Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94822 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, M. Azhar Rasyid
"UU No. 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif kepada KPPU sebagai competition authority di Indonesia. Dalam beberapa kasus, KPPU memberikan sanksi administratif di luar dari yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut, khususnya dalam perkara persekongkolan tender. KPPU sering menjatuhkan sanksi larangan mengikuti tender atau pelelangan kepada pelaku usaha, padahal bentuk sanksi tersebut tidak terdapat dalam Undang-Undang.
Dalam putusan KPPU No. 1/KPPU-L/2013, KPPU menjatuhkan sanksi larangan mengikuti pelelangan selama dua tahun kepada ketiga pelaku usaha. Akibat permasalahan ini beberapa putusan KPPU yang memuat hukuman tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Negeri maupun Mahkamah Agung. Padahal pelaku usaha tersebut terbukti melanggar pasal 22.
Competition Act No. 5 Year 1999 gives an authority for KPPU as competition authority in Indonesia to impose administrative sanction. In some cases, KPPU also imposed administrative sanction beyond those which contained in Competition Act, especially in bid rigging cases. KPPU often imposes prohibition in tendering or auctions sanction to the bidders. However, that kind of sanction is not exist in the Competition Act. In Commission’s Decision No. 1/KPPU-L/2013, KPPU imposed prohibition in auctions for two years to those three tender participants. The consequence of this problem is some of KPPU’s Decisions which contained that kind of sanction were cancelled by District Court or by
Supreme Court, although that tender participants have been proven violating the article No. 22 in Competition Act.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shobi Kurnia
"Tesis ini membahas tentang Putusan KPPU Nomor: 02/KPPU-L/2008 dalam menetapkan sanksi untuk mengubah klausula perjanjian yaitu: Pertama, Apakah sanksi terkait mengubah klausula perjanjian telah sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, kedua, pertimbangan dari Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menetapkan sanksi berupa mengubah suatu klausula perjanjian. Ketiga, bagaimana pelaksanaan dari putusan tersebut terkait dengan eksekusi dari pihak KPPU. Dalam penelitian ini penulis memaparkan dan menganalisa terkait dengan sanksi di dalam Putusan Perkara Nomor: 02/KPPU-L/2008 yang berupa negoisasi ulang dengan tindakan administratif tentang penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a dan dikaitkan juga dengan syarat obyektif yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Hasil penelitian melihat bahwa negoisasi ulang bukan merupakan suatu bentuk tindakan administratif dari pembatalan perjanjian. Pembatalan perjanjian yang dimaksud adalah Perjanjian tersebut batal demi hukum yang mengakibatkan perjanjian tersebut tidak pernah ada.

This thesis discusses the Commission's Decision No. 02 / KPPU-L / 2008 in a set of sanctions to change the treaty clause, namely: First, Do sanctions related change agreement has a clause in accordance with Article 47 paragraph (2) letter a of Law No. 5 of 1999, second, the consideration of the Business Competition Supervisory Commission Council to impose sanctions in the form of a clause to change the agreement. Third, how the implementation of the decisions related to the execution of the Commission. In this study the authors describe and analyze associated with sanction in Case Decision No. 02 / KPPU-L / 2008 in the form of re-negotiate with the administrative action concerning the determination of the cancellation of the agreement as provided for in Article 47 paragraph (2) a and linked also with the objective requirements contained in Article 1320 of the Civil Code. The results of the study to see that re-negotiate is not a form of administrative action of cancellation of the agreement. Cancellation of the agreement in question is the agreement null and void which resulted in the agreement never existed."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Fikri Adli
"Pemberlakuan sanksi administrasi sebesar 50% untuk keberatan dan 100% untuk banding yang hasil keputusannya ditolak atau diterima sebagian dinilai tinggi sehingga dianggap tidak adil dan memberatkan Wajib Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran mengenai formulasi kebijakan penurunan besaran tarif sanksi administrasi atas penolakan keberatan dan banding Wajib Pajak dalam Undang-Undang Harmonnisasi Peraturan Perpajakan. Metode peneltian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan paradigma post positivist dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan ini telah melalui tahapan-tahapan formulasi kebijakan, yaitu perumusan masalah, penyusunan agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan dengan baik. Keputusan untuk menurunkan tarif sanksi administrasi pada penolakan keberatan dan banding dalam Undang- Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dipilih untuk memberikan keadilan, kesetaraan, dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Kebijakan ini memberikan dampak positif, tetapi keadilan perpajakan tidak hanya bergantung pada aspek sanksi. Untuk mencapai keadilan sebenarnya, dibutuhkan perbaikan pada sistem administrasi dan penyelesaian sengketa. Selain itu, sanksi pada proses sengketa pajak sebaiknya dihapus karena proses tersebut adalah cara bagi Wajib Pajak untuk memperoleh keadilan yang diperlukan.

The imposition of administrative sanctions at a rate of 50% for objections and 100% for appeals whose decisions are rejected or partially accepted is considered high, unfair, and burdensome for taxpayers. This research aims to analyze the formulation of a policy to reduce the magnitude of administrative penalty rates for the rejection of objections and appeals by taxpayers under the UU HPP. The research methodology employed is a qualitative approach within the post-positivist paradigm, using data collection techniques such as literature review and in-depth interviews. The findings of this study indicate that the policy formulation has undergone several stages, including problem identification, policy agenda setting, policy alternatives selection, and policy determination, which were executed effectively. The decision to lower the administrative penalty rates for objection rejections and appeals under the UU HPP was made to ensure fairness, equality, and legal certainty for taxpayers. This policy has yielded positive impacts; however, tax justice cannot solely rely on the aspect of penalties. To achieve true justice, improvements in the administrative system and dispute resolution are needed. Furthermore, penalties within the tax dispute process should be abolished."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashanti Nurshafira Joesoef
"Penelitian ini membahas mengenai  penjatuhan sanksi administrasi kepada notaris yang melakukan pembuatan akta yang dimana mengandung unsur perbuatan  melawan hukum dalam  Putusan Majelis Pengawas Wilayah nomor 05/PTS/MJ.PWN.PROV.DKIJAKARTA/IX/2020. Notaris  dalam menjalankan tugasnya sebagai pejakat umu seharusnya bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. Notaris hendaknya dalam melakukan kewajibannya dalam pembuatan akta disesuaikan dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab notaris dalam melakukan pembuatan akta dan wewenang Majelis Pengawas Wilayah dalam menjatuhkan sanksi administratif kepada Notaris yang diduga melanggar tanggung jawabnya sebagai pejabat umum. Kasus ini bermula saat Notaris melakukan pembuatan akta jual beli dan akta pengalihan piutang yang dimana pada akta tersebut Notaris melakukan pengalihan hak kepada pihak ketiga tanpa menginformasikan kepadanya terlebih dahulu. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normative dengan bentuk hasil penelitian berupa data deskriptif didasarkan pada metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian adalah Notaris terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta  dan oleh karena itu Majelis Pengawas Wilayah memberi sanksi administratif kepada Notaris

This study discusses the imposition of administrative sanctions on notaries for establishing  deeds  that contains  unlawful acts in the decree of the Jakarta  Regional Supervisory Board Number 05/PTS.MJ.PWN.PROV.DKIJAKARTA/IX/2020. Notary in carrying out their duties as  public officials must conducting their job with a full sense of responsibility,  independence, honesty and impartity. Notaries must also carry out theor obligation in making deeds in accordance with the procedure and applicable regulations. The main issue in this study is the Notary’s responsibility in the establishment of the deed and the authority of the Regional Supervisory Board in imposing administrative sanctions to the Notary who is suspected of violating their responsibility as public official. This case began when the Notary establishing  sale and purchase deed and transfer of receivables deed where the Notary transferred the rights to a third party without notification in advance. To answer these problems, a normative juridical research method is used with the form of research results in the form of descriptive data based on a qualitative approach method. The result of the research is  proven that the Notary have commited an unlawful act in the establishment of the deed, therefore the Regional Supervisory Council verdict an administrative sanctions to  the Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalina
"Sanksi pidana dan sanksi administratif merupakan dua jenis sanksi yang dirumuskan dalam berbagai ketentuan administrasi di Indonesia. Fenomena perumusan kedua jenis sanksi tersebut mengalami dinamika baik dalam perumusan maupun penerapannya, khususnya dalam ketentuan tentang kepabeanan dan cukai, perpajakan, kehutanan, dan lingkungan hidup, yang mana keadaan ini membawa permasalahan dalam praktik penegakannya. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok tentang pentingnya suatu pedoman untuk menentukan perumusan ketentuan pidana dalam ketentuan administrasi sebagai suatu pola formulasi yang melandasi perumusan sanksi dalam menentukan jenis sanksi administratif dan/atau sanksi pidana dalam ketentuan di bidang fiskal dan sumber daya alam serta perlunya pengaturan tentang pedoman bagi pejabat administrasi dan/atau penegak hukum yang berwenang dalam menerapkan sanksi tersebut. Jawaban dari pertanyaan penelitian dicari melalui studi dokumen terhadap ketentuan perundang-undangan, doktrin, dan putusan pengadilan dalam bidang yang menjadi topik penelitian. Mengingat fokus penelitian adalah pengaturan dan penerapan sanksi administratif dan pidana dalam ketentuan administrasi, maka kajian tentang sanksi administratif dan sanksi pidana, teori tentang pidana dan pemidanaan, serta penerapan prinsip ultimum remedium dan una via, digunakan untuk menganalisis bagaimana pembentuk undang-undang menyusun ketentuan dengan dua jenis sanksi tersebut dan bagaimana pejabat administrasi menentukan sanksi yang dijatuhkan dalam kasus-kasus faktual. Penelitian ini menghasilkan temuan, sebagai berikut: pertama, dalam pembentukan jenis dan sifat sanksi, pembentuk undang-undang merujuk pada ketentuan yang telah ada, namun dalam risalah pembahasan RUU tidak dilengkapi argumentasi tentang justifikasi pidana dan pemidanaan serta prinsip ultimum remedium, melainkan hanya mempertimbangkan bahwa sanksi pidana diperlukan untuk memperkuat sanksi administratif guna menjerakan para pelaku; kedua, penerapan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif dalam kasus-kasus faktual dilakukan sebagaimana kualifikasi dalam rumusan pasal yang dilanggar, urutan prosedur penyelesaian kasus serta dapat pula diterapkan secara bervariasi sehingga dapat bersifat kasuistis untuk tiap-tiap kasus dan tulisan ini memberikan pedoman untuk persoalan tersebut; ketiga, prinsip ultimum remedium digunakan dalam bidang perpajakan dan lingkungan hidup kecuali untuk rumusan yang tidak memberikan sanksi yang berjenjang karena mengingat sifat bahaya dan seriusnya perbuatan dari pelanggaran tertentu. Prinsip una via telah diterapkan dalam kasus fiskal khususnya di bidang perpajakan di tingkat Mahkamah Agung, dengan catatan bahwa prinsip una via berlaku sebagai perluasan dari prinsip nebis in idem, bahwa untuk satu pelanggaran yang serupa tidak dapat diterapkan dua jenis sanksi yang memiliki sifat punitif yang sama. Saat ini prinsip una via sudah dirumuskan dalam ketentuan di sektor keuangan.

Criminal sanctions and administrative sanctions are two types of sanctions formulated in various administrative acts in Indonesia. The phenomenon of the formulation of these two types of sanctions experiences dynamics situation both in formulation and implementation, particularly in provisions concerning customs and excise, taxation, forestry, and the environment, which creates problems in the law enforcement practices. This research departs from the main problem regarding the importance of a guideline for determining the formulation of criminal provisions in administrative provisions as a pattern of formulation that underlies the formulation of sanctions in determining the types of administrative sanctions and/or criminal sanctions in provisions in the fiscal and natural resources sector and the need for setting guidelines for administrative officials and/or law enforcement officials authorized to apply the sanctions. To finds the answers for the research questions are sought through document studies of statutory provisions and acts, doctrines, and court decisions. Considering that the research focus is on the regulation and application of administrative and criminal sanctions in administrative provisions, the study of administrative sanctions and criminal sanctions, the theory on justification of punishment as well as the application of the principles of ultimum remedium and una via, are used to analyze how legislators formulate provisions with the two types of sanctions and how administrative officials determine the sanctions imposed in factual cases. This research resulted in the following findings: first, in establishing the type and nature of sanctions, the legislators referred to existing provisions, however, the treatise on deliberating the bill was not accompanied by arguments regarding criminal justification and sentencing as well as the ultimum remedium principle, but only considered that criminal sanctions are needed to strengthen administrative sanctions to deter the perpetrators; secondly, the application of criminal sanctions and/or administrative sanctions in factual cases is carried out according to the qualifications in the formulation of the article that was violated, the sequence of procedures for resolving cases and can also be applied in a variety of ways so that it can be casuistic for each case and this research provides guideline to tackle the challenges; third, the principle of ultimum remedium is used in the fields of taxation and the environment except for formulations that do not provide tiered sanctions due to the nature of the harm and the seriousness of the actions of certain violations. The una via principle has been applied in fiscal cases, especially in the case of taxation at the Supreme Court level, with a main consideration that the una via principle applies as an extension of the ne bis in idem principle, that for one similar violation for two types of sanctions which have the same punitive sanction which cannot be applied. Currently, the una via principle has been formulated in provisions in the financial sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soratha, Yhodisman
"Tesis ini membahas perihal pengaturan sanksi administrasi dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini ialah Pengaturan sanksi administrasi dalam suatu undangundang merupakan upaya dari pembuat undang-undang untuk memaksa agar norma-norma yang terdapat dalam undang-undang tersebut dipatuhi oleh semua pihak. Selain itu juga disimpulkan bahwa pengaturan tentang sanksi administrasi di dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tidak sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimaksud dalam struktur perundang-undangan yang baik. Kesimpulan terakhir yang diperoleh ialah bahwa pengaturan tentang sanksi administrasi di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dibuat dalam rangka melindungi hak-hak pekerja. Pendelegasian kewenangan lebih lanjut perihal sanksi administrasi di bidang ketenagakerjaan kepada pejabat Menteri tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pendelegasian yang baik dalam suatu peraturan perundang-undangan.

The focus of this study is the regulation of administrative sanction in act number 13 year 2003 concerning manpower. The study consist of 3 (three) conclusions. First, the regulation of administrative sanction was the effort from legislation body to enforce all parties to obey the manpower norms. The second conclusion is the regulation on administrative sanction in Act Number 39 year 1999 concerning human rights is not proper since it is not placed in the body of those act. The third conclusion is the regulation on administrative sanction in Act number 13 year 2003 made in order to protect worker?s rights. The delegation of authority to Minister of Manpower is not complied with principals of delegation of authority."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T23536
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Most of bylaws consist of penal sanction whether fine or imprisonment. It is very rarely the endeorcement of bylaws proposes administrative sanction. Although most of bylaws relate to administrative matters. Arebylaws not allowed to impose other sanctions, such as administration function."
JHUII 13:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marissa Rahmadani Dewi
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris terhadap aktanya dan menimbulkan kerugian bagi para penghadap, sehingga dalam tesis ini dibahas mengenai keabsahan dan otentisitas Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang tidak dibacakan oleh Notaris. Akta tersebut dibuat oleh Notaris tidak dibacakan dihadapan para penghadap. Jenis penelitian dari tesis ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipe penelitian deskriptif analisis. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian adalah keabsahan dan otentisitas akta Notaris sebagai akta otentik harus mempunyai kekuatan nilai pembuktian yaitu berdasarkan syarat materil dan syarat formil. Pasal 38 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Pasal 16 ayat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris harus dipenuhi yaitu berupa kelengkapan awal akta, badan akta dan akhir akta. Agar terpenuhinya keabsahan dan otentisitas akta tersebut apabila tidak dilakukannya pembacaan terhadap akta tanpa dikehendaki oleh para penghadap maka akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Akibat hukum terhadap akta yang tidak dibacakan ini membuat akta mengalami degradasi, yaitu mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status, dalam hal arti posisinya lebih rendah dalam kekuatan sebagai alat bukti, dari kekuatan bukti lengkap dan sempurna menjadi permulaan pembuktian seperti akta di bawah tangan dan dapat memiliki cacat hukum yang menyebabkan kebatalan. Notaris yang tidak membacakan akta tersebut mendapatkan sanksi. Sanksi yang diberikan berupa Sanksi Perdata yaitu menurut Pasal 85 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berupa ganti kerugian.

The background of the thesis is the case of legal violations committed by Notary against his deed and caused disadvantages to the appearers, so this thesis discussed the validity and authenticity of the Deed of Sale and Purchase Agreement which was not presented by the Notary. The Deed was not presented and read out in front of the appearers. This type of research is the law study, using juridical-normative study form, and descriptive analysis. The results obtained from the study were the validity and authenticity of the Notary`s deed as authentic deed which shall have the strenght of evidentiary value based on the terms of material and formal requirements. Article 38 of Law No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 concerning Notary Position must be fulfilled in the form of completeness of heading, body and closing of he deed. In order for the fulfillment of the validity and authenticity of the deed, if reading out the deed was not performed without the appearers pretension then the deed only has the strength of evidence as privately made deed. The legal consequences of the non presented and read out deed will cause a deed to be degraded, experiencing a degraded or deterioration of status, means the deed`s position is lower in strength as an evidence, from the strength of complete and perfect evidence to the initial of evidentiary such as privately made deed and may have a legal flaw that causes nullification. Notaries who do not present and read out the deed get penalized. The sanctions provided in the form of civil sanctions that according to Article 84 of Law No. 2 of 2014 on the Amendment of Act No. 30 of 2004 Concerning the Notary, i.e indemnity."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46354
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Matius Pasaka
"Twitter merupakan layanan media sosial yang dikategorikan sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat di Indonesia, oleh karenanya Twitter perlu mematuhi aturan serta melakukan kewajiban-kewajiban sebagai PSE. Peraturan Pemerintah 5 Tahun 2021 mewajibkan PSE untuk menghapus informasi elektronik yang melanggar ketentuan di Indonesia dalam sistem elektroniknya dan menerapkan sistem poin dalam pengenaan denda administratif kepada PSE yang melanggar kewajibannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif yakni penelitian yang bersumber pada bahan-bahan kepustakaan, serta menekankan pada penggunaan hukum tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku dan jurnal, dan dokumen terkait yang mencangkup prinsip hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Belum adanya tata cara dan mekanisme yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika mengenai pengenaan denda berbasis poin, penulis meninjau sistematika poin dengan menggunakan basis penalty unit yang telah lama digunakan Australia dan Poin pelanggaran yang telah digunakan Kementerian Perhubungan serta rancangan Peraturan Menteri yang telah dibuat untuk menjabarkan sistematika yang akan diterapkan. Penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut akan penerapan sistem poin dalam denda bagi PSE yang melanggar dan dampak yang dapat mempengaruhi Twitter dalam melakukan moderasi dan mematuhi aturan terkait konten ilegal.

Twitter is a social media service categorized as a Private Electronic System Provider in Indonesia. Therefore, Twitter needs to comply with regulations and fulfill its obligations as a PSE. Government Regulation No. 5 of 2021 requires PSEs to remove electronic information that violates Indonesian provisions within their electronic systems and implement a point-based system for imposing administrative fines on PSEs that breach their obligations. This research adopts a juridical-normative research method, which relies on literature materials and emphasizes the use of written law, such as legislation, books, journals, and relevant documents encompassing legal principles, legal history, and legal comparison. Due to the absence of specific procedures and mechanisms regulated by the Ministry of Communication and Information regarding the implementation of a point-based fine system, the author reviews the point system based on the penalty unit system that has long been used in Australia, the violation point system used by the Ministry of Transportation, and the draft Ministerial Regulation that has been prepared to outline the applicable systematics. This paper aims to provide further explanation of the implementation of a point-based fine system for PSEs that violate regulations and the potential impact on Twitter's content moderation and compliance with relevant rules regarding illegal content."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Amarsha
"ABSTRAK
Dalam mewujudkan persaingan usaha yang sehat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang beberapa kegiatan anti persiangan yang salah satunya adalah persekongkolan tender. Para pelaku usaha yang terbukti bersekongkol akan diberikan hukuman sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999 dimana salah satu sanksinya adalah denda minimum Rp.1.000.000.000,- dan maksimum Rp.25.000.000.000,-. Penelitian ini melakukan studi kasus terhadap dua putusan yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 118K/PDT.SUS-KPPU/2013 Dan Putusan KPPU Perkara Nomor 03/KPPU-L/2013. Dalam dua putusan tersebut masing-masing pelaku usaha yang telah terbukti bersekongkol diberikan sanksi untuk membayar denda yang jumlahnya kurang dari Rp.1.000.000.000,-. Dengan melakukan studi kasus terhadap dua putusan tersebut, kenyataannya sanksi administratif dalam bentuk denda dengan nominal tersebut sudah tidak relevan dengan keadaan persaingan usaha pada saat ini dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Diusulkan dalam penelitian ini, untuk mengubah metode pemberian denda kedalam sebuah bentuk nilai persentase minimum sampai maksimum.

ABSTRACT
In realizing fair trade competition UU No. 5 Tahun 1999 prohibits some anti-merchant activities which one of them is tender collusion. Business actors proven collusion will be punished in accordance with the provisions of Article 47 of UU No. 5 Tahun 1999 in which one of the sanctions is a minimum fine of Rp.1.000.000.000, - and a maximum of Rp.25.000.000.000, -. This study conducted a case study of two verdicts: Supreme Court verdict Number 118K / PDT.SUS-KPPU / 2013 And KPPU verdict Case Number 03 / KPPU-L / 2013. In the two verdicts each merchant who has been proven conspired to be given a sanction to pay a fine of less than Rp.1.000.000.000, -. By conducting a case study of these two verdict, the fact that administrative sanctions in the form of fines with the nominal value is not relevant to the current state of business competition by considering several factors. It is proposed in this study, to change the method of fine filling into a form of minimum to maximum percentage value"
2017
T47716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>