Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ety Mariatul Qiptiah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar fecal calprotectin (FC) pada anak dengan BB normal, BB lebih termasuk obesitas akibat inflamasi dan disfungsi saluran cerna serta faktor risiko apa saja pada awal kehidupan yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas usia pra sekolah. Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol, subyek penelitian terdiri dari 58 anak kelompok kasus (BB lebih atau obesitas) dan 58 anak kelompok kontrol (BB normal) yang dipasangkan
dengan jenis kelamin, usia, dan sekolah. Hasil penelitian didapatkan median IMT z-zcore 2,05 (-1,86?6,78) SD, rerata asupan energi total sebesar 1541,66 + 389,69 kkal dan asupan lemak 54,92 + 17,48 gram. Didapatkan hubungan bermakna asupan energi total dan lemak pada kelompok kasus dan kontrol (p=0,040 dan
p=0.022). Tidak ditemukan hubungan bermakna kadar FC antara kelompok kasus
dan kontrol (p=0,454). Dilakukan analisis multivariat terhadap faktor risiko awal
kehidupan dengan status gizi lebih lebih dan kadar FC diaatas normal, tidak
didapatkan hubungan. Namun setelah dihubungkan dengan faktor penggangu,
didapatkan kecendrungan kenaikan nilai OR dan penurunan p-value. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kejadian obesitas dan peningkatan
kadar FC pada anak pra sekolah dengan faktor risiko awal kehidupan

ABSTRACT
This study was conducted to determine levels of fecal calprotectin (FC) in
children that have normal weight, overweight (OW) including obesity due to
inflammation and dysfunction of the gastrointestinal tract and any risk factors in
early life can lead to obesity preschool children. This study was a case-control
study, subjects consisted of 58 children in group cases (OW or obese) and 58
controls group (normal weight) were matched by sex, age, and school. The results
showed a median BMI z-zcore 2.05 (-1,86-6,78) SD. Mean total energy intake and
fat intake were 1541.66+389.69 kcal and 54.92+17.48 grams. We found
significant relationship between subject cases and control for total energy intake
and fat intake (p=0,040 and p=0.022). And no significant value of FC between
case and control (p=0,454). Multivariate analysis of the early life risk factors with
nutritional status and levels of FC, no significant. However, after adjusted with a
disturbance factor, obtained trend increase the value of OR and decrease p-value.
This suggests that there is a relationship between the incidence of obesity in preschool
children and increased value of FC with risk factors early in life"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Fairuza
"Latar belakang. Kolestasis terkait sepsis (KTS) masih merupakan permasalahan medis di negara berkembang disebabkan tingginya morbiditas, mortalitas dan lama rawat. Inflamasi usus akibat disfungsi sawar usus diduga berperan dalam KTS sehingga perlu dibuktikan perannya terhadap terjadinya KTS. Inflamasi dan permeabilitas mukosa usus dapat dinilai melalui kadar kalprotektin dan alfa-1 antitripsin (AAT) pada tinja.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara terjadinya KTS pada sepsis neonatorum dengan inflamasi dan gangguan permeabilitas usus yang dinilai dengan peningkatan kadar kalprotektin dan α-1-antitripsin dalam tinja. Metode. Studi kohort prospektif di ruang rawat inap Perinatologi dan Neonatal Intensive Care Unit Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Juni 2012- Oktober 2013. Delapan puluh neonatus diambil secara consecutive sampling dari 271 subjek proven sepsis yang dirawat pada periode studi ini, terbagi menjadi 2 kelompok (KTS dan sepsis tidak kolestasis) masing-masing 40 subjek. Dilakukan pemeriksaan kadar kalprotektin dan AAT tinja.
Hasil penelitian. Tidak ditemukan perbedaan antara KTS dan sepsis tidak kolestasis dalam ekskresi kalprotektin tinja [KTS vs. sepsis tidak kolestasis, median (rentang) 104,4 (25 sampai 358,5) vs. 103,5 (5,4 sampai 351) μg/g; p = 0,637] dan alfa-1 antitripsin tinja [median (rentang) 28 (2 sampai 96) vs. 28 (2 sampai 120) mg/dL; p = 0,476). Tidak ditemukan peningkatan bermakna kadar kalprotektin tinja dengan nilai p = 0,63 (IK 95% 0,4 sampai 3,6) dan kadar AAT tinja dengan nilai p=0,152 (IK 95% 0,4 sampai 3,3).
Simpulan. Kadar kalprotektin dan alfa-1 antitripsin tinja tidak terbukti dapat memprediksi kejadian KTS pada sepsis neonatorum. Tidak ada bukti proses inflamasi usus yang terjadi pada KTS melalui peningkatan permeabilitas paraselular usus. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai patogenesis inflamasi usus yang terjadi melalui peningkatan permeabilitas trans-selular dan kerusakan enterosit usus pada KTS.

Background. Sepsis-associated cholestasis (SAC) remain a medical problem in developing countries due to high morbidity, mortality and length of hospital. Intestinal inflammation as the causes of intestinal barrier dysfunction are suspected play a role in SAC, so it is necessary to prove its contribution to SAC. Intestinal inflammation and increased permeability were assessed through faecal calprotectin and alpha-1 antitrypsin (AAT) concentrations.
Objective. To determine the association between SAC in sepsis neonatorum with intestinal inflammation and permeability were assessed through increased faecal calprotectin and AAT levels.
Methods. This was cohort prospective study at Perinatologi and Neonatal Intensive Care Unit Department of Child Health Cipto Mangunkusumo Hospital during June 2012 to October 2013. Eighty neonates were obtained by consecutive sampling, of which 271 proven sepsis hospitalized in this period, devided 2 groups (SAC and non cholestasis sepsis) respectively 40 subjects. Faecal calprotectin and AAT concentrations was measured.
Results. There was no significant association between SAC and faecal calprotectin excretion [SAC vs. non cholestasis sepsis, median (range) 104.4 (25 to 358,5) vs. 103.5 (5.4 to 351) μg/g; p = 0.637] and faecal AAT [median (range) 28 (2 to 96) vs. 28 (2 to 120) mg/dL; p = 0.476). Increased faecal calprotectin (CI 95% 0.4 to 3.6; p = 0,63) and AAT (CI 95% 0.4 to 3.3; p=0.152) did not differ significantly between the two groups.
Conclusions. Faecal calprotectin and alpha-1 antitrypsin concentrations is not associated with SAC in sepsis neonatorum. There is no evidence of intestinal inflammation causes increased paracellular intestinal permeability in SAC. Further research is needed on the pathogenesis of intestinal inflammation in SAC which may result in increased intestinal permeability by transcellular and enterocyte damage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rizki
"Kurangnya penelitian mengenai transisi pada pola asupan dan marker inflamasi usus pada anak gemuk. Studi ini bertujuan untuk melihat hubungan anatara pola asupan dan fecal calprotectin pada anak prasekolah.Studi potong lintang ini dilakukan pada 101 anak dengan BMI Z score > 1 SD dengan median 2.26 (1.61, 3.43) SD serta menggunakan semiquantitative food frequency questionnaires yang telah divalidasi dimana, pola asupan diperoleh dengan menggunakan principal component analysis. Hasil studi menunjukkan 66% anak mempunyai kadar fecal calprotectin > 50 µg/g dan berhubungan dengan BMI Z score (p=0.05, r=1.89). Pola asupan (healthy pattern p=0.132, western pattern p=0.555, staple pattern p=0.541 and milk pattern p=0.534) ditemukan tidak berhubungan dengan inflamasi saluran cerna. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengkonfirmasi hasil studi ini dengan menggunakan pendekatan lain dan kombinasi antar marker inflamasi usus.

Lack of study confirmed the relationship between transition of diets and gut inflammation marker in obese children. Our study aimed to investigate the association between dietary pattern and fecal calprotectin level in preschool children. A cross sectional study was conducted in 101 children with body mass index (BMI) Z-score > 1 SD and median 2.26 (1.61, 3.43) SD using validated semi quantitative food frequency questionnaires whereas dietary patterns were revealed by principal component analysis. We found 66% children had fecal calprotectin levels > 50 µg/g. The fecal calprotectin level correlated with BMI Z score (p=0.05, r=1.89). Major dietary patterns were revealed: healthy pattern (p=0.132), western pattern (p=0.555), staple pattern (p=0.541) and milk pattern (p=0.534) and multivariate analysis showed no significant association with fecal calprotectin even after full adjustment for age, sex, sedentary physical activity, BMI Z score, fat intake and total fibre intake. Our findings acknowledged the insignificant association diet with gut inflammation marker had been observed due the baseline characteristic BMIZ score of the children more contribute to the elevated of fecal calprotectin level. Further investigations are warranted with a specific inflammatory food approach using a combination of marker gut inflammation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamelia Syani
"Masalah gizi menjadi penyebab utama kematian balita di dunia. Salah satu masalah gizi adalah ketidakseimbangan status gizi. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak salah satunya melalui optimalisasi fungsi keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga yang termasuk fungsi afektif keluarga, fungsi ekonomi keluarga, dan fungsi perawatan kesehatan keluarga terhadap status gizi anak usia prasekolah pada TK/RA di Kelurahan Cilebut Barat Bogor. Desain penelitian cross sectional ini melibatkan 109 anak usia prasekolah beserta keluarganya pada TK/RA di Kelurahan Cilebut Barat Bogor. Instrumen yang digunakan untuk mengukur status gizi adalah bagan antropometrik WHO yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI dan kuesioner fungsi keluarga yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji statistik yang digunakan untuk analisis bivariat adalah uji chi square. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan antara fungsi keluarga dan status gizi anak prasekolah (p=0,000), terdapat hubungan antara fungsi afektif keluarga dan status gizi anak prasekolah (p=0,000), terdapat hubungan antara fungsi ekonomi keluarga dan status gizi anak prasekolah (p=0,001), dan terdapat hubungan antara fungsi perawatan kesehatan keluarga dan status gizi anak
prasekolah (p=0,001). Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat memanfaatkan program keluarga sehat agar fungsi keluarga dapat dijalankan dengan baik sehingga status gizi anak normal

Nutritioinal problems are the main cause of infant mortality in the world. Imbalance in nutritional status is one of the nutritional problems. By optimizing family function, this can be an efforts to meet children’s nutritional needs. The study aimed to perceive the relationship among family function, include affective function of the family, economic function of the family, and health care function of the family towards nutritional status of preschool children on TK/RA at Cilebut Barat Village Bogor. This cross sectional study involving 109 preschool children and their family on TK/RA at Cilebut Barat Village Bogor. The instrument used to measures nutritional status is WHO anthropometric chart issued by Kemenkes RI and family function questionnaire which has been tested its validity and reliability. The statistical test used for bivariate analysis is chi square test. This study find there is an association among family function and nutritional status of preschoolers (p=0,000), there is an association among affective function of the family and nutritional status of preschoolers (p=0,000), there is an association among economic function of the family and nutritional status of preschoolers (p=0,001), and there is an association among healthcare function of the family
and nutritional status of preschoolers (p=0,001). Therefore family is suggested to utilize Indonesia Sehat program so that family function can be done properly and child’s nutritional
status is normal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Handayani Utami
"Latar belakang dan tujuan: Kemampuan kogntiif anak merupakan salah satu indikator penting perkembangan manusia. Kegagalan pertumbuhan linear (KPL) diketahui berdampak pada kemampuan kognitif anak. Selain itu, faktor gizi juga diketahui memiliki kontribusi penting terhadap kognitif anak. Pendekatan Faktor Risiko Kumulatif (FRK) telah dilakukan pada beberapa studi sebelumnya, namun belum ada yang melakukan pendekatan risiko kumulatif terkait nutrisi di awal kehidupan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kegagalan pertumbuhan linear pada awal kehidupan dan risiko kumulatif terkait gizi di awal kehidupan dengan kemampuan kognitif anak usia 4-6 tahun.
Metode: Disain studi merupakan studi longitudinal, yang dilakukan di kota Bogor, Indonesia pada tahun 2012, yang mengikuti anak-anak sejak lahir. Untuk analisis ini yang menjadi responden penelitian yaitu 139 anak berusia 4-6 tahun. Variabel terikat yaitu perkembangan kognitif yang diukur dengan Wechsler Prescool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) Indonesia dengan indikator Full-scale IQ (FSIQ), Verbal IQ (VIQ) dan Performance IQ (PIQ). Variabel bebas utama yaitu kegagalan pertumbuhan linear dan indeks kumulatif terkait gizi pada awal kehidupan. Analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi cox proportional hazard regression digunakan untuk menganalisis pengaruh faktor independen terhadap kemampuan kognitif anak.
Hasil: Sepertiga dari anak memiliki kegagalan pertumbuhan linear di awal kehidupan. Studi ini tidak menemukan hubungan yang bermakna antara kegagalan pertumbuhan linear di awal kehidupan dengan skor kognitif yang rendah, namun terdapat kecenderungan terjadinya perawakan pendek di awal kehidupan berhubungan dengan rendahnya kemampuan kognitif, juga terdapat hubungan yang bermakna dengan subtes dari VIQ yaitu aritmetika sedangkan hubungan ini tidak ditemukan bermakna pada subtes dari PIQ. Indeks risiko kumulatif terkait gizi di awal kehidupan yang dikembangkan merupakan kombinasi dari 15 faktor risiko yang terkait dengan gizi. Indeks tersebut tingkat konsistensi nya baik dengan nilai Cronbach alpha 0.863. Uji multivariat menemukan indeks tersebut merupakan faktor risiko terhadap rendahnya kognitif anak walaupun secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan: Kegagalan pertumbuhan linear pada awal kehidupan belum ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dengan rendahnya kognitif anak. Terjadi nya perawakan pendek serta indeks kumulatif terkait gizi pada awal kehidupan di awal kehidupan ditemukan sebagai salah satu faktor risiko terhadap kemampuan kognitif yang rendah walaupun secara statistik tidak bermakna.

Background and objective: Children's cognitive abilities are one of the important indicators of human development. Linear growth failure is known to have an impact on child cognitive abilities. In addition, nutritional factors are also known to have an important contribution to children cognitive. A cumulative risk approach has been carried out in several previous studies, but no one has yet approached a cumulative risk related to early life nutrition. Thus, this study aims to investigate the association between linear growth failure (LGF) and Nutrition-related Cumulative risk Factors (NCRF) in early life with children cognitive development in 4-6 years.
Methods: A sampled longitudinal study started in Bogor City, Indonesia, in 2012, and children were followed from birth. For this analysis, we considered 139 children aged 4-6 years. The dependent variable in this analysis is cognitive development as measured by the Indonesian Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WPPSI) with the indicators of Full-Scale IQ, Verbal IQ and Performance IQ. The main independent variables are LGF and NCRF in early life. Multivariate analysis used Cox regression test.
Results: One third of children have LGF in early life. Most of them are having early stunted. This study did not find significant association between LGF in early life with low cognitive scores. However, there is a trend of the children that experience stunted in early life have lower score on all cognitive domain, with the significant association found with arithmetic subtest. NCRF index in early life course developed is a combination of 15 risk factors which are indicators of nutrition related problems. The index is reliable (Cronbach alpha 0.863) and most of its components are valid (p value < 0.05 Chi square test). The index is found to be a risk factors of low cognitive among children 4-6 years old eventhough not statistically significant.
Conclusions: LGF in early life not found to be a significant factor for children low cognitive development in 4 to 6 years, while experience of stunted found to be a risk factors of low cognitive outcomes. NCRF index in early life course found to be a risk factor for child low cognitive development after adjusting other factors eventhough not statistically significant.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholifatun Nisa
"Latar belakang: pada keadaan tertentu kuning pada bayi baru lahir bisa tidak hilang selama lebih dari dua minggu, namun karena kurangnya informasi pada orang tua, diagnosis kolestasis pada anak menjadi terlambat. Kolestasis memunculkan komplikasi, diantaranya sirosis hati, splenomegali, trombositopenia, hipertensi porta, dan varises esofagus yang merupakan faktor risiko perdarahan saluran cerna.
Tujuan: untuk mengetahui besar prevalensi dan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian langusng perdarahan saluran cerna pada anak dengan kolestasis.
Metode: penelitian ini menggunakan desain cohort retrospective dengan jumlah sampel 97 pasien anak kolestasis yang berobat ke RSCM dari tahun 2010-2015. Jenis uji Chi-square atau Fisher exact dan regresi logistik.
Hasil: hasil penelitian diperoleh 27,8% pasien anak kolestasis mengalami perdarahan saluran cerna. Proporsi splenomegali (OR 4,8; IK 95% 1,3-17,6; P=0,018), trombositopenia (OR 23,5; IK 95% 2,3-244,1; P=0,008), dan varises esofagus (OR 7,8; IK 95% 1,1-54,6; P=0,039) memiliki hubungan bermakna dengan kejadian perdarahan saluran cerna. Sedangkan, proporsi koagulopati tidak (p>0,05).
Kesimpulan: pasien anak kolestasis dengan splenomegali, trombositopenia, dan varises esofagus memiliki risiko terhadap kejadian langsung perdarahan saluran cerna.

Background: in a particular circumtances, jaundice may not disappear for more than two weeks. Due to lack information on parents, the diagnosis of cholestasis in children may be delayed. Cholestasis lead to complications, including liver cirrhosis, splenomegaly, thrombocytopenia, coagulopathy, portal hypertension, and esophageal varices as risk factor for gastrointestinal bleeding.
Purpose: aim of this study was to determine the prevalence and risk factor for gastrointestinal bleeding in children with cholestasis.
Methods: this study used a retrospective cohort design of 97 children with cholestasis who admitted to RSCM from 2010-2015.
Results: The result were obtained 97 samples and 27.8% had gastrointestinal bleeding. The proportion of splenomegaly (OR 4.8; 95% CI 1.3-17.6; P=0.018), thrombocytopenia (OR 23.5; 95% CI 2.3-244.1; P=0.008), and esophageal varices (OR 7.8; 95% CI 1.1-54.6; P=0.039) had significant correlation with the prevalence of gastrointestinal bleeding. Meanwhile, the proportion of coagulopathy was not (p>0.05).
Conclusion: children with cholestasis who suffered splenomegaly, trombocytopenia, and esophageal varices have a risk for gastrointestinal bleeding."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Aditia Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas diet, status gizi dan kadar homosistein dengan tekanan darah pada anak usia 3 hingga 4 tahun di Jakarta Timur. Peningkatan tekanan darah yang terjadi sejak masa anak-anak diketahui berhubungan dengan kejadian hipertensi saat dewasa. Faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti obesitas, pola makan tidak sehat juga banyak ditemukan pada anak-anak. Kondisi obesitas meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah melalui berbagai mekanisme terutama disfungsi endotel, inflamasi, dan retensi sodium. Pola makan tidak sehat yang dapat digambarkan melalui kualitas diet juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Salah satu indikator yang dapat digunakan menilai kualitas diet adalah skor Healthy Eating Index (HEI). Homosistein merupakan salah satu biomarker penyakit kardiovaskular yang pada anak-anak masih terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai homosistein. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang merupakan bagian dari penelitian Kohort Jakarta Timur. Sebanyak 196 anak yang memenuhi kriteria menjadi subyek penelitian. Untuk pemeriksaan homosistein dilakukan pada subsampel sebanyak 86 anak. Rerata usia anak adalah 40±2 bulan. Ditemukan 7,1% anak obesitas, 4,1% anak overweight, 23% anak dengan gizi kurang dan 65,8% normal. Rata-rata skor HEI adalah 34,2± 9. Ini merupakan kategori buruk dan rata-rata ini dimiliki oleh 96,4% anak. Kadar homosistein rata-rata adalah 5,5±1 µmol/L. Pada penelitian ini didapatkan hubungan antara kualitas diet (β 0,263 IK 95% 0,030-0,175, p 0,030), status gizi (β 0,465, IK 95% 0,374-0,868, p 0,000) dan kadar homosistein (β 0,187, IK 95% 0,014-1,106, p 0,045) dengan tekanan darah sistolik, dan hubungan antara status gizi (β 0,375, IK 95% 0,314-1,111, p 0,000) dan kadar homosistein (β 0,246, IK 95% 0,179-1,912, p 0,019) dengan tekanan darah diastolik pada anak.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas diet, status gizi dan kadar homosistein dengan tekanan darah anak usia 3-4 tahun di Jakarta Timur

This study aims to determine the association between diet quality, nutritional status and homocysteine ​​levels with blood pressure in children aged 3 to 4 years in East Jakarta. Elevated blood pressure that occurs since childhood is known to be associated with the incidence of adult hypertension. Risk factors for cardiovascular disease such as obesity, unhealthy eating patterns are also found in children. Obesity increase the blood pressure through various mechanisms, especially endothelial dysfunction, inflammation, and sodium retention. An unhealthy diet that can be described through diet quality can also affect blood pressure. One indicator that can be used to assess diet quality is the Healthy Eating Index (HEI) score. Homocysteine ​​is one of the biomarkers of cardiovascular disease which in children the results still debatable. This is a cross-sectional nested East Jakarta Cohort study. A total of 196 children who met the criteria were the subjects of the study. Homocysteine ​​examination is done in a sub-sample of 86 children. The average age of children is 40 ± 2 months. We found 7.1% of obese children, 4.1% of overweight children, 23% of children underweight and 65,8% normal. The average HEI score is 34.2 ± 9. This means poor diet quality, and this average is owned by 96.4% of children. The average homocysteine ​​level is 5.5 ± 1 µmol/L. In this study we found association between diet quality (β 0,263 IK 95% 0,030-0,175, p 0,030), nutritional status (β 0,465, IK 95% 0,374-0,868, p 0,000) and homocysteine level (β 0,187, IK 95% 0,014-1,106, p 0,045) with systolic blood pressure, and association between nutritional status (β 0,375, IK 95% 0,314-1,111, p 0,000) and homocysteine level (β 0,246, IK 95% 0,179-1,912, p 0,019) with diastolic blood pressure in children.
Conclusion: There is association between diet quality, nutritional status and homocysteine ​​levels with blood pressure in children aged 3-4 years in East Jakarta.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haloho, Agustina Br
"Latar Belakang: Ventilasi mekanik diperlukan pasien kritis di unit perawatan intensif dengan tujuan menormalkan kadar gas darah arteri dan menyeimbangkan kadar asam basa, namun penggunaan ventilasi mekanik yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya Ventilator Associated Pneumonia, cedera paru, infeksi nosokomial, dan sepsis. Ketebalan diafragma memiliki korelasi signifikan dengan lama penggunaan ventilasi mekanik. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan faktor-faktor risiko dengan ketebalan diafragma pasien kritis di ICU, sehingga dapat membantu untuk memprediksi lamanya penggunaan ventilasi mekanik.
Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional terhadap 30 subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan selama periode September 2018- Desember 2018 di Ruang Perawatan Intensif RSUP Dr. Mohammad Hoesin. Ketebalan diafragma pasien kritis yang menggunakan ventilasi mekanik diukur pada hari ke-0, ke-3, ke-5 dan kemudian dibandingkan.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ventilasi mekanik didominasi oleh laki-laki (63,33 %), usia 40-70 tahun (63,33%), dengan status nutrisi kategori tidak obes (90%). Penurunan ketebalan diafragma signifikan terjadi pada hari ke-3 (nilai P = 0,026). Penurunan ketebalan diafragma memiliki hubungan yang bermakna dengan RNL (nilai P = 0,003), kadar prealbumin (nilai P = 0,025), IMT (nilai P = 0,015), sepsis (nilai P = 0,010), dan pemberian albumin artifisial (nilai P = 0,013). Sedangkan usia (nilai P = 0,603), jenis kelamin (nilai P = 0,906), opioid (nilai P = 0,315), dan kadar glukosa (nilai P = 0,303) menunjukkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Penurunan ketebalan diafragma terjadi pada subjek yang menggunakan ventilasi mekanik dipengaruhi oleh RNL, kadar prealbumin serum, IMT, sepsis, dan penggunaan albumin intravena, namun tidak dipengaruhi usia, jenis kelamin, penggunaan opioid, dan pemberian infus albumin intravena.

Background: Mechanical ventilation required by critical patients in intensive care unit to normalizing arterial blood gas and balancing acid-base levels, but prolonged use of mechanical ventilation can cause ventilator associated pneumonia, lung injury, nosocomial infections, and sepsis. Diaphragm thickness has a significant correlation with the duration of mechanical ventilation uses. This study aims to analyze the relations of risk factors with the thickness of the diaphragm of critical patients in the ICU. Hopefully it can help to predict the length of the mechanical ventilation uses.
Methods: This study was an observational analytic study of 30 research subjects who met the acceptance criteria during the period September 2018-January 2019 in the Intensive Care Unit of Dr. Mohammad Hoesin Hospital. The diaphragm thickness of critical patients using mechanical ventilation was measured on the 0th, 3rd, 5th and then compared by days.
Results: The study showed that the use of mechanical ventilation was dominated by men (63.33%), ages 40-70 years (63.33%), with nutritional status in the category of not obese (90%). A significant decrease in the thickness of the diaphragm occurred on the 3rd day (p-value = 0.026). The decrease in diaphragm thickness has a significant relations with RNL (p-value = 0.003), prealbumin level (p-value = 0.025), BMI (p-value = 0.015), sepsis (p-value = 0.010), and artificial albumin (p-value = 0.013). Whereas age (p-value = 0.603), gender (p-value = 0.906), opioid (p-value = 0.315), and glucose level (p-value = 0.303) showed a relations that did not reach statistical significance.
Conclusion: The decrease in diaphragm thickness occurred in subjects using mechanical ventilation affected by RNL, serum prealbumin levels, BMI, sepsis, and intravenous albumin uses, but were not affected by age, sex, opioid use, and intravenous albumin infusion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulisa Zulkifli
"Latar belakang: Masalah Kesehatan gigi dan gizi pada anak tidak dapat dipisahkan. Keduanya berbagi faktor risiko yang sama. Masih tingginya prevalensi malnutrisi di negara berkembang khususnya di Indonesia yang disertai dengan tingginya prevalensi Early childhood caries (ECC) pada kelompok anak perlu menjadi perhatian khusus.
Tujuan : Menganalisa hubungan ECC dengan status gizi anak usia 5 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018.
Metode: Penelitian cross sectional menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Sampel 701 anak usia 5 tahun yang dilakukan pemeriksaan klinis dan kuesioner. ECC sebagai variabel independen utama dan faktor risiko lainnya ; self-reported oral health, jenis kelamin, tingkat Pendidikan ibu, status pekerjaan ayah, status ekonomi keluarga, praktik diet anak dan pemanfaatan fasyankes dianalisa terhadap status gizi berdasarkan kategori berat badan/tinggi badan yang dikonversikan dengan standard Z-score.
Hasil: uji chi-square menunjukkan korelasi signifikan antara status ECC, tingkat Pendidikan ibu, status ekonomi keluarga dan praktik diet berisiko anak terhadap status gizi (p-value<0,05). Uji regresi logistik multinomial membuktikan korelasi signifikan antara ECC dengan wasting (OR = 1,352, 95% CI: 0.989 – 2,589). ECC tidak berkorelasi terhadap obesitas.
Kesimpulan: ECC dapat menjadi salah satu penyebab wasting pada anak. Beberapa faktor risiko terjadinya masalah gizi juga merupakan faktor risiko yang sama terhadap kejadian karies gigi.

Background: Oral health and nutrition problems in children cannot be separated. Both share the same risk factors. The high prevalence of malnutrition and Early childhood caries (ECC) in developing countries, especially in Indonesia still need attention.
Objective: Analyze the relationship between ECC and the nutritional status of children aged 5 years in Indonesia based on the 2018 Riskesdas data.
Methods: A cross-sectional study using secondary data from Riskesdas 2018. A sample of 701 children aged 5 years were subjected to clinical examinations and questionnaires. ECC as the independent variable and other risk factors; self-reported oral health, gender, mother's education level, father's employment status, family economic status, children's dietary practices and utilization of health facilities were analyzed against nutritional status based on weight/height categories converted by Z-score.
Results: chi-square test showed a significant correlation between ECC, maternal education level, family economic status and dietary practices at risk of children on nutritional status (p-value <0.05). Multinomial logistic regression test proved a significant correlation between ECC and wasting (OR = 1,352, 95% CI: 0.989 – 2.589). ECC is not correlated with obesity.
Conclusion: ECC can cause wasting in children. Meanwhile several risk factors for nutritional problems and dental caries were similar.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Aulia
"Infeksi soil-transmitted helminth (STH) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di dunia, terutama di negara berkembang. Keberadaan dan aktivitas STH di tubuh inang dapat menyebabkan perubahan pada mukosa usus, termasuk menyebabkan kerusakan sel yang dapat mempengaruhi permeabilitas usus dan menstimulasi respon imun seperti inflamasi. Studi ini dilakukan untuk menentukan status inflamasi dan permeabilitas usus pada berbagai status infeksi parasit cacing usus pada anak usia balita di Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Sampel tinja yang diperoleh dari anak berusia 20-59 bulan diperiksa keberadaan telur cacing dengan metode Kato-Katz dan diukur konsentrasi biomarker permeabilitas dan inflamasi usus dengan metode Enzyme-linked immunosorbent assay. Biomarker permeabilitas usus yang digunakan adalah α-1-antitripsin (AAT) fekal sedangkan biomarker inflamasi usus yang digunakan adalah calprotektin fekal (FC). Prevalensi infeksi STH pada penelitian ini adalah 17,12%, dengan spesies dominan A. lumbricoides diikuti oleh T. trichiura. Sebagian besar anak memiliki AAT terdeteksi (64,71%), sedangkan hasil sebaliknya ditemukan untuk FC (35,06%). Status infeksi STH tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan status konsentrasi AAT, termasuk ketika dianalisis dengan spesies STH. Hubungan yang signifikan hanya ditemukan antara infeksi T. trichiura dan status konsentrasi FC. Sebagian besar anak mengalami peningkatan permeabilitas usus, tetapi tidak selalu disertai inflamasi usus. Infeksi STH tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan biomarker tinja kecuali antara status infeksi T. trichiura dan biomarker inflamasi usus yang mungkin dapat dijelaskan oleh perilaku spesies ini pada habitatnya dalam tubuh inang.

Soil-transmitted helminth (STH) infection is still a major health problem in low-and middle-income countries (LMIC). The presence and activity of STH can cause changes in the intestinal mucosa, including cell damage that can affect intestinal permeability and stimulate immune responses such as inflammation. This study investigated the inflammatory and permeability status of the intestinal mucosa in various status of STH infection in preschool-age children (PSC) residing in Nangapanda District, Ende Regency, East Nusa Tenggara. Stool samples were obtained from children aged 20-59 months, and were then examined for worm eggs using Kato-Katz method and measured for the concentrations of biomarkers of intestinal permeability and inflammation by Enzyme-linked Immunosorbent assay. Intestinal permeability biomarkers were represented by fecal α-1-antitrypsin (AAT), while intestinal inflammation biomarkers were represented by fecal calprotectin (FC). The prevalence of STH infection in this study was 17.12%, with A. lumbricoides as the predominant species followed by T. trichiura. Most children had detectable AAT (64,71%), while the opposite result was found for FC (35,06%). STH infection status did not have a significant association with AAT concentration status, including when analyzed by STH species. A significant association was only found between T. trichiura infection and FC concentration status. Most children had increased gut permeability, but not necessarily accompanied by gut inflammation. STH infection did not have a significant correlation with fecal biomarkers except between T. trichiura infection status and gut inflammatory biomarker, which might be explained by the feeding habit of this spesies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>