Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71318 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paulina Toding
"Malnutrisi sering pada karsinoma hepatoselular (KHS), diakibatkan oleh anoreksia, penurunan asupan serta keadaan katabolik. Serial kasus bertujuan memberikan terapi gizi guna proses penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup. Empat orang pasien berusia 42–67 tahun, dengan KHS, penurunan berat badan 14,3–29,6% selama dua bulan hingga satu tahun. Tiga orang pro reseksi dan satu orang mendapat terapi paliatif dengan kanker kaheksia. Pemberian nutrisi disesuaikan keadaan klinis. Kebutuhan kalori berdasarkan Harris-Benedict. Sebelum pembedahan kebutuhan kalori total tercapai Setelah pembedahan, toleransi asupan baik, nutrisi ditingkatkan bertahap. Saat pulang keadaan umum stabil, kapasitas fungsional membaik, luka operasi baik.

Malnutrition is common in hepatocellular carcinoma (HCC), caused by anorexia, decreased intake and catabolic state. The aim of this case series provide nutrition therapy to support the healing process and to improve quality of life. Patients were four people, age between 42–67 years, with HCC, weight loss 14,3–29,6 % for two months to one year. Three people with pro resection and one person had palliative therapy and cachexia cancer. Nutrition was given according to clinical state. Calorie requirement was based on Harris-Benedict. Total calorie needs was achieved prior to surgery, and good tolerance intake after surgery, nutrition enhanced gradually. Patients discharge from hospital with stable general condition, improved functional capacity, and good surgical wound healing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni`Ma Nuraini Kusuma Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alat skrining malnutrisi yang sesuai untuk pasien kanker dewasa rawat inap pra bedah sehingga malnutrisi cepat dikenali dan dapat diberikan dukungan nutrisi secara dini. Penelitian ini merupakan uji diagnostik alat skrining Malnutrition Screening Tool (MST) dan Royal Marsden Nutrition Screening Tool (RMNST) dengan Subjective Global Assessment (SGA) sebagai pembanding terhadap 58 pasien kanker rawat inap pra bedah yang masuk rumah sakit kurang dari 24 jam. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif (NDP), nilai duga negatif (NDN), dan area under the curve (AUC) dihitung untuk mengetahui metode yang paling baik diantara dua alat skrining dibanding standar baku. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malnutrisi berdasarkan SGA sebesar 34,6%. Sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, dan AUC MST berturut-turut adalah 88.9%, 97%, 94,12%, 94,28%, dan 93% sedangkan sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, dan AUC RMNST masing-masing adalah 94.4%, 82.35%, 73,9%, 96,55%, and 88%. Hal ini menunjukkan bahwa RMNST lebih baik dibanding MST dalam menapis malnutrisi pada pasien kanker rawat inap pra bedah.

This study aimed to determine malnutrition screening tool which appropriate for adult hospitalized pre-surgical cancer patients, therefore, malnutrition could be recognized quickly and nutritional intervention could be provided at an early stage. This study was a diagnostic test of Malnutrition Screening Tool (MST) and the Royal Marsden Nutrition Screening Tool (RMNST) compared to Subjective Global Assessment (SGA) on 58 cancer pre-surgical inpatients who were admitted to the hospital less than 24 hours. Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), and area under the curve (AUC) were calculated to evaluate the perfomance of tools compared the standard. The result showed that the prevalence of malnutrition by SGA was 34.6%, the sensitivity, specificity, PPV, NPV, and AUC of MST were 88.9%, 97%, 94,12%, 94,28%, and 93% respectively while the sensitivity, specificity, PPV, NPPV, and AUC of RMNST were 94.4%, 82.35%, 73,9%, 96,55%, and 88% respectively. This indicated that RMNST better than MST in screening malnutrition in the cancer pre-surgical inpatients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rabbinu Rangga Pribadi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Malnutrisi berdampak besar pada pasien kanker sehingga harus
dievaluasi dengan Patient-Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA),
namun memakan waktu dan membutuhkan tenaga kesehatan terlatih. Pengukuran
kekuatan genggam tangan (KGT) memiliki keuntungan lebih singkat dan mudah
dibandingkan PG-SGA, tetapi belum ada data titik potong dan akurasi diagnostik
KGT pada pasien kanker di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan titik potong dan akurasi diagnostik KGT sebagai penapis
malnutrisi pasien kanker rawat jalan di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan pada pasien 18-59 tahun di
poliklinik onkologi RSCM selama 4 Mei-1 Oktober 2015. Titik potong KGT
dianalisis menggunakan kurva ROC. Akurasi diagnostik KGT dinilai dengan
menghitung sensitivitas, spesifisitas, NDP, NDN, RKP, dan RKN.
Hasil: Proporsi pasien dengan status nutrisi baik, malnutrisi sedang, dan
malnutrisi berat adalah17,4%, 64,2%, dan 18,4%. Titik potong optimal KGT
pasien kanker lelaki dan perempuan berturut-turut adalah ≤ 36,5 dan ≤ 21,5 kgf
dengan sensitivitas 92,2% dan 73,9%, spesifisitas 54,6% dan 60,9%, NDP 92,2%
dan 88,3%, NDN 54,6% dan 36,8%, RKP 2 dan 1,9, serta RKN 0,1 dan 0,4.
Simpulan: Titik potong optimal KGT pasien kanker lelaki dan perempuan
berturut-turut adalah ≤ 36,5 dan ≤ 21,5 kgf. Akurasi diagnostik KGT pasien
kanker lelaki dan perempuan sebagai penapis malnutrisi berturut-turut dinilai baik dan sedang.ABSTRACT
Background: Malnutrition has a huge impact on cancer patients and therefore it
has to be evaluated using PG-SGA, but there are limitations such as the timeconsuming
nature and the need of trained health personnels. Measurement of
HGS is faster and easier, but there is no sufficient information regarding its cutoff
point
and diagnostic
accuracy
for cancer
patients
in Indonesia.
Aim:
defining cut-off point and diagnostic accuracy of HGS as a malnutrition
screening modality for outpatient cancer population at RSCM.
Method: A cross-sectional study was conducted at RSCM oncology outpatient
clinic from May 4
th
-October 1
st
, 2015. Subjects were 18-59 years old. Cut-off
point and diagnostic accuracy of HGS were analyzed to generate sensitivity,
specificity, PPV, NPV, LR+, and LR- .
Result: The proportion of well nourished, moderately malnourished, and severely
malnourished subjects were 17.4%, 64.2%, and 18.4%, respectively. The optimal
HGS cut-off point in male and female cancer patients were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf
respectively with sensitivity 92.2% and 73.9%, specificity 54.6% and 60.9%,, PPV
92.2% and 88.3%, NPV 54.6% and 36.8%, LR+ 2 and 1.9, and LR- 0.1 and 0.4.
Conclusion: The optimal HGS cut-off point in male and female cancer patients
were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf, respectively. Diagnostic accuracy of HGS as a
malnutrition screening modality in male and female cancer patients were good and moderately good.
;Background: Malnutrition has a huge impact on cancer patients and therefore it
has to be evaluated using PG-SGA, but there are limitations such as the timeconsuming
nature and the need of trained health personnels. Measurement of
HGS is faster and easier, but there is no sufficient information regarding its cutoff
point
and diagnostic
accuracy
for cancer
patients
in Indonesia.
Aim:
defining cut-off point and diagnostic accuracy of HGS as a malnutrition
screening modality for outpatient cancer population at RSCM.
Method: A cross-sectional study was conducted at RSCM oncology outpatient
clinic from May 4
th
-October 1
st
, 2015. Subjects were 18-59 years old. Cut-off
point and diagnostic accuracy of HGS were analyzed to generate sensitivity,
specificity, PPV, NPV, LR+, and LR- .
Result: The proportion of well nourished, moderately malnourished, and severely
malnourished subjects were 17.4%, 64.2%, and 18.4%, respectively. The optimal
HGS cut-off point in male and female cancer patients were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf
respectively with sensitivity 92.2% and 73.9%, specificity 54.6% and 60.9%,, PPV
92.2% and 88.3%, NPV 54.6% and 36.8%, LR+ 2 and 1.9, and LR- 0.1 and 0.4.
Conclusion: The optimal HGS cut-off point in male and female cancer patients
were ≤ 36.5 and ≤ 21.5 kgf, respectively. Diagnostic accuracy of HGS as a
malnutrition screening modality in male and female cancer patients were good and moderately good.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
"Latar belakang: Karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang dapat menyebabkan malnutrisi. Radioterapi dan kemoterapi merupakan bagian dari terapi yang dapat menimbulkan berbagai efek samping yang dapat mempengaruhi status gizi. Tujuan dari tata laksana nutrisi adalah meminimalkan penurunan massa tubuh, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Tata laksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrient spesifik, konseling dan edukasi.
Metode: Pasien serial kasus ini berjumlah empat orang dan berusia antara 38?69 tahun. Keempat pasien menjalankan terapi kemoradiasi. Hasil skrining pasien menggunakan malnutrition screening tools (MST) adalah SOH2. Kebutuhan energi total pasien dihitung menggunakan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stress sebesar 1,5. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, massa lemak, massa otot, kapasitas fungsional, pemeriksaan kekuatan genggam tangan, analisis asupan, dan laboratorium. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara teratur untuk memantau pencapaian target nutrisi.
Hasil: Dukungan nutrisi pada keempat pasien dapat meningkatkan asupan, meminimalkan penurunan massa tubuh dan kapasitas fungsional pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien KNF yang menjalankan terapi kemoradiasi dapat meminimalkan penurunan status gizi dan kapasitas fungsional pasien. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kwan Francesca Gunawan
"Malnutrisi sering dialami oleh pasien kanker dan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Oleh karena itu, identifikasi awal pasien yang berisiko malnutrisi harus dilakukan pada semua pasien kanker, namun hingga saat ini, belum ada baku emas alat skrining yang digunakan di bagian rawat jalan radioterapi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan untuk membandingkan skrining malnutrisi Malnutrition Screening Tool (MST) dan Abridged Patient-Generated Subjective Global Assessment (abPG-SGA) pada 144 pasien kanker yang akan menjalankan radioterapi di RSUPNCM, dengan Patient- Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA) sebagai baku emas. Didapati sebanyak 41% pasien berisiko malnutrisi (PG-SGA). Skrining MST dinilai mudah dan cepat dengan rerata waktu pengerjaan 21 detik, dan memiliki nilai sensitivitas 84,75%, spesifisitas 77,65%, nilai prediksi positif (NPP) 0,73, nilai prediksi negatif (NPN) 0,88, dan nilai area under the ROC curve (AUC) 0,812. Skrining abPG-SGA memiliki sensitivitas 98,31%, spesifisitas 92,94%, NPP 0,91, NPN 0,99, AUC 0,956, dan rerata waktu pengerjaan 2 menit 24 detik. Kesimpulan yang dapat diambil adalah abPG-SGA merupakan alat skrining yang lebih baik dan akurat untuk digunakan di bagian rawat jalan radioterapi.

Malnutrition is common among cancer patients and can lead to decreased quality of life. Therefore, early identification of patients at risk of malnutrition should be performed in all cancer patients, but until now, there is no gold standard of nutrition screening tool that should be used in outpatient radiotherapy setting. This study was a cross-sectional study conducted to compare Malnutrition Screening Tool (MST) and Abridged Patient-Generated Subjective Global Assessment (abPG-SGA) as nutrition screening tools in 144 radiotherapy outpatients against Patient-Generated Subjective Global Assessment (PG-SGA) as the gold standard. Forty-one percent of patients were at risk of malnutrition (PG- SGA). The MST was a simple and quick tool with an average of 21 seconds. It had 84.75% sensitivity, 77.65% specificity, positive predictive value (PPV)=0.73, negative predictive value (NPV)=0.88, and area under the ROC curve (AUC)=0.812. The abPG-SGA yielded 98.31% sensitivity, 92.94% specificity, PPV=0.91, NPV=0.99, AUC=0.956, and it took an average of 2 minutes 24 seconds. In conclusion, the abPG-SGA is a better and more accurate screening tool in outpatient radiotherapy setting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannessa Wulandari
"Pasien rawat inap di rumah sakit dengan keganasan sering terjadi malnutrisi. Deteksi dini malnutrisi mempercepat terapi awal nutrisi sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini merupakan studi uji diagnostik membandingkan MST dan PG-SGA dengan SGA pada pasien kanker ginekologik rawat inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo sebanyak 66 orang pada bulan April 2015. Pengumpulan data menggunakan formulir skrining, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometri. MST memiliki sensitivitas 70%, spesifisitas 88%, PPV 90%, NPV 65%, AUC 0,79. PG-SGA mempunyai sensitivitas 100%, spesifisitas 92%, PPV 95%, NPV 100%, AUC 0,96. Terdapat perbedaan signifikan lama waktu pengerjaan di antara ketiganya, dengan waktu tercepat dimiliki oleh MST. Prevalensi malnutrisi berdasarkan SGA sebesar 60,6%. PG-SGA merupakan alat skrining yang sesuai dalam mendeteksi malnutrisi pasien kanker ginekologik rawat inap.

Malnutrition is a common problem in hospitalized patients with malignancies. Early recognition of malnutrition leads to appropriate nutritional care plans and reduces rate of both morbidity and mortality. This diagnostic test study which comparing between MST and PG-SGA against SGA, was conducted on 66 hospitalized gynecologic cancer patients in April 2015. Data collection was obtained using screening tool forms, physical examination, and anthropometric measurement. According to SGA, 60.6% of patients were malnourished. MST had a sensitivity of 70% and a specificity of 88%. The PPV of MST was 90%, NPV 65%, and AUC value was 0.79. PG-SGA had a sensitivity of 100% and a specificity of 92%. The PPV of PG-SGA was 95%, NPV 100%, and AUC value was 0.96. There were a significant difference in time spent applying questionnaires between these screening tools, and MST had the quickest among three. PG-SGA is suitable screening tool for detecting risk of malnutrition in hospitalized patients with gynecologic cancer."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Anissa
"Pada penderita kanker paru terjadi inflamasi sistemik dan dapat dilihat dengan peningkatan rasio netrofil limfosit di mana pemeriksaan ini lazim dilakukan di Rumah Sakit. Inflamasi sitemik dapat menyebabkan anoreksi sehingga asupan pada penderita kanker paru menurun dan memengaruhi status gizinya. Kejadian malnutrisi yang tinggi pada pasien paru dapat berakibat lamanya rawat inap, turunnya kualitas hidup, dan dapat memengaruhi keberhasilan terapi kanker sehingga terapi nutrisi yang cepat dan tepat sangat perlu dilakukan. Salah satu diagnostik status gizi pada penderita kanker yaitu dengan menggunakan kriteria ASPEN yang terdiri dari penurunan asupan, penurunan berat badan, penurunan massa otot dan massa lemak subkutan, akumulasi cairan general atau lokal, dan kapasitas fungsional. Dikatakan malnutrisi jika terdapat dua dari enam kriteria tersebut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan. Data diambil dari wawancara, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan rekam medis pasien poliklinik onkologi RSUP Persahabatan (n =52). Pada penelitian ini subjek sebagian besar berjenis laki-laki (61,5%), rentang usia terbanyak antara 50-60 tahun (38,5%), memiliki riwayat merokok (55,8%) dengan indeks Brinkman berat (30,8%). Lebih dari 50% subjek dengan asupan energi dan protein dibawah rekomendasi asupan untuk pasien kanker. Sebagian besar subjek penelitian berisiko malnutrisi atau malnutrisi sedang (38,5%) dan sebanyak 67,3% mengalami malnutrisi. Pada penelitian ini subjek dengan nilai rasio netrofil limfosit tinggi sebanyak 38,5% dan rendah sebanyak 61,5%. Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan rasio netrofil limfosit pada penelitian ini (p = 0,35).

Systemic inflammation in patients with lung cancer can be seen by the increase in the neutrophil lymphocyte ratio where these examinations are common in hospitals. Systemic inflammation can cause anorexia, with the result that nutrition intake of lung cancer patients decreases and affects their nutritional status. High incidence of malnutrition in lung cancer patients can result in length of stay, decreased quality of life, and can affect the treatment of cancer therapy, therefore prompt and appropriate nutritional therapy is essential. One of the diagnostics of nutritional status for lung cancer patients is by using the ASPEN criteria which consist of decreased nutritional intake, weight loss, decreased muscle mass and subcutaneous fat mass, general or local fluid accumulation, and functional capacity. Malnutrition can be seen if there are two of the six criteria. This study is a cross-sectional study which aimed to determine the association between nutritional status and the ratio of lymphocyte neutrophils in lung cancer patients at Persahabatan Hospital. Data were taken from interviews, physical examinations, laboratory analysis, and patients medical records in the oncology polyclinic of Persahabatan Hospital (n = 52). The subjects of the study were mostly male (61.5%), the largest age range was between 50-60 years (38.5%), had a history of smoking (55.8%) with a severe Brinkman index (30.8%). More than 50% of the subjects with energy and protein intake were below the recommended intake for cancer patients. Most of the study subjects were at risk of malnutrition or moderate malnutrition (38.5%) and 67.3% of them were experiencing malnutrition. The subjects with the highest neutrophil lymphocyte ratio value were 38.5% and the lowest value were 61.5%. Overall, there was no relationship between nutritional status and the ratio of neutrophil to lymphocytes in this study (p = 0.35)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Meilana
"Pasien kanker serviks berisiko tinggi mengalami malnutrisi. Asupan makanan yang tidak adekuat, peningkatan kebutuhan, penurunan aktivitas fisik dan hiperkatabolisme, mendorong terjadinya malnutrisi. Kondisi ini dapat terjadi selama sakit maupun pada saat pengobatan, yang dapat memengaruhi status gizi pasien. Prevalensi malnutrisi pada pasien kanker serviks sebesar 48−66% dan meningkat hingga 82% setelah mendapat terapi. Pasien kanker serviks, 25% mengalami cachexia dan 33−69% mengalami sarkopenia. Penurunan massa otot yang merupakan penyusun utama massa bebas lemak (MBL), secara negatif memengaruhi efektivitas terapi dan kelangsungan hidup pasien. Bioelectrical impedance analysis (BIA) adalah alat tervalidasi untuk mengukur MBL sebagai bagian dari diagnosis malnutrisi, namun tidak selalu tersedia di fasilitas kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa kekuatan genggam tangan (KGT) dapat dijadikan sebagai prediktor MBL. Pengukuran KGT dengan handheld dynamometers (HHD) yang relatif murah, valid, dan andal, masih jarang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara KGT dan MBL pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi di Poliklinik Radioterapi RSCM. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada subjek usia 18−60 tahun. KGT dinilai menggunakan Jamar digital HHD. MBL dinilai menggunakan BIA single frequency Omron® HBF−375. Terdapat 54 subjek dengan median usia 49 tahun, mayoritas stadium III, tidak terdapat metastasis dan komorbid, dan mendapat radioterapi saja. Mayoritas subjek tergolong BB lebih, dengan rerata asupan energi 20,79 ± 6,70 kkal/kgBB/hari, median asupan protein 0,68 (0,05−1,87) g/kgBB/hari, dan rerata asupan lemak 31,22 ± 8,81% dari energi total. Mayoritas asupan energi, protein dan lemak tergolong kurang dibandingkan dengan rekomendasi ESPEN. Rerata KGT 23,54 ± 5,16 kg dan rerata MBL 36,40 ± 6,03 kg. Dilakukan uji korelasi antara KGT dan MBL. Terdapat korelasi positif yang cukup antara KGT dan MBL pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi (r = 0,346, p = 0,010). KGT berkorelasi positif kuat dengan MBL (r = 0,601, p = 0,001) pada pasien kanker serviks yang hanya menjalani radioterapi (n=28). Pemeriksaan KGT kemungkinan dapat memprediksi MBL, sehingga dapat membantu diagnosis malnutrisi lebih dini dan mencegah luaran buruk pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi, terutama di fasilitas kesehatan yang tidak tersedia BIA. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan formulasi dalam memprediksi MBL dari KGT.

Cervical cancer patients are at high risk for malnutrition. Inadequate food intake, increased energy and protein requirements, decreased physical activity and hypercatabolism in cancer patients lead to malnutrition. This condition can occur during illness or during treatment, which can affect the nutritional status of the patient. The prevalence of malnutrition in cervical cancer patients was 48−66% and increased to 82% in patients receiving therapy. Patients with cervical cancer, 25% were cachectic and 33%–69% were sarcopenic. Loss of muscle mass, which are the main constituents of fat free mass (FFM), negatively impact therapeutic efficacy and survival in cervical cancer patients. Bioelectrical impedance analysis (BIA) is a validated tool for measuring FFM, as part of malnutrition, but it is not always available in health facilities. Research shows that hand grip strength (HGS) can be used as a predictor of FFM. HGS measurement with handheld dynamometers (HHD) which is relatively cheap, valid, and reliable, is still rarely used. This study aims to examine the relationship between HGS and FFM in cervical cancer patients undergoing radiotherapy at the Radiotherapy Outpatients Clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. The study used a cross-sectional design on subjects aged 18−60 years. HGS was assessed using a Jamar digital hand dynamometer. FFM was assessed using the BIA single frequency Omron® HBF−375. A total of 54 study subjects with a median age of 49 years, the majority were in stage III, had no metastases, received radiation therapy only, and had no comorbidities. Most of the subjects were classified as overweight and obes, with a mean of energy intake 20.79 ± 6.70 kcal/kgBW/day, a median of protein intake 0.68 (0.05−1.87) g/kgBW/day, and an average of fat intake 31.22 ± 8.81% of the total energy. The majority of the energy, protein and fat intakes were less than the ESPEN recommendations. The mean HGS in the subjects was 23.54 ± 5.16 kg and the mean FFM was 36.40 ± 6.03 kg. Correlation test was conducted between HGS and FFM. There was a moderately positive correlation between HGS and KGT in cervical cancer patients undergoing radiotherapy (r = 0.346, p = 0.010). HGS was strongly positive correlation with FFM (r = 0.601, p = 0.001) in cervical cancer patients undergoing radiotherapy only (n=28). HGS maybe able to predict FFM for early diagnose of malnutrition and prevent poor outcomes in cervical cancer patients undergoing radiotherapy, especially in health facilities where BIA isn’t available. Further research is needed to get a formulation in predicting FFM from HGS."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deby
"Karsinoma hepatoselular memiliki prognosis yang buruk akibat keterbatasan terapi seperti terlambat diagnosis, kurangnya biomarker spesifik, dan ketidakpekaan terhadap agen tumor ini. Imunoterapi berbasis sel NK autologus dengan stimulasi eksosom menjadi modalitas pengembangan imunoterapi berbasis sel NK untuk pasien karsinoma hepatoseluler. Sel NK pasien karsinoma hepatoseluler diisolasi dari darah vena perifer dan eksosom diisolasi dari serum darah donor sehat. Karakterisasi eksosom dengan particle size analyzer dan flow cytometry. Stimulasi eksosom ke sel NK selama 24 jam kemudian evaluasi ekspresi reseptor NKp44, NKp46, NKp30, NKG2D, KIR2D, dan NKG2A serta ekspresi perforin dan granzyme B. Visualisasi interaksi sel NK dengan fraksi sel mononuklear lainnya (CD4, CD8, CD11c, dan CD19) dengan imunofluorens. Ukuran partikel < 100 nm, muatan listrik negatif dan CD63+CD81+ (positif ganda) hasil isolasi eksosom. Terjadi peningkatan ekspresi reseptor NKp44, NKp46, NKp30, NKG2D, penurunan ekspresi NKG2A, serta peningkatan ekspresi perforin dan granzyme B pada sel NK terinduksi eksosom. Tidak ada interaksi sel berupa sinapsis imun antara sel NK terstimulasi eksosom dengan fraksi sel mononuklear lain pasien karsinoma hepatoseluler. Stimulasi eksosom ke sel NK pasien karsinoma hepatoseluler memulihkan kemampuan sitotoksik sel NK.

Hepatocellular carcinoma has a poor prognosis due to limitations of therapy such as late diagnosis, lack of specific biomarkers, and insensitivity to this tumor agent. Autologous NK cell-based immunotherapy with exosome stimulation is a modality for developing NK cell-based immunotherapy for hepatocellular carcinoma patients. NK cells from hepatocellular carcinoma patients were isolated from peripheral venous blood, and exosomes were isolated from the blood serum of healthy donors. Exosome characterization with a particle size analyzer and flow cytometry. Stimulation of exosomes on NK cells for 24 hours, then evaluation of expression of NKp44, NKp46, NKp30, NKG2D, KIR2D, and NKG2A receptors, as well as perforin and granzyme B expression. Visualization of interactions of NK cells with other mononuclear cell fractions (CD4, CD8, CD11c, and CD19) by immunofluorescence. Particle size < 100 nm, negative electric charge, and CD63+CD81+ (double positive) exosome isolated results. There was increased expression of receptors NKp44, NKp46, NKp30, NKG2D, decreased expression of NKG2A, and increased expression of perforin and granzyme B in exosome-induced NK cells. There was no cell interaction in the form of immune synapses between exosome-stimulated NK cells and other mononuclear cell fractions in hepatocellular carcinoma patients. Stimulation of exosomes into NK cells of hepatocellular carcinoma patients restores the cytotoxic ability of NK cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Sarah Mutiara
"Latar Belakang: Stroke merupakan penyakit neurologi yang sering dijumpai dengan disabilitas dan mortalitas yang tinggi. Defisiensi vitamin D sering dijumpai pada pasien stroke dan berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke serta luaran klinis yang buruk. Terapi medik gizi termasuk pemberian vitamin D diperlukan untuk membantu proses penyembuhan dan memberikan luaran klinis yang baik pada pasien stroke iskemik.
Kasus: Serial kasus ini membahas empat pasien stroke iskemik yaitu dua pasien laki-laki dan dua pasien perempuan dengan usia 46-86 tahun. Tiga pasien didiagnosis sebagai malnutrisi berat secara klinis dan satu pasien dengan berat badan berlebih. Empat pasien tersebut memiliki kadar vitamin D yang rendah yaitu tiga pasien dengan defisiensi vitamin D dan satu pasien dengan insufisiensi vitamin D. Pasien mendapatkan tatalaksana nutrisi selama perawatan di rumah sakit dan rawat jalan.
Hasil: Durasi perawatan rumah sakit pada empat pasien tersebut antara 22-59 hari. Dua pasien stroke iskemik dengan defisiensi vitamin D mengalami kematian saat perawatan di rumah sakit. Dua pasien yang hidup hingga akhir pemantauan mendapatkan suplementasi vitamin D dan didapatkan perbaikan kadar vitamin D. Pasien tersebut menunjukkan perbaikan klinis berupa perbaikan status gizi dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Tatalaksana medik gizi yang adekuat dan suplementasi vitamin D dapat memperbaiki luaran klinis pasien stroke iskemik.

Background: Stroke is a neurological disease with high disability and mortality. Vitamin D deficiency is common in stroke patients and is associated with increased risk of stroke and poor clinical outcome. Nutritional medical therapy is needed to help the healing process and provide a good clinical outcome in ischemic stroke patients.
Methods: This case series discusses four ischemic stroke patients, consist of two male patients and two female patients with aged 46-86 years. Three patients were diagnosed as clinically severe malnutrition and one patient was overweight. Four patients had low vitamin D levels, consist of three patients with vitamin D deficiency and one patient with vitamin D insufficiency. The patients received nutritional management during hospitalization and outpatient treatment.
Results: The length of stay of these four patients was 22-59 days. Two ischemic stroke patients with vitamin D deficiency were died during hospitalization. Two patients who lived until the end of monitoring received vitamin D supplementation and had improvement in vitamin D levels. These patients showed clinical improvement in nutritional status and functional capacity.
Conclusions: Adequate nutritional medical management and vitamin D supplementation can improve the clinical outcome of ischemic stroke patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>