Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmorang, Windry Yohanna Shinta Uli
"Penelitian ini akan membahas mengenai kedudukan kreditor separatis dan pelaksanaan eksekusi yang diatur di dalam Undang-Undang Kepailitan Indonesia. Selanjutnya, dalam skripsi ini akan dibahas kedudukan Bank BTN sebagai kreditor separatis dan pelaksanaan eksekusi, upaya hukum yang dapat dilakukan, dan membahas apakah putusan Hakim Mahkamah Agung sudah sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, sedangkan analisa datanya adalah metode kualitatif.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Bank BTN kedudukannya sebagai kreditor separatis karena ada jaminan hak tanggungan, Pelaksanaan hak eksekusi harta jaminan debitor sebagai kreditur separatis dapat mengeksekusi harta pailit seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Upaya hukum yang dapat diajukan bank BTN dari awal pemberian kredit yaitu mengevaluasi calon nasabah dengan prinsip 5C, monitoring jaminan, berperan aktif dalam meminta surat pemberitahuan insolvensi untuk eksekusi yang ada persetujuan hakim pengawas, ketika mengetahui ada pihak ketiga dalam jaminan harta pailit adalah mengajukan permohonan kepada hakim pengawas untuk mengubah syarat penangguhan, melakukan Peninjauan Kembali. Serta dapat diketahu bahwa putusan hakim Mahkamah Agung pada tingkat kasasi kurang tepat.

This research will discuss the position of creditors separatist and execution are set out in the Insolvency Act Indonesia. Furthermore, in this paper will discuss the position of Bank BTN secure creditor and execution, legal remedies that can be done, and discuss whether the decision of the Supreme Court Justices are in accordance with the Insolvency Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment. This study uses normative juridical research, while data analysis is qualitative methods.
From these results it can be concluded that the Bank BTN secure creditor position because it has a guarantee security rights, implementation of property rights guarantees execution debtor as secure creditor can execute the bankruptcy estate as if nothing happened bankruptcy. Remedy which may be filed BTN from the beginning of the loan is to evaluate the prospective customer with the principle 5C, assurance monitoring, active in requesting notification of the execution of the existing insolvency judge supervisory approval, when knowing there is a third party in the bankruptcy estate collateral is to apply to the supervisory judge to change the terms of the suspension, do Reconsideration. As well been known that the Supreme Court judge's decision on appeal is not quite right.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Octavia
"Kepailitan berakibat pada pemenuhan piutang para kreditor. Pemenuhan piutang para kreditor tergantung dari preferensi kreditor itu sendiri, serta pelaksana eksekusi dalam proses kepailitan. Kreditor pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor separatis merupakan kreditor yang memiliki hak untuk melakukan eksekusi sendiri dalam proses kepailitan. Namun demikian tidak semua kreditor separatis menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi sendiri. Dengan demikian kurator lah yang melakukan eksekusi serta pembagian boedel pailit.
Eksekusi yang dilakukan sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditor separatis, dan eksekusi yang dilakukan oleh kurator membawa akibat hukum yang berbeda bagi pemegang Hak Tanggungan. Meskipun telah diatur di dalam Undang-Undang namun masih terdapat permasalahan dalam pelaksanaannya. Permasalahan yang muncul adalah terkait dengan besarnya pelunasan piutang, serta kedudukan kreditor separatis jika pelunasan piutangnya tidak terpenuhi.
Dalam tulisan ini, permasalahan tersebut diteliti dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji serta menganalisis putusan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepailitan dan Hak Tanggungan. Dengan menggunakan metode tersebut didapat kesimpulan bahwa, pemenuhan piutang kreditor pemegang Hak Tanggungan tergantung pada pelaksana eksekusi dalam proses kepailitan. Pelaksanaan eksekusi oleh kurator menyebabkan berkurangnya pelunasan piutang kreditor separatis pemegang Hak Tanggungan oleh biaya kepailitan, imbalan jasa kurator, dan beban pajak. Selain itu dengan dilaksanakannya eksekusi oleh kurator, jika pelunasan piutang kreditor separatis tidak terpenuhi maka dengan sendirinya kreditor separatis akan berkedudukan sebagai kreditor konkuren.

Bankruptcy has an effect on creditors? receivables fulfillment. The fulfillment of creditors receivables is depends on the preferences of the creditor, and the executor in bankruptcy process. The secured creditor of Security Rights as separate creditor is a creditor who has rights to perform the execution on their own in bankruptcy process. However not all separate creditor using their rights to perform its own execution. Therefore the execution and the split of bankruptcy assets performed by the curator.
The execution that performed by the secured creditor of Security Rights as separate creditor, and the execution that performed by the curator is bringing a different legal consequences. Although it has been set out in the law and regulation, it still causes an issue in implementation. The issue is related to the amount of the fulfillment of receivables, and the position of separate creditor if the receivables are not fulfilled.
In this thesis, the said issue will be examined by literature study, by analyze the court decision based on law and regulation which related to the bankruptcy and the Security Rights. Using the literature study method, concluded that the receivable fulfillment of Security Rights is depends on the executor in bankruptcy process. Execution by the curator leads to reduce the receivable fulfillment of separate creditor by bankruptcy fee, curator fee, and taxes. If the receivables of separate creditor are not fulfilled, for the deficiency of its receivables, the separate creditor is become a concurrent creditor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Laura
"Skripsi ini membahas tentang kedudukan dan hak eksekusi kreditur separatis sebagai pemegang jaminan berupa hipotek dalam kepailitan di Indonesia berdasarkan UUK-PKPU dan dalam keadaan pailit di Inggris berdasarkan Insolvency Act 1986, dan implementasinya dalam praktik berdasarkan kedua peraturan tersebut. Untuk meninjau bagaimana menerapkan peraturan tentang kedudukan dan hak eksekusi kreditur separatis Oleh karena itu penulis melakukan studi kasus terhadap Putusan Nomor 769 K/Pdt.Sus- Kepailitan/2016 Jo. Nomor 02/Pdt.Sus-Gll/2016/Pn.Niaga.Jkt.Pst., dimana PT Bank OCBC ISP yang merupakan kreditur separatis dari PT Mega Graha International (sebagai penggugat) mengajukan gugatan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh Kurator Bernard Nainggolan (sebagai tergugat) karena menyerahkan jaminan hak tanggungan PT Bank OCBC NISP ke dalam harta pailit PT Mega Graha Internasional. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan perlunya pengaturan terhadap harta kekayaan debitur pailit yang dijadikan jaminan utang merupakan pengecualian dari harta pailit; kebutuhan ketentuan mengenai sanksi pelanggaran hak kreditur separatis berupa: apa pun; perlu dilakukan perubahan peraturan mengenai waktu pelaksanaan kreditur separatis; dan perlunya pengaturan tentang hak penguasaan kreditur separatis atas jaminan yang dimilikinya dalam hal kreditur separatis menyerahkan pelaksanaannya eksekusi kepada kurator sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan 1986.
This thesis discusses the position and execution rights of separatist creditors as collateral holders in the form of mortgages in bankruptcy in Indonesia based on the UUK-PKPU and in bankruptcy in the UK based on the Insolvency Act 1986, and their implementation in practice based on these two regulations. To review how to apply regulations regarding the position and right of execution of separatist creditors. Therefore, the author conducted a case study of Decision Number 769 K/Pdt.Sus-Palitan/2016 Jo. Number 02/Pdt.Sus-Gll/2016/Pn.Niaga.Jkt.Pst., where PT Bank OCBC ISP which is the separatist creditor of PT Mega Graha International (as the plaintiff) filed a lawsuit against the legal actions committed by the Curator Bernard Nainggolan ( as a defendant) for submitting a mortgage guarantee for PT Bank OCBC NISP to the bankruptcy estate of PT Mega Graha Internasional. This research is a qualitative research with a descriptive design. The results of this study suggest the need for regulation of the assets of the bankrupt debtor which are used as collateral for the debt as an exception to the bankruptcy estate; the need for provisions regarding sanctions for violating the rights of separatist creditors in the form of: anything; it is necessary to amend the regulations regarding the implementation of separatist creditors; and the need to regulate the rights of control of the separatist creditors over the guarantees they have in the event that the separatist creditors hand over the execution to the curator as regulated in the 1986 Bankruptcy Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Efraint Pangondian
"Pembebanan gadai saham yang dilakukan oleh pemilik saham atas kepemilikan saham pada suatu perseroan saat ini dijadikan objek perjanjian accesoir dalam perjanjian hutang piutang. Salah satu permasalahan yang dapat timbul dari pembebanan gadai saham ini adalah mengenai kedudukan kreditur selaku pemegang saham apabila perseroan yang mengeluarkan saham tersebut dinyatakan pailit oleh pengadilan. Selain itu, hak eksekusi yang dimiliki oleh pemegang objek jaminan selaku kreditur preferen dalam hal ini menjadi ditangguhkan dan tidak dapat dilaksanakan ketika perseroan dinyatakan pailit. Oleh karena itu, perlu dianalisis mengenai kedudukan kreditur selaku pemegang objek jaminan gadai saham serta upaya hukum yang dapat dilakukan kreditur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Studi kepustakaan digunakan untuk mendapatkan bahan-yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif dengan pendekatan undang-undang dan konseptual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kreditur pemegang jaminan gadai saham merupakan kreditur dengan kedudukan didahulukan (preferen) dalam pembayaran piutang. Ketika perseroan dinyatakan pailit hak kreditur untuk melakukan eksekusinya menjadi ditangguhkan dan kreditur pemegang hak gadai saham tidak dapat melakukan eksekusi. Namun, atas hal ini kreditur dapat melakukan permohonan penangguhan untuk melakukan eksekusi jaminan. Apabila terhadap penjualan saham yang menjadi objek jaminan tersebut telah dieksekusi dan hasil penjualan tersebut belum dapat melunasi besar utang debitur, maka terhadap sisa kekurangan utang tersebut seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan utangnya. Dalam hal ini, guna mencegah risiko permasalahan tersebut terdapat upaya hukum yang dapat ditempuh kreditur untuk melindungi hak dan kedudukannya baik melalui upaya secara preventif dan represif.

The encumbrance of share pledges made by shareholders for share ownership in a company is currently the object of the accessoir agreement in the debt agreement. One of the problems that can arise from the imposition of guaranteed shares is regarding the position of creditors as shareholders if the company that issued the shares is declared bankrupt by the court. In addition, the right of execution owned by the holder of the collateral object as the preferred creditor in this case becomes suspended and cannot be executed when the company is declared bankrupt. Therefore, it is necessary to analyze the position of the creditor as the holder of the guarantee for the guaranteed shares and the legal remedies that the creditor can take. This research was conducted using a normative juridical approach with analytical descriptive specifications. Literature study is used to obtain material which is then analyzed using qualitative data analysis methods with legal and conceptual approaches. The results of this study indicate that the creditor holding the share pawn is preferred creditors with a priority position in the payment of receivables. If the company is declared bankrupt, the creditors right to carry out the execution is suspended so that the creditor cannot enforce his rights. However, in this case the creditor can apply for a suspension to carry out the implementation of the guarantee. If the sale of shares that are the object of collateral has been carried out and the proceeds of the sale have not been able to pay off the debtors debt, then for the remaining debt, all of the debtors assets will be used as collateral for debt repayment. In this case, to prevent the risk of such problems, there are legal remedies that can be taken by creditors to protect their rights and positions both through preventive and repressive measures."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Syamirah
"Penulisan skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum kreditor separatis dalam kepailitan debitor dengan studi kasus kepailitan PT Kertas Leces. Dengan dipailitkannya debitor berakibat pada pemenuhan piutang kreditor yang akan dilakukan berdasarkan kedudukan kreditor tersebut. Kreditor pemegang jaminan hak tanggungan merupakan kreditor separatis yang memiliki kedudukan yang didahulukan dan terpisah di antara kreditor lain, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Kreditor separatis dapat melakukan eksekusi sendiri terhadap benda jaminan yang dipegangnya sebagaimana diakomodir dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) serta Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT). Namun demikian, tidak selamanya hak kreditor separatis tersebut terlaksana dengan baik yang mana terkadang terdapat penyimpangan-penyimpangan terhadap hak kreditor separatis. Dalam tulisan ini, permasalahan tersebut diteliti dengan bentuk penelitian yuridis normatif dengan menggunakan studi kepustakan yaitu mengkaji serta menganalisis putusan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa selain kreditor separatis berkedudukan didahulukan dan terpisah dari kreditor lain, kreditor separatis berhak untuk melaksanakan haknya dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah masa insolvensi. Jangka waktu 2 (dua) bulan di sini merupakan jangka waktu kreditor separatis untuk memulai melakukan upaya-upaya untuk mengeksekusi benda jaminan yang dipegangnya.

The writing of this thesis discusses the legal protection of separatist creditors in debtor bankruptcy with a case study of the bankruptcy of PT Kertas Leces. With the bankruptcy of the debtor, it will result in the fulfillment of the creditors receivables which will be carried out based on the creditor's position. Creditors whom holding security rights are one of separatist creditors who have precedence and are separate from other creditors, unless otherwise stipulated by law. Separatist creditors can carry out their own execution of collateral in their possession as accommodated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment Act (UUK-PKPU) and the Law No. 4 of 1986 on Mortgage Rights Law (UUHT). However, the rights of separatist creditors are not always carried out properly, which sometimes there are deviations to the rights of separatist creditors. In this paper, this problem is examined by means of normative juridical research using a librarian study, namely examining and analyzing decisions using the relevant laws and regulations. From this research, it can be concluded that although the separatist creditors having priority and separate from other creditors, the separatist creditors are entitled to exercise their rights within a period of 2 (two) months after the insolvency period. The period of 2 (two) months here is the period in which the separatist creditors begin to make efforts to execute the collateral in their possession."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aulia Gislir
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Khoswan
"Perkembangan dalam teknologi serta ilmu pengetahuan menyebabkan batasan negara-negara di dunia semakin hilang terutama dalam bidang perekonomian internasional. Hal ini akan menjadi sebuah masalah baru apabila berkaitan dengan kepailitan lintas batas, khususnya pengeksekusian harta Debitor pailit yang memiliki aset di luar wilayah berlakunya putusan pailit. Prinsip teritorial dan prinsip kedaulatan negara yang dimiliki sebagian besar negara merupakan salah satu faktor utama tidak dapatnya suatu putusan pailit diakui dan ditegakkan di negara lain. Faktor tersebut menyebabkan putusan pailit di sebuah negara tidak dapat dijadikan dasar untuk mengeksekusi harta Debitor pailit yang berada di yurisdiksi negara lain sehingga menyebabkan berkurangnya harta Debitor yang akan digunakan untuk membayar utang-utangnya kepada Para Kreditornya yang tentunya dalam hal ini hak Kreditor terhadap piutangnya tidak dapat dipenuhi sepenuhnya. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang diwujudkan dengan melakukan studi kepustakaan, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pengimplementasian kepailitan lintas batas di landasan hukum kepailitan Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun peraturan berkaitan lainnya dan dibandingkan dengan pengimplementasian kepailitan lintas batas di Malaysia. Selain itu akan dibahas juga mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan agar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing dapat dilaksanakan. Berkaitan dengan itu, Penulis menarik kesimpulan bahwa Indonesia belum memiliki instrumen hukum kepailitan lintas batas sebagai dasar pengeksekusian harta Debitor pailit yang terletak di negara asing. Berbeda dengan Malaysia yang memiliki perjanjian bilateral dengan Singapura dan peraturan mengenai pengakuan putusan asing dengan beberapa negara yang diatur dalam peraturan tersebut. Sehingga hingga saat ini, upaya yang dapat dilakukan oleh Para Kreditor adalah mengajukan permohonan ulang di negara yang bersangkutan. Namun ada baiknya bahwa pemerintah Indonesia melakukan perjanjian bilateral dengan beberapa negara, mengadopsi UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, atau membentuk perjanjian regional dengan negara anggota ASEAN.

Developments in technology have caused the boundaries of countries in the world to disappear, especially in the field of the international economy. This will become a new problem if it relates to cross-border bankruptcy, especially the execution of bankrupt debtors who have assets outside the area where the bankruptcy decision is enforced. Territorial principles and the principle of state sovereignty which are owned by most countries are one of the main factors in which a bankruptcy decision cannot be recognized and enforced in other countries. These factors cause a bankruptcy decision in one country to not be used as a basis for executing the assets of a bankrupt debtor who is in the jurisdiction of another country, causing a reduction in the debtor’s assets that will be used to pay his debts to his creditors. By using normative juridical research methods realized by conducting literature studies, this paper will analyze how cross-border bankruptcy is implemented on the basis of Indonesian bankruptcy law, namely Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Obligations for Payment of Debt compared with the implementation of cross-border insolvency in Malaysia. I In this regard, the author draws the conclusion that Indonesia does not yet have cross-border insolvency legal instruments as a basis for executing bankrupt debtors’ assets located in foreign countries. In contrast to Malaysia, which has a bilateral agreement with Singapore and regulations regarding the recognition of foreign judgments with several countries regulated in these regulations. Until today, the efforts that can be made by creditors are re-litigation in the country concerned. However, it is good that the Indonesian government enters into bilateral agreements with several countries, adopts the UNCITRAL Model Law on Cross Border Insolvency, or forms regional agreements with ASEAN member countries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Rizkasari
"Kredit Sindikasi merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan pendanaan dalam jumlah yang besar tanpa melanggar ketentuan Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Kredit Sindikasi merupakan pembiayaan yang diberikan oleh dua Kreditor atau lebih untuk membiayai satu Debitor yang sama, dengan syarat dan ketentuan dan dokumentasi kredit yang sama dan dengan jaminan kredit yang sama yang diikat secara pari passu. Agen Jaminan ditunjuk oleh Para Kreditur Sindikasi berdasarkan Perjanjian Kredit Sindikasi untuk melaksanakan pengikatan jaminan kredit untuk kepentingan dan atas nama Para Kreditor Sindikasi, maupun melaksanakan hakhak Para Kreditor Sindikasi terhadap jaminan kredit termasuk dalam hal Debitor dinyatakan pailit. Ketika Debitor dinyatakan pailit, terdapat permasalahan dimana pihak Kurator menganggap bahwa Agen Jaminan tidak berwenang untuk melaksanakan hak tagih Para Kreditor Sindikasi sebagai kreditor separatis dan sebagai kreditor konkuren.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Agen Jaminan berwenang untuk melaksanakan hak tagih Para Kreditor Sindikasi sebagai kreditor separatis dengan jaminan Hak Tanggungan dan sebagai kreditor konkuren dalam hal terdapat sisa tagihan yang tidak tercover dengan penjualan jaminan yang telah diikat Hak Tanggungan tersebut.

Loan Syndication is a solution to meet a large number of funding needs without breaching Bank Indonesia Regulation (PBI) on Legal Lending Limit. A syndicated loan is a loan made by two or more Creditors to finance a Debtor, on similar terms and condition, using common documentation and administrated by common agent and secured by the same securities in pari passu. Security Agent appointed by Creditors based on Credit Syndication Agreement to encumber the security for the benefits and on behalf of the Creditors, and to exercise any right, power, authority the Creditor`s rights to the credit security documents including if the Debtor has declared bankrupt. In the terms the Debtor has been declared bankruptcy by the court. There is a problem when the Curator assume that the Security Agent have no authority to exercise the Syndication Creditor`s claim as secured creditor and as unsecured creditor.
The method of analysis that is used in this research writing is juridis normative and qualitative method in data processing. The result of the analysis concluded that Security Agent have an authority to exercise the Syndication Creditor`s claim as secured creditor with Hak Tanggungan security and as unsecured creditor for the remain claim uncovered by execution of Hak Tanggungan.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Utang piutang merupakan hal yang biasa dalam praktek
perekonomian terutama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi
negara. Kreditor yang memberikan pinjaman pasti menuntut
kepastian bahwa debitor akan mengembalikan uangnya dan salah
satu kepastian yang diberikan hukum adalah dengan memberikan
hak atas kebendaan tertentu milik debitor untuk menjadi jaminan
pelunasan utangnya. Kreditor jenis ini disebut kreditor
pemegang hak jaminan atau kreditor separatis. Mereka mempunyai
kedudukan yang cukup aman dalam memperoleh pelunasan piutangnya
secara utuh karena mempunyai benda tertentu yang setiap saat
dapat dieksekusi sendiri bila debitor wanprestasi dan mempunyai
kedudukan yang didahulukan. Dalam praktek jaminan seperti ini
sangat disukai. Kepailitan merupakan salah satu proses
pembagian harta debitor pada para kreditor termasuk kreditor
separatis. Dalam undang-undang kepailitan (UUK) pasal 56A
diatur mengenai penangguhan dimana selama jangka waktu 90 hari
kreditor separatis tidak boleh mengeksekusi benda jaminannya.
Selain itu UUK juga memberikan kewenangan pada curator untuk
mengunakan benda jaminan kreditor separatis dan bahkan
menjualnya, karena itu dalam penelitian ini akan dikaji
bagaimana UUK mengatur kedudukan kreditor separatis dalam
memperoleh pelunasan atas piutangnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S21158
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>