Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185809 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Debby Endayani Safitri
"Berbagai penelitian terkini menunjukkan bahwa durasi tidur malam yang pendek berhubungan dengan kejadian obesitas pada orang dewasa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan durasi tidur malam pada orang dewasa yang mengalami obesitas dengan orang dewasa yang tidak obesitas di dunia. Penelitian yang diikutsertakan dalam meta-analisis merupakan penelitian yang dipublikasikan pada rentang tahun 1990 hingga 2013. Identifikasi penelitian dilakukan secara sistematis menggunakan PubMed dan e-Resource PNRI maupun manual melalui daftar referensi dari jurnal penelitian yang teridentifikasi dalam langkah sistematis. Sebanyak 57 penelitian yang teridentifikasi secara sistematis dianggap potensial, 16 penelitian memenuhi kriteria inklusi, 7 penelitian diikutsertakan dalam meta-analisis. Sebanyak 5 penelitian teridentifikasi secara manual dan 2 diantaranya diikutsertakan dalam meta-analisis. Secara keseluruhan, 9 penelitian diikutsertakan dalam meta-analisis dan melibatkan 78.119 subjek. Durasi tidur malam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu ≤ 5 jam, 5 ? 7 jam dan < 7 jam. Masing-masing kelompok tersebut dibandingkan dengan kelompok kontrol, yaitu orang dewasa dengan durasi tidur malam 7 hingga 9 jam. Nilai OR gabungan kelompok pertama adalah 1,73 (95% CI: 1,47-2,03). OR gabungan kelompok kedua adalah 1,21 (95% CI: 1,05-1,39) dan kelompok ketiga adalah 1,42 (95%CI: 1,25 ? 1,61).

Many recent studies show that short sleep duration may be associated with adulthood obesity. The objective of this study is to assess difference of sleep duration between obese and non-obese adults based on formerly scientific studies. Studies which were included in this meta-analysis are published between years of 1990 ? 2013. Systematic identification was done using PubMed and e-Resource PNRI. Manually identification was done using reference of studies which identified systematically. Of 58 potential studies identified systematically, 16 met inclusion criteria and 7 were pooled in the meta-analysis. Of 5 studies identified manually, 2 were pooled in the meta-analysis. Overall, 9 studies were pooled in the meta-analysis for a total 78.119 subjects. Sleep duration is differentiated into 3 groups, ≤ 5 hours, 5 ? 7 hours and < 7 hours. Summary OR of first group is 1,73 (95%CI: 1,47-2,03). Summary OR of second group is 1,21 (95%CI: 1,05-1,39) and third group is 1,42 (95%CI: 1,25 ? 1,61)."
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, 2014
T42355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Hariyani Tandi Liling
"Penelitian ini membahas tentang kegemukan serta faktor-faktor penyebab kegemukan pada siswa-siswi Sekolah Dasar kelas 6 di Jakarta Utara. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui besaran prevalensi kegemukan dan membuktikan durasi tidur sebagai faktor dominan dari kegemukan pada populasi studi.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi cross sectional. Proses pengambilan data meliputi pengukuran antropometri menggunakan timbangan berat badan yang telah divalidasi serta microtoise, wawancara food recall 24 jam, pengisian kuesioner untuk mengetahui informasi terkait aktivitas fisik, pola makan, dan durasi tidur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 52,3 siswa-siswi yang gemuk IMT/U Z-score >1,00 standar deviasi. Faktor risiko yang berhubungan dengan kegemukan ialah durasi tidur. Peneliti merekomendasikan agar dilakukan edukasi mengenai Gerakan Masyarakat Sehat GERMAS pada siswa-siswi

This study discusses the obesity and factors causing obesity in 6th grade elementary school students in North Jakarta. The purposes of this study were to determine the prevalence of obesity and prove the priority to sleep as the dominant factor of obesity in the study population.
This study used cross sectional study design. The data collection process includes anthropometric measurements using validated weight scales and microtoise, 24 hour food recall interview, filling out questionnaires to find out related information, diet, and sleep duration.
The results showed that there were 52.3 students having obesity IMT U Z score 1.00 standard deviation. The factors associated with obesity is sleep duration. Researcher recommends to educate students about Gerakan Masyarakat Sehat GERMAS to students.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thong Felicia Melinda
"Pendahuluan: Obesitas terjadi karena adanya ketidakseimbangan energi. Akhir-akhir ini, prevalensi obesitas semakin meningkat karena adanya perubahan gaya hidup, termasuk pada anak. Prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar di Jakarta mencapai 14% pada tahun 2013. Obesitas dapat menyebabkan berbagai macam gangguan, salah satunya adalah gangguan tidur. Akan tetapi, gangguan tidur yang terjadi pada anak sering kali diabaikan oleh orang tua, padahal dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, gangguan kardiovaskular, gangguan fungsi kognitif dan gangguan perilaku sehari-hari. Oleh karena itu, perlu diketahui hubungan antara obesitas dengan gangguan tidur pada anak.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian cross-sectional pada 107 anak di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Menteng Jakarta pada bulan September 2015. Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji chi-square.
Hasil: Dari pengukuran antopometri didapatkan 20,56% subjek mengalami obesitas serta 62,63% subjek mengalami gangguan tidur. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan gangguan tidur (p=0,037).
Diskusi: Prevalensi obesitas anak sekolah dasar di SDN 01 Menteng jauh lebih tinggi bila dibandingkan di DKI Jakarta. Prevalensi gangguan tidurnya juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian lain. Gangguan tidur paling banyak disebabkan oleh kurangnya durasi tidur malam yang dipengaruhi oleh kebiasaan tidur anak dan pendapat orangtua mengenai pola tidur anak. Terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan gangguan tidur sehingga anak yang obesitas cenderung mengalami gangguan tidur.

Introductions: Obesity occurs because of an imbalance of energy. Lately, the prevalence of obesity has increased due to changes in lifestyle, including in children. The prevalence of obesity in primary school aged children in Jakarta reached 14% in 2013. Obesity can cause a variety of disorders, one of which is sleep disorders. However, sleep disorders in children is often overlooked by parents, even though sleep disorders can cause growth disorders, cardiovascular disorders, impaired cognitive function and behavioral disorders. Therefore, it is necessary to know the relationship between obesity and sleep disorders in children.
Methods: This research was conducted with a cross-sectional study design on 107 children in Sekolah Dasar Negeri 01 Menteng Jakarta in September 2015. The data were analyzed using chi-square.
Results: Antopometri of measurements obtained 20.56% of the subjects were obese and 62.63% of the subjects experienced sleep disorders. Statistical analysis showed there is a significant association between obesity and sleep disorders (p = 0.037).
Disscussions: The prevalence of child obesity in SDN 01 Menteng much higher than in Jakarta. The prevalence of sleep disorders is also higher when compared to other studies. Sleep disorder most often caused by lack of sleep duration at night and influenced by the child's sleep habits and parents? opinions regarding the child's sleep patterns. There is a significant association between obesity and sleep disorders so that children who are obese tend to experience sleep disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anila Istitis Atin
"Prevalensi obesitas sentral pada penderita hipertensi mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir. Obesitas sentral dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, seperti diabetes mellitus tipe 2, kanker, dan penyakit kardiovaskular lainnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur dan faktor lainnya dengan obesitas sentral pada penderita hipertensi. Responden penelitian ini adalah penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei, Juli, dan September 2017 dengan jumlah sampel 92 orang. Penelitian ini dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Obesitas sentral diukur berdasarkan lingkar perut dengan menggunakan pita ukur. Responden termasuk ke dalam kategori obesitas sentral jika lingkar perut ge;80 cm untuk perempuan dan 90 cm untuk laki-laki. Aktivitas fisik dan aktivitas sedentari dinilai menggunakan General Physical Activity Questionnaire GPAQ. Kualitas dan durasi tidur dinilai menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI. Data asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, dan serat dinilai menggunakan semi-quantitative food frequency questionnaire SFFQ dan kemudian dianalisis menggunakan aplikasi Nutrisurvey 2007. Uji statistik yang digunakan adalah uji T independen, uji Mann Whitney-U, dan uji chi-square dengan confidence interval CI 90. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 82.6 responden mengalami obesitas sentral. Berdasarkan uji Mann Whitney-U dan uji T independen ditemukan perbedaan yang bermakna antara kualitas tidur, asupan energi dan asupan karbohidrat dengan kejadian obesitas sentral. Sosialisasi mengenai dietary approach to stop hypertension for Indonesian DASHI pada penderita hipertensi perlu dilakukan oleh Puskesmas. Selain itu, pasien dianjurkan untuk mengurangi nasi putih dan menggantinya dengan makanan sumber karbohidrat lain, seperti ubi, singkong, dan kentang agar sumber karbohidratnya beragam. Pasien juga dianjurkan menjalani gaya hidup sehat seperti rutin melakukan aktivitas fisik minimal 3 kali per minggu agar status kesehatannya meningkat sehingga dapat terhindar dari komplikasi akibat hipertensi.

The prevalence of central obesity in hypertensive patients has increased during past ten years. Central obesity becomes risk factor of long term complications such as type 2 diabetes, cancer, and cardiovascular diseases. This cross sectional research aims to identify the difference between sleep quality and other factors with central obesity in hypertensive patients. A total of 92 participants in this study are hypertensive patients in Puskesmas Tegal Gundil, North Bogor District. Data was collected in May, July, and September 2017. Central obesity is defined by waist circumference ge 80 cm in women and ge 90 cm in men. General Physical Activity Questionnaire GPAQ is used to assess physical activity and sedentary activity. Sleep quality and duration are assessed using Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI . Energy and macronutrients intake carbohydrate, protein, fat, and dietary fiber are assessed using semi quantitative food frequency questionnaire SFFQ and analyzed with Nutrisurvey 2007 software. Statistical analyses used in this study are independent T test, Mann Whitney U, and chi square confidence interval 90. The prevalence of central obesity is 82.6. In this study, there are significant difference between sleep quality, energy and carbohydrate intake with central obesity. Dietary approach to stop hypertension for Indonesian DASHI should be socialized to hypertensive patients. Patients should reduce white rice consumption and replace it with the other sources of carbohydrate such as potatoes, sweet potatoes, and cassavas. Patients should promote healthy life style such as increasing physical activity at least 3 times per week so that complications of hypertension can be avoided. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"Pendahuluan Bagi seorang pilot, OSA dapat berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Salah satu faktor predisposisi utama terjadinya OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia.
Metode Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden diminta mengisi kuesioner STOP-BANG untuk menilai risiko OSA, kuesioner Epworth Sleepiness Scale untuk mengukur Excessive Daytime Sleepiness, kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation untuk mengukur obstruksi di hidung, dan kuesioner Global Physical Activity Questionnaire untuk mengukur aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa body mass index dan lingkar leher.
Hasil Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko tinggi OSA sebesar 35,8%. Kemudian, obesitas dan lingkar leher ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Untuk faktor lainnya, ditemukan juga bahwa usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Untuk faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05).
Kesimpulan Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA. Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA.

Introduction In pilots, OSA can impact flight safety as it can cause fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving skills, and multitasking. Increased body weight can predispose to OSA, and occupational factors may influence risk development. This study aims to determine the relationship between obesity and other factors on the risk of OSA in civilian pilots in Indonesia.
Methods This study used a cross-sectional design and was conducted at the Aviation Health Center. Respondents were asked to fill out the STOP-BANG questionnaire to assess OSA risk, the ESS questionnaire to measure EDS, the NOSE questionnaire to measure nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire to measure physical activity. Then anthropometric measurements were taken in the form of BMI and neck circumference.
Results From 176 respondents, 35,8% had a high risk of OSA. Obesity and neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk (p>0.05). The factors most associated with OSA risk were neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction (p<0.05).
Conclusion There is a significant relationship between anthropometric factors such as BMI and neck circumference; demographic factors such as age; comorbid factors such as blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity; and habit factors such as smoking with the risk of OSA. There is no significant relationship between occupational factors and OSA risk.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan
"OSA berdampak terhadap keselamatan penerbangan dengan menimbulkan fatigue dan gangguan kognitif pada memori, atensi, perencanaan, kemampuan memecahkan masalah dan multitasking. Faktor predisposisi utama OSA adalah peningkatan berat badan, serta faktor pekerjaan juga dapat mempengaruhi timbulnya risiko OSA. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara obesitas dan faktor-faktor lainnya terhadap risiko OSA pada pilot sipil di Indonesia. Penelitian menggunakan disain potong lintang dan dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan. Responden mengisi kuesioner STOP-BANG untuk risiko OSA, kuesioner ESS untuk EDS, kuesioner NOSE untuk obstruksi di hidung, dan kuesioner GPAQ untuk aktifitas fisik. Kemudian dilakukan pengukuran antropometri berupa BMI dan lingkar leher. Didapatkan 176 responden dengan prevalensi risiko OSA 35,8%. Kemudian, obesitas, lingkar leher, usia, tekanan darah, obstruksi hidung, penyempitan orofaring, dan merokok ditemukan mempunyai hubungan bermakna dengan risiko tinggi OSA (p<0,05). Tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor pekerjaan dengan risiko OSA (p>0,05). Faktor-faktor yang paling berhubungan dengan risiko OSA ialah lingkar leher, penyempitan orofaring, dan obstruksi nasal (p<0,05). Terdapat hubungan bermakna antara faktor antropometri yaitu BMI dan lingkar leher; faktor demografi yaitu usia; faktor komorbid yaitu tekanan darah, obstruksi hidung, dan penyempitan rongga orofaring; dan juga faktor kebiasaan yaitu merokok dengan risiko OSA.

OSA can impact flight safety by causing fatigue and cognitive impairment in memory, attention, planning, problem-solving, and multitasking abilities. Increased body weight can predispose to OSA, and the risk development is affected by occupational factors. A cross-sectional study to determine the association between obesity and other factors on the risk of OSA in Indonesian civilian pilots was conducted at the Aviation Health Center. The respondents filled out the STOP-BANG questionnaire for OSA risk, the ESS questionnaire for EDS, the NOSE questionnaire for nasal obstruction, and the GPAQ questionnaire for physical activity. Anthropometric measurements (BMI and neck circumference) were measured. Of the 176 respondents, the prevalence of OSA risk was 35.8%. Obesity, neck circumference, age, blood pressure, nasal obstruction, oropharyngeal narrowing, and smoking were found to have a significant association with a high risk of OSA (p<0.05). There was no significant association between occupational factors and OSA risk (p>0.05). Neck circumference, oropharyngeal narrowing, and nasal obstruction were the factors most associated with OSA risk (p<0.05). There was a significant association between anthropometric factors (BMI and neck circumference), demographic factors (age), comorbid factors (blood pressure, nasal obstruction, and narrowing of the oropharyngeal cavity), and also smoking habits with the risk of OSA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shiromani, Priyattam J., editor
"Sleep loss and obesity : intersecting epidemics represents a major contribution to the field of sleep medicine. It is a comprehensive review of the neurobiology of sleep, circadian timing and obesity, the deleterious effects of sleep loss and obesity on health, and the worrisome associated social and medical costs in a range of patient populations and overall to society.
The number of individuals who are obese has reached alarming levels. As a result, the incidence of Type 2 diabetes, cardiovascular disorders, heart disease, and kidney failure have also increased. The surgeon general estimates that the total annual cost of obesity in the US is about $117 billion. This cost is expected to escalate significantly because the number of overweight and obese children is increasing rapidly. Indeed, the new generation is expected to have a shorter life-span then their parents. In addition, sleep loss is emerging as an important contributing factor to obesity. People who sleep less or are sleep deprived tend to eat more, especially carbohydrates, and have a higher body mass index. Increased weight restricts the upper airway, causing obstructive sleep apnea and further sleep loss. In the end there is a vicious cycle of weight gain and sleep loss.
In the past few years there has been a tremendous growth in our understanding of brain mechanisms controlling energy metabolism. Interestingly the neurons regulating waking also regulate feeding. There is also a mechanism that regulates the timing of feeding and sleep. In shift-workers this system is likely to be disturbed, and this has an adverse impact on both feeding and sleep.
Sleep loss and obesity : intersecting epidemics is the first title to clearly examine how obesity and sleep loss are interacting epidemics. This fascinating title makes the link between energy metabolism, sleep and circadian timing, identifies poor sleep as a risk-factor for obesity in children and adults and offers treatment strategies for obstructive sleep apnea and obesity. "
New York: Springer, 2012
e20426001
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Suryaputra
"Obesitas pada remaja merupakan akumulasi lemak pada tubuh yang terjadi secara bertahap. Obesitas terjadi karena interaksi yang sangat kompleks antara parental fatness, pola makan, dan gaya hidup. Prevalensi obesitas pada remaja di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan pola makan dan aktivitas fisik antara remaja obesitas dan non obesitas.
Jenis penelitian ini adalah observational analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 40 orang dengan usia 15-17 tahun di SMAK Santa Agnes Surabaya secara simple random sampling, yang terdiri atas 20 orang obesitas dan 20 orang non obesitas. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney untuk tingkat pengetahuan gizi remaja, pengeluaran jajan remaja, frekuensi makan, pola konsumsi makanan cepat saji, pola konsumsi kudapan, tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak, tingkat aktivitas fisik, serta parental fatness.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang bermakna pada tingkat pengetahuan gizi remaja, pengeluaran jajan remaja, frekuensi makan, pola konsumsi makanan cepat saji, pola konsumsi kudapan atau makanan ringan, serta tingkat konsumsi energi, karbohidrat, protein, dan lemak, antara kelompok obesitas dan kelompok non obesitas. Demikian juga untuk tingkat aktivitas fisik dan parental fatness, terdapat perbedaan antara remaja pada kelompok obesitas dengan non obesitas. Adanya perbedaan parental fatness, pola makan dan aktivitas remaja antara kelompok obesitas dengan non obesitas. Oleh karena itu, disarankan pemberian informasi dan pendidikan tentang pola makan yang sehat dan aktivitas fisik yang cukup untuk mencegah terjadinya obesitas.

Obesity in teenage is a syndrome that happened because of fat accumulation in the body. Obesity occured because of complex interaction between parental fatness, food pattern, and physical activity. In Indonesia, prevalence of teenage obesity is gradually increasing. The aim of this research was to analyze about the difference of food pattern and physical activity between obesity and non obesity teenage group.
This study was an analytical observational research with cross sectional design. The samples were 40 teenage from Santa Agnes senior high school Surabaya (age 15-17) that was taken by simple random sampling, that divers to 20 obese and 20 non obese teenage group. The data were analysed by Mann Whitney test for nutrition knowledge, pocket money, food pattern, fast food's consumption, snack?s consumption pattern, consumption level of energy, carbohydrat, protein, and fat, physical activity and parental fatness.
The result of the statistic test showed that variables significant difference are nutrition knowledge, pocket money, food pattern, fast food?s consumption, snack?s consumption pattern, energy consumption level, carbohydrate consumption level, protein consumption level, fat consumption level, physical activity and parental fatness between obese and non obese teenage group. The conlusion is that significant differences are food pattern and physical activity between obese and non obese teenage group. Recommendation is necessary to provide information and education to teenage about healthy food and adequate physical activity to prevent obesity.
"
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Primacakti
"Latar Belakang: Obesitas saat ini sudah menjadi masalah epidemik global. Angka kejadian obesitas yang meningkat dikaitkan dengan meningkatnya sedentary behaviour dan rendahnya aktivitas fisis. Penelitian mengenai perbedaan aktivitas fisis pada remaja obes dan non-obes memiliki hasil yang bervariasi. Penelitian mengenai hal ini sangat jarang di Indonesia. Tujuan: Mengetahui pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun dan mengetahui perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, dan durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, serta screen time remaja obes dan non-obes serta mengetahui kesesuaian aktivitas fisis remaja dengan rekomendasi. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan terhadap siswa/i kelas VII dan VIII SMPN 216 Jakarta Pusat usia 10-15 tahun. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama untuk melihat pola aktivitas fisis remaja usia 10-15 tahun sedangkan tahap kedua untuk melihat perbedaan rerata keluaran energi, intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis dinilai menggunakan buku harian Bouchard yang diisi selama 2 hari sekolah dan 1 hari libur. Hasil: Pekerjaan sekolah, menonton TV, jalan, renang, dan sepak bola merupakan aktivitas fisis yang sering dilakukan oleh remaja. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes (median 4752,9 (2950-8065,8) vs 4435,4 (2753,4-8134,7) kkal/hari, p 0,160). Intensitas aktivitas fisis remaja obes lebih rendah dibandingkan non-obes (median 1,5 (0,8-1,8) vs 2 (1,6-2,8) MET, p <0,001). Durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat remaja obes lebih pendek dibandingkan remaja non-obes ( 19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 menit, p 0,000). Screen time remaja obes lebih lama dibandingkan remaja non-obes (median 2,8 (1-6,6) vs 1,8 (0,3-6,1) jam, p 0,000). Tidak ada remaja yang memenuhi rekomendasi berdasarkan kriteria intensitas dan durasi aktivitas fisis, 15,5% remaja obes dan 79,8% remaja non-obes memenuhi rekomendasi berdasarkan screen time (p,0,001) . Simpulan: Aktivitas fisis bervariasi pada remaja usia 10-15 tahun. Tidak terdapat perbedaan keluaran energi antara remaja obes dan non-obes. Terdapat perbedaan intensitas aktivitas fisis, durasi aktivitas fisis intensitas sedang-berat, dan screen time antara remaja obes dan non-obes. Aktivitas fisis sebagian besar remaja tidak sesuai rekomendasi.
Background: Obesity is now a global epidemic problem. Increased prevalence of obesity is associated with increased sedentary behaviour and low physical activity. Research on differences in physical activity pattern in obese and nonobese adolescents have varying results. Research on this is very rare in Indonesia. Purpose: Knowing the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years old and know the difference between the mean energy output, physical activity intensity and duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents and determine the suitability of adolescents physical activity with recommendation. Method: Cross sectional study conducted on 6th and 7th grade students aged 10- 15 years old in 216 Junior High Schools. The study consisted of 2 phases. The first stage to see the physical activity patterns of adolescents aged 10-15 years, while the second stage to see the difference in mean energy output, intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time obese and non-obese adolescents. Physical activity was assessed using Bouchard diary for 2 days school and 1 day off. Results: School working, watching TV, walking, swimming, and football is a physical activity that is often done by adolescents. There was no difference in energy output between obese and non-obese adolescents (median 4752.9 (2950 to 8065.8) vs. 4435.4 (2753.4 to 8134.7) kcal / day, p 0.160). The intensity of physical activity of obese adolescents is lower than non-obese adolescents (median 1.5 (0.8 to 1.8) vs 2 (1.6 to 2.8) METs, p <0.001). Duration of physical activity of moderate-vigorous intensity obese adolescents shorter than non-obese adolescents (19.3 ± 6.9 vs 26.4 ± 3.4 minutes, p 0.000). Screen time obese adolescents longer than non-obese adolescents (median 2.8 (1 to 6.6) vs 1.8 (0.3 to 6.1) hours, p 0.000). There were no adolescents who meet recommendation based on the intensity and duration of physical activity criteria, 15.5% obese adolescent and 79.8% non-obese adolescents meet recommendations based on screen time (p, 0.001). Conclusion: Physical activity varies among adolescents age 10-15 years old. There are no difference in mean energy output but there are differences in intensity of physical activity, duration of physical activity of moderate-vigorous intensity, and screen time between obese and non-obese adolecents. Most of adolescents physical activity are not appropriate with recommendation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Rahmawati
"Latar belakang: Gangguan tidur merupakan keluhan yang sering terjadi pada rinitis kronis, dengan penyebab tersering adalah hidung tersumbat. Hidung tersumbat juga merupakan faktor risiko terjadinya sleep disordered breathing (SDB). SDB memiliki spektrum penyakit yang luas, salah satunya adalah obstructive sleep apnea (OSA). Walaupun berbagai literatur telah membuktikan adanya gangguan tidur pada pasien rinitis alergi, penelitian mengenai gangguan tidur pada pasien rinitis nonalergi masih terbatas. Tujuan penelitian: Membandingkan derajat gangguan tidur antara kelompok rinitis alergi dan rinitis nonalergi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 11 subjek rinitis alergi dan 11 subjek rinitis nonalergi yang berusia 18-60 tahun di Poliklinik THT RSUPN Ciptomangunkusumo. Derajat obstruksi nasal dinilai menggunakan kuesioner NOSE. Derajat gangguan tidur dinilai secara subjektif dengan kuesioner ESS, PSQI, dan ISI serta secara objektif dengan polisomnografi. Hasil: Tidak didapatkan perbedaan pada hasil skor NOSE, ESS, RSI, PSQI, ISI, maupun parameter polisomnografi antara kelompok rinitis alergi dengan kelompok rinitis nonalergi (p > 0,05). Didapatkan hubungan bermakna antara RDI NREM, RERA, saturasi minimum oksigen dan saturasi baseline oksigen dengan klasifikasi OSA pada kelompok rinitis kronis (p< 0,05). Kesimpulan: Tidak didapatkan perbedaan derajat gangguan tidur antara rinitis alergi dan rinitis nonalergi.

Background: Sleep disturbance is common in chronic rhinitis, primarily caused by nasal congestion. Nasal congestion is also a risk factor for sleep disordered breathing (SDB). SDB refers to a spectrum of breathing abnormalities, one of which includes obstructive sleep apnea (OSA). Although many studies have linked sleep disturbance with allergic rhinitis, data regarding its association with nonallergic rhinitis seem to be limited. Aim : To compare the severity of sleep disturbance between allergic and nonallergic rhinitis. Methods: This cross-sectional study consisted of 11 subjects with allergic rhinitis and 11 subjects with nonallergic rhinitis at ORL-HNS outpatient clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital. NOSE questionnaire was used to assess the degree of nasal obstruction. The severity of sleep disturbance was subjectively assessed using ESS, PSQI, and ISI questionnaires and objectively assessed using polysomnography. Results: No significant differences in NOSE, ESS, RSI, PSQI, and ISI scores were found between both groups (p > 0,05). There was a significant relationship between RDI NREM, RERA, minimum oxygen saturation and baseline oxygen saturation with OSA classification in the chronic rhinitis group (p <0.05). Conclusion: The type of rhinitis (allergic or nonallergic) did not influence the severity of sleep disturbance."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>