Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Latifah Hanum K.
"Limbah dari kegiatan Industri dan ruinah tangga dapat mengancam kelestarian
lingkungan. Limbali dari industri tekstil merupakan salah satu industri yang mempunyai
saham besar pada pencemaran lingkimgan. Ancaman iui dapat ditangguiangi dengan
mengolah air linibah dengan pengolahan yang baik sebelum dibuang kesaluran uinmn.
SaMi satu metode yang dapat dikembangkan dalain menangani masalah liinbah
cair dan industri tekstil ini adalah dengan metode adsorpsi. Pada penelitian ini digunakan
karbon aktif sebagai adsorben untuk inenyerap warna, bau dan zat-zat lain yang ada
dalam limbah tekstil tersebut.
Serbuk gergaji kayu jati yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
karbon aktif ini direndam dengan H3PO4 selama satu jam. Karbonisasi dilakukan pada
suliu 170°C, setelah itu suhu dinaikkan lagi hingga 500°C. Karbon aktif yang dihasilkan
keraudian dinetralisasi dengan cara pencucian beberapa kali dengan aquades hingga pH
6. Uji lod dan uji Metilen Biru dilakukan imtuk menguji kwalitas karbon aktif tersebut
dibandingkan dengan karbon aktif standar. Karbon aktif yang telah dibuat tersebut kemudian dicoba untuk raenjernihkan
limbah tekstil. Hasilnya sainpel limbah yang pada mulanya terlihat benvaraa biru, setelali
diadsorpsi dengan karbon aktif tersebut terlihat berwama bening dan tidak berbau.
Parameter yang digunakan untuk menguji apakali basil yang diperoleh telali
memenulri standar adalah dengan uji kekerulian menggunakan alat turbidimeter dan
mengukur COD. Kondisi optimum diperoleh dengan melakukan variasi konsentrasi
karbon aktif dan variasi lama waktu kontak adsorben dengan adsorbatnya.
Dengan menggunakan kondisi optimum pada penelitian Diana, Pembuatan Karbon Aktif
dengan Aktivator Asam Fosfat dart Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona Grandis ), Skripsi
Sarjana Kimia ,2000 yaitu :
- Waktu perendaman : 1 jam
- Rasio asam fosfat dan serbuk gergaji; 1,5 (g:g)
- Temperatur akliir ; 500°C
Diperoleh karbon aktif yang memiliki karakter :
- Bilangan lod ;795,663 mg/g
- Bilangan Metilen biru: 230 niL/g
sedangkan untuk karbon aktif merck diperoleh bilangan lod sebesar 869,265 mg/g.
Pengolahan limbah tekstil yang dilakukan dengan cara adsorpsi menggunakan karbon
aktif yang berasal dari serbuk kayu jati ini menghasilkan air yang bersih dan parameter
yang diukur telah memenuhi standar baku rautu air limbah tekstil yang layak dibuang
keperairan yaitu: - pH: 6,8-7
- Kekeruhan :8,13 NTU
COD: 148,9664 mg/L
- Wama:jemili
Bau: tidak berbau. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S35815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahpudi Baisir
"Langkah konservasi energi penelitian ini mengupayakan peningkatan efisiensi pada teknik co-firing yang sudah umum dilakukan di Indonesia melalui sistem pengering biomassa. Percobaan dilakukan melalui pengujian salah satu pembangkit PLTU di area Jawa Barat dengan daya terpasang 3 x 350 MW yang sudah menerapkan co-firing sejak tahun 2021. Sistem pengering dipilih menggunakan jenis Rotary Drum Dryer dengan media pemanas berupa limbah panas gas buang exit boiler yang diambil setelah IDF #1 dengan tekanan ± 20 pa dan temperature 150 oC. Tekanan keluaran IDF #1 sangat rendah membutuhkan energi tambahan besar centrifugal fan dalam menyalurkan flue gas melalui pipa sepanjang ± 500 m sampai menuju lokasi dryer di area coal yard, dekat penyimpanan biomassa dan conveyor batu bara penyuplai bahan bakar ke sistem pembangkit. Biomassa disupplai dari pengusaha lokal sekitar lokasi pembangkit antara lain terdiri dari 90% sawdust dan 10% sekam padi. Memiliki kandungan rata-rata moisture campuran ( 44,57% dan rata-rata calorific value campuran ( 2.673,72 Kcal/Kg. Kapasitas pengering disesuaikan dengan kemampuan supplai biomassa sebesar 200 t/day. Pengujian dilakukan menggunakan simulasi pengering rotary dryer pada Aspen Plus dengan memvariasikan flow inlet biomass 8, 9 dan 10 t/h, flue gas flow 70, 80 dan 90 t/h serta residence time 15, 20 dan 25 menit. Moisture produk dry biomass terendah diperoleh 6,54% pada pengujian flow inlet biomass 8 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hasil simulasi Aspen kemudian dibandingkan pada 5 kriteria penilaian kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio dan ROI. Hasilnya walaupun moisture produk dry biomass diperoleh lebih besar 10,9%, namun nilai NPV, IRR dan PBP, masing-masing sebesar Rp. 116.445.284.041,63, 150,32% dan 0,67 tahun, diperoleh sebagai yang terbaik pada pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 90 t/h dan residence time 25 menit. Hal ini karena flow rate produk dry biomass lebih besar sehingga mampu membangkitkan selisih energy output yang lebih besar pula pada generator pembangkit. Sedangkan hasil terbaik B/C Ratio dan ROI, masing-masing sebesar 4,14 dan 314,12%, didapatkan saat pengujian flow inlet biomass 10 t/h, flue gas flow 80 t/h dan residence time 25 menit, hal ini karena energi tambahan untuk mendorong flue gas lebih kecil sehingga mempengaruhi B/C Ratio dan ROI. Penurunan energy output dan operational duration harus sedapat mungkin dihindari karena dampaknya sangat significant dalam menurunkan nilai 5 kriteria penilaian investasi. Validasi desain sistem pengering pada Aspen juga dilakukan untuk mengetahui akurasi.

This energy-conservation research aims to improve the efficiency of the cofiring process, which is widely utilized in Indonesia, using a biomass drying system. The experiment was conducted on a steam-coal power station in the West Java area with an installed power of 3 x 350 MW, which has been using cofiring since 2021. The drying method was selected utilizing a Rotary Drum Dryer type with a heating medium from waste heat of exhaust boiler flue gas obtained after IDF # 1, with pressure ± 20 pa and temperature 150 oC. The output pressure of IDF #1 is very low, requiring large additional energy from the centrifugal fan to flow the flue gas through a pipe measuring ± 500 m long to the dryer location in the coal yard area, near the biomass storage and coal conveyor that supplies fuel to the boiler system. Biomass is supplied from local suppliers around power plant location, consisting of 90% sawdust and 10% rice husks. It has an average mixed moisture content  44.57% and an average mixed calorific value  2,673.72 Kcal/Kg. The dryer capacity is adjusted to the biomass supply capability of 200 t/day. Experiments were carried out using a rotary dryer simulation on Aspen Plus by varying biomass inlet flow of 8, 9 and 10 t/h, flue gas flow of 70, 80 and 90 t/h and residence time of 15, 20 and 25 minutes. The lowest dry   biomass product moisture was obtained at 6.54% in the biomass inlet flow test of 8 t/h, flue gas flow of 90 t/h and residence time of 25 minutes. The results from Aspen simulation then compared with 5 investment assessment criteria: NPV, IRR, Payback Period (PBP), Benefit and Cost (B/C) Ratio and ROI. Even though the moisture content of the dry   biomass product was 10.9%, which was higher than the smallest value, the biomass inlet flow test yielded the best NPV, IRR, and PBP values, including Rp. 116,445,284,041.63 for NPV, 150.32% for IRR, and 0.67 years for PBP, with a biomass inlet flow test of 10 t/h, a flue gas flow of 90 t/h, and a residence time of 25 minutes. This is because the flow rate of the dry   biomass product is greater, so it can generate a larger energy output in the power plant generator. Meanwhile, the best B/C Ratio and ROI findings, including 4.14 and 314.12%, were obtained by testing the biomass inlet flow of 10 t/h, flue gas flow of 80 t/h, and residence period of 25 minutes, this is because the additional energy to push the flue gas is smaller, thus affecting the B/C Ratio and ROI. Decreasing energy output and operational duration must be avoided wherever possible because the impact is very significant in reducing the value of the 5 investment assessment criteria. Validation of the drying system design for Aspen was also carried out to determine accuracy."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Adinugroho
"Kebutuhan listrik dan uap air di Fasilitas Gas Processing Kilang LNG Arun sebesar 158.400.000 kWh/tahun dan uap air 180 ton/jam (TPH) dihasilkan dari 3 (tiga) unit Gas Turbine Generator (GTG) dan 3 (tiga) unit Heat Recovery Steam Generator (HRSG) di Unit pembangkit U-90 di Perta Arun Gas (PAG). Permasalahan dari pembangkitan listrik dan uap saat ini adalah kebutuhan bahan bakar yang besar yaitu 13,14 MMSCFD untuk memproses 30 MMSCFD gas sales. Ketersediaan suku cadang (usang), dan beberapa kali terjadi gangguan operasi (blackout) juga menjadi permasalahan pembangkit eksisting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memisahkan dari GTG dan HRSG eksisting dan membangun unit pembangkitan baru di Fasilitas Gas Processing Kilang LNG Arun dengan unit pembangkitan listrik dan uap air yang lebih efisien dan tingkat avai;abilitas yang tinggi. Penggantian dilakukan dengan berbagai alternatif yaitu pembelian unit GTG & HRSG + Boiler baru, pembelian unit Gas Engine Generator (GEG) & HRSG + Boiler baru, dan penyambungan listrik ke PLN (Perusahaan Listrik Negara) + Boiler. Salah satu hasil dari penggantian pembangkit adalah dengan penggunaan GTG & HRSG + Boiler baru akan memerlukan bahan bakar gas sebesar 12,88 MMSCFD, dimana terdapat efisiensi gas sebesar 0,26 MMSCFD, dan dengan penambahan biaya pembelian unit dan biaya pemeliharaan akan mendapatkan tarif pembangkitan listrik sebesar 0,221 $/kWh dan tarif pembangkitan uap air sebesar 0,0019 $/ton/tahun dengan metode keeokonomian cash flow. Penggantian GTG dan HRSG eksisting akan lebih ekonomis jika dilakukan kegiatan penurunan uap air di Fasilitas Gas Processing Kilang Arun, hal ini dikarenakan alternatif pembangkitan pengganti membutuhkan konsumsi bahan bakar gas untuk menghasilkan uap air lebih besar dibandingkan dengan pembangkitan listrik.

The demand for electricity and steam at the Arun LNG Refinery Gas Processing Facility is 158,400,000 kWh / year and 180 tons / hour of water vapor (TPH) is produced from 3 (three) units of Gas Turbine Generator (GTG) and 3 (three) units of Heat Recovery Steam Generator (HRSG) at the U-90 generating unit at Perta Arun Gas (PAG). The problem with electricity and steam generation today is the large fuel requirement, namely 13.14 MMSCFD to process 30 MMSCFD of gas sales. The availability of spare parts (obsolete), and several times the operation interruption (blackout) is also a problem in the existing plant. The purpose of this research is to separate from the existing GTG and HRSG and build a new generation unit at the Arun LNG Refinery Gas Processing Facility with a more efficient electricity and steam generation unit and a high level of availability. Replacement is carried out with various alternatives, namely the purchase of a new GTG & HRSG + Boiler unit, the purchase of a new Gas Engine Generator (GEG) & HRSG + Boiler unit, and connecting electricity to PLN (State Electricity Company) + Boiler. One result of the replacement of the generator is that with the use of GTG & HRSG + the new boiler will require a gas fuel of 12.88 MMSCFD, where there is a gas efficiency of 0.26 MMSCFD, and with the addition of unit purchase costs and maintenance costs will get electricity generation tariff of 0.221 $ / kWh and steam generation tariff of 0.0019 $ / ton / year using the cash flow economic method. Replacement of the existing GTG and HRSG will be more economical if steam reduction activities are carried out at the Arun Refinery Gas Processing Facility, this is because the alternative generation of replacement requires higher gas fuel consumption to produce steam compared to electricity generation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Ardiansyah
"Dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik yang signifikan di Indonesia, diperlukan sumber energi lain untuk dapat mengganti peran bahan bakar fosil yang akan habis sebagai sumber energi listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang menggunakan landfill gas (LFG) sebagai sumber energi dapat memberikan solusi dalam memenuhi kebutuhan listrik. Kekurangan LFG adalah karakteristik produksinya yang terus menurun dengan berjalannya waktu. Penelitian ini membahas model pembangunan PLTSa secara berkelanjutan dari sisi ekonomi. Ada dua model yang diajukan, model 1 melakukan penimbunan sampah selama satu periode saja (4 tahun) dan tidak ada lagi pembukaan lahan dan penimbunan sampah, sedangkan model 2 melakukan penimbunan sampah setiap empat tahun sekali dimana dilakukan lagi pembukaan lahan. Parameter yang digunakan dalam studi kelayakan ini adalah Benefit-Cost ratio dan Net Present Value. Berdasarkan hasil analisis, model yang layak secara ekonomi adalah model 2 dengan B/C Ratio 1.16 dan NPV Rp.9,015,502,964, dimana pengolahan sampah dilakukan secara berkelanjutan, sedangkan model 1 dengan B/C Ratio 0.91 dan NPV Rp.3,848,278,544, belum layak secara ekonomi dan belum menguntungkan
With the increasing demand of electrical energy in indonesia, another source of energy required to be able to replace the roles of fossil fuels as the main source of electrical energy. Waste power plant with landfill gas (LFG) as a source of energy can provide solutions in fulfilling the need for electricity. The disadvantages of LFG is the characteristic of gas production continues to decline over time. This research discusses the development model of sustainable waste power plant from economic view. This research propose two models, model 1 conducting the landfilling in one periode (4 years) only. Model 2 conducting the landfilling every 4 years by opening more area. The parameters used in this feasibility study are benefit-cost ratio and net present value. As the results, the model that economically feasible is model 2 with B/C Ratio 1.16 and NPV Rp.9,015,502,964, while the model 1 with B/C Ratio 0.91 and NPV Rp.3,848,278,544, is not economically feasible."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emirza Rachmansyah
"

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia memiliki permasalahan terkait sampah yaitu timbulan sampah yang terus meningkat dan kepedulian masyarakat yang masih rendah terkait pengelolaan sampah. Penerapan Waste to Energy dapat mengatasi permasalahan dari sampah dikarenakan dapat mengurangi timbulan sampah yang dibuang ke TPA. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis sampah ITC Cempaka Mas dengan metode Selective Dissolution Method untuk mengetahui apakah penggunaan bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah dapat mengurangi emisi CO2 pada proses produksinya. ITC Cempaka Mas sebagai salah satu mall terbesar di Jakarta menghasilkan sampah sebanyak 27 ton perharinya yang terdiri dari 51.71% sampah organik dan 48.29% sampah inorganik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi komposisi dari sampel bahan bakar alternatif yang terbuat dari sampah ITC Cempaka Mas mana yang paling efektif dalam mengurangi emisi CO2 jika digunakan dalam proses produksi pembuatan semen. Variabel bebas yang digunakan adalah melakukan variasi komposisi sampel bahan bakar alternatif. Sampel 1 memliki komposisi sama dengan komposisi sampah ITC Cempaka Mas; sampel 2 terdiri dari 80% kertas dan 20% plastik; sampel 3 20% kertas dan 80% plastik; sampel 4 terdiri dari 20% kertas, 60% plastik, dan 20% organik; dan sampel 5 terdiri dari 60% kertas, 20% plastik, dan 20% organik. Hasil yang didapat pada penelitian ini adalah bahwa sampel 4 memiliki faktor emisi paling besar jika digunakan sebagai bahan bakar alternatif yaitu 3705.9 Kg CO2/Ton RDF dan sampel 5 memiliki faktor emisi paling rendah yaitu 1523.59 Kg CO2/Ton RDF. Sampel 1 merupakan sampel yang paling efektif digunakan sebagai bahan bakar alternatif dikarenakan memiliki rasio emisi CO2 yang paling kecil diantara sampel lainnya sehingga dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 1267 x 107 jika dibandingkan dengan B-C Oil, 6715.1 x 107 jika dibandingkan dengan Bituminous Coal dan 3305.6 x 109 jika dibandingkan dengan Anthracite Coal.

 


Indonesia as one of the developing countries in the world has a problem related to waste, namely increasing waste generation and low public awareness regarding waste management. The application of Waste to Energy can overcome the problem of waste that can be reduced by the generation of waste disposed to the landfill. The purpose of this study was to analyze the waste of ITC Cempaka Mas with the Selective Dissolution Method method to find out whether using alternative fuels made from garbage can be used to transfer emissions in the production process. ITC Cempaka Mas as one of the biggest malls in Jakarta produces 27 tons of garbage per day which consists of 51.71% organic waste and 48.29% inorganic waste. This study aims to determine the variation in composition of alternative fuel samples made from ITC Cempaka Mas waste which is the most effective in reducing CO2 emissions if used in the production process of making cement. The independent variable used is to vary the composition of alternative fuel samples. The sample 1 has the same composition as the composition of ITC Cempaka Mas waste; sample 2 consists of 80% paper and 20% plastic; sample 3 20% paper and 80% plastic; sample 4 consists of 20% paper, 60% plastic, and 20% organic; and sample 5 consisted of 60% paper, 20% plastic, and 20% organic. The results obtained in this study are that sample 4 has the largest emission factor if it is used as an alternative fuel, namely 3705.9 Kg CO2 / Ton RDF and sample 5 has the lowest emission factor which is 1523.59 Kg CO2 / Ton RDF. Sample 1 is the most effective sample used as an alternative fuel because it has the smallest CO2 emission ratio among other samples so that it can reduce CO2 emissions by 1267 x 107 when compared to BC Oil, 6715.1 x 107 when compared to Bituminous Coal and 3305.6 x 109 when compared to Anthracite Coal.

 

"
2019
T53181
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Udhi
"ABSTRAK
Besi tuang nodular saat ini banyak dipakai oleh industri sebagai pengganti Baja tempa dalam pembuatan komponen mesin, karena mernpunyai nilai ekonomis dan sifat mekanik yang baik. Mengingat permintaan sifat mekanik dari berbagai komponen berbeda-beda diharapkan dengan memilih beberapa cara perlakuan panas seperti aniling, normalising, hardening, dan tempering, dapat diperoleh sifat mekanik yang optimum sesuai dengan spesifikasi komponen yang direncanakan.
Aniling dilakukan untuk memperbaiki keuletan dan ketangguhan, mengurangi kekerasan; normalising untuk memperbaiki kekuatan; hardening untuk meningkatkan kekerasan atau memperbaiki kekuatan; sedangkan tempering untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses pendinginan secara cepat.
Dalam pelaksanaan perlakuan panas ini, untuk proses aniling, normalising, dan hardening yang diambil sebagai parameter adalah temperatur austenisasi pada 800, 850, 900, dan 950° C. Sedangkan untuk proses tempering sebagai benda kerja diambil spesimen dari hasil hardening 850° C, temperisasi divariasikan pada temperatur 300, 400, 500, dan 600° C. Parameter lain seperti waktu tahan dan media pendinginan untuk masing-masing perlakuan dibuat tetap. Untuk nrengetahui sifat mekanik sebelum dan sesudah perlakuan panas dilakukan pengamatan mikrostruktur, pengujian tarik, pengujian kekerasan, dan pengujian impak.
Hasil yang diperoleh dari proses aniling menunjukkan adanya peningkatan keuletan (elongasi) dan ketangguhan (impak), sedang kekuatan dan kekerasannya menurun. Impak tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 850° C. Dari proses normalising diperoleh peningkatan kekuatan dan kekerasan, tetapi terjadi penurunan elongasi dan impak Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada temperatur austenisasi 900°C Demikan pula untuk proses hardening, kekuatan dan kekerasan meningkat, sedang impale menurun. Kekuatan/kekerasan tertinggi dihasilkan pada ternperatur austenisasi 850° C. Dalam proses tempering, dibandingkan dengan kondisi hasil hardening, terjadi peningkatan impak, tetapi kekuatan dan kekerasannya menurun. Elongasi dan impak tertinggi dihasilkan pada temperatur temperisasi 600° C."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Turnip, Petrus G. Raymond
"ABSTRAK
Reboiler merupakan salah sara jenis penukar panas yang sangat penting peranannya dalarn pabrik ammonia. Kerusakan dan keboooran tube yang terjadi pada reboiler akan menyebabkan terganggunya proses perolehan ammonia secara keseluruhan karena setiop reboiler mempunyai fungsinya masing-masing. Analisa kerusakan harus dilakukan agar kerusakan yang sama tidak terulang kembali.
"Reboiler H14-CA" merupakan. Salah satu unit pada proses pemarnian gas sintesa yang mengatami kebocoran pada tubenya. Untuk mengetahui kerusakan dan mencari penyelesaiannya dilakukan pengumpulan data dan informasi sejak awal proses, selama pengoperasian, dan pada saat terjadi kerusakan, serta pengujian pada tube dan ditunjang dengan penelusuran literatur.
Dari hasil analisa, diketahui kerusakan ini disebabkan oleh korosi batas butir retak tegang (SCC-intergranular) dan korosi sumuran Qitting corrosion) yang cukup parah, sehingga material tube mengalami kebocoran. Korosi SCC-intergranular disebabkan olehvadanya sensitasi pada saat proses pengelasan (penyambungan tube) pada rentang temperatur 425-815°C dimana terdapat persentase karbon yang cukup tinggi (0,0368% C) dan persentase krom yang sedikit (13, 45% Cr), larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm) dan adanya tensile stress pada material tube. Sedangkan korosi sumaran disebabkan oleh ketidak homogenan material tube (test microhardness menunjukkan kekerasan terendah 17.1 HV nilai tengah 188 HK rata-rata 191,3 HV dan tertinggi 219 HP) dan adanya lingkungan yang korosif, yaitu larutan benfield yang mengandung klorida (± 9 ppm).

"
2001
S41481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyu Adi
"Heat Recovery Steam Generator (HRSG) merupakan peralatan yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap pada temperatur dan tekanan tertentu. Peralatan ini terdapat pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang menggunakan siklus kombinasi (Combined Cycle). Pada HRSG terdapat daerah superheater-1 dan superheater-2, yang merupakan daerah pemanas uap lanjut. Daerah superheater ini terdiri dari susunan pipapipa yang bekerja pada temperatur dan tekanan tinggi dengan kondisi operasi yang korosif secara terus-menerus. Kondisi ini bisa mempengaruhi dan mengubah sifat-sifat material pipa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang yang baru beroperasi 5 tahun, tetapi telah mengalami kerusakan pipa yang cukup parah. Penelitian yang dilakukan mencakup fraktografi, metalografi, penentuan distribusi karbon, pemeriksaan komposisi kimia pipa, pemeriksaan produk korosi dan pengukuran kekerasan.
Dari basil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama, kerusakan pipa superheater-2 HRSG 2 PLTGU Muara Karang disebabkan oleh korosi pitting (pitting corrosion). Serangan korosi ini disebabkan oleh kombinasi tiga faktor, yaitu : adanya air yang tertinggal di dalam pipa selama unit shutdown, adanya kebocoran udara luar masuk ke dalam pipa dan terjadinya kerusakan lapisan film oksida pelindung (protective film meta/ oxide atau protective oxide film) dari logam dasar di dalam pipa. Kedua, adanya deposit yang mengandung Cr mengindikasikan adanya pelepasan Cr dari material pipa. Ketiga, ditemukan terjadinya presipitasi karbida. Keempat, hasil pengamatan terhadap struktur mikro pipa superheater-2 dan pengujian terhadap kekerasannya menunjukkan telah terjadi proses dekarburasi, tetapi masih belum sampai pada taraf yang membahayakan.

Heat Recovery Steam Generator (HRSG) is the component of Combined Cycle Power Plant which produce steam. The HRSG have two super heater areas namely superheater-1 and superheater-2. There are many tubes in each area. In superheater-2 area, the tubes always work in high temperature and high pressure with a very corrosive condition, so make their behavior to be changed. By this research we want to examine a failure section of the superheater-2 tubes taken from the HRSG 2 Muara Karang Combined Cycle Power Plant, which was five years operation but have many damage on their tubes.
The result of this research finds some conclusion. First, the superheater failure was due to formation of highly aggressive differential aeration cells causing pitting corrosion, also known as oxygen pitting corrosion. This common corrosion problem was caused by the combination of three factors inside the tubes : water left in the superheater tube during shutdown, air leakage into the tube, and damage to the protective oxide film over the base metal in the interior of the tube. Second, deposits of chromium were found in the superheater tubes - that is an indication of chrom leaching from the pipes. Third, actual carbide presipitation phenomena in the superheater tubes. Last, the microstructure analysis and micro hardness testing of the superheater-2 tubes determined some de-carbonation process in the tubes, but it is still small.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>