Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43456 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadhirah Saskia
"Majelis Hakim Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan Nomor 2 PK/PDT.SUS/2013 yang menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT. MNC Sky Vision (Indovision). Kasus ini diawali oleh Indovision yang melaporkan dugaan persaingan usaha tidak sehat mengenai perjanjian lisensi hak siar liga inggris musim 2007-2010 kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU mengeluarkan putusan yang dirasa pihak Indovision tidak adil, maka atas putusan tersebut Indovision mengajukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU ke Pengadilan Negeri, Kasasi dan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang ditolak dengan alasan Indovision sebagai pelaku usaha Pelapor tidak memiliki kapasitas untuk mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU. Selain itu, perolehan perjanjian lisensi yang dimaksud tidak dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang seharusnya dan dianggap memiliki sifat antipersaingan usaha yang dilarang oleh Undang-undang Persaingan Usaha.
Indonesian Supreme Court release a decision No. 2 PK/PDT.SUS/2013 which declined the judicial review submitted by PT. MNC Sky Vision (Indovision). This case was initiated by Indovision who report allegations of unfair competition regarding license agreement in English league season 2007-2010 broadcasting right to the Commission for the supervision of Business Competition (KPPU). KPPU issued a decision that seemed unfair, Indovision filed an objection against the decision to the District Court, Appeal and Review to the Supreme Court that rejects with the same ground which Indovison don’t have the capacity to raise objection against the Commission’s decision. In addition, the license agreement acquisition is not executed in a proper procedure and considered to have anti-competitive nature that is prohibited by the Competition Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryan Noerhadi Putra Hidayat
"Perlindungan terhadap Perjanjian Lisensi Hak Siar (Hak Terkait) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Dalam Pasal 83 mengatur mengenai tata cara pencatatan perjanjian lisensi dimana perjanjian lisensi harus dicatatakan dalam daftar umum perjanjian lisensi. Meski demikian, pada prakteknya sebelum dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual, pihak yang mengadakan perjanjian lisensi hak siar tidak dapat mencatatkan perjanjian lisensinya dikarenakan belum ada peraturan pemerintah
yang mengatur tata cara pencatatan perjanjian lisensi hak siar sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Sehubungan dengan hal ini perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana perlindungan perjanjian lisensi hak siar di Indonesia, bagaimana dampak dari penerbitan peraturan pemerintah mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang terlambat dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak siar yang tidak dapat dicatatkan oleh menteri hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia dalam daftar umum perjanjian lisensi. Adapun hasil penelitian penulis yang pertama mengenai perlindungan mengenai hak siar diatur pada Pasal 99 dan Pasal 118 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Pencatatan perjanjian lisensi hak siar pada daftar umum perjanjian berdasarkan salah satu pertimbangan hakim dalam kasus yang dibahas penulis dalam tesis ini hanyalah bersifat administratif jadi perjanjian yang tidak dapat dicatatkan dikarenakan belum adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya tetap mengikat para pihak dan pihak ketiga.

Protection of License Agreements of Broadcasting Rights (Related Rights) in Indonesia are regulated in Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. Article 1 paragraph 20 states that a license is a written permit given by a Copyright Holder or Owner of a Related Right to another party to carry out economic rights to his work or product rights related to certain conditions. In Article 83 regulates the procedure for registration of license agreements, where the license
agreement must be stated in the general list of license agreements. However, in practice before the issuance of Government Regulation Number 36 of 2018 concerning the Registration of Intellectual Property License Agreements, the party that entered into the broadcasting rights license agreement could not register the license agreement because there are no government regulations that regulate it as mandated by Law 28 of 2014 concerning Copyright. In this matter, it is necessary to study how to protect broadcast rights licensing agreements in Indonesia, how the government regulations regarding the registration of broadcasting rights license agreements that were late issued by the
Government of Indonesia and how the legal consequences arise regarding the recording of broadcasting license agreements that cannot be listed by the minister of law and human rights of the Republic of Indonesia in the general list of license agreements. The results of the first author's research on the protection of broadcasting rights are regulated in Article 99 and Article 118 of Act No. 28 of 2014 concerning Copyright. The recording of the broadcast rights license agreement on the list of general agreements is based on one of the judges' judgments in the case presented by the author in this thesis which is based on a non-recordable administrative agreement that does not involve any government regulations that are issued that bind the parties and related parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jake Junior Alizhar Joaquin
"Pada bulan Juni 2018, Presiden RI melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, meluncurkan Online Single Submission yang merupakan pelayanan perizinan berusaha berbasis elektronik dengan konsep pelimpahan wewenang penerbitan dari kementerian dan/atau lembaga terkait perizinan berusaha.
Tujuan adanya pemotongan birokrasi pelayanan perizinan berusaha, yakni untuk mewujudkan iklim penanaman modal yang lebih kondusif. Namun, dengan belum adanya peraturan pelaksana pada setiap kementerian dan/atau lembaga terakait yang melimpahkan wewenangnya, OSS menimbulkan beberapa kendala sehingga memberi ketidakpastian terhadap penanam modal yang memohonkan perizinan terhadap OSS.
Penulisan ini akan membahas bagaimana prinsip-prinsip perizinan berusaha untuk penanaman modal di Indonesia dan bagaimana dampak dari penggunaan OSS terhadap kepastian hukum dalam penanaman modal di Indonesia. Metode penilitan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta wawancara.
Kesimpulan dari penulisan ini bahwa terdapat beberapa prinsip perizinan yang juga tercantum dalam asas-asas penanaman modal dalam regulasi penanaman modal yang berlaku yang belum dapat dipenuhi oleh perizinan yang diterbitkan oleh OSS di mana menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga dibutuhkan adanya koordinasi untuk melakukan perancangan peraturan pelaksana di setiap kementerian dan/atau lembaga terkait.

In June 2018, the President of the Republic of Indonesia through Government Regulation No. 24 of 2018 of Electronically Integrated Business License Services, launched the Online Single Submission, which is an electronic-based business licensing service that adopts the concept of issuance authority delegation from the related ministries and/or institutions.
The aim of cutting bureaucracy of licensing services is to realize a better investment climate. However, with the absence of implementing regulations in each related ministries and/or institutions that delegate their issuance authorities, OSS gives a raise on problems which give uncertainty to investors applying for licenses to the OSS.
This paper will discuss how the principles of business licensing for investment in Indonesia and how the impact of OSS on the legal certainty in investment in Indonesia. The research method in writing this thesis is juridical-normative with a qualitative approach and using library materials and interviews.
The conclusion of this paper is that there are several licensing principles that are also manifested in the principles of investment in the applicable investment regulations that have not been fulfilled by licenses issued by OSS which cause legal uncertainty, therefore coordination is needed to design the implementing regulations in each ministry and/or related institution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Trilyunani Gina Praja
"Surat Keterangan Domisili Keterangan Perusahaan dipakai oleh pelaku usaha sebagai identitas suatu usaha di suatu wilayah. Sebelum tahun 2015, penerbitan surat ini melalui Kelurahan-kelurahan di Provinsi DKI Jakarta yang ditengarai berpotensi pungli, berbelit-belit, ketidakseragaman persyaratan dan membutuhkan waktu lama. Mulai tahun 2015, surat ini diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu secara gratis kemudian dilanjutkan diproses secara online di tahun 2016. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan dari penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online lebih baik dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya yaitu penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara offline, untuk mengidentifikasi masalah-masalah apa saja dalam penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online dan untuk mengetahui kepuasan
masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif deskriptif pada hasil kuesioner dari 294 responden yang kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi linier berganda. Digunakan lima variabel kualitas layanan penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online yaitu efisiensi, kepercayaan, keandalan, dukungan petugas dan keterpaduan layanan terhadap kepuasan masyarakat. Hasil penelitian adalah sebanyak 88% responden menyatakan bahwa
penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online lebih baik dibandingkan secara offline, masalah yang dialami masyarakat adalah sistem dari situs pelayanan terasa lamban, terkadang eror, waktu yang terbatas, kendala unggah dokumen, gangguan notifikasi, belum paperless, serta sikap pelayanan dan ketelitian petugas dirasa kurang. Sebanyak 88,44% masyarakat merasa puas terhadap layanan penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online. Variabel atau dimensi kualitas
pelayanan yaitu efisiensi, dukungan petugas dan keterpaduan layanan berpengaruh positif kepada kepuasan masyarakat dalam penerbitan Surat Keterangan Domisili Perusahaan secara online.

Company Domicile Certificate used by the businesses as an `identity` of their business
in a region. Prior to 2015, the issuance of this letter through village district in Jakarta, which was suspected as extortion, complicated, uninformity of requirements, and longterm needs. Since 2015, this letter was issued by the the Office of Investment and One-
Stop Services as free and online processed in 2016. This thesis study purposed to get information about the policies of online Company Domicile Certificate Licensing is
better than offline Company Domicile Certificate Licensing, to get any issues problems and citizen satisfaction. The method used descriptive quantitative analysis on the results of the questionnaire from 294 respondents and multiple linear regression analysis with efficiency, trust, reliability, officer support and one stop services as variables of the quality of service requested to citizen satisfaction. The results of the study were as many as 88% of respondents choose the online Company Domicile Certificate, problems experienced by the community were slow systems, error, documents upload failures,
notifications failures, not paperless,and a little lack the attitude of service of the
officers. As many as 88.44% of the people were satisfied with the services that were online approved. Variables or dimensions of service quality, namely efficiency, officer support and one stop services have positive affect to citizen satisfaction of online Company Domicile Certificate licensing.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifuddin
Bandung: Alumni, 2013
346.048 SYA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aulia Ibrahim
"ABSTRACT
Perizinan berusaha merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu mekanisme kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Namun banyak keluhan dari pelaku usaha yang menyatakan bahwa pengurusan izin berusaha di Indonesia terbilang cukup rumit dan lama karena dihadapkan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan biaya yang dikeluarkan cukup mahal, termasuk di dalamnya perizinan dalam sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi. Untuk mengatasi hal tersebut, Pada tanggal 21 Juni 2018 diundangkanlah PP No. 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik dengan sistem OSS (Online Single Submission), dimana sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi termasuk kedalam sektor usaha yang diatur dalam PP tersebut. Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah tentang bagaimanakah pengaturan dan mekanisme sistem perizinan di sektor Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sebelum dan setelah berlakunya PP No. 24 Tahun 2018 beserta kelebihan dan kekurangan dari penerapan sistem OSS pada perizinan di sektor usaha simpan pinjam oleh koperasi. Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum yang normatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dengan adanya sistem OSS ini, mengurus perizinan akan lebih mudah karena hanya menggunakan perangkat elektronik dan koneksi internet. Birokrasi perizinan pun menjadi lebih sederhana karena para pihak saling terhubung dalam sistem OSS.  Namun pada praktiknya masih ditemukan kendala teknis seperti sistem PTSP di daerah-daerah masih belum bisa terhubung dengan sistem OSS dan tidak adanya penomoran khusus pada izin usaha simpan pinjam beserta tidak adanya keterangan alamat kantor cabang dari KSP atau USP Koperasi pada izin operasional. Saran dari penulis adalah bahwasanya Lembaga Terkait dari penyelenggaraan OSS dalam perizinan di usaha simpan pinjam oleh Koperasi dapat bertindak cepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara seperti menjalin kerjasama dengan perusahaan system developer yang kompeten untuk menanggulangi masalah tersebut dan Lembaga terkait ada baiknya memanfaatkan media internet dalam mensosialisasikan OSS agar dapat lebih terjangkau masyarakat umum.

ABSTRACT
Business license is one of the important instruments in a mechanism for savings and loan business activities by cooperatives. However, many complaints from businessman stating that requesting business license in Indonesia are quite complicated and it takes a long-time because they are faced with a complicated bureaucracy and the costs incurred are quite expensive, including licensing in the savings and loan business sector by cooperatives. To overcome that problems, on June 21, 2018, Government Regulation Number 24 of 2018 was issued regarding licensing services that integrated electronically with the OSS (Online Single Submission) system, which the savings and loan business sector by cooperatives is included in the business sector regulated by that Government Regulation. This thesis discussed about regulations and licensing systems in the Cooperative Savings and Loans sector before and after the enactment of Government Regulation Number 24 of 2018 relating to the advantages and disadvantages of the OSS system in licensing in the savings and loan business sector by cooperatives. This research is using normative law research method. The results of this study found that with this OSS system, managing permissions would be easier because it only uses electronic devices and internet connections. Licensing bureaucracy becomes simpler because the parties are connected to each other in the OSS system. But in practice there are still technical constraints such as the PTSP system in some regions are still unable to connect with the OSS system and there is no special numbering on savings and loan business licenses along with the absence of address information from branch offices of savings and loan cooperatives on operational permits. As an advice, Institution Related to the implementation of OSS in licensing in the savings and loan business by the Cooperative can act quickly in resolving these problems in ways such as cooperating with competent system developer companies to overcome these problems and also Related institutions have a good use of internet media in socializing OSS to be more affordable to the general public."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Sudiharti
"Pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom telah mengawali asas desentraslisasi. Sebagai konsekuensi dari diimpiementasikannya kebijakan desentralisasi I otonomi daerah tersebut sejak tahun 2000, secara umum telah terjadi perubahan ditandai dengan pemberian sejumlah kewenangan yang dulunya ditangani oleh pemerintah pusat menjadi berkurang dan berpindah kepada pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan perundang - undangan tersebut sejak bulan Juni tahun 2002 Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi. Walaupun sudah berjalan selama dua tahun, namun penyelenggaraan pelayanan tersebut belum berjalan optimal. Berangkat dari keingintahuan " kenapa belum berjalan optimal ", maka dilakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara langsung kepada pejabat terkait, studi literatur serta data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada implementasi kewenangan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar ini adalah masih terdapatnya ketidak jelasan kewenangan yang diberikan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam penanganan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar baik secara vertikal antar level pemerintah (Dinas dengan Balai Konservasi Sumber Dalam Alam) maupun secara horizontal antara Dinas dengan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan provindi DKI Jakarta itu sendiri, sehingga memungkinkan adanya interpretasi ganda antara provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta. Faktor struktur organisasi belum mampu mendukung kinerja organisasi secara optimal. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, tidak mencukupi untuk mengelola kapasitas kerja yang bertanggung jawab dalam memberikan jasa pelayanan kepada para pengusaha tumbuhan dan satwa liar, baik di kantor maupun untuk di lapangan.
Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu adanya konfirmasi dari pemerintah pusat untuk kejelasan pembagian kewenangan dalam PP 25 tahun 2000 dan pembuatan standar pelayanan yang jelas dan rinci; segera melakukan klarifikasi kepada Menteri Kehutanan, berkenan dengan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar yang tidak dilindungi. Menteri Kehutanan atau Departemen Kehutanan harus memberikan penjelasan kepada provindi karena keputusan menteri (Kepmen) tersebut seolah mencabut PP 25 tahun 2000; Pemerintah Daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah (PERDA) pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Struktur organsiasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta sebaiknya di evaluasi kembali I dibenahi kembali secara matang melalui aktivitas peningkatan mekanisme kerja yang ada sehingga unit-unit organisasi mampu berfungsi secara optimal sesuai dengan tugas pokoknya, terutama mengenai Polisi Hutan (Polhut) dan penyuluh yang berada di kantor maupun di lapangan.

Determining of Regulation No. 22 year 1999 about Local Regulation and Government Regulation No. 25 year 2000 about Government Authority and Province as Autonomy Region have early ground of decentralization. As consequence of its implementation of regional decentralization 1 autonomy policy since year 2000, in generally there is alteration marked by a number of authority which is before handled by Central Government will become decrease and change to Local Government. Base to that Role and regulation then since June 2002, the Agriculture and Forestry Agency of Province DKI Jakarta carry out licensing service of plants and wild animal, which do not protect. Although it run for two year, but management service is not optimal. In Accordance to recognize "why is not yet an optimal", then it's conducted by research. This research is use qualitative research method with data collecting technique by direct interview to related officer, study literature and also secondary data.
The Result of research indicate that problems at implementation authority of licensing service of plants and wild animal is still overlapping and unclear in determining of authority, there is overlapping in handling of authority licensing service of plants and wild animal in accordance to vertical between governmental level (Agency and Bureau of Natural Resource Conservation) and also with horizontal between Agency and SubAgency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta province itself, so that enable to occurring of double interpretation between Province and Bureau of Natural Resource Conservation of DKI Jakarta Province. Organizational Structure factor not yet to support organizational performance as optimally. Abilities factors of Human Resource (HR) is still lower, less to support and manage of job capacities in charge to give services to all entrepreneurs of plants and wild animal, either in office or the in the field.
Some implication from result of this research is needing the existence of confirmation of Central Government for clarify of the division authority in Government Regulation No. 25 year 2000 and setup standard service as by clear and detail, and immediately, its clarify to Ministry of Forestry, in accordance to the publication of the Ministerial Decree (Kepmen) No. 447 year 2003 about Arranging Effort in take or catch and circulation of Plants and Wild Animals which do not protect. Ministry of Forestry or Department Forestry have to give clarification to province because ministerial decree (Kepmen) likely cancel to Government Regulation No. 25 year 2000; Local Government have to immediately compile by Regional Law (PERDA) about management of plants and wild animal. Organization Structure on the Agency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta Province, its better to evaluate 1 re corrected by maturely through activity in increasing of existing job mechanism so that organizational units to function by optimal in according to duty essence, especially regarding to Forestry Police (Polhut) and Forestry Trainer in the office and also in the field.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochilla Shakina
"ABSTRAK
Perjanjian kawin merupakan perjanjian yang dilakukan oleh calon suami dan calon isteri sebelum melangsungkan perkawinan.Substansi dari perjanjian perkawinan salah satunya dapat berupapengaturan harta perkawinan.Perjanjian perkawinan dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Pernikahan. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana ketentuan mengenai perjanjian perkawinan menurut peraturan perundang-undangan serta bagaimana penyelesaian sengketa harta benda perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1358K/Pdt/2012 . Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam ketentuan perundang-undangan tidak diatur secara rinci tentang definisi dan isi mengenai perjanjian kawin. Ketentuan perundang-undangan yang berisi tentang perjanjian kawin terdapat dalam Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam sengketa harta perkawinan yang memakai nama bersama yang berkaitan dengan perjanjian kawin tersebut Majelis Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan bahwa Saudari Budiati sebagai pihak yang berhak atas harta benda objek sengketa karena Saudari Budiati dapat menunjukkan bahwa seluruh harta benda objek sengketa adalah hasil pembeliannya. Namun seharusnya Saudara Ruddy Tri Santoso juga berhak atas seluruh harta benda objek sengketa karena nama Saudara Ruddy Tri Santoso tercantum di dalam bukti kepemilikan seluruh harta benda objek sengketa. Kata Kunci : perjanjian kawin, harta perkawinan, nama bersama.

ABSTRACT
Prenuptial agreement is an agreement made by a prospective husband and a future wife before marriage. The substance of the prenuptial agreement may be the arrangement of marriage property. The prenuptial agreement is made in writing and authorized by the Registrar. The issues discussed are how the provisions concerning prenuptial agreement under the laws and regulations on how to settle dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement analysis of Supreme Court Decision Number 1358K Pdt 2012 . This research is a normative juridical research with analytical descriptive research type. Based on the results of the study can be concluded that in the provisions of legislation is not regulated in detail about the definition and contents of the prenuptial agreement. The provisions of legislation containing the marriage agreement are contained in Article 139 of the Civil Code and Article 29 of Act Number 1 1974 regarding Marriage. In a dispute on joint matrimony that use share name in connection with a prenuptial agreement the Supreme Court of Justice of the Republic of Indonesia declares that Budiati as the party entitled to the property of the disputed object because Budiati can show that all property of the disputed object is the result of her purchase. However, Ruddy Tri Santoso should also be entitled to the entire property of the disputed object because the name of Ruddy Tri Santoso is contained in the proof of ownership of all objects of disputed property. Keywords Prenuptial agreement, joint matrimony, share name. "
2018
T49699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risfan Nirwana Putra
"Perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama dapat dijadikan alasan seseorang untuk mengajukan gugatan pembatalan perjanjian perkawinan. Disahkannya perjanjian perkawinan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan dapat ditafsirkan sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian perkawinan. Metode penelitian adalah yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif analitis. Perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan tetap berlaku bagi para pihak (suami-istri) yang membuatnya. Tidak dicatatkannya perjanjian perkawinan tidak dapat dijadikan alasan sebagai perbuatan tidak terpenuhinya syarat perjanjian perkawinan yang mengakibatkan perjanjian perkawinan tersebut batal demi hukum. Pengesahan perjanjian perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hanya merupakan tindakan Pencatatan/Pendaftaran saja guna memenuhi asas publisitas. Pendapat Mahkamah Agung mengenai perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan Notaris bukan syarat formil merupakan pendapat yang keliru. Perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris merupakan syarat sahnya perjanjian perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Diperlukan peraturan pelaksana untuk mengatur perjanjian perkawinan itu sendiri, agar jelas dan tidak menimbulkan multitafsir.

A Prenuptial Agreement not registered at Civil Registry or religious Affairs Office may be the reason of a person to file a cancellation of the Prenuptial Agreement. The passing of the Prenuptial Agreement by the Marriage Officer may be interpreted as one of the conditions for the validity of the Prenuptial Agreement. The research method is normative juridical with qualitative approach is descriptive analytical. The Prenuptial Agreement not registered by the Marriage Officer shall apply to the parties (the spouses) who make it. The non-registration of the Prenuptial Agreement shall not be the reason for the non-fulfillment of the terms of the Prenuptial Agreement which resulted in the Prenuptial Agreement being void. The ratification of the Prenuptial Agreement by the marriage registrar as stipulated in Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage, is only a Registration / Registration activity only to fulfill the publicity principle. The Supreme Court's opinion on the Prenuptial Agreement made by Notary is not a formal requirement is a false opinion. The Prenuptial Agreement made by notary is a requirement for the validity of a Prenuptial Agreement as described in the Civil Code. An implementing regulation is required to govern the Prenuptial agreement itself, in order to be clear and not to create multiple interpretations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putti Zahra Dwi Athifah Wilyadi
"Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganalisis mengenai keabsahan suatu perjanjian lisensi yang berimplikasi hukum terhadap pihak ketiga yang kemudian bermuara pada perbuatan melawan hukum. Perjanjian yang seharusnya memberi keuntungan kepada pihak yang terikat dalam perjanjian justru dapat menimbulkan kerugian dalam pelaksanaannya. Adapun, kerugian tersebut disebabkan oleh pihak ketiga atas perbuatan melawan hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta (“UUHC 2014”), pihak yang terikat dalam perjanjian lisensi dapat lebih dilindungi ditambah dengan diberlakukannya peraturan pelaksana regulasi tersebut dalam Peraturan Pemerintah tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual (“PP 36/2018”). Dalam hal ini, dianalisis lebih lanjut mengenai studi kasus terhadap Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 dan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara in casu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doktrinal bersifat deskriptif. Adapun, jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur pustaka hukum melalui studi kepustakaan serta wawancara dengan narasumber.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa kesimpulan yang didapatkan. Pertama, keabsahan perjanjian lisensi yang berakibat hukum bagi pihak ketiga adalah sah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kedua, perbuatan pihak ketiga dalam perkara in casu telah dikualifikasikan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. Ketiga, pertimbangan hakim dalam melakukan penemuan hukum karena adanya kekosongan hukum dalam perkara in casu. Majelis Hakim menerapkan Hukum atau Norma Kebiasaan atas pencatatan perjanjian lisensi sepanjang terdapat persetujuan atas pendaftaran tersebut oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia walaupun belum ada norma yang secara tertulis perihal peraturan pelaksananya.

This legal research aims to analyze the validity of a license agreement that has legal implications for third parties, which can lead to unlawful acts. An agreement that should provide benefits to the parties bound by the agreement can cause losses in its implementation. Meanwhile, the loss is caused by a third party for unlawful acts. With the enactment of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright ("UUHC 2014"), the parties bound in the license agreement can be better protected, coupled with the enactment of the implementing regulations of the regulation in Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 36 of 2018 concerning Recording of Intellectual Property License Agreements ("PP 36/2018"). In this case, the case study of Semarang District Court Decision Number 4/Pdt.Sus-HKI/2019 Jo. Supreme Court Decision Number 882.K/Pdt.Sus-HKI/2019 is further analyzed, along with the consideration of the Panel of Judges in deciding the case.
The type of research used in this legal writing is doctrinal legal research of a descriptive nature. Meanwhile, the types of data used are primary data obtained from laws and regulations and secondary data obtained from studies of legal literature through literature studies and interviews with sources.
The results show that there are several conclusions obtained. First, the validity of the license agreement that has legal consequences for third parties is valid and has permanent legal force. Second, the actions of the third party in this case have been qualified as illegal acts based on Article 1365 Civil Code. Third, the judge's consideration in conducting legal discovery because there is still a legal vacuum in deciding the case. In its legal considerations, the Panel of Judges applies Customary Law or Norms to the recording of license agreements as long as there is approval of the registration by the Directorate General of Intellectual Property of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia, even though there is no norm in writing saying the implementing regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>