Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Adi Zahriadi
"Ujian Nasional (UN) berfungsi untuk mengukur sejauhmana system pendidikan telah mencapai standar mutu lulusan yang telah ditetapkan secara nasional dan mendorong peserta didik, guru dan pengelola pendidikan untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini berkaitan dengan skor batas lulus/batas kelulusan yang harus ditetapkan untuk memisahkan siswa yang lulus dan tidak Iulus UN. Batas kelulusan menjadi penting untuk menetapkan siswa yang berhak lulus dengan kompetensi yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa, pengaruh batas kelulusan sesuai dengan ketetapan pemerintah dan Metode Angoff (1971) serta penentuan kelulusan siswa. Analisis terhadap kemampuan siswa menggunakan Teori Tes Klasik dan Teori Tes Modern (IRT, khusus Rasch Model). Penerapan Metode Angoff dimaksudkan untuk mengetahui judgement guru terhadap kompetensi minimal yang harus dimiliki siswa untuk dapat lulus UN. Selanjutnya, tingkat kesukaran soal klasikal akan dikorelasikan dengan judgement guru dan tingkat kesukaran soal dalam IRT model 1, 2 dan 3 parameter logistik.
Analisis dilakukan terhadap data UN Matematika SMP/MTs tahun 2005 Kabupaten BeIitung, judgement dan perkiraan guru. Jumlah siswa sebanyak 1.718 orang dari 24 sekolah yang ada di Kabupaten Belitung. Sedangkan jumlah guru dari seluruh sekolah tersebut sebanyak 47 orang. Untuk mendukung pembahasan dan penarikan kesimpulan dianalisis juga data pendukung berupa informasi latar belakang guru, persiapan mengajar, kesesuaian antara materi yang diajarkan dan diujikan dan pembelajaran yang dilakukan.
Hasil analisis secara klasikal dan IRT menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mempunyai kemampuan yang rendah. Sebagian besar soallmateri ujian belum dikuasai siswa. Soal-soal yang diujikan tersebut sedikit lebih sulit dari rata-rata kemampuan siswa. Namun demikian Paket 2 UN relatif cocok diujikan di Kabupaten Befitting karena hanya ada dua orang siswa yang kemampuannya tidak bisa diestimasi. Hasil judgement guru menunjukkan angka yang lebih besar dari 4,25 yang berarti masih terjangkau oleh siswa dengan kemampuan minimal. Pertimbangan terhadap kemampuan minimal siswa bisa lebih tinggi bila didasarkan pada kesesuaian antara mated yang diajarkan dan diujikan. Namur judgement guru tersebut tidak diikuti oleh kenyataan bahwa batas kelulusan sebesar 4,25 menyebabkan separuh dari keseluruhan siswa tidak lulus. Karenanya, batas kelulusan tersebut masih tinggi dari kemampuan siswa-siswa yang tidak lulus. Untuk itu, dalam pembelajaran di sekolah, guru perlu memaksimalkan kemampuan siswa (belajar tuntas) sehingga siswa tidak kesulitan dalam menjawab soal UN.
Sebagian besar judgement guru pada kunci jawaban ataupun pada pengeeoh, kurang menunjukkan adanya korelasi, bahkan ada yang bemilai nol atau negatif (-). Hal tersebut bisa berarti guru tidak memahami atau tidak serius dalam melakukan judgement. Nilai judgement yang dibarapkan menurut Metode Angoff adalah bersesuaian dengan tingkat kesukaran soal klasikal, sehingga batas kelulusan yang dimaksudkan adalah 4,42.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubna Luthfi Gathmyr
"Dalam sistem pendidikan di Indonesia dikenal sebuah alat ukur untuk mengukur kompetensi siswa termasuk dalam bidang Matematika yaitu instrument yang dikenal sebagai Test Ujian Nasional atau TUN. Sebagai alat ukur, tentu saja test Ujian Nasional bidang studi Matematika dapat diklaim berhasil menjalankan fungsi ukurnya bila dapat memberikan hasil pengukuran yang cermat dan akurat. Artinya, test tersebut mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang ada pada objek ukur.
Penelitian ini memiliki tujuan: (1) menganalisis karakteristik item Matematika dalam Ujian Nasional SMPIMTs tahun Pelajaran 2004/2005 se-Kabupaten Bangka Barat, (2) mengetahui kemarnpuan daya serap siswa terhadap materi Matematika.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMPIMTs tahun pelajaran 2004/2005 se-Kabupaten Bangka Barat Propinsi Kepulauan Bangka Befitting yang berjumiah 1649 orang yang mengikuti Ujian Nasional 2005.
Hasil analisis data dengan menggunakan Program ITEMAN di dapat rata-rata skor siswa adalah 13,385 yang berarti di bawah rata-rata ideal (15,000). Harga varians skor 20,958 yang berarti distribusi skor peserta kurang bervariasi. Hal ini juga ditunjukkan dari rentang skor mulai dari 2,000 sampai dengan 29,000 dan kurtosisnya - 0,390. Dislribusi skor peserta tes membentuk larva yang sedikit juling ke kanan. Hal ini dapat dilihat dari rat-rata yang sedikit lebih besar daripada median (13,385 > I3,000) dan harga skew 0,283. Kurva yang sedikit juling ke kanan atau juling positif ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mendapat skor rendah. Reliabilitas tes ditunjukkan dengan Alpha 0,710. Sementara tingkat kesukaran butir rata-rata 0,446 dan rata-rata daya pembeda butir 0,318. Sedangkan basil analisis data dengan menggunakan Program BIGSTEPS pada RUN tahap pertama terdapat 63 orang yang terdelete dan pada akhir RUN tahap ketiga terdapat 1 item yang terdelete."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
jakarta: Sinar Grafika, 2006
344.07 UND
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Safari
"Tujuan studi ini adalah menjawab pertanyaan apakah ujian nasional dapat menjadi pemersatu bangsa dan apakah hasil UN dapat mencerminkan mutu pendidikan secara nasional. Metode penelitian ini menggunakan metode survei. Populasi penelitian ini adalah pelaku pendidikan di Banda Aceh Provinsi Aceh tahun 2014, dengan sampel sebanyak 78 responden yang terdiri dari 24 siswa SMAN dan 27 siswa MAN, 19 guru SMAN dan MAN, 8 pejabat di lingkungan Dikbud termasuk kepala sekolah SMAN dan MAN. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh hasil, pertama, responden yang menyatakan setuju UN sebaga pemersatu bangsa adalah 79,5%, sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju adalah 20,5%. Kedua, responden yang menyatakan bahwa hasil UN dapat mencerminkan mutu pendidikan secara nasional adalah 59%, sedangkan responden yang menyatakan tidak adalah 41%. Berdasarkan hasil studi disimpulkan bahwa Ujian Nasional sudah menjadi perekat bangsa dan mencerminkan mutu pendidikan walaupun belum maksimal."
Depok: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, 2015
370 JPK 21:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Zhafira
"Komunitas miskin kota kerap kali tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses hak-hak dasarnya, salah satunya hak atas pendidikan. Kampung Pemulung Karang Pola sebagai salah satu komunitas miskin kota di DKI Jakarta menghadapi berbagai permasalahan dalam mengakses hak atas pendidikan mereka, yang ditunjukkan dengan tingginya angka putus sekolah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana regulasi dan implementasi akses terhadap pendidikan yang didapatkan oleh masyarakat Kampung Pemulung Karang Pola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode sosio-legal, yang menganalisis secara empiris bagaimanana akses terhadap pendidikan didapatkan oleh masyarakat dengan berbagai kompleksitas sosial yang ada. Selain itu, dilakukan studi normatif untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak atas pendidikan yang terdapat dalam kebijakan mengenai pendidikan bagi anak di Kampung Pemulung Karang Pola. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa secara normatif akses terhadap pendidikan sudah tersedia dengan baik dalam konvensi-konvensi internasional, undang-undang, hingga peraturan daerah.sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 1945. Khususnya di Kampung Pemulung Karang Pola, selain program wajib belajar, terdapat Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus dari pemerintah, serta Technique Informal School (TIS) FTUI, Yayasan Gemilang, dan Dilts Foundation dari lembaga non pemerintah yang memberikan bantuan pemenuhan hak atas pendidikan. Namun, secara empiris, program-program pendidikan belum diimplementasikan sesuai dengan kerangka normatif yang ada, sehingga belum sepenuhnya dapat memberikan pemenuhan hak konstitusional dalam hal pendidikan. Didapati bahwa setidaknya terdapat 15 orang anak putus sekolah dan 2 orang anak belum bisa masuk sekolah. Dengan begitu, diperlukan langkah-langkah strategis dengan pembaharuan kebijakan dan program untuk menyediakan pendidikan yang layak secara maksimal oleh lembaga-lembaga pemerintah lintas sektoral dan lembaga non pemerintah.

Urban poor communities often do not get equal opportunities in accessing their basic rights, one of which is the right to education. Kampung Pemulung Karang Pola as one of the urban poor communities in DKI Jakarta faces various problems in accessing their right to education, which is indicated by the high dropout rate. This research was conducted to find out how the regulation and implementation of access to education obtained by the people of Kampung Pemulung Karang Pola. The method used in this research is socio-legal method, which empirically analyzes how access to education is obtained by the community with various existing social complexities. In addition, a normative study is conducted to find out how the protection of the right to education is contained in policies regarding education for children in Kampung Pemulung Karang Pola. Based on this research, it was found that normatively, access to education is already well provided for in international conventions, laws, and regional regulations in accordance with the mandate of the 1945 Constitution. Especially in Kampung Pemulung Karang Pola, in addition to the compulsory education program, there are Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus provided by the government, as well as Technique Informal School (TIS) FTUI, Yayasan Gemilang, and Dilts Foundation from non-governmental institutions that provide assistance in fulfilling the right to education. However, empirically, education programs have not been implemented in accordance with the existing normative framework, so that they have not been able to fully fulfill constitutional rights in terms of education. It was found that at least 15 children dropped out of school and 2 children could not enter school. Therefore, strategic steps are required to provide maximum proper education with policy and program reforms by cross-sectoral government institutions and non-government institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabaria Umahuk
"Ujian Nasional merupakan penilaian pada akhir proses pembelajaran di sekolah dan penentu kelulusan siswa pada jenjang pendidikan tertentu yang secara periodik dilakukan setiap tahun. Bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan, soal ujiannya dikembangkan oleh pusat penilaian dengan melibatkan guru-guru yang terlatih dalam membuat soal.
Ujian Nasional tahun pelajaran 200412005, bentuk tes bahasa Inggris SMA/MA berupa tes tertulis dengan bentuk soal pilihan ganda sebanyak 60 soal, terdiri dari 20 soal listening comprehension dan 40 soal reading comprehension dengan alokasi waktu 120 menit. Untuk daerah Propinsi Maluku .Utara, ada 2 paket soal yang diujikan untuk jenjang pendidikan SMA/MA dengan jumlah populasi sebanyak 7148 orang.
Analisis soal dilakukan berdasarkan masing-masing program yaitu IPAI1PS dan BAHASA.Selain itu, juga dilakukan analisis gabungan yaitu analisis IPA dan IPS paket 1 serta TPA dan IPS paket 2. Hasil uji psikometrik untuk data ini dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu secara klasik dengan ITEMAN dan IRT dengan menggunakan fasilitas program komputer BIGSTEPS.
Hasil analisis dengan ITEMAN menunjukkan bahwa untuk program IPAIIPS paket 1 dan 2 secara keseluruhan paket tes ini memiliki tingkat 1tesukaran soal yang sedang, dan rata-rata skor peserta juga memberikan gambaran bahwa sebagian besar peserta adalah berkemampuan sedang. Koefisien reliabilitas alpha dari tes paket 1 tinggi (> 0.8), sehingga skor tes ini dapat dipercaya penggunaanya. Sedangkan dari tes paket 2 alpha = > 0.7, artinya bahwa tingkat keajekanlkonsistensi tes ini tidak begitu tinggi. Untuk program BAHASA paket 1, secara keseluruhan paket tes ini memiliki tingkat kesukaran soal yang sedang, dan rata-rata skor peserta juga memberikan gambaran bahwa sebagian besar peserta adalah berkemampuan sedang. Tapi Koefisien reliabilitas alpha = > 0.7, artinya tingkat keajekanikonsistensi tes ini tidak begitu tinggi. Dan untuk program BAHASA paket 2 memiliki tingkat kesukaran yang sedang dan rata-rata skor peserta tes juga sedang, tetapi daya pembeda soal bemilai negatif (Point Bis negatifj. Alpha = > 0.8.
Analisis dengan BIGSTEPS hanya dilakukan untuk program IPA dan IPS. Hasil untuk program IPA paket I dan 2 , total data orang yang tidak fit = 73 orang, dan item = 23 butir; untuk program IPS paket 1 dan 2, total data orang yang tidak fit = 83 orang, dan item = 14 butir. Data orang dan item dianggap tidak fit karena memiliki nilai outfit > + 2.0 dan atau nilai Point Biserial yang negatif."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Oktavia Vidiyanti
"Data menunjukkan menurunnya nilai UAN mata pelajaran Bahasa Indonesia belum dikaji secara mendalam, namun perlu disikapi yaitu mencari akar masalah dan solusi pemecahannya. Menurunnya nilai UAN mata pelajaran Bahasa Indonesia pada tahun 2010, diduga banyak faktor yang terkait. Salah satunya adalah ketidakterbacaan soal-soal UAN mata pelajaran Bahasa Indonesia. Penelitian ini untuk mencari salah satu alternatif penyelesaian yang terkait dengan menganalisis butir-butir soal UAN Bahasa Indonesia dengan tingkatan kognitif. Sampel adalah siswa tingkat SLTP di Surabaya berjumlah 100 siswa yang dibagi dua sekolah yaitu SMPN 13 (50 siswa) dan SMP Dharma Wanita (50 siswa). Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis soal-soal yang sukar maupun yang tidak. Dengan begitu, guru dapat mengetahui secara jelas kriteria-kriteria soal yang sulit dan mudah bagi siswa dalam mempersiapkan UN khususnya mata belajaran Bahasa Indonesia."
Banten: Kantor Bahasa Provinsi Banten, 2015
BEBASAN 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinandus Rondong
"Pendidikan merupakan titik sentral bagi pembangunan manusia. Berbagai indikator di tingkat internasional menempatkan pendidikan sebagai salah satu kunci utama keberhasilan pembangunan. Sejak tahun 1994, pemerintah Indonesia telah menetapkan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun dengan target partisipasi sekolah untuk SMP/MTs mencapai 90 persen, paling lambat pada tahun 2008. Tahun 2000, pemerintah Indonesia menandatangani MDGs, berkomitmen untuk menyediakan pendidikan dasar untuk semua dengan target menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pada tahun 2005, Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional menargetkan bahwa pada tahun 2009, APM SD/MI mencapai 94% dan 75,5% untuk SMP/MTs.
Pada kenyataannya, pencapaian pembangunan pendidikan di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Kesenjangan antara target partisipasi sekolah yang dibuat pemerintah dan MDGs dengan pencapaian realistiknya masih besar. Selain itu, persoalan kesejangan pencapaian pendidikan juga terjadi antardaerah perdesaan dan perkotaan serta antara penduduk kaya dan penduduk miskin.
Mengacu pada permasalahan kesenjangan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hal-hal apa saja yang membuat partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar SD/MI dan SMP/MTs masih jauh dari target yang dibuat pemerintah dan target MDGs; dan (2) apakah ada perbedaan interaksi antara sekolah dan kawasan (kawasan Indonesia Barat dan Indonesia Timur) dalam pengaruhnya terhadap partisipasi sekolah pendidikan dasar di Indonesia.
Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data sekunder untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut. Data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2002 dan SPSS for Windows Release 11.00. dengan aplikasi analisis regresi metode enter, analisis jalur dan analisis faktorial dengan metode General Linear Model. Dilakukan uji asumsi, seperti uji normalitas sebaran, uji linierit uji heteroskedastisitas dan uji multikolinieritas, terhadap data-data penelitian. Unit analisisnya adalah kabupaten/kota, dengan jumlah sampel sebanyak 320.
Untuk menjawabi pertanyaan pertama, variabel independen yang diuji terkait dengan faktor sosial/keluarga dalam penelitian ini mencakup (1) faktor pendidikan orang dewasa yang diukur melalui melek huruf laki-laki dan perempuan, (2) faktor ekonomi yang diukur melalui persentase pengeluaran untuk pendidikan dan persentase perempuan dewasa bekerja, dan (3) faktor kesehatan anak yang diukur melalui prevalensi balita kurang gizi. Sedangkan variabel yang terkait dengan faktor sekolah yaitu (1) faktor guru yang diukur melalui rasio murid-guru dan (2) jumlah sekolah yang diukur melalui rasio murid-sekolah. Variabel dependennya adalah partisipasi sekolah SD/MI dan SMP/MTs. Sedangkan untuk menjawab pertanyaan kedua, variabel independennya adalah partisipasi sekolah: SD/MI dan SMP/MTs, sedangkan fixed factors adalah kawasan dan sekolah. Kawasan dan sekolah diperlakukan sebagai dumy variable. Dalam penelitian ini, terdapat enam hipotesis penelitian yang diuji.
Penelitian ini berhasil menyimpulkan empat temuan mendasar. Pertama, hasil analisa data menunjukkan bahwa secara umum faktor-faktor yang ada di masyarakat/keluarga merupakan faktor yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar SD/MI dan SMP/MTs. Faktor sekolah hanya berpengaruh terhadap partisipasi sekolah pada pada jenjang SMP/MTs. Secara lebih spesifik, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar SD/MI yaitu (1) faktor pendidikan orang dewasa (melek huruf laki-laki dan perempuan), (2) faktor ekonomi (pengeluaran untuk pendidikan) dan (3) faktor kesehatan anak pada usia 0-5 tahun (balita kurang gizi). Sedangkan partisipasi sekolah pada jenjang SMP/MTs dipengaruhi oleh (1) faktor pendidikan orang dewasa (melek huruf laki-laki), (2) faktor ekonomi (pengeluaran untuk pendidikan), (3) faktor guru (rasio murid terhadap guru) dan (4) faktor jumlah sekolah (rasio murid terhadap sekolah).
Kedua, hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara sekolah (SD/MI dan SMP/MTs) dan kawasan (Indonesia Barat dan Indonesia Timur) dalam pengaruhnya terhadap partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar.
Partisipasi sekolah pendidikan dasar baik untuk SD/MI maupun SMP/MTs, di Indonesia Barat lebih tinggi partisipasi sekolahnya daripada di Indonesia Timur.
Ketiga, kawasan Indonesia Timur menghadapi tantangan yang lebih besar terkait faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi sekolah pendidikan dasar, seperti melek huruf orang dewasa, pengeluaran untuk pendidikan, balita kurang gizi dan rasio murid terhadap sekolah, daripada Indonesia Barat.
Keempat, partisipasi sekolah pendidikan dasar pada jenjang SD/MI sudah mendekati target pemerintah dan MDGs. Akan tetapi, partisipasi sekolah pada jenjang SMP/MTs masih jauh dari target pemerintah dan MDGs.
Rekomendasi untuk meningkatkan partisipasi sekolah pendidikan dasar antara lain (1) perlunya upaya untuk perbaikan tingkat keberaksaraan penduduk dewasa, (2) penanganan gizi buruk balita, (3) memperluas kesempatan kerja dan berusaha bagi perempuan, (4) segera merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dalam APBN/APBD, (5) melakukan amandemen terhadap UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pasal-pasal yang kontradiktif dengan semangat sumber hukum nasional tertinggi yaitu UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 dan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dan (6) perlunya penambahan guru dan sekolah untuk SMP/MTs.

Education constitutes a fundamental and key element for human development. Various development indicators at the international level have put education as one of the main key for achieving a great success of development. Since 1994, the government of Indonesia has proclaimed the nine years compulsory basic education program. This program targeted to achieve 90% of school participation rate for secondary high school (SMP/MTs), at least by the year 2008. In 2000, the government of Indonesia has signed the MDGs agreement, committed to ensure that, by the year 2015, children everywhere, boys and girls alike, will be able to complete a full course of primary schooling. In addition, in 2005, strategic planning of National Department of Education has targeted to achieve 94% as the net school participation rate for elementary school (SD/MI) and 75, 5% as for secondary high school (SMP/MTs), at least by the year 2009.
By seeing in its realization achievement, however, the achievement of education development in Indonesia is still far away from its planned targets. The gab between planned school participation rate target of the government and the MDGs and the real achievement in the field is significantly huge. Moreover, the problem of gab in education achievement is also significantly found between rural and urban areas as well as between the rich and the poor communities throughout Indonesia. With regard to the problem of gab in education achievement and its progress as explained above, this study has two main research questions. It aims to know (1) what factors that influence the school participation rate of basic education: SD/MI and SMP/MTs, that is considered still hard to meet with the planned rate of government and MDGs targets; and (2) is there found a different interaction between schools and regions (West Indonesia and East Indonesia) relating to factors influence on school participation rate of basic education in Indonesia.
Researcher applies a quantitative approach and secondary data analysis to answer these research questions. Researcher uses a computer program of Microsoft Excel 2002 and SPSS for Windows Release 11.00 to analyze the data. It applies enter method-regression analysis, path analysis and general linear model-factorial analysis for statistical analysis.
Assumption examination tests were made prior to statistical variables- analysis, they are such as normality distribution test, linearity test, heteroscedasticity test and multicolinearity test. Unit of analysis was regency/city, with 320 samples.
The independent variables, in which were tested, as to answer the first main research question, were related to social/family factors. It includes (1) adult education factor that was measured by male and female literacy, (2) economic factor that was measured by percentage of family's expenditure for education and percentage of women in labor force, and (3) children's health factor that was measured by prevalence of malnourished children under five. The variables that are related to school factors include (1) teacher factor that was measured by student-teacher ratio and number of school that was measured by student-school ratio. The dependent variables were school participation rate of SD/MI and SMP/MTs. To answer the second main research question, the independent variable was school participation rate of SD/MI and SMP/MTs, whereas the fixed factors were regions (West Indonesia and East Indonesia) and schools (SD/MI and SMP/MTs). Regions and schools alike were treated as dummy variables. There were six hypothesis were tested within this research.
As results, this research has successfully concluded about four main findings. The first finding, the result of data analysis indicated that, in general, the social or family factors constitute determinant factors that have significant influence on school participation rate of basic education, both for SD/MI and SMP/MTs. While, school factor only influences on school participation rate for SMP/MTs. Specifically, factors that influence on school participation rate of basic education for SD/MI include (1) adult education factor (male and female literacy), (2) economic factor (family's expenditure for education) and (3) children's health factor under five (malnourished children under five prevalence). While, the school participation rate of basic education for SMP/MTs was influenced by (1) adult education factor (male literacy), (2) economic factor (family's expenditure for education), (3) teacher factor (student-teacher ratio) and (4) number of school factor (student-school ratio).
The second finding, the result of data analysis shown that there was a real interaction found between schools (SD/MI and SMP/MTs) and regions (West Indonesia and East Indonesia) relating to factors that influence on school participation rate of basic education in Indonesia. The school participation rate of SD/MI and SMP/MTs was where the West Indonesia region was higher than the East Indonesia region.
The third finding discussed that compared to West Indonesia region; the East Indonesia region has been facing a higher challenging relating to determinant factors that influence on school participation rate of basic education, such as, adult literacy rate problem, family's expenditure for education problem, malnourished children under five problem, and student-school ratio problem, than West Indonesia region has.
The fourth finding indicated that the school participation rate of basic education for SD/MI was currently closed to the planned government's and MDGs targets. However, the school participation of basic education for SMP/MTs was considered significantly still far away from the planned governments and MDGs targets.
Several recommendations considered to improve the school participation rate of basic education in Indonesia include: (1) improve literacy program for adult, (2) improve malnourished children under five program, (3) extend working and business opportunity and access for women, (4) increase and immediately realize the education budget of 20% in national and regional budget, (5) amendment of law No. 20/2003 concerning about the national education system, and (6) increase number of teacher and school for SMP/MTs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>