggugat PT. Excelcomindo Pratama Tbk melalui BPSK dan atas kesepakatan bersama telah memilih untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara damai dengan konsiliasi.

Telecommunication as a part of communication has become one of the primary needs for people to function in a day to day life. Today, telecommunication is one of the most vital tools for the functionality of a modern human civilization. As a result of this human social behaviour, there had been a sharp increase in the number of companies that provide telecommunication services. Telecommunication companies compete very strongly with each other in the varieties of services they provide to the consumers; as the more options they provide, the more they can reach to different kinds of consumers. Consumers became very vulnerable targets for high-valued promotional campaigns created by telecommunication companies, whose aim is to obtain bigger market shares in exchange of the cost utilized for the purpose to provide customer services. The lack of customer services can often create conflicts between telecommunication service providers and the consumers. When such conflicts regarding the legal rights and obligations of the two parties arise, it is necessary to have customer protection law in place to be used for the basis of settling an agreement or litigation. Conflict resolution can be done through court or through an organization formed by the constitution namely BPSK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S258
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nadya Cesaria
"Permasalahan pelindungan konsumen dapat terjadi dalam bidang bisnis wedding organizer, dimana wedding organizer selaku pelaku usaha dalam melaksanakan jasanya menimbulkan kerugian bagi calon pengantin selaku konsumen. Adapun skripsi ini membahas mengenai kerugian yang dialami oleh konsumen dari jasa wedding organizer karena tidak dipenuhinya prestasi dalam paket perkawinan, sedangkan konsumen telah memenuhi prestasinya. Kasus nyata yang terjadi mengenai hal tersebut adalah kasus antara Yunike dengan Eva Bun Bridal EBB , dimana video hasil perekaman pesta perkawinan Yunike sebagai salah satu prestasi dalam paket perkawinan yang diberikan oleh EBB tidak memiliki rekaman suara pada saat sakral di Gereja. Hal tersebut jelas merugikan Yunike.
Rumusan masalah dari kasus tersebut adalah apakah wedding organizer merupakan pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelanggaran hukum apa saja yang dilakukan EBB, dan bagaimana kesesuaian dan ketepatan putusan BPSK DKI Jakarta dalam memutus sengketa antara Yunike dengan EBB.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa wedding organizer merupakan pelaku usaha berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, EBB melakukan pelanggaran hukum sehingga merugikan Yunike, dan putusan BPSK DKI Jakarta cukup dalam menghukum EBB. Disarankan baik pihak konsumen maupun pelaku usaha lebih memahami hak dan kewajibannya masing-masing agar tidak timbul kerugian dikemudian hari.

Consumer protection issue could happen in wedding organizer's field, where wedding organizer's as the service party causing losses for the future bride and groom as consumer. This essay talks about any losses that experienced by wedding organizer service's consumer, due to non fullfilment of the wedding's package, whereas consumer already fulfill its obligations. Case that occurred was case between Yunike and Eva Bun Bridal EBB . Yunike's wedding video which is one of the EBB's wedding package did not have any voice over recording when the party held at Church. It was very detrimental in Yunike's side as consumer.
The issues are, is wedding organizer corporate as mentioned in the law of consumer protection, what kind of violations are EBB committed, and is decision of BPSK DKI Jakarta conformity with the law.
In this study, the authors use the method of normative research with the data gathered from literature studies. Results showed wedding organizer is a corporate according to law of consumer protection, EBB has committed violation of the law that suffer a financial lose to Yunike, and the decision of BPSK DKI Jakarta has been conformity to the law. Both parties should understand their rights and obligations of each in order to avoid losses in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Sumardi
"Proses penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen dibuat
selain untuk mendapatkan kepastian hukum juga dengan memperhatikan sisi
efektifitas dari prosedur penyelesaian sengketa, sehingga lahirlah proses penyelesaian
sengketa yang bisa dilakukan secara nonlitigasi dan penyelesaian secara litigasi.
Proses penyelesaian sengketa secara nonlitigasi ini bisa dengan sengketa secara
damai oleh para pihak sendiri. Dan melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui
BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Dari hasil penelitian ini, dalam prakteknya BPSK selama ini menerima dan memutus
perkara wanprestasi, tetapi ketika perkara ini sudah sampai pada tahap Peninjauan
Kembali, Mahkamah Agung menyatakan bahwa BPSK tidak berwenang atas perkara
wanprestasi tersebut. Mahkamah Agung menilai bahwa sengketa yang terjadi dalam
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen baik berdasarkan perjanjian fidusia
maupun hak tanggungan bukanlah termasuk sengketa konsumen, oleh karenanya
BPSK tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya. Sengketa yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen tersebut menurut MA merupakan
sengketa perjanjian yang mana hal tersebut merupakan kewenangan dari pengadilan
negeri. Diharapkan tidak ada lagi ke tumpang-tindih peraturan hukum, itu harus
diselesaikan dengan baik karena banyak sekali peraturan perundang-undangan yang
saling tumpang-tindih, sehingga menyusahkan untuk penegakan hukum ataupun
menjalankan undang-undang tersebut. Ketidakjelasan ini menimbulkan
ketidakpastian hukum dan kerugian bari para pihak yang bersengketa, karena tidak
menjamin terselesaikannya sengketa yang efektif dan efisien. Serta perlu adanya
perubahan-perubahan terhadap kaedah-kaedah yang mengatur Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), sehingga BPSK dapat berperan lebih aktif dalam
penyelesaian sengketa konsumen.

The dispute resolution process between business actors and consumers is
made in addition to obtaining legal certainty as well as by taking into account the
effective side of the dispute resolution procedure, so that a dispute resolution process
that can be carried out by non-litigation and litigation resolution is born. The nonlitigation
dispute resolution process can be carried out by peaceful disputes by the
parties themselves. And institutions that are in the forest, namely through BPSK by
using through conciliation, mediation or arbitration. From the results of this study, in
practice BPSK has received and decided cases of default, but when this case reached
the Reconsideration stage, the Supreme Court stated that BPSK was not awarded for
the default case. The Supreme Court is of the opinion that the dispute that occurs in
the implementation of consumer financing, whether based on a fiduciary agreement
or a consumer dispute coverage right, by BPSK does not have the authority to try
them. Disputes arising from the implementation of the financing agreement according
to the Supreme Court are disputes which are the authority of the district court. It is
hoped that there will be no more overlapping legal regulations, it must be
implemented properly because many regulations overlap each other, making it
difficult for law enforcement or to implement the law. This uncertainty creates legal
uncertainty and losses for the disputing parties, because it does not guarantee an
effective and efficient resolution of the dispute. And there need to be changes to the
methods that help the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK), so that BPSK
can be more active in resolving consumer disputes.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Nurhalizah
"Perkembangan kegiatan ekonomi perdagangan di Indonesia memberikan banyak tantangan bagi pihak konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah. Wujud dari perkembangan ini tampak dalam hal penawaran dan penjualan produk barang dan/atau jasa oleh pelaku usaha kepada konsumen. Beberapa tahun belakangan ini banyak diberitakan mengenai modus penawaran dan penjualan barang yang merugikan konsumen. Salah satu dari kasus-kasus yang terjadi adalah modus penawaran dan penjualan yang dilakukan oleh Toko Kazuo/ Hiro/ Horvern, yang melakukan praktik iklan pancingan dalam bentuk pemberian hadiah secara cuma- cuma dan penekanan psikis dalam menawarkan dan menjual produk dagangannya. Dari hasil penelitian ini disimpukan bahwa Toko Kazuo/ Hiro/ Horvern telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang bersifat hukum atau berupa norma hukum tertulis.

The development of trading activities in Indonesia leaves many challenges to the consumers, businesses, and the government. The realization of this development appears in terms of the sale of goods and/or services by the businesses to the consumers. In the past few years there were reports about the methods of selling products that deceived the consumers. One of the cases was the offering and selling method performed by Toko Kazuo/ Hiro/ Horvern. Toko Kazuo/ Hiro/ Horvern performed the bait advertising in the form of giving out free gifts in order to attract the consumers and then asked them to buy other products in an aggressive way. The result of this research concluded that Toko Kazuo has violated the provisions of the Consumer Protection Law (UU No. 8 Tahun 1999). This research used normative legal research method by examining literatures or other secondary data related to law and any form of written legal norms."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>