Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2557 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kholid Al-Walid
Jakarta: Sadra, 2012
297.23 KHO p (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Husain Heriyanto
"Problem persepsi merupakan salah satu isu terpelik filsafat yang terus aktual hingga saat ini karena berkaitan dengan masalah-masalah mendasar bagaimana proses berpikir, cara mengenal dan memahami realitas, dan bahkan cara berada. Ia menjadi isu epistemologis sekaligus ontologis. Persoalannya adalah pendekatan yang dipakai selama ini cenderung parsial dan terkotak-kotak mengikuti demarkasi ketat epistemologi dan ontologi padahal problem ini menuntut pemecahan yang terintegrasi dan fokus pada akar masalah.
Persoalan yang timbul tidak hanya bersifat teoritis yang efeknya menjadi kurang tajam dalam pemecahan sebuah akar masalah filosofis tetapi juga berimplikasi pada modus pengenalan realitas yang tidak konstruktif dan kreatif, bahkan destruktif. Salah satu implikasi konkrit adalah munculnya krisis ekologis sebagai efek dari modus persepsi yang timpang yang hanya menekankan dimensi esensial dan kuantitatif alam raya dengan mengabaikan relasi eksistensial yang lebih primer dan asli antara manusia dan alam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengajukan sebuah mazhab filsafat baru dalam memahami realitas termasuk alam semesta, yaitu Realisme Eksistensial Ekologis, dengan berdasarkan teori persepsi Mullā Shadrā. Filsafat Shadrā yang memadukan epistemologi dan ontologi dengan karakter realis, eksistensialis, dan non-antroposentris merupakan kandidat pemikiran yang menjanjikan untuk menyumbang pemecahan masalah mengenai problem persepsi. Melalui sistem onto-epistemologi bahwa pengetahuan adalah modus eksistensi (al-?ilm naẖw min alwujūd), Shadrā berhasil membedah isu-isu mendasar tentang persepsi (al-idrāk) secara menyeluruh, utuh, dan berimbang.
Eksistensialisme Shadrā dapat mengakomodasi relasi alamiah yang berkarakter eksistensial dan sekaligus relasi sekunder yang berkarakter esensial antar maujud, antara subyek persepsi (almudrik) dan obyek persepsi (al-mudrak), termasuk antara manusia dan alam. Persepsi menjadi sebuah perjumpaan (al-liqā) onto-epistemologis dengan segala sesuatu menuju unifikasi melalui proses dua-arah secara simultan, yaitu obyektivasi subyek dan subyektivasi obyek melewati level-level persepsi (indrawi, imajinasi, inteleksi) yang tidak lain adalah fakultasfakultas jiwa sebagai agen tunggal persepsi. Setelah melalui analisis konseptual, sintesis kreatif, dan pendekatan fenomenologi, diperoleh bahwa teori persepsi Shadrā dapat menjadi kerangka onto-epistemologis dalam membangun pandangan Realisme Eksistensial Ekologis.
Potensi ontologis filsafat Shadrā juga teruji ketika dibenturkan dengan model-model pemikiran yang berbeda dan pendekatan filosofis kontemporer. Melalui telaah fenomenologi persepsi, kapasitas sistem onto-epistemologi Shadrā dapat lebih terungkap dalam nomenklatur filsafat modern ketika dibandingkan dengan Husserl, Merleau-Ponty, dan Whitehead. Sebaliknya, juga demikian. Berdasarkan hasil penyelidikan melalui penyejajaran pemikiran Shadrā dengan filsuf-filsuf modern tersebut, peneliti mendapatkan wawasan baru yang lebih kaya dan mendalam ketika membaca fenomenologi Husserl. Dengan kata lain, melalui studi persepsi ini proses perjumpaan antara tradisi filsafat Islam dan filsafat modern telah dimulai untuk saling memperkaya pemahaman dan penghayatan terhadap realitas.

The problem of perception is one of the most complicated philosophical issues existing until today given the fact that it deals with the fundamental questions on a way of thinking, a kind of prehension and understanding reality, and even a way of existence. It is inseparably epistemological and ontological issues. The problem, however, is that the mainstream approach has been taken mainly is a segmented one in a rigid demarcation between epistemology and ontology meanwhile the issue really requires an integrated way of clarification.
As a result, the issue remains unresolved and unclear dealing with efforts of resolving philosphical problem. In addition, this segemented approach has caused the difficulties of grasping reality, and the worse it brought forth destruction in practice such as ecological crisis. What so called ecological crisis is essentially a crisis of mind, crisis of perception. Mainstream way of understanding toward nature is dominated by quidditave, essential dan quantitative approach with abandoning primordial and existential relation between man and nature.
This research is aimed to put forward a new philosophical school of thought in grasping reality, i.e., Ecological Existential Realism, on the basis of Mulla Sadrā‟s theory of perception. Sadrā‟s philosophy integrating ontology and epistemology with realist, existentialist, and nonanthropocentric principles is a promising thought candidate to be engaged in the problem of perception for providing with clarification. By the onto-epistemological system that knowledge is a form of existence (al-?ilm naẖw min al-wujūd), Sadrā is able to delineate the core and fundamental problems of perception in a comprehensive, integrated, and balanced way.
Sadrā‟s existentialism is capable of accommodating both primoradial-existential relation and secondary-essential relation among existents, between subject of perception (al-mudrik) and object of percetion (al-mudrak) including between man and nature. For Sadrā, perception is an onto-epistemological encounter (al-liqā) with things towards an existential unification through simultaneous two-direction process, i.e., objectivation of subjet and subjectivation of object, by means of levels of perception (sensation, imagination, intellection), which are but the faculties of the soul as sole agent of perception. On the basis of conceptual analysis, creative synthesis, and phenomenological approach, this research comes to draw a conclusion that Sadra‟s theory of perception is capable of providing with onto-epistemological framework for arranging the school of thought ?Ecological Existential Realism?.
The ontological potentials of Sadrā‟s philosophy has been examined by encountering it with different types of philosophy and contemporary approaches. By means of studying phenomenology of perception, the capacity of Sadrā‟s onto-epistemology system can be more elaborately accounted for modern philosophy nomenclature once it is compared with Husserl, Merleau-Ponty, and Whitehead. Likewise, in reference to the study and research outcomes on Sadrā‟s thought in comparion with those modern philosophers, the researcher find a new and richer insight and understanding on Husserl‟s phenomenology. In other words, by means of this research, the encountering process between Islamic philosophy tradition and modern philosophy has began to enrich and deepen our grasping and understanding reality.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
D1442
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam struktur pemikiran Mulla Sadra pembahasan filsafat akhlak, akhlak, sifat-sifat akhlak dan hal yang berkaitan dengannya, yaitu jiwa (nafs) dan ruh, bukan pembahasan yang ringkas. Segala bentuk tindakan dan sifat malakah yang terpatri dalam jiwa manusia akan menyertainya di alam akhirat kelak. Oleh karena itu sebagian dari persoalan-persoalan jiwa merupakan postulat ilmu akhlak. Namun meskipun terdapat perbedaan dalam aliran-aliran pemikiran filsafat akhlak, dapat dikatakan hampir semua filsuf Islam sepakat bahwa akhlak berkaitan dengan kesempurnaan jiwa. Dan fondasi persoalan-persoalan akhlak bersandar pada prinsip kesempurnaan jiwa dan pengaruh dari perbuatan akhlak. Tanpa hal itu, penjelasan rasional dan filosofis atas kebaikan dan keburukan akhlak tidak akan sempurna. Bagaimanapun juga, dalam memahami bagaimana proses kesempurnaan jiwa melalui perbuatan-perbuatan akhlak, perlu untuk memahami kesempurnaan jiwa dan menjadikannya sebagai tujuan bagi diri manusia."
297 KANZ 4:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amien Rais
Jakarta: Paragon, 1998
324.5 AMI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Maxwell, John C.
Jakarta: Harvest Publication House, 1997
158.1 MAX st
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Freddy
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
297.55 RAN p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mandela, Nelson, 1918-2013
Jakarta: Binarupa Aksara, 1995
923.268 MAN lt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Purbasari
"Skripsi ini membahas secara terpadu suatu proses perjalanan Australia menuju kepada sebuah pengakuan bahwa masyarakatnya terdiri dari beraneka ragam budaya, etnik, agama, dan bahasa, yakni masyarakat yang multikultural. Proses perjalanan yang diambil tersebut terjadi pada periode tahun 1945 sampai dengan tahun 1975. Diketahui bahwa Australia merupakan sebuah negara yang masyarakatnya terbentuk dari program imigrasi. Kedatangan para imigran ke Australia telah membawa banyak perubahan dan perkembangan kepada negara yang letaknya di bagian selatan tersebut. Mereka datang dengan membawa adat dan budaya yang berbeda. Begitupun dengan keberadaan orang Aborijin sebagai kelompok pertama yang hadir di Australia hingga menjadi penduduk asli yang telah mewarnal tradisi dan budaya negara tersebut. Semula keberadaan kelompok-kelompok tersebut menjadi suatu persoanan dan dilema. Australia yang didominasi oleh orang-orang keturunan Inggris itu membatasi dan mengekang keberadaan orang-orang yang berbeda dari mereka -baik itu secara fisik, ras, dan budaya- melalui undang-_undang pembatasan sampai dengan kebijakan pemerintah yang diberlakukan. Pembatasan terutama didasarkan atas ras, hingga kebijakan ini dikenal dengan nama Kebijakan Australia Putih ( White Australia Policy) yang ditetapkan pada tahun 1901. Suatu kebijakan yang disahkan bersamaan dengan Iahimya Australia menjadi suatu negara federasi. Proses perjalanan Australia menuju kepada sebuah pengakuan bahwa masyarakatnya multikultural bila dilihat dari kebijakan pemerintah yang diberlakukan telah menjalani 3 tahap; yakni penerapan kebijakan asimilasi, integrasi, dan diperkenalkannya kebijakan multikulturalisme oleh Perdana Menteri Whitlam. Penerapan kebijakan asimilasi ini dimulai ketika berakhirnya Perang Dunia II (1945) sampai dengan tahun 1964. Sedangkan penerapan kebijakan integrasi sebagai fase kedua dilaksanakan pada tahun 1964 sampai dengan tahun 1972. Baru kemudian Perdana Menteri Whitlam dengan inovasi-inovasi dalam kebijakannya memperkenalkan kebijakan multikulturalisme kepada masyarakat Australia dan dunia pada masa pemerintahannya (1972 - 1975). Suatu kebijakan yang diharapkan sebagai hal yang lebih relevan dengan keadaan saat itu bila dibandingkan dengan Kebijakan Australia Putih yang rasialis. Kebijakan multikulturalisme yang diperkenalkan oleh Perdana Menteri Whitlam telah membawa pembaharuan pada segala aspek kehidupan di Australia. Setiap orang dapat datang ke Australia dengan membawa kebudayaannya masing-_masing, tetapi sebagai suatu bangsa Australia, mereka harus mengakul dan mempunyai rasa kebangsaan sebagai bagian dari masyarakat Australia yang majemuk. Kebijakan multikulturalisme diharapkan dapat berhasil menyatukan Australia yang hingga kini masih berlangsung."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S12756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidartawan Soegondo
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
616.1 SID p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>