Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169906 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Sari Mujahid
"Kejadian mual dan muntah pada prosedur anestesia spinal untuk sectio caesaria berkisar dari 28%-63% dan tetap tinggi meskipun telah diperkenalkan obat antiemetik baru. Penatalaksanaan untuk mual muntah saat ini meliputi terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi nonfarmakologis yang dimaksud salah satunya adalah akupunktur. Akupunktur diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan terapi ataupun terapi penunjang untuk tatalaksana mual muntah intra dan pascaoperasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek elektroakupunktur (EA), akupresur dan ondansetron dalam menurunkan insiden mual muntah intra dan pascaoperasi. Desain penelitian yang digunakan adalah uji klinis acak terkontrol. Penelitian ini melibatkan 36 pasien yang dilakukan sectio caesaria dengan anestesi spinal.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya penurunan insiden mual yang bermakna pada kelompok perlakuan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,02). Insiden muntah pada kelompok perlakuan juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun penurunan ini tidak bermakna (p=0,089). Kesimpulan penelitian ini bahwa EA, akupresur dan ondansetron mempunyai efek menurunkan insiden mual secara signifikan bila dibandingkan dengan pemberian ondansetron saja, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada insiden muntah.

Incidence of nausea and vomit in spinal anesthesia procedures for sectio caesaria ranging from 28% -63% and remain high even though it has introduced a new antiemetic drug. Treatment for nausea and vomit currently include pharmacological and non-pharmacological therapies. One of nonpharmacologic therapy is acupuncture. Acupuncture is expected to be one of therapeutic option or adjunctive therapy for the treatment intra and postoperative nausea and vomit.
This study aimed to determine the effect of electroacupuncture (EA), acupressure and ondansetron in reducing the incidence of intra and postoperative nausea and vomit. Design of this study is a randomized controlled clinical trial. This study included 36 patients who performed under spinal anesthesia sectio Caesarea.
The results showed a significant decrease in the incidence of nausea in the treatment group when compared with the control group (p = 0.02). The incidence of vomiting in the treatment group also decreased when compared with the control group, but this decrease was not significant (p = 0.089). The conclusion of this study that EA, acupressure and ondansetron were significantly reduced the incidence of nausea when compared with administration of ondansetron alone, but there was no significant difference in the incidence of vomiting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Gunawan
"Pendahuluan : Berdasarkan data 80% pasien kanker akan mengalami mual dan muntah akibat kemoterapi (CINV), dan berpotensi berefek buruk pada sekitar 40% diantaranya. Efek samping kemoterapi bervariasi dari ringan sampai berat tergantung dari faktor kemoterapi salah satu diantaranya adalah regimen kemoterapi. Akupunktur telah terbukti sebagai pengobatan non farmakologis yang potensial pada kasus-kasus onkologi, dan terbukti efektif pada kondisi CINV. Salah satu modalitas yang berpotensi kuat memiliki tingkat efektivitas yang baik dan terukur adalah elektroakupunktur. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas elektroakupunktur dalam mengurangi gajala CINV yang dinilai berdasarkan skor Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) pada pasien kanker dewasa yang menjalani kemoterapi
Metode : Desain studi ini adalah uji klinisi acak terkontrol tunggal dengan kontrol sham(plasebo). Penelitian ini diikuti oleh 62 pasien dewasa yang menjalani kemoterapi. Subjek penelitian ini dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=31) dan kontrol (n=31). Pada kelompok perlakuan dilakukan perangsangan elektroakupunktur frekuensi 2 Hz, gelombang kontinyu selama 30 menit di titik LI4, PC6, dan ST36 selama 4 kali, sementara pada kelompok kontrol mendapatkan elektroakupunktur sham tanapa diikuti perangsangan apapun. Selama penelitian seluruh subjek tetap mendapatkan antiemetik standar. Evaluasi mual dan muntah dilakukan setiap hari hingga 6 hari pasca kemoterapi dengan menggunakan kuesioner Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching.
Hasil : Terjadi penurunan skor RINVR yang signifikan pada CINV akut (p = 0,002) maupun delayed (p = 0,039) pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Skor RINVR pada 1 hari pemberian kemoterapi, 3 hari, dan 6 hari pasca kemoterapi pada kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, dan perbedaan kedua kelompok berbeda bermakna (p = 0,002, p = 0,049, p = 0,039). Tidak ditemukan efek samping selama penelitian.
Kesimpulan : Elektroakupunktur mampu menurunkan skor RINVR pada pasien dewasa yang menjalani kemoterapi terutama untuk yang mendapat regimen emetogenik tinggi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek pada yang mendapat regimen emetogenik sedang.

Background : Based on data 80% of cancer patients will experience nausea and vomiting due to chemotherapy (CINV), and it has the potential to get worse in about 40% of them. The side effects of chemotherapy vary from mild to severe depending on chemotherapy factors. One of the main factors is the chemotherapy regimen. Acupuncture has been proven as a potential non-pharmacological treatment in oncology cases, and has been shown to be effective in CINV conditions. One of the modalities that has a strong potential to have a good and measurable level of effectiveness is electroacupuncture. The aim of this study was to assess the effectiveness of electroacupuncture in reducing CINV symptoms as assessed by the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching (RINVR) score in adult cancer patients undergoing chemotherapy.
Method : The study design was a single randomized controlled clinical trial with sham (placebo) control. This study was followed by 62 adult patients undergoing chemotherapy. The subjects of this study were randomly allocated into the treatment (n=31) and control (n=31) groups. In the treatment group, electroacupuncture was stimulated with a frequency of 2 Hz, continuous waves for 30 minutes at points LI4, PC6, and ST36 for 4 times, while the control group received sham electroacupuncture without any stimulation. During the study all subjects continued to receive standard antiemetics. Evaluation of nausea and vomiting was carried out every day for up to 6 days after chemotherapy using the Rhodes Index of Nausea, Vomiting, and Retching questionnaire.
Result : There was a significant decrease in RINVR scores in both acute (p = 0.002) and delayed (p = 0.039) post-chemotherapy CINV in the treatment group compared to the control group. RINVR scores on 1 day of chemotherapy, 3 days, and 6 days after chemotherapy in the treatment group were lower than the control group, and the difference between the two groups was significantly different (p = 0.002, p = 0.049, p = 0.039). No side effects were found during the study.
Conclusion : Electroacupuncture has been shown to be effective in reducing RINVR scores in adult patients undergoing chemotherapy, especially for those receiving a high emetogenic regimen, further research is needed to determine the effect on those receiving a moderate emetogenic regimen.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Surya Supriyana
"Gagal jantung adalah sindrom progresif yang menyebabkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien. Insidensi dan prevalensi gagal jantung terus meningkat. Saat ini, banyak bukti menunjukkan bahwa gagal jantung kronis dikarakteristikkan oleh aktivitas kompensasi neurohormonal yang berlebihan, termasuk overaktivitas simpatis yang kemudian menjadi landasan terapi. Diperlukan penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet, serta intervensi farmakologi. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa akupunktur memiliki efek terapeutik dan modulatoris pada kondisi yang menjadi faktor risiko gagal jantung. Salah satu modalitas akupunktur adalah elektroakupunktur yang dapat menurunkan aktivitas simpatis dan menghambat respon reflek simpatoeksistoris kardiovaskuler. Penelitian ini merupakan uji klinis double blind randomized controlled trial (RCT), yang melibatkan 42 orang pasien gagal jantung dengan kriteria NYHA II-III, EF <40% terbagi dalam kelompok medikamentosa dan elektroakupunktur, medikamentosa dan elektroakupunktur sham, dan medikamentosa tanpa elektroakupunktur. Terapi dilakukan sebanyak 16 sesi selama 8 minggu. Pengukuran dilakukan pada awal terapi, pertengahan terapi, dan akhir terapi. Hasil menunjukkan pemberian elektroakupunktur pada terapi utama medikamentosa pada pasien gagal jantung mampu meningkatkan fraksi ejeksi, mean arterial pressure, dan menurunkan LVEDP lebih cepat, mempertahankan stabilitas dari heart rate variability, serta meningkatkan kualitas hidup yang diukur menggunakan uji jalan 6 menit secara signifikan.

Heart failure is a progressive syndrome that causes poor quality of life for patients. The incidence and prevalence of heart failure continues to increase. At present, much evidence shows that chronic heart failure is characterized by excessive neurohormonal compensatory activity, including sympathetic overactivity which later became the basis of therapy. Holistic and comprehensive management is needed including lifestyle modification, diet, and pharmacological interventions. Some clinical studies show that acupuncture has a therapeutic and modulator effect on conditions that are risk factors for heart failure. This study is a double blind clinical trial randomized controlled trial (RCT), involving 42 people with heart failure patients with NYHA II-III criteria, EF <40% divided into medical and electroacupuncture, medical and electroacupuncture sham, and medical without electroacupuncture groups. Therapy was done 16 sessions for 8 weeks. Measurements of the variables were carried out at the beginning of therapy, mid-therapy, and end of therapy. The results of showed that electroacupuncture in the top of guidlines medical therapy in heart failure patients were able to increase ejection fraction, mean arterial pressure, and to decrease LVEDP faster, maintain stability of heart rate variability, and improve quality of life measured using the 6 minute road test significantly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanggoro Laka Bunawan
"Pendahuluan: Tukak lambung merupakan salah satu penyakit tersering pada saluran pencernaan yang mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi. Penanganan tukak lambung seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal. Terapi farmakologi memiliki banyak efek samping. Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang baik dalam terapi dan sebagai protektif terhadap tukak lambung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efek protektif elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang terhadap indeks ulkus lambung dan kadar serum Malondialdehyde (MDA) pada tukak lambung.
Metode: Penelitian dilakukan pada bulan November - Desember 2021 di Puslitbangkes Biomedik, Kementerian kesehatan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat. Desain penelitian adalah studi eksperimental dengan Randomized posttest design. 30 hewan coba tikus dibagi menjadi 5 kelompok: kelompok normal, kontrol tukak lambung (TL), omeprazole (OME), elektroakupunktur (EA) dan akupunktur tanam benang (ATB). Kelompok OME diberikan omeprazole oral 20 mg/kg dan EA pada ST36 Zusanli dan CV12 Zhongwan dengan frekuensi 2 Hz, intervensi pada OME dan EA dilakukan setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Kelompok ATB 1 kali intervensi di hari pertama. Skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA diukur setelah induksi tukak lambung dilakukan pasca 12 hari perlakuan. Semua hasil data diolah menggunakan SPSS versi 20.
Hasil: Skor indeks ulkus tidak berbeda bermakna antara kelompok EA dengan ATB (uji Mann Whitney, p = 0,523), namun skor indeks ulkus kelompok EA dan ATB lebih rendah bermakna dibandingkan kelompok TL (uji Mann Whitney, p < 0,05). Kadar serum MDA lebih rendah bermakna pada kelompok EA versus TL (uji post-hoc, p < 0,001) dan pada kelompok ATB versus TL (uji post-hoc, p < 0,05). Kelompok EA versus ATB, kadar MDA tidak berbeda bermakna (uji post-hoc, p = 1,000).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang memiliki efek protektif terhadap tukak lambung yang sama baiknya terhadap skor indeks ulkus lambung dan kadar serum MDA. Akan tetapi akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu [sw1] dibandingkan dengan elektroakupunktur.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Airin Kristiani
"ABSTRAK
Obesitas adalah akumulasi lemak yang berlebih yang dapat mengganggu kesehatan sebagai akibat ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi. Obesitas merupakan penyakit kronis yang dapat menjadi faktor risiko penyakit metabolik kronis yang dapat menyebabkan kematian. Lingkar pinggang merupakan cara yang sederhana untuk menilai distribusi lemak tubuh dalam memprediksi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh obesitas. Adiponektin merupakan hormon protein yang disekresi oleh sel adiposit yang mempunyai efek anti diabetes, anti inflamasi, anti aterogenik, dan efek kardioprotektif. Untuk mendapatkan hasil optimal diperlukan tatalaksana interdisiplin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa elektroakupunktur dapat meningkatkan kadar adiponektin dan menurunkan lingkar pinggang pada pasien obesitas. Pada penelitian ini dilakukan uji klinis tersamar tunggal terhadap 38 pasien obesitas yang secara acak dibagi kedalam 2 kelompok yaitu Elektroakupunktur dan intervensi diet dan kelompok elektroakupunktur sham dan intervensi diet untuk mengetahui pengaruh elektroakupunktur dan intervensi diet terhadap lingkar pinggang dan kadar adiponektin. Hasil penelitian menunjukkan penurunan lingkar pinggang yang bermakna sesudah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,000 maupun kelompok kontrol p=0,002 . Terdapat perbedaan bermakna terhadap selisih lingkar pinggang awal dan akhir antara kedua kelompok p=0,002 , namun pada pengukuran adiponektin tidak menunjukkan perubahan bermakna sebelum dan setelah perlakuan baik pada kelompok perlakuan p=0,409 maupun pada kelompok kontrol 0,306. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok p=0,638. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa terapi kombinasi elektroakupunktur dan intervensi diet memiliki pengaruh terhadap lingkar pinggang namun tidak berpengaruh terhadap perubahan kadar adiponektin pada pasien obesitas.

ABSTRACT<>br>
Obesity is the accumulation of excess fat that can interfere with health as a result of theimbalance of energy intake and expenditure. Obesity is a chronic disease that can be arisk factor for chronic metabolic disease that can lead to death. Waist circumference isa simple way to assess the distribution of body fat in predicting morbidity and mortalitycaused by obesity. Adiponectin is a protein hormone secreted by adipocyte cells thathave anti diabetic, anti inflammatory, anti atherogenic, and cardioprotective effects. Toobtain optimal results required interdisciplinary management. Several studies haveconcluded that electroacupuncture can increase adiponectin levels and decrease waistcircumference in obese patients. In this study a single blinded clinical trial of 38 obesepatients was randomly divided into 2 groups electroacupuncture and dietaryinterventions and electroacupuncture sham groups and dietary interventions todetermine the effectiveness of electroacupuncture and dietary intervention of waistcircumference and adiponectin levels. The results showed a significant decrease inwaist circumference after treatment in both treatment groups p 0,000 and controlgroup p 0.002 . There was a significant difference in waist circumference betweenthe two groups p 0.002 , but the measurement of adiponectin showed no significantchange before and after treatment in both treatment groups p 0.409 and in thecontrol group 0.306. There were no significant differences between the two groups p 0.638. In this study it was concluded that combination electroacupuncture anddietary intervention therapy had an effect on waist circumference in obese patients"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candrarukmi Yogandari
"Beberapa studi di bidang akupunktur mengemukakan bahwa akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi untuk mengurangi radikal bebas pada atlet yang menjalani latihan teratur dengan intensitas tinggi dan durasi lama. Latihan dasar kemiliteran merupakan latihan intensif yang dijalani oleh setiap calon prajurit yang memungkinkan terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar malondialdehid pada calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 34 calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur yang masing-masing terdiri dari 17 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok akupunktur manual 0,228 ± 0,441 dan selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok elektroakupunktur 0,409 ± 0,415.

Several studies in the field of acupuncture suggests that acupuncture is a treatment modality for reducing free radicals in athletes who undergo regular training with high intensity and long duration. Military basic training is intensive training undergone by each candidate that would allow soldiers to oxidative stress. The purpose of this study was to compare whether the manual acupuncture and electroacupuncture modalities have the same effect on levels of malondialdehyde in recruits during training military base. The research method uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 34 recruits when basic military training and were divided into 2 groups: manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 17 people. The results showed that the mean difference of plasma MDA concentration on manual acupuncture group 0.228 ± 0,441 and mean difference of plasma MDA concentration in electroacupuncture group 0.409 ± 0.415."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Juanieta
"Obesitas adalah suatu kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Tingkat prevalensi di Indonesia sebesar 44%, sehingga menyebabkan persoalan yang sangat serius karena berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi dan penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian di bidang kedokteran menyatakan bahwa Leptin memiliki peran yang sangat penting pada keadaan obesitas. Akupunktur diharapkan menjadi salah satu terapi yang dapat digunakan karena memiliki respon terapi yang baik, efisien dan relatif aman. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar Leptin pasien obesitas. Penelitian ini menggunakan metode uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 38 pasien obesitas dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur, yang masing-masing terdiri dari 19 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar Leptin plasma pada kelompok akupunkur manual 6029,6 ± 2276,3 (p =0,016) dan selisih rerata kadar Leptin pada kelompok elektroakupunktur 8079,6 ± 1763,7 (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa kedua modalitas mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar leptin pasien obesitas (p>0,05).

Obesity is a condition of abnormal or excess accumulation of fat in adipose tissue. The prevalence rate itself in Indonesia has been gained 44%, resulting in a very complex issue, relating to the prevalence of chronic diseases such as diabetes mellitus, hypertension, cardiovascular disease and many other diseases. Several studies in the field of acupuncture, concludes that Leptin has a very important role in obesity. Acupuncture therapy is expected to be one that can be applied since it has a better response to therapy, efficient and without side effects. This study aims to compare whether the modalities of manual acupuncture and electro-acupuncture have the same effect for Leptin levels on obese patients. This study uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 38 obese patients and were divided into 2 groups, namely the manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 19 people. The results showed that the difference in mean plasma Leptin levels in the group of manual acupuncture is 6029,6±2276,3 (p=0,016) and the difference in mean levels of Leptin in the electro-acupuncture group is 8079,6±1763,7 (p=0,000). It can be conclude that both modalities have the same effect on leptin levels of obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Notonegoro
"Pendahuluan: Obesitas dinyatakan sebagai suatu epidemik dan prevalensinya masih meningkat di negara ekonomi berkembang.  Kondisi obesitas dapat mempengaruhi hampir seluruh fungsi fisiologis tubuh dan menyebabkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat.  Penanganan obesitas seringkali sulit dan membutuhkan biaya mahal.  Terapi farmakologi banyak memiliki efek samping.  Akupunktur sebagai salah satu terapi non-farmakologi telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam terapi obesitas.  Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang merupakan modalitas yang dapat digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efek terapi elektroakupunktur dengan akupunktur tanam benang PDO terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas yang menjalani intervensi diet.
Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal.  Sebanyak 34 subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok elektroakupunktur dengan intervensi diet (EA) dan kelompok akupunktur tanam benang dengan intervensi diet (ATB). Pada kelompok EA, akupunktur dilakukan 3 kali seminggu. Sedangkan pada kelompok ATB, akupunktur dilakukan hanya 1 kali.  Berat badan dan lingkar pinggang diukur sebelum terapi, hari ke-3, 7, 14, 21, dan ke-28.  Sedangkan kadar leptin plasma diukur sebelum terapi dan hari ke-28.
Hasil: Terdapat penurunan yang bermakna pada rerata berat badan dan lingkar pinggang pada kedua kelompok sebelum dan setelah terapi (p < 0,001), serta penurunan kadar leptin plasma pada kelompok EA (p = 0,012) dan pada kelompok ATB (p = 0,001).  Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok baik terhadap selisih penurunan berat badan (p = 0,342), penurunan lingkar pinggang (p = 0,826), dan penurunan kadar leptin plasma (p = 0,784).
Kesimpulan: Elektroakupunktur dan akupunktur tanam benang PDO yang disertai intervensi diet memiliki efektivitas yang sama baiknya terhadap penurunan berat badan, lingkar pinggang, dan kadar leptin plasma pada pasien obesitas.  Akupunktur tanam benang memiliki efisiensi waktu dibandingkan dengan elektroakupunktur karena hanya dilakukan satu kali.

Introduction: Obesity is declared as an epidemic and its prevalence is still increasing in developing countries.  Obesity can affect almost all physiological functions of the body and create a significant threat to public health.  Treatment of obesity is often difficult and expensive.  Pharmacological therapy has many side effects.  Acupuncture as a non-pharmacological therapy has shown promising results in the treatment of obesity.  Electroacupuncture and thread embedding acupuncture are modalities that can be used.  The aim of this study was to analyze therapeutic effects of electroacupuncture  with PDO thread embedding acupuncture on weight loss, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients with dietary intervention.
Methods: This study design was a single blind randomized clinical trial. A total of 34 subjects were divided into 2 groups: electroacupuncture with dietary intervention group (EA) and thread embedding acupuncture with dietary intervention group (TEA).  In EA group, acupuncture was performed 3 times a week.  While in TEA group, acupuncture was performed only once.  Body weight and waist circumference were measured before treatment, on the 3rd, 7th, 14th, 21st, and 28th days. Meanwhile, plasma leptin levels were measured before treatment and on the 28th day.
Results: There was a significant decrease in body weight and waist circumference in both groups before and after treatment (p < 0.001), and also a significant decrease in plasma leptin level in EA group (p = 0,012) and TEA group (p = 0,001).  There was no significant difference between the two groups in term of weight loss (p = 0.342), waist circumference (p = 0.826), and plasma leptin levels (p = 0,784).
Conclusion: Electroacupuncture and PDO thread embedding acupuncture with dietary intervention have the same effectiveness in reducing body weight, waist circumference, and plasma leptin levels in obese patients.  However, thread embedding acupuncture has better time efficiency than electroacupuncture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athia Asparini
"Degenerasi makula yang berhubungan dengan penuaan (age-related macular degeneration: AMD) adalah kelainan degeneratif pada makula yang ditandai oleh satu atau lebih dari beberapa gejala berikut, yaitu pembentukan drusen, kelainan epitel pigmen retina yang berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, atrofi geografik epitel pigmen retina dan koriokapiler yang melibatkan bagian sentral fovea, makulopati neovaskular (eksudatif). AMD terbagi menjadi 2 tipe, dry AMD dengan angka kejadian mencapai 80-90% kasus AMD, dan sisanya adalah tipe kedua yaitu wet AMD. Pengobatan dry AMD sendiri, hingga saat ini belum menunjukkan hasil efektif dalam mencegah progresifitasnya. Dry AMD sampai saat ini belum memiliki pengobatan standar, disebabkan oleh patofisiologi penyakit yang belum terlalu jelas, oleh karena itu penelitian untuk menemukan terapi untuk dry AMD terus dilakukan. Akupunktur terbukti dapat mengurangi gejala dry AMD, meningkatkan visus sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Elektroakupunktur merupakan intervensi yang menstimulasi titik akupunktur menggunakan aliran listrik. Dibandingkan dengan akupunktur manual, elektroakupunktur memiliki kelebihan seperti stimulasi yang dihasilkan lebih intensif, terukur dan konstan. Penelitian ini menilai efek elektroakupunktur terhadap perubahan gambaran foto fundus makula dan perubahan visus pada pasien dry AMD. Tiga puluh empat pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok elektroakupunktur (n = 17) dan kelompok elektroakupunktur sham (n = 17). Kedua kelompok menerima sesi elektroakupunktur yang sama, 2 kali/minggu selama 6 minggu. Penilaian gambaran foto fundus makula dan penilaian visus dilakukan sebelum dan sesudah sesi terapi. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada perubahan foto fundus makula (p=0,001, CI 95%) dan perubahan visus (p=0,001, CI 95%) antara kelompok elektroakupunktur dan kelompok elektroakupunktur sham sebelum dan sesudah sesi terapi. Penemuan ini menunjukkan bahwa terapi elektroakupunktur memberikan efek yang baik terhadap gejala klinis dan visus pasien dry AMD.

Age-related macular degeneration or known as AMD is a macular degeneration that posts certain symptoms such drusens, hypopigmentation or hyperpigmentation on retinal pigment epithelium, geographic atrophy and choroidal capillary that affects fovea centralis, and neovascular maculopathy (exudative). Two types of AMD are dry AMD that covers 80-90% cases of AMD and wet AMD. Until now, dry AMD treatment has not been effective to prevent its progression. Since the pathophysiology has been cleared, the research to cure dry AMD must be conducted. Acupuncture is proven to prevent the symptoms of dry AMD, increase the visual acuity, and patients life quality. Electroacupuncture is a form of intervention that stimulates the point using electric current. Compared to manual acupuncture, electroacupuncture can produce more intensive, measurable and constant. This research assesses the changes in the macular fundus photography and visual acuity on dry AMD patient. Thirty-four patients are divided into two groups; Electroacupuncture group (n=17) and sham group (n=17). Both groups receive the same amount of electroacupuncture session which is twice a week for six weeks. Assessment towards the macular fundus photography and visual acuity will be conducted before and after a session. The result shows differences in macular fundus photography (p=0,001, CI 95%) and visual acuity (p=0,001, CI 95%) between electroacupuncture group and sham group before and after sessions. The findings show that electroacupuncture gives positive results towards symptoms in fundus photography and visual acuity of dry AMD patients."
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>