Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47701 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
TA5964
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Jarona
"ABSTRAK
Setiap kelompok etnis mempunyai konsepsi atau pandangan yang berbeda terhadap suatu obyek tertentu. Obyek tersebut diperlakukan sesuai dengan pandangan yang dimilikinya untuk memenuhi berbagai tujuan atau kebutuhan hidup. Salah satu tujuan atau kebutuhan hidup paling mendasar yang ingin dipenuhi manusia, adalah kebutuhan akan makan. Tidak semua makanan yang tersedia dalam jumlah yang banyak dimakan semuanya atau setiap saat dimakan, karena kebudayaan kolektif masing-masing sangat menentukan.
Orang Salim di Desa Jiwika Kecamatan Kurulu Kabupaten Jayawijaya memenuhi kebutuhan makan dengan mengusahakan kebun ubi jalar dan ternak babi. Bagaimana kedua obyek tersebut, yaitu ubi jalar dan babi diperlakukan dalam kehidupan Orang Balim secara utuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup dibahas dalam tesis ini.
Kebutuhan dasar tersebut dipenuhi lewat berbagai arena kehidupan, terutama arena upacara, karena kedua obyek tersebut dianggap segala-galanya dalam kehidupan Orang Balim. Mereka menganggap tiada kehidupan tanpa ubi jalar dan babi atau tiada kehidupan tanpa upacara. Ubi jalar dalam kehidupan sehari-hari dianggap profan, sedangkan dalam kehidupan adat maupun keagamaan (upacara) ubi jalar bersama babi dianggap sakral.
Hasil kajian yang dilakukan terhadap 55 keluarga atau rumahtangga pada 10 kampung atau ukul terpilih dengan menggunakan metode atau pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif-analitik menunjukkan bahwa ada dua pola atau kebiasaan makan yang dikenal Orang Balim, yaitu: (1) pola atau kebiasaan makan sehari-hari dengan ubi jalar dominan dan (2) pola atau kebiasaan makan upacara dengan babi dan ubi jalar dominan.
Cara dan tempat masak kedua pola ini pun berbeda, yaitu untuk pola makan sehari-hari dilakukan di dalam dapur atau hunila dengan cara masak dalam abu panas atau werago; sedangkan pola makan upacara dilakukan di halaman silimo atau sili dengan cara masak menggunakan batu panas atau iyago. Jenis makanan lain yang terdapat di sana dianggap sebagai makanan tambahan, sehingga Orang Balim belum merasa puas atau kenyang kalau belum mengkonsumsi ubi jalar.
Proses pengolahan dan pemanfaatan kedua jenis makanan (ubi jalar dan babi) dominan dilakukan oleh perempuan atau para isteri. Kecuali pemanfaatan hasil ternak babi untuk kepentingan upacara dapat dilakukan oleh laki-laki atau para suami yang dapat menaikan status atau wibawanya sebagai seorang ap kain kalau mampu menyembelih babi dalam jumlah yang banyak. Hubungan antara manusia (terutama wanita), ubi jalar, babi, dan upacara merupakan suatu mata rantai kehidupan yang dapat mewujudkan suatu pola kebudayaan, terutama pola atau kebiasaan makan ubi jalar dan babi dalam kehidupan Orang Balim.
Kajian ini juga menunjukkan bahwa, pola atau kebiasaan makan sehari-hari lebih menonjol dalam keluarga anti poligini pada tingkat silimo, sedangkan pola atau kebiasaan makan upacara lebih menonjol dalam kelompok klen pada tingkat ukul maupun konfederasi. Gejala ini secara tidak langsung menggambarkan struktur sosial Orang Salim dan fungsi sosial maupun budaya dari ubi jalar dan babi, yaitu dapat mempererat dan memperluas hubungan kekerabatan, mewujudkan rasa solidaritas kelompok dan jiwa gotong-royong, serta menjalin kembali hubungan dengan leluhur. Keseimbangan hubungan secara horizontal dengan sesama kerabat dan secara vertikal dengan leluhur memenggambarkan sistem sosial Orang Balim yang dapat dipahami dan dijelaskan melalui ubi jalar dan babi sebagai fokus kebudayaan mereka.
Ternyata, faktor sosial budaya atau kebudayaan sangat mempengaruhi kebiasaan makan suatu kelompok masyarakat, termasuk masalah selera dan rasa (faktor psikologi), di samping faktor lingkungan fisik yang memungkinkan kedua jenis bahan makanan (ubi jalar dan babi) tetap diusahakan atau dibudidayakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erda Fitriani
"Judul halaman, Pernyataan Orisinalitas, Lembar Tanda Persetujuan Pembimbing, Abstrak, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab I: Pendahuluan, Bab II: Orang Minangkabau Lanjut Usia: Pasien Hipertensi Rumah Saldt Cipto Mangunkusumo (RSCM), Bab III: Pola Kebiasaan Makan Lansia Hipertensi Minangkabau, Bab IV: Gaya Hidup Lansia Minangkabau Hipertensi, Bab V: Faktor-Faktor Sosial Budaya Yang Mempenganihi Kebiasaan Makan, Bab VI: Penutup, xi + 109 halaman, Bibliografi: 37 buku, 15 artikel, 2 disertasi, 1 skripsi, 4 artikel majalah, 2 website, 5 referensi. 1 makalah, Lampiran.
Tesis ini mengenai pola kebiasaan makan orang lanjut usia penderita penyakit hipertensi suku bangsa Minangkabau yang menetap di Jakarta. Orang Minangkabau termasuk kelompok usia lanjut memiliki kebiasaan makan yang suka mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan protein tinggi, sehingga beresiko terkena penyakit hipertensi. Penelitian ini dilatar belakangi oleh banyaknya orang Minangkabau penderita penyakit hipertensi jika dibandingkan dengan suku bangsa lainnya. Bahkan menurut Kompas Cyber Media (27/10/2000) orang Sumatera Barat merupakan penderita penyakit hipertensi terbesar di Indonesia dan di dunia.
Orang lanjut usia Minangkabau yang seharusnya sudah mengatur cara makannya ketika memasuki fase degeneratif, ternyata tidak melakukannya sehingga mengalami resiko terkena penyakit hipertensi. Pertanyaannya adalah; (1) mengapa kebiasaan makan usia lanjut dipertahankan sehingga mengalami resiko terkena penyakit hipertensi, (2) bagaimana pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan makan kelompok usia lanjut, (3) Bagaimana pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan makan kelompok lanjut usia tersebut mempengaruhi kesehatan.
Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kebiasaan makan informan sebelum sakit dan sesudah sakit dan kebiasaan makan keluarga pagi, Siang dan malam, dan pada waktu upacara. Wawancara dilakukan dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia.
Setelah dilakukan penelitian terhadap lansia Minangkabau penderita penyakit hipertensi yang pernah di rawat di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, ditemukan bahwa adanya gaya kebiasaan makan tertentu dari Para lansia Minangkabau penderita penyakit hipertensi. Sebelum sakit kebiasaan makan lansia yaitu tiga kali sehari. Makan pokok mereka terutama adalah nasi. Mereka sering mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak seperti daging, dan santan. Cara pengolahan makanan yang sering mereka lakukan adalah gulai dan goreng. Setelah sakit hipertensi kebiasaan makan mereka tidak banyak mengalami perubahan.
Berbagai faktor yang menjadi penyebab kebiasaan makan lansia yaitu; Faktor budaya makan orang lansia, makna simbolik makanan, kesukaan makanan atau selera, faktor keinginan untuk mendapat status yang tinggi dan makanan yang memiliki nilai tinggi dan gengsi. Terdapat juga faktor ekonomi yang cukup dan ketersediaan bahan makanan.
Faktor gaya hidup lansia dapat mempengaruhi kesehatan. Faktor gaya hidup seperti kurang beraktivitas karena telah lanjut usia dan tidak bekerja lagi, kebiasaan merokok terutama lansia laki-laki, kebiasaan minum kopi, dan stress, merupakan faktor resiko munculnya penyakit hipertensi pada lansia. Dari hasil penelitian diketahui bagi sebahagian besar lansia menyatakan sulit mengubah kebiasaan mereka yang lama. Namun peran keluarga sangat penting dalam mendorong lansia untuk mampu mengubah kebiasaan mereka yang lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya
"Tesis ini pertama-tama beranjak dari pendapat Roedjito, Harper, Staveren dan den Hartog yang mengemukakan bahwa bagi masyarakat pedesaan faktor ekonomi dan keadaan lingkungan geografis merupakan faktor kunci yang menentukan status gizi mereka. Dalam kata lain, apabila kedua faktor tersebut tidak menunjang, maka warga komunitas bersangkutan terutama bayi-balita sebagai kelompok rentan gizi akan lebih banyak yang menderita kekurangan gizi. Pendapat mereka itu, didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat pedesaan memperoleh dan memenuhi kebutuhan makanannya melalui jalur pembelian dan dengan cara memproduksi langsung dari lingkungan alamnya.
Apabila asumsi ahli gizi tersebut dikontekstualisasikan dengan keadaan kehidupan masyarakat nelayan Bajo, maka dapat dikatakan bahwa bayi-balita Orang Baja akan lebih banyak yang menderita kekurangan gizi dibandingkan dengan yang keadaan gizinya normal. Dikatakan demikian, sebab Orang Baja yang mata pencaharian utamanya sebagai nelayan tidak berbeda keadaan sosial ekonominya dengan nelayan lainnya yang berada di Indonesia; yakni lebih miskin dari petani dan pengrajin. Keadaan itu tentu saja menyebabkan daya belinya terhadap beragam jenis bahan makanan relatif terbatas. Hal itu kemudian tidak ditunjang oleh keadaan lingkungan geografis mereka. Sebab mereka membangun pemukiman mereka di pesisir pantai di atas permukaan taut; karena itu, mereka tidak dapat melakukan kegiatan bercocok tanam bahan makanan di sekitar rumah mereka dan juga tidak dapat melakukan kegiatan beternak.
Dengan keadaan sosial ekonomi dan lingkungan geografis yang demikian itu, menyebabkan mereka sangat sulit menghadirkan makanan empat sehat lima sempurna di rumah mereka. Akan tetapi, sungguhpun keadaan ekonomi dan lingkungan geografis orang Bajo tampaknya tidak menunjang pemenuhan kebutuhan gizi mereka terutama kebutuhan gizi bayi-balita namun pada kenyataannyalebih banyak bayi-balita yang keadaan gizinya normal. Ini berarti bahwa sebagian besar orang Bajo telah berhasil mengantisipasi kendala ekonomi dan ekologis yang dihadapinya, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan makanan bayi-balita mereka. Kemampuan antisipatif tersebut termanifestasikan pada kebiasaan makan yang dikembangkannya.
Berdasar dari uraian itulah, maka tesis ini mengkaji mengenai kebiasaan makan orang Baja, terutama kebiasaan makan ibu dan bayi-balita. dengan mengkaji kebiasaan makan ibu dan bayi-balita arang Baja tersebut, maka dapat diungkapkan mengenai kontribusi kebiasaan makan terhadap adanya sebagian bayi-balita yang keadaan gizinya normal dan sebagian lainnya yang keadaan gizinya kurang.
Upaya untuk mengungkap kebiasaan makan tersebut, dilakukan penelitian lapangan selama kurang lebih enam bulan lamanya. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan survey dan dengan pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Penelitian survey dilakukan dalam rangka mendapatkan data-data dasar yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sedangkan pengamatan terlibat dan wawancara mendalam dilakukan dalam rangka mendapatkan informasi yang lebih komprehensif berkenaan dengan masalah yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka bayi-balita yang keadaan gizinya normal disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: (i) kehadiran juragang yang selain berperan sebagai pihak yang menadah dan mendistribusikan basil tangkapan nelayan, juga selalu siaga memberikan bantuan pinjaman kepada nelayan yang memerlukan bantuannya; (ii) adanya kebiasaan saling memberi bahan makanan (reciprocity) di antara Para nelayan, khususnya sayur-sayuran dan ikan; (iii) pengolahan ikan dilakukan dengan Cara yang beragam dan salah satu di antaranya yang tidak melalui proses perapian. Variasi pengolahan ikan yang demikian itu, selain dapat merangsang selera makan setiap individu juga kondusif untuk memenuhi kebutuhan protein.
Demikian juga ikan yang diolah tanpa melalui proses perapian selain mempunyai kandungan protein yang tinggi juga mengandung vitamin A, C, dan D; (iv) umumnya keluarga prang Bajo tidak membedakan antara orang dewasa dan anak-anak dalam hal pendistribusian makanan. Konsekuensinya adalah memungkinkan bagi setiap anggota keluarga, terutama anak-anak, mendapatkan porsi makanan yang dibutuhkannya; (v) ibu hamil dan menyusui mengkonsumsi makanan yang lebih banyak dan lebih bervariasi dibandingkan dengan ketika is tidak dalam keadaan hamil dan menyusui; (vi) semua ibu menyusui yang kondisi kesehatannya baik senantiasa memberikan ASI kepada bayi-balitanya hingga berusia antara 1 s.d 3 tahun; dan (vii) umumnya bayi-balita mendapatkan makanan tambahan sejak berumur antara 3 s.d. 6 bulan. Jenis makanan tambahan yang diberikan adalah disesuaikan dengan usia bayi-balita; yakni dimulai dengan makanan lunak dan kemudian makanan semi-padat serta akhirnya disamakan dengan makanan orang dewasa.
Sementara itu, bagi bayi-balita yang keadaan gizinya kurang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya (i) semasa bayi-balita itu masih dikandung ibunya menderita penyakit tertentu; (ii) ibu menyusui menderita penyakit tertentu sehingga is tidak dapat memberi ASI kepada bayibalitanya secara konsisten dan juga tidak dapat merawat bayi-balitanya secara baik; (iii) bayi-balita itu sendiri yang menderita penyakit tertentu, seperti penyakit balakiangi, doko ana', dan kasiwiang. Janis penyakit itu ditanggapi oleh orang Bajo sebagai penyakit yang hanya dapat disembuhkan oleh praktisi medis tradisional, dan proses penyembuhan itu dilakukan dengan memantangkan kepada penderita mengkonsumsi jenis makanan tertentu; dan (iv) bayibalita kurang mendapatkan perhatian dan perawatan, terutama dalam hal pemberian makanan. Ini terjadi di antaranya disebabkan oleh besarnya jumlah anak, ibu itu sendiri yang menangani semua urusan rumahtangganya, dan ibu itu bersikap mesa bodoh terhadap bayi balitanya."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cumberland, Nigel, author
Jakarta: PT Gramedia, 2019
158.1 CUM s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sinambela, Golda Naomi
"Latar belakang. Hiperglikemi memiliki komplikasi jangka panjang yaitu penyakit kardiovaskular yang dapat mengganggu kinerja seorang pilot sipil dalam keselamatan penerbangan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap risiko hiperglikemi. Metode. Subjek penelitian potong lintang dipilih secara purposif di antara pilot sipil yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala pada 29 Mei sampai 9 Juni tahun 2013 di Balai Kesehatan Penerbangan (Balhatpen). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik dan pengambilan data kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) dari laboratorium Balhatpen. Hiperglikemi adalah kadar GDP 100-125 mg/dl. Gula darah normal adalah kadar GDP 70-99 mg/dl. Hasil. Selama 10 hari pengumpulan data didapat 612 pilot sipil dan sebanyak 225 orang memenuhi kriteria inklusi. Pada penelitian ini ditemukan 3 faktor dominan yaitu rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam, kebiasaan makan roti setiap hari dan kebiasaan makan makanan manis setiap hari yang berpengaruh terhadap risiko hiperglikemi. Pilot sipil yang memiliki rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam dibandingkan dengan 0-1050 jam per tahun berisiko 7 kali lebih besar mengalami hiperglikemi [risiko relatif suaian (RRa)=7,15; 95% interval kepercayaan (CI)=0,85-57,23; P=0,063]. Pilot sipil dengan kebiasaan makan roti setiap hari dibandingkan dengan 0-4x/minggu berisiko 1,9 kali lebih besar mengalami hiperglikemi [RRa=1,94; 95% CI=0,91-4,16; P=0,085]. Selanjutnya, pilot sipil dengan kebiasaan makan makanan manis setiap hari dibandingkan dengan 0-4x/minggu berisiko hiperglikemi sebanyak 2 kali lipat [RRa=1,99; 95% CI=1,10-3,60; P=0,023]. Kesimpulan. Rerata jam terbang per tahun 1051-1130 jam, kebiasaan makan roti setiap hari, dan kebiasaan makan makanan manis setiap hari mempertinggi risiko hiperglikemi.

Background. Hyperglycemia can lead to long-term complications such as cardiovascular disease that could interfere the performance of a civilian pilot in aviation safety. Therefore, it is necessary to identify the factors that contribute to the risk of hyperglycemia. Methods. This cross-sectional study subjects selected purposively among civilian pilots undergoing their periodic medical check-up on May, 29 to June, 9 2013 at the Aviation Health Center. Data collected through interviews, physical examinations and data retrieval of fasting blood glucose levels from the Aviation Health Center?s laboratorium. Hyperglycemia, if fasting blood glucose levels of 100-125 mg/I. Normal, if fasting blood glucose levels 70-99 mg /I. Result. During the 10 days of data collection obtained around 800 crew members and civilian pilots who meet the inclusion criteria are 225 pilots. This study found three dominant factors, flight hours per year from 1051 to 1130 hours, eating white bread every day and eating sweets everyday that influence the risk of hyperglycemia. Flight hours per year from 1051 to 1130 hours had a 7 times increased risk to hyperglycemia [Relative Risk adjusted (Rra)=7.15, 95% Confidence Interval (CI)=0 0.85-57.23, P=0.063]. Eating white bread everyday had 1.9 times increased risk to hyperglycemia [Rra=1.94, 95% CI=0.91-4.16, P=0.085]. Furthermore, eating sweets everyday at risk of hyperglycemia by almost 2-fold [Rra=1.99, 95% CI=1.10-3.60, P=0.023]. Conclusion. Flight hours per year from 1051 to 1130 hours, eating white bread every day, and eating sweets every day increased risk to hyperglycemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Teguh Pribadi
"Latar belakang : Hiperkolesterolemia antara lain menjadi faktor risiko penyakit jantung koroner dan komplikasinya dapat menyebabkan inkapasitasi pada pilot. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan kebiasaan makan lemak dan faktor lainnya terhadap risiko hiperkolesterolemia pada pilot sipil di Indonesia.
Metode : Penelitian menggunakan metode potong lintang dengan sampel purposif pada pilot sipil di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta tanggal 18-29 Mei 2015. Karakteristik demografi, pekerjaan, kebiasaan diperoleh melalui wawancara. Data kolesterol total diperoleh dari laboratorium yang telah dikalibrasi. Kategori kolesterol total dibagi dua yaitu hiperkolesterolemia ( ≥ 240 mg/dl) dan normal (< 200 mg/dl). Analisis menggunakan risiko relatif yaitu regresi Cox dengan waktu konstan.
Hasil : Di antara 690 pilot yang melakukan pemeriksaan medis, 428 subjek bersedia mengikuti penelitian. Subjek yang diikutsertakan dalam analisis sebanyak 327 pilot, 12,3% memiliki hiperkolesterolemia dan 87,7% memiliki kadar kolesterol normal. Subjek dengan kebiasaan makan lemak hampir setiap hari dibandingkan hampir tidak pernah berisiko 3,8 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia [risiko relatif suaian (RRa)=3,78; p=0,223]. Subjek dengan usia 50-65 tahun dibandingkan dengan 19-34 tahun berisiko 1,8 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia (RRa=1,82; p=0,103). Selanjutnya subjek dengan riwayat hiperkolesterolemia dibandingkan tanpa riwayat hiperkolesterolemia berisiko 2,1 kali lipat lebih besar hiperkolesterolemia (RRa=2,13; p=0,118).
Simpulan : Kebiasaan makan lemak hampir tiap hari, usia 50 tahun atau lebih, riwayat keluarga hiperkolesterolemia dalam keluarga meninggikan risiko hiperkolesterolemia di antara pilot sipil di Indonesia.

Background : Hypercholesterolemia becoming one of a risk factor for coronary heart disease and complications may cause the pilots incapacitation. The purpose of this study was to identify eating fatty food habits and other factors and the risk of hypercholesterolemia in civilian pilots in Indonesia.
Methods : A cross sectional study with purposive sampling was conducted in civilian pilots at Indonesian Aviation Medical Center in Jakarta from 18-29 May, 2015. Demogrhapic characteristics, employment, habits was obtained through interviews. Total cholesterol data obtained from laboratory test had been calibrated. Category of cholesterol total was divided into hypercholesterolemia (≥ 240 mg/dl) and normal (<200 mg/dl). Analysis using risk relative by Cox regression with a constant time.
Result : Among the 690 pilots who conducted medical examination, 428 subjects agree to join the study. This analysis included 327 pilots, 12.3% had hypercholesterolemia, and 87.7% normal cholesterol levels. The subjects who had eating fatty food habits almost every day compared to almost never, had 3.8 fold higher risk to be hypercholesterolemia [adjusted relative risk (RRa)=3.78; p=0.223]. The subject aged of 50-65 years compared to 19-34 years, had 1.8 fold higher risk to be hypercholesterolemia (RRa=1.82; p=0.103). Furthermore, subjects with a family history of hypercholesterolemia compared with no family history, had 2.1 fold higher risk to be hypercholesterolemia (RRa=2.13; p=0.118).
Conclusions : Having eating fatty food habits almost every day, age 50 and over, history of hypercholesterolemia elevate the risk of hypercholesterolemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resna Nurhantika Sary
"Latar belakang: Pramugari harus memiliki kesehatan yang prima karena memiliki tugas utama menjaga keselamatan penumpang selama penerbangan. Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali mengenai wanita usia produktif dan dapat mengganggu kesehatan.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia.
Metode: Metode yang digunakan adalah potong lintang dan pengambilan sampel dengan metode sampling purposif dan analisa dengan regresi cox. Kriteria anemia apabila kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl.
Hasil: Subjek terdiri dari 185 pramugari penerbangan sipil berusia 18 ? 46 tahun yang melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Balai Kesehatan Penerbangan. Persentase anemia pada penelitian ini sebesar 28,1%. Faktor risiko dominan terhadap anemia pada pramugari penerbangan sipil di Indonesia adalah masa kerja > 4 tahun ? 16 tahun (RRa1,51 ;95% CI 0,96 ? 2,37; p 0,073), frekuensi makan daging lebih dari 2 kali seminggu (RR 0,57; 95% CI 0,32 ? 1,03; p 0,064), menstruasi heavyflow (RR 3,45; 95% CI 1,05 ? 3,4; p 0,000) dan jenis penerbangan panjang (RR 1,91; 95% CI 2,36 ? 5,02;p 0,034).
Kesimpulan: Pramugari dengan menstruasi heavyflow dan jenis penerbangan panjang mempunyai risiko lebih besar mengalami anemia.Oleh karena itu perlu penanganan anemia lebih komprehensif pada pramugari yang melibatkan pihak regulator dan operator di Indonesia.

Background: Flight attendants must have good health because their main task is maintaining safety of passengers during the flight. Anemia is one of the health problems that often affects reproductive women and can interfere health. This study was conducted to determine the factors associated with anemia in civilian female flight attendant in Indonesia.
Methode: The method used was cross-sectional with purposive sampling and analysis with cox regresion. Anemia criteria if hemoglobin level less than 12 g/dl.
Result: Subjects consisted of 185 civilian female flight attendants aged 18-46 years who conduct regular health checks at Balai Kesehatan Penerbangan. The percentage of anemia in this study was 28.1%. Dominant risk factor for anemia in civil female flight attendants in Indonesia are working period >4 - 16 years (RR 1.51; 95% CI 0.96- 2.37; p 0.073), frequency of eating red meat more than 2 times a week (RR 0.57; 95% CI 0.32 - 1.03; p 0.064), heavyflow menstruation (RR 3.45; 95% CI 1.05 - 3.4; p 0.000) and long haul flight (RR 1, 91; 95% CI 2.36 - 5.02; p 0.034).
Conclusion: Female flight attendant with heavyflow menstruation and long haul flight have higher risk to anemia. Need more comprehensive treatment of anemia in female flight attendant involving regulators and operators in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The research was conducted in SDN Mekar Jaya, East Depok . The purpose of this research is to find out the correlationbetween nutritional knowledge and food habit. data were collected from one Primary School , 150 SD students and parents were selected randomly . data were analyzed by Pearson correlation and distribution Frequency...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mintosih
Jakarta: Putra Sejatu Raya, 1997
394.121 SRI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>