Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Rizka
"Latar belakang: Chief resident merupakan bagian penting dalam proses pendidikan di program studi pendidikan dokter spesialis (PPDS). Salah satu kompetensi chief resident adalah membimbing residen juniornya, namun kompetensi ini jarang diajarkan secara formal. Telah dilakukan program pelatihan Resident as Teacher dengan durasi 5 jam untuk 20 chief resident di PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efek pelatihan tersebut terhadap kemampuan membimbing chief resident.dengan menggunakan metode Kirkpatrick tingkat 1 hingga 3.
Metode: Penelitian kualitatif dengan dengan rancangan fenomenologi. Rancangan fenomenologi ini berupa deskripsi perspektif chief resident dan senior mengenai peningkatan kemampuan membimbing chief resident PPDS IPD FKUI setelah mengikuti pelatihan RaT. Sesuai dengan metode evaluasi Kirkpatrick, dilakukan evaluasi kepuasan peserta pelatihan, peningkatan pengetahuan pasca pelatihan, dan Focus Group Discussion untuk chief dan residen junior. Dilakukan pula triangulasi berupa observasi ronde chief dan observasi acara ilmiah siang serta analisis kasus negatif berupa in depth interview serta studi dokumen.
Hasil: Berdasarkan hasil kuesioner kepuasan peserta pelatihan, materi pelatihan RaT bermanfaat untuk chief, praktis untuk diterapkan, sesi dalam pelatihan menarik dan instruktur dapat membawakan materi dengan baik. Hasil pre dan post test serta FGD menunjukkan peningkatan pengetahuan chief resident mengenai teknik microskills dan pemberian umpan balik efektif. Materi pelatihan RaT mampu laksana namun hambatan yang didtemui adalah kesulitan mencari waktu membimbing di antara beban pelayanan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan kesulitan memberi umpan balik positif.
Simpulan: Pelatihan RaT yang telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan chief resident dan mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan membimbing chief resident. Sebagian besar chief resident belum dapat memberi umpan balik positif. Selain itu, waktu membimbing terbatas karena tugas pelayanan yang banyak di RSCM.

Background: Teaching junior resident and medical student is one of the responsibilities of chief resident. However, teaching skill is rarely trained formally to them. A format of Resident as Teacher (RaT) training program was developed and conducted for 20 chief residents in Internal Medicine Residency Program. The aim of this study is to evaluate the improvement of chief?s teaching skill after joining this training program, based on the first three steps of Kirkpatrick evaluation program.
Methods: Qualitative research based on phenomenology study was performed within two months after the training. Program questionnaire and pre-post test were conducted to evaluate the first (reaction) and second (learning) step of Kirkpatrick evaluation method respectively. The third step (behavior change) was evaluated by performing Focus Group Discussion for chief residents and junior residents. To increase the validity of the study, triangulation by doing indirect observation or rounds, classroom based activities and document study were done. Negative case analysis was also performed to explore further about the result of FGD.
Result: Based on the questionnaire, the participants were satisfied by the RaT program. Pre and post test evaluation and FGD show that there is improvement of knowledge about teaching and giving effective feedback. FGD results supported by observations and document study show that chiefs applied the microskills technique but had difficulty in giving positive feedback, as well as finding appropriate time for discussion within very busy schedule of junior resident in the main teaching hospital.
Conclusion: The training fulfills the need of chief resident, improves knowledge of teaching method and giving constructive feedback. However the chief residents was not used to give positive feedback to the junior residents and the busy clinical situation was identified as barrier to effective chief to junior resident learning process.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghniya Sabila
"Skripsi ini membahas mengenai hubungan hukum antara Fakultas Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan Dokter Residen beserta tanggung jawab perdata yang diberikan Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Pendidikan atas pelayanan medis yang diberikan oleh Dokter Residen selama proses pendidikan dokter spesialis. Penulis mengajukan pokok permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah hubungan hukum antara Rumah Sakit Pendidikan, Fakultas Kedokteran, dan Dokter Residen? dan 2. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab perdata dari Rumah Sakit Pendidikan dan Fakultas Kedokteran atas pelayanan medis yang diberikan oleh Residen kepada pasien? Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperlukan adanya pengaturan mengenai pemberian tanggung jawab hukum dari Fakultas Kedokteran ataupun Rumah Sakit Pendidikan terhadap Dokter Residen karena pelayanan medis Dokter Residen dapat menimbulkan kerugian terhadap pasien.

The focus of this study is about the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents along with the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients during the process of specialist profession education. The writer tried to describe the main issues, which are: 1. How is the legal relationship between Faculty of Medicine, Teaching Hospital, and Residents? And 2. How is the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital on Residents? medical care to patients? Based on the research conducted, the civil liability given from Faculty of Medicine and Teaching Hospital to Residents it is needed to be ruled because Residents? medical care clould provoke a loss to patients.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Rinaldi
"

Entrustable professional activities (EPA) adalah kerangka kerja asesmen dengan pemberian tanggung jawab dari staf pengajar kepada peserta didik untuk dilakukan tanpa supervisi setelah peserta didik memiliki kompetensi yang memadai. EPA diharapkan dapat menjembatani kinerja sehari-hari peserta didik, kompetensi yang dimiliki dan supervisi yang sesuai sehingga meningkatkan secara sinergis keselamatan pasien dan kualitas pendidikan. Tujuan penelitian adalah menetapkan aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam sebagai EPA dalam kurikulum pendidikan berbasis kompetensi program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain kualitatif yang meliputi telaah pustaka, panel ahli (expert panels) untuk menentukan daftar aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia yang dapat ditetapkan sebagai EPA menggunakan kuesioner Taylor dkk, serta pengambilan kesimpulan pendapat pemangku kepentingan melalui metode Delphi terhadap butir EPA yang telah disusun menggunakan kuesioner Hauer et al. Diskusi paneh ahli penelitian ini menghasilkan  28 EPA terbaru melalui penilaian kelayakan EPA sebagai unit kerja, esensi, dan peran menggunakan kuesioner Taylor dkk.  Metode Delphi menetapkan 28 butir EPA dapat diterima (Content Validity Index ≥ 80%). Pada analisis statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna. Akhir tahap pendidikan butir EPA menunjukkan sebagian besar variasi yang tidak berbeda bermakna antara keempat kelompok dalam menentukan akhir tahap pendidikan suatu butir EPA.

 


Entrustable professional activities (EPA) is an assessment framework where teaching staff gives students responsibility to be carried out without supervision after students have sufficient competence. EPA is expected to be able to bridge daily performance of students, their competencies, and appropriate supervision so as to synergistically improve patient safety and education quality. Objective of this study was to determine activities of internal medicine resident as EPA in the competency-based educational curriculum of Indonesian internal medicine specialist education program. The study used a qualitative design which included literature review, expert panels to determine list of resident activities in Indonesian internal medicine specialist education program that could be designated as EPA using questionnaire by Taylor et al and drawing conclusions on stakeholder opinions through Delphi method on EPA items. Expert panel discussion resulted in 28 new EPAs through assessment using questionnaire by Taylor et al. The Delphi method determines that 28 EPA items are acceptable (Content Validity Index ≥ 80%). In statistical analysis, there was no significant difference. At the end of the education stage, the EPA item shows most of the variations do not differ significantly between the four groups in determining the final stage of education for an EPA item.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feni Fitriani Taufik
"ABSTRAK Latar belakang :Pendidikan dokter spesialis merupakan pendidikan orang dewasa adult learner untuk mencapai kompetensi klinis yang diharapkan Lingkungan pendidikan merupakan salah satu aktor yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum dan proses pendidikan Lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dirasakan oleh peserta didik yang dapat mempengaruhi proses pendidikan. Perlu lingkungan pendidikan yang mendukung untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran peserta didik. Penelitian ini bertujuan mengetahui persepsi peserta didik, pengelola program dan staf pengajar terhadap lingkungan pendidikan pada Program Pendidikan DokterSpesialis PPDS Paru, FKUI. Metode :Jenis penelitian yang digunakan adalah mixed methods dengan setting sequential explanatory design. Tahap pertama dilakukan penelitian kuantitatif dengan menggunakan kuesioner Postgraduate Hospital Educational Enviroment Measure PHEEM yang diisi oleh peserta PPDS Paru pada bulan Maret-Juni 2014.Hasil PHEEM ini dielaborasi lebih lanjut melalui penelitian kualitatif berupa Focus Group Discussion pada peserta PPDS Paru dan wawancara mendalam dengan pengelola program dan staf pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, FKUI.Hasil :Sebanyak 87 89,7 peserta PPDS Paru periode Maret-Juni 2014 telah mengisi kuesioner PHEEM dan didapatkan sebanyak 74,7 peserta menilai lingkungan pendidikan lebih banyak positif dari pada negative dan memerlukan perbaikan 100,85; rentang nilai 81-120 . Peran otonomi dinilai positif oleh 79,3 peserta 36,93; rentang nilai 29-42 , pengajaran dianggap sudah bergerak kearah yang benar oleh 62,1 peserta 36,56; rentang nilai 31-45 dan 70,1 berpendapat bahwa dukungan social lebih banyak pro dari pada kontra 27,36; rentang nilai 23-33 .Pada penelitian kualitatif diperoleh hasil bahwa peran otonomi yang perlu diperbaiki adalah tersedianya panduan pengajaran dan protokol klinis yang informatif, diperlukan perbaikan system supervise dan pemberian umpan balik pada peran pengajaran, dan perbaikan budaya menyalahkan dan meningkatkan peran penasehat akademik dalam bimbingan dan konseling pada dukungan sosial. Kesimpulan :Lingkungan pendidikan pada PPDS Paru dinilai cukup baik dan kondusif. Perbaikan yang diperlukan untuk menjadikan lingkungan pendidikan lebih optimal adalah pembuatan Buku Rancangan Pengajaran yang informatif, optimalisasi logbook sebagai salah satu instrument evaluasi, peningkatan supervise oleh staf pengajar, keterampilan pemberian umpan balik dan peran pembimbing akademik dalam evaluasi peserta PPDS. Kata kunci :Lingkunganpendidikan, PHEEM, Mixed methods

ABSTRACT
Background Educational environment is one of the most important factor should be considered in curriculum development. Educational environment is the condition that may affect education process in student. Specialty in medicine is adult learning process to gain define clinical competence. Process ofeducationcan be accelerated with proper educational environment. This study aims to Perception of resident, clinical teacher and study program manager to educational environment in Pulmonology dan Respiratory Medicine Residency Program, Faculty of MedicineUniversitasIndonesia. Methods This study using mixed methods with sequential explanatory design.Preliminary of this study is a quantitative study using Postgraduate Hospital Educational Environment Measure PHEEM questionnaire to Pulmonology residentsonMarch until June 2014. The results of the questionnaire will be elaborated with qualitative study based on Focus Group Discussionamong Pulmonology residents and deep interview to the study program manager and clinical teachers at the Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FMUI. Result Eighty seven 89,7 pulmonology residents on March until June 2014 had filled in PHEEM questionnaire resulting in mean of perception of the educational environment total PHEEM mostly 74,7 positive and need to be improved score 100,85 81 120 . Positive perception of the autonomy role is 79,3 score 36,93 29 42 , perception that the teaching role performed in the correct way62,1 score 36,56 31 45 and 70,1 of perception stated pro to social support rather than cons score 27,36 22 33 . The qualitative study resulting an autonomy role which is need to be improved availability of teaching guideline and informative clinical protocols. Based on several aspect of teaching role, we need toimproved the supervision system and feedback giving. The blamming culture, supervision and counseling are the factors that need toimproved on social supporting role. ConclusionEducational environment in Pulmonology and Respiratory Medicine Residency Program is positive and condusive. Theimprovement need of the informative ldquo BukuRancanganPengajaran rdquo and optimalizationof logbook as one of the evaluation instrument.Role of staffs in supervising resident skills, feedback and the role of the academic mentor in evaluating residents still need improvement foroptimalization educational environment that may lead to support the adult learning process in students.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Juliana Br
"[ABSTRAK
Masyarakat di perkotaan sering mengkonsumsi makanan cepat saji/fast food yang menurut mereka lebih praktis serta juga menyukai makanan yang cenderung berminyak seperti makanan yang di goreng dan bersantan karena tidak sulit untuk mendapatkannya. Hal ini sudah merupakan menjadi gaya hidup. Makanan tersebut banyak mengandung lemak dan berkolesterol. Makanan yang mengandung lemak kolesterol dapat sebagai pemicu untuk timbulnya kolelitiasis. Penatalaksanaannya
saat ini ada yang dengan laparaskopi kolesistektomi. Klien yang akan menjalani
tindakan laparaskopi membutuhan preoperative teaching. Klien yang mendapatkan preoprative teaching dapat menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien terhadap tindakan laparaskopi kolesistektomi.

ABSTRACT
People in urban area eat fast food frequently which consider as simple choice and love fatty food such as deep fry food and coconut milk contained food because it's easy to get. This is a lifestyle. Those food contain a lot of fat and cholesterol. Fatty food can trigger a cholelithiasis. Treatment to cholelithiasis is
cholelitectomy laparoscopy. Client going on laparoscopy need a preoperative
teaching. This kind teaching will reduce stress and improve client's coping ability to cholelitectomy laparoscopy., People in urban area eat fast food frequently which consider as simple choice and
love fatty food such as deep fry food and coconut milk contained food because it’s
easy to get. This is a lifestyle. Those food contain a lot of fat and cholesterol.
Fatty food can trigger a cholelithiasis. Treatment to cholelithiasis is
cholelitectomy laparoscopy. Client going on laparoscopy need a preoperative
teaching. This kind teaching will reduce stress and improve client’s coping ability to cholelitectomy laparoscopy.]"
2015
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Kharisma Wibowo
"Laboratorium memiliki potensi bahaya dan risiko yang cukup tinggi karena dalam aktivitas pekerjaannya terkait dengan penggunaan bahan-bahan dan peralatan yang berbahaya. Tidak terkecuali di Laboratorium FKUI yang dalam proses kerjanya sering menggunakan bahan-bahan kimia dan biologi. Terdapat berbagai macam upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko K3 di tempat kerja, salah satunya adalah dengan cara memberikan pelatihan K3 guna meningkatkan skill dan pengetahuan para pekerja tentang K3. Sebelum melaksanakan suatu pelatihan maka terlebih dahulu perlu dilakukan analisis kebutuhan pelatihan.
Analisis kebutuhan pelatihan terdiri dari tiga tahap analisis, yaitu analisis organisasi, analisis personal dan analisis tugas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan pelatihan K3 yang diperlukan oleh para Laboran sehingga pelatihan K3 yang akan diberikan dapat berjalan efektif dan efisien serta dapat menjawab permasalahan terkait K3 di Laboratorium. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif. Terdapat 8 informan yang diambil dari 6 Departemen-departemen preklinik FKUI. Metode pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai 8 informan, observasi di Laboratorium dan telaah dokumen dari Laboratorium atau Departemen.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi telah mendukung pelaksanaan K3 di Laboratorium meskipun belum secara maksimal dan merata di semua Laboratorium. Terdapat 4 jenis tugas utama Laboran yaitu membantu praktikum mahasiswa, maintenance rutin alat, administrasi dan membantu penelitian Dosen atau Departemen serta sudah dapat menggambarkan jenis pelatihan yang dibutuhkan. Terkait aspek personal didapatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan Laboran akan bahaya dan risiko yang ada di Laboratorium sudah cukup baik. Berdasarkan ketiga hal tersebut, pelatihan yang harus segera dilaksanakan adalah Chemical Hazards, Chemical Hygiene Plan, Develop Controls, General Laboratory Safety, Hazardous Materials, Job Safety Analysis, Laboratory Hygiene, Material Safety Data Sheet (MSDS), dan Safe Storage.

Laboratory has a potential of occupational health and safety (OHS) hazards and risks because of the usage of hazardous materials and dangerous equipments. Laboratories of Faculty of Medicine University of Indonesia (FKUI) for instance use number of chemicals and biological materials and thus reduction of OHS risks is necessary. Training is one method of risk control by improving the OHS skills and the OHS knowledge of the workers. Prior to the training implementation, assessing the need of training is necessary.
Training needs analysis consists of three stages which are organizational, personal and task analysis. The purpose of this study was to analyze the need of OHS training for the Laboratory Assistants in order to have an effective and efficient training programs that can address the OHS related issues in the Laboratory. The research design was descriptive qualitative. There were 8 informants sampled from 6 FKUI preclinical Departments were interviewed . Observation and document analysis were also done to collect data.
The results of this study was shown that the organization has supported the OHS implementation in the Laboratories although not optimally and evenly distributed in all Laboratories. There were 4 Laboratory Assistant main types of tasks that consists of help students practice, routine maintenance tools, administration and assist Departments and Lecturer’s research and was able to describe the type of training required. Related to personal aspects obtained that Laboratory Assistant’s knowledge and skills about hazards and risks in the Laboratories were good enough. Based on those three, the training must be implemented was Chemical Hazards, Chemical Hygiene Plan, Develop Controls, General Laboratory Safety, Hazardous Materials, Job Safety Analysis, Laboratory Hygiene, Material Safety Data Sheet (MSDS) and Safe Storage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladys Dwiani Tinovella Tubarad
"Latar Belakang : Pembelajaran keterampilan komunikasi pada tahap akademik seringkali tidak diterapkan di tahap klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses komunikasi mahasiswa dalam melakukan anamnesis di Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta PSKD FKK UMJ secara mendalam.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan anamnesis dengan pasien di klinik penyakit dalam, dan focus group discussion FGD dengan mahasiswa di stase penyakit dalam. Triangulasi data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan staf pengajar di stase penyakit dalam. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan The Calgary Cambridge Observation Guide. Hasil FGD dan wawancara dituliskan dalam bentuk transkrip verbatim lalu dilakukan analisis tematik dan koding. Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki kekurangan dalam mengumpulkan informasi, membangun struktur anamnesis, membangun hubungan, dan mengakhiri anamnesis, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan mahasiswa seperti pelatihan keterampilan komunikasi yang meliputi pelatihan pada tahap klinik dan tahap akademik, faktor pesonal, role model, faktor kepercayaan diri, faktor pengetahuan, faktor psikologis, faktor waktu, dan faktor yang berhubungan dengan pasien. Hal ini juga disebabkan karena belum adanya panduan khusus yang digunakan untuk melakukan keterampilan komunikasi.
Kesimpulan : Pembelajaran keterampilan komunikasi di PSKD FKK UMJ sudah diberikan sejak awal pendidikan sampai tahap klinik dan terintegrasi dalam keterampilan anamnesis, namun masih banyak mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak melakukan proses komunikasi dengan baik, yang dipengaruhi oleh faktor mahasiswa dan faktor pasien.

Background: Learning communication skill in undergraduate medical student are not applied into the clinical phase. This study is aimed to explore of clinical clerkship student rsquo s communication process during the medical interview at Faculty of Medicine Muhammadiyah University of Jakarta.
Method: This study used qualitative research methods with phenomenological approach. Data was collected through observation to student clinical clerkship during the medical interview with patient rsquo s polyclinic in internal medicine and focus group discussion with students in internal medicine. Triangulation data through in depth interview with faculty polyclinic in internal medicine. Observation used The Calgary Cambridge Observation Guide. The result of FGD and interview were transcribed verbatim, analysed thematically and coded, to reduce and present the data.
Result: The results obtained in this study indicate that the student has some weakness in gathering information, providing structure, building relationship, and closing the session which can be caused doctor related factors such as communication skill training in academic phase and clinical phase, personality, role model, self confidence, knowladge factors, psychological factors, time factors, and patient related factors. It can also be caused due to the absence of spescific guidelines that are used to perform communication skills.
Conclusion: Communication skill learning in PSKD FKK UMJ were conducted since in undergraduate and clinical phase by integrated in medical interview skills, but students rsquo performance during clerkship showed that their communication skill still need improvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reilly, Dorothy E.
Massachusetts: Jones and Bartlett , 1999
610.73 REI c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Nilapsari
"ABSTRAK
Latar belakang :
Patient-based teaching merupakan komponen yang sangat penting dalam
pendidikan kedokteran. Salah satu metode pengajaran patient based teaching,
yakni bedside teaching (BST) merupakan cara yang paling efektif untuk
mempelajari keterampilan klinis dan komunikasi. Penelitian ini ingin menggali
secara mendalam proses pelaksanaan BST dan mengidentifikasi hambatan
pelaksanaannya di beberapa rumah sakit pendidikan FK Unisba.
Metode :
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan rancangan
studi kasus. Pada penelitian ini kasus yang diangkat adalah metode pengajaran
BST yang dilaksanakan di 3 wahana pendidikan (RSUD Al Ihsan, RS Al Islam
dan RS Muhamadyah Bandung). Data diambil dengan wawancara mendalam,
focus group discussion, observasi dan studi dokumentasi, kemudian dianalisis
melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan kesimpulan
atau verifikasi. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi teknik, sumber,
member check dan studi dokumentasi.
Hasil:
Pelaksanaan BST yang kurang optimal disebabkan oleh berbagai faktor yaitu
dosen klinik, peserta didik, pasien serta sarana penunjang pembelajaran. Faktor
yang teridentifikasi pada dosen klinik yaitu kurangnya waktu yang dialokasikan
dosen klinik serta kurangnya pemahaman dosen klinik akan metode BST dan
perannya sebagai role model. Faktor peserta didik yaitu kurangnya persiapan pada
metode BST, serta jumlah dan pengaturan peserta didik yang sering overload di
beberapa wahana pendidikan. Faktor Pasien adalah variasi kasus pasien yang
kurang dibeberapa wahana pendidikan serta keengganan pasien untuk ikut serta
dalam pembelajaran. Sarana penunjang pembelajaran berupa modul klinik yang
memuat sasaran dan tujuan pembelajaran dengan jelas belum dimiliki institusi dan
ruangan penunjang BST yang nyaman agar pelaksaanaan BST menyenangkan
belum ada.
Kesimpulan:
Faktor-faktor yang telah teridentifikasi pada studi kualitatif ini menjadi parameter
pada monitoring dan evaluasi program sehingga memudahkan institusi pendidikan
melakukan intervensi pada hambatan yang ada.

ABSTRACT
Introduction:
Patient-based teaching is a very important component in medical education.
Bedside teaching (BST), one of the methods in patient based teaching is the most
effective way to learn clinical skills and communication. This research was done
to explore in depth process of BST implementation and also to identify its
implementation barriers in several teaching hospital of Unisba Medical School
Methods:
Qualitative research with case study design was used for this research. Study case
theme used is BST teaching methods implemented in three teaching hospitals (Al
Ihsan Hospital, Al Islam Hospital, and Muhamadyah Hospital Bandung. Data
were taken using in-depth interviews, focus group discussions, observation, and
documentation studies, and then followed by analysis through three stages
including data reduction, data presentation, and conclusions or verification.
Credibility of the data was tested using triangulation techniques, sources, member
checks and documentation studies.
Results:
Less than optimal BST Implementation was due to various factors, clinical
teachers, students, patients and also learning support facilities. Factors identified
in the clinical teachers are lack of time allotted and lack clinical teachers
understanding about BST method and its role as a role model. Factors identified in
the students are lack of preparations about BST method, and also lack of numbers
and arrangements of students whose often overload on some teaching hospitals.
Factors identified in the patients are less variation of patients in some cases of
teaching hospital and patients reluctance to participate in BST learning. Means of
learning support in the form of modules containing learning outcomes and
objectives clearly not owned by institutions and also comfortable rooms
supporting BST in order to implement BST in a more gratifying way is yet exist.
Conclussion:
Factors which have been identified in this qualitative study is becoming
parameters on monitoring and program evaluation therefore, making it easier for
educational institutions to intervene on the existing barriers."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>