Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6841 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Aktivitas gerakan separatis Papua terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk melalui aksi yang dilakukan di dunia internasiona. Tulisan ini bagian dari riset yang dilakukan tahun 2014. Dengan pengumpulan data di Jakarta dan Papua, Melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan ahli dan para pemangku kepentingan yang beragam..."
KAJ 19:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sabir
"ABSTRAK
Isu separatisme di Papua merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi Indonesia karena mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI . Gerakan separatis di Papua mendapat dukungan dari sejumlah negara diantaranya adalah Vanuatu. Tesis ini menjelaskan tentang strategi dan pencapaian diplomasi publik Indonesia di Vanuatu berkenaan dengan isu Papua. Penelitian ini menggunakan teori diplomasi publik dari Leonard, Stead dan Smewing 2002 dengan metode penelitian kualitatif dan menerapkan studi pustaka sebagai teknik pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa diplomasi publik yang dijalankan Indonesia telah sampai pada tahap ke tiga yakni pelibatan masyarakat Vanuatu dalam aktivitas Indonesia. Namun, diplomasi publik Indonesia belum sampai pada tahapan ke empat sehingga belum mampu mempengaruhi sikap politik Vanuatu atas isu Papua. Vanuatu tetap mendukung gerakan separatis Papua. Penelitian ini mengungkap kendala utama yang menyebabkan diplomasi publik Indonesia di Vanuatu belum mencapai tahapan ke empat yaitu adanya faktor Melanesian Renaissance yang mempengaruhi konstitusi Vanuatu. Selain itu, pelaksanaan diplomasi publik Indonesia di Vanuatu masih didominasi oleh aktor negara atau kurang melibatkan aktor non-negara sehingga strategi diplomasi publik yang dijalankan belum memberikan hasil optimal. Penelitian ini diharapkan berkontribusi pada studi tentang kebijakan luar negeri Indonesia dan diplomasi publik sebagai bagian penting dari ilmu Hubungan Internasional. Kata kunci:Gerakan Separatis Papua; Indonesia; Vanuatu; Diplomasi Publik; Melanesian Renaissance.

ABSTRACT
Separatism in Papua is one of the major issues faced by Indonesia government since it threatens the unity of the country. Papua separatist movement has been supported by several countries including Vanuatu. This thesis explains the strategy and achievement of Indonesian public diplomacy in Vanuatu which has not been able to resolve the support of the country towards Papua separatist movement. The research uses theory of public diplomacy by Leonard, Stead and Smewing 2002 and applies qualitative research method as well as literature study as the data collection technique. The findings of this research show that Indonesian public diplomacy in Vanuatu has achieved the third hierarchy of public diplomacy which is enganging the people of Vanuatu with Indonesians. However, the country has not yet achieved the fourth level of public diplomacy, thus has yet been able to shape Vanuatu political stance on the issue of Papua. Vanuatu yet staunchly supports Papua separatist movement. This research then reveals the main factor for Indonesia inability to achieve the fourth stage of public diplomacy which is the strong influence of Melanesian Renaissance in Vanuatu constitution. In addition, the conduct of Indonesian public diplomacy in Vanuatu has been dominated by state actor and less involve the role of non state actors, hence the strategies of public diplomacy conducted have produced nonoptimal result. It is hoped that this research will contribute to the study of Indonesian foreign policy as well as public diplomacy as one of the main subjects in International Relations studies. Key words Papua Separatist Movement Indonesia Vanuatu Public Diplomacy Melanesian Renaissance."
2018
T51421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handrini Ardiyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penyelarasan bingkai pada gerakan separatisme media sosial dengan melakukan studi pada #FreeWestPapua di Twitter. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis jaringan media sosial dan analisis pembingkaian untuk big data menggunakan topic model pada 27.126 kata yang digunakan untuk melakukan pembingkaian serta melakukan uji signifikansi terhadap keselarasan bingkai pada jaringan #FreeWestPapua. Hasil pelitian ini mengungkapkan bahwa keempat jenis strategi penyelarasan bingkai Snow ditemukan pada jaringan #FreeWestPapua di Twitter. Keempat strategi penyelarasan pembingkaian yang ditemukan pada jaringan tersebut ada;ah strategi penyelarasan bingkai dengan cara menjembatani antar bingkat, strategi frame amplification, frame extention dan frame transformation. Sementara berdasarkan analisis korelasi keselarasan bingkai tersebut menunjukkan signifikansi negatifyang menunjukkan keberadaan bingkai diagnostik.
This study aims to determine the frame alignment strategy separatism movement on social media by conducting a study on #FreeWestPapua on Twitter. The research was conducted using social media network analysis methods and framing analysis for big data using a topic model of 27,126 words used for framing and testing the significance of frame alignment on the #FreeWestPapua network. The results of this study found that all four types of Snow frame alignment strategies are found on the #FreeWestPapua network on Twitter. They are frame bridging, frame amplification, frame extention and frame transformation. Meanwhile, based on the correlation analysis, the alignment of the frame shows a negative significance which indicates the existence of a diagnostic frame."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pokja Papua
Jakarta : Pokja Papua, 2006
959.88 POK i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pokja Papua, 2006
303.6 Ink
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faiz Annindito
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai proses internasionalisasi pada konflik separatisme di Papua dari tahun 1969 sampai dengan 2014. Berbeda dengan pemberontakan determinasi diri maupun separatis lain yang terjadi di Indonesia sebelumnya, konflik Papua terfragmentasi dan tidak ada satu organisasi yang secara resmi menjadi representasi bagi seluruh masyarakat Papua. Selain itu, konflik separatisme Papua juga masih terus terjadi sampai saat ini, berbeda dengan konflik-konflik separatisme lain yang ada di Indonesia yang sudah diresolusikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses internasionalisasi terjadi pada konflik separatisme Papua, dengan harapan untuk mencari tahu apakah faktor atau aspek dalam internasionalisasi konflik tersebut memiliki potensi untuk dapat berpengaruh pada perdamaian konflik separatis Papua. Berdasarkan penelitian kualitatif yang menggunakan metode pengumpulan data berupa kajian literatur ini, ditemukan bahwa bentuk internasionalisasi yang terjadi pada konflik Papua berupa persiapan konflik dengan motif protektif. Bentuk intervensi persiapan konflik dilakukan oleh negara-negara Pasifik yang memiliki latar belakang ras Melanesia umumnya berupa politik terbatas dan politik tangible, seperti menyampaikan pertimbangan humaniter dan memberi dukungan moral, mengangkat isu ke forum internasional, mobilisasi dukungan diplomatis, menyediakan suaka, dan mengakui tujuan pihak yang berkonflik. Dua bentuk internasionalisasi konflik lainnya, yaitu intervensi kemanusiaan dan resolusi konflik, masih kurang dibahas dalam kajian-kajian terdahulu dan pada kenyataannya memang belum banyak terjadi pada konflik separatis Papua.

ABSTRACT
This paper examines the occurrence of internationalization in Papuan separatist conflict from 1969 until 2014. This conflict is distinct from both the previous self determination or separatist insurgencies in Indonesia, in which Papuan separatist movements are fragmented and an official entity that represents Papuan community as a whole does not exist. Additionally, the separatist conflict in Papua is still existent to date ndash ndash whereas other separatist conflicts in Indonesia have been resolved. This paper aims to understand how internationalization process occur in Papuan separatist conflict, with hope to identify which factor or aspect of conflict internationalization has the potential to put an end to this conflict peacefully. Based on this qualitative research with literature review as its data collecting method, it was found that the kind of internationalization that occurred in Papuan separatist conflict was conflict waging with protective motive. The interventions, which were done by Pacific countries that have Melanesian racial background, are mostly categorized as limited politics and tangible politics. That includes voicing humanitarian concerns, giving moral supports, raising the issue at hand to international fora, mobilizing diplomatic supports, providing asylum, and recognizing the goals of conflicting parties. Two out of three forms of conflict internationalization, humanitarian intervention and conflict resolution, are still understudied by the time this research is composed and in fact the two forms have yet happened within Papuan fragmented separatist conflict."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ni'am Salim
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fathoni Hakim
"Tesis ini menjelaskan mengenai perjanjian keamanan Indonesia - Australia sebagai upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur. Cakupan pembahasan dalam penelitian ini meliputi faktor apa saja yang melatarbelakangi Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan keuntungan apa yang diperoleh dari perjanjian keamanan itu. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami latar belakang Indonesia melakukan perjanjian keamanan dengan Australia dalam upayanya mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur, serta untuk mengetahui dan memahami keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk menjelaskan hubungan tentang karakteristik geografi yang terbuka dengan eskalasi gerakan separatis, sehingga perjanjian keamanan dijadikan langkah skenario terburuk bagi ancaman gerakan separatis di Indonesia timur. Data yang digunakan adalah data sekunder maupun data primer, yang diperoleh dengan menggunakan metode wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumen. Sedangkan analisis datanya menggunakan analisis kualitatif interpretatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor geografi merupakan poin penting dalam politik negara. Konfigurasi geografi Indonesia yang terdiri atas 17.480 pulau dan luas wilayah yang mencapai 7,9 juta km2, memiliki garis pantai yang panjangnya mencapai sekitar 81.000 km, mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi sangat terbuka dan dapat dimasuki dari segala penjuru. Ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi semakin kompleks karena luasnya perairan dan menyebarnya wilayah daratan. Karakteristik geografi yang sedemikian rupa sangat rawan akan berbagai ancaman keamanan serta berpotensi terhadap infiltrasi asing.
Pertimbangan kedua dari latar belakang perjanjian keamanan adalah sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis di level global, regional dan nasional. Ancaman kejahatan yang muncul dari perubahan lingkungan strategis tersebut adalah penyelundupan senjata, perompakan, terorisme maritim, people smuggling, penyelundupan obat terlarang, yang mana erat kaitannya dengan eskalasi gerakan separatisme dan konflik komunal di Indonesia timur. Dengan adanya perjanjian keamanan ini, kedua negara mempunyai kepentingan nasional yang hendak dicapai. Bagi Indonesia, kepentingan itu adalah kedaulatan dan keamanan, sedangkan bagi Australia kepentingan itu adalah keamanan nontradisional, seperti teroris dan kejahatan transnasional.
Pertimbangan ketiga latar belakang perjanjian keamanan adalah faktor politik, dimana Australia harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah kesatuan NKRI.
Secara umum, perjanjian keamanan Indonesia-Australia ini berisi tentang kerangka kerjasama yang mencakup 21 kerjasama dalam 10 bidang kerjasama, yakni meliputi kerjasama di bidang; pertahanan, penegakan hukum, pemberantasan terorisme, intelijen, kerjasama maritim, keselamatan dan keamanan penerbangan, pencegahan perluasan senjata pemusnah massal, tanggap darurat bencana, kerjasama organisasi multilateral dan membangun kontak dan saling pengertian masyarakat mengenai persoalan-persoalan di bidang keamanan. Sedang implementasi dari kerjasama keamanan tersebut diantaranya adalah pembangunan kapasitas (capacity building), operasi bersama, sharing intelijen dan informasi, joint exercises, yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kapabilitas pertahanan dan keamanan Indonesia dalam merespon berbagai ancaman yang muncul, termasuk gerakan separatisme dan konflik komunal (intra-state conflict).
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi perjanjian keamanan bagi Indonesia adalah pertama, sebagai peningkatan kontrol wilayah dan geografi Indonesia yang terbuka, kedua, perjanjian keamanan sebagai respon atas ancaman non-tradisional dan ketiga perjanjian keamanan sebagai upaya integrasi wilayah dan integrasi politik. Dari ketiga fungsi tersebut, maka perjanjian keamanan Indonesia ? Australia merupakan upaya Indonesia dalam mencegah proliferasi gerakan separatisme di Indonesia timur.

This thesis presents concerning the security agreement between Indonesia ? Australia as Indonesian efforts, preventing the movement of separatism in east Indonesia. The discussions in this research covered any factor that formed the background of Indonesia in carrying out the security agreement with Australia, in relation to Indonesian efforts in preventing the movements of separatism in Indonesia east. The aim that wanted to be achieved in this research was to know and understand the Indonesian background carried out the security agreement with Australia towards him prevented the movement of separatism in east Indonesia, as well as to know and understand any profit that was obtained by Indonesia in carrying out the security agreement with Australia.
This research was descriptive analytical, that is to explain relations about the characteristics of geography that was open with the escalation of the movement of the separatist, so as the security agreement was made the step in the worst scenario for the movement threat of the separatist in Indonesia east. The data that was used was the secondary data and the primary data, that was received by using the interview method, the study of the bibliography and the study of the document.
The result of this research emphasizes the application of geography in the practice of states politics. Geographical configuration of Indonesia comprising the 17.480 islands and a vast area thar reaches 7,9 million km2, has a long coastline which reaches about 81.000 km, resulted in the Indonesian territory to really was open and could be entered from all directions. Indonesian territory endurance as the archipelagic state became increasingly complex because of the extent of the spread of aquatic and land area.. The characteristics of geography that in such a way was very serious would various security threats as well as potential towards the foreign infiltration.
Second consideration from the background of the security agreement was as the response to the change in the strategic environment in the global, regional and national level. The criminal threat that emerged from the change in this strategic environment was the smuggling of the weapon, piracy, maritime terrorism, people smuggling, the smuggling of medicine was banned, whichever tight his connection with the escalation of the movement of separatism and the communal conflict in Indonesia east. With the existence of this security agreement, the two countries had the national interests that will be achieved. For Indonesia, the interests were the sovereignty and the security, whereas for Australia the interests were the non-traditional security, like the terrorist and the transnational crime.
Third consideration from the background of the security agreement was politically, Australia has to respect sovereignty and geographic integrity of Indonesia.
Generally, this Indonesia-Australia security agreement contained about the framework of the co-operation that included 21 co-operation in 10 cooperation fields, that is covering the co-operation in the field; the defence, law enforcement, the eradication of terrorism, intelligence, the maritime co-operation, the safety and the security of the flight, the prevention of the expansion of weapons of mass destruction, preceptive the disaster emergency, the multilateral and constructive organisation co-operation contact and the community's mutual understanding concerning problems in the security field. While the implementation from this security co-operation among them was the development of the capacity (capacity building), the operation together, sharing intelligence and information, joint exercises, that all of it that could increase the defence capability and the Indonesian security in responding to various threats that emerged, including the movement of separatism and the communal conflict (intra-state conflict).
Results of this research showed that the function of the security agreement for Indonesia was first, as the control of the territory and geography that were open, second, the security agreement as the response to the nontraditional threat and the third, security agreements as integration efforts of the territory and the integration of politics. From the three functions, then the Indonesian security agreement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27969
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5474
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahna Nur Santika
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk meneliti sejauh mana signifikansi sistem
etnofederalisme di Federasi Rusia era Putin terhadap separatisme di Federasi
Rusia. Sistem etnofederalisme yang seharusnya mengakomodir kepentingan etnis
yang berbeda dapat membangkitkan bibit separatisme. Penelitian ini
menggunakan konsep etnofederalisme dan metode sejarah dalam menganalisis
hubungan Federasi Rusia dengan Republik etnisnya yaitu Republik Chechen.
Implementasi etnofederalisme di Republik Chechen memiliki pengaruh terhadap
potensi separatisme di Federasi Rusia. Hal tersebut membuktikan bahwa sistem
etnofederalisme di Federasi Rusia memiliki signifikansi terhadap gerakan
separatis Chechen.

ABSTRACT
This thesis is purposed to research how far ethnofederalism had significances to
the separatism in Russia Federation. Ethnofederalism that should accomodate the
interest of different ethnics can generate the seeds of separatism. This research
used the concept of ethnofederalism and separatism terrorism and history method
to analize relation between Russian Federation and its subject federation
(Republic Chechen). Implementation of ethnofederalism in Chechen Republic had
influence to the separatist movement in Russian Federation. It proved that
ethnofederalism had significances to the separatism in Russia Federation."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42266
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>