Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Lahirin
"Penelitian ini merupakan penelitian dengan design cross over, tersamar ganda, alokasi acak, dan bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian minuman teh hijau terhadap kadar glukosa darah postprandial setelah mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat pada individu remaja sehat. Sebanyak 24 subjek remaja sehat mengikuti penelitian ini sampai selesai. Seluruh subjek penelitian mendapat perlakuan dengan mengonsumsi minuman teh hijau yang mengandung 66,52 mg katekin teh hijau atau 369,14 mg katekin teh hijau, serta dua lembar roti dan tiga gram sukrosa. Perlakuan terbagi dalam dua hari dengan diselingi periode wash out selama tiga hari. Pada penelitian ini terkumpul 24 data per kelompok, yang terdiri dari karakteristik demografi dan hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa, menit ke-30, 60, dan 120. Hasil penelitian ini memperlihatkan rerata usia subjek 20,08 ± 0,40 tahun dan rerata indeks massa tubuh (IMT) 20,37 ± 1,40 kg/m2. Kadar glukosa darah puasa tidak menunjukkan perbedaan bermakna di antara kedua kelompok (p = 0,164). Hasil pengukuran kadar glukosa darah kelompok yang mengonsumsi 369,14 mg katekin teh hijau dibandingkan yang mengonsumsi 66,52 mg katekin teh hijau, lebih rendah secara bermakna pada menit ke-60 dan ke-120 dengan nilai sebagai berikut 113,70 ± 13,20 mg/dL vs 124,16 ± 8,17 mg/dL; p = 0,005 dan 88,95 ± 6,13 mg/dL vs 105,25 ± 13,85 mg/dL; p <0,001. Kesimpulan, kadar glukosa darah postprandial lebih rendah secara bermakna pada pemberian minuman yang mengandung 369,14 mg katekin teh hijau dibandingkan dengan mengonsumsi 66,52 mg katekin teh hijau.

This study was a randomized, cross over, double-blind clinical trial, aimed to evaluate the effect of green tea on postprandial blood glucose level after consumption of high carbohydrate diet in healthy adolescents. Twenty four subjects completed this study. After solution of 2 g or 10 g green tea in 300 mL hot water was made, the subjects was given 100 mL, two slices bread and 3 g sucrose which held in two days with three day-wash out period. Twenty four data in each group were analyzed, including demographic characteristic, fasting and postprandial blood glucose levels which measured at regular intervals (30, 60, and 120 min). This study showed mean age of subjects was 20,08 ± 0,40 years and mean body mass index was 20,37 ± 1,40 kg/m2. Fasting blood glucose level in both groups was not significantly different (p = 0,164). At min 60 and 120, postprandial glucose levels in intervention group (which consumed 369,14 mg green tea catechins) were significantly lower compared with control group (which consumed 66,52 mg green tea catechin); 113,70 ± 13,20 mg/dL vs 124,16 ± 8,17 mg/dL; p = 0,005 and 88,95 ± 6,13 mg/dL vs 105,25 ± 13,85 mg/dL; p <0,001. In conclusion, there was a significant decrease in postprandial blood glucose after consumption of 369,14 mg catechins green tea compared with 66,52 mg catechins green tea. "
Depok: [Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ], 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trismiyanti
"Kadar trigliserida (TG) darah postprandial yang tinggi merupakan satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Minuman teh hijau dapat membantu menurunkan peningkatan kadar TG darah postprandial melalui penghambatan absorpsi lemak di lumen usus. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan perubahan kadar TG darah postprandial antara kelompok perlakuan (KP) yang mendapat makanan tinggi lemak dan 200 mL minuman teh hijau (7328,29 mg katekin) dibandingkan dengan kelompok kontrol (KK) yang mendapatkan makanan tinggi lemak dan air putih (0 mg katekin), merupakan uji klinis dengan desain paralel, alokasi acak, tersamar tunggal, dilakukan terhadap 40 orang mahasiswi sehat. Data yang diperoleh meliputi karakteristik subjek serta kadar trigliserida darah puasa, dua, dan empat jam postprandial.
Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan. Rerata usia subjek penelitian adalah 20 tahun dengan rerata IMT subjek termasuk kategori normal untuk Asia Pasifik. Kadar TG darah empat jam postprandial pada KP didapatkan lebih rendah (88,26 ± 23,47 mg/dL) secara signifikan (p = 0,03) dibandingkan KK (107,84 ± 30,49 mg/dL). Perubahan kadar TG darah empat jam postprandial kedua kelompok juga terdapat perbedaan bermakna (p = 0,02), pada KP 18,26 ±12,75 mg/dL sedangkan KK 33,05 ± 22,86 mg/dL. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa peningkatan kadar TG darah empat jam postprandial didapatkan lebih rendah pada subjek yang mengonsumsi minuman teh hijau dibandingkan air putih.

The elevated level of postprandial blood triglycerides (TG) may be a risk factor for cardiovascular disease. Green tea catechins is believed to lower the postprandial blood TG level by inhibiting intestinal absorption of dietary fat. The aim of this study was to evaluate the changes of two and four hours postprandial blood TG levels after given high fat meal with green tea beverage (738,29 mg catechins) compared with water (0 mg catechins) in healthy college student girls. This is a clinical trial with a parallel design, randomized allocation, single blind study conducted on 40 healthy college student girls. Data obtained include subject characteristics, blood TG levels, that were assessed before treatment, two and four hours after.
The statistical analyses used independent t-test. The mean age of study subject is 20 years with a mean BMI of subjects fall in to normal category for the Asia Pacific region. Consentrations of four hours postprandial blood TG in green tea group (treatment) is 88,26 ± 23,47 mg/dL and in water group (control) is 107,84 ±30,49 mg/dL. There is significantly different in both groups (p = 0,03). Changes of four hours postprandial blood TG in both groups is also significantly different (p = 0,02) which is in treatment group is 18,26 ±12,75 mg/dL and 33,05 ± 22,86 mg/dL in control group. This study suggests that the increase in blood TG levels obtained four hours postprandial were lower in subjects who consumed tea beverage than plain water.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nany Budiman
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian teh hijau terhadap kadar NOx serum postprandial setelah mengonsumsi makanan tinggi lemak pada individu dewasa sehat. Penelitian ini merupakan uji klinis alokasi acak, cross over, tersamar tunggal. Sebanyak 20 subyek mengikuti penelitian ini namun hanya 19 subyek yang mengikuti penelitian ini sampai selesai. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama adalah kelompok subyek yang mendapatkan teh hijau, sedangkan kelompok kedua mendapatkan air putih. Satu minggu kemudian, kepada kedua kelompok dilakukan cross over. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, asupan energi dan lemak, asupan nitrat anorganik, serta laboratorium. Rerata persentase asupan lemak terhadap energi total subyek penelitian adalah 32,46 ± 1,19% melebihi asupan lemak total yang dianjurkan. Asupan kolesterol subyek penelitian sebesar 224,53 (125,83‒495,27) mg/hari, masih dalam batas rekomendasi untuk orang dewasa. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada asupan nitrat anorganik selama masa run in dan wash out. Perubahan kadar NOx serum pada kelompok teh hijau dan air putih masing-masing adalah 3,90 (0,80‒11,60) μmol/L dan 3,13 ± 0,33 μmol/L. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar NOx serum pada kedua kelompok dan peningkatan kadar NOx serum pada kelompok teh hijau lebih besar walaupun perbedaan peningkatan ini tidak bermakna secara statistik (p= 0,27).

The aim of this study is to investigate the effect of green tea on postprandial serum NOx level after consumption of high fat meal in healthy young adults. This study was a randomized, cross over, single-blind clinical trial. Twenty subjects participated in the study but only 19 subjects completed this study. The subjects were divided into two groups, first was the group who took green tea and the second was the group who took water. After one week apart, both groups were cross over. The data collected in this study included demographic characteristic, antropometric,dietary assessment of energy and fat intake, inorganic nitrate intake, andlaboratory test. Percentage of energy from fat of the subjects averaged 32.46±1.19% which was above the recommended value. Cholesterol intake of the subjects was 224.53 (125.83‒495.27) mg/day which was below recommended value for adults. There was no statistically significant difference on inorganic nitrate intake during run in and wash out period. The changes of serum NOx level in green tea and water group were 3.90 (0.80‒11.60)μmol/L dan 3.13± 0.33 μmol/L respectively. Serum NOx level was increased in both groups compared to baseline but the increase was higher in green tea group; however, it was not statistically significant (p = 0.27)."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Goretti,author
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau
terhadap stres oksidatif postprandial pasca asupan makanan tinggi lemak pada
individu dewasa muda sehat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan
desain alokasi acak menyilang tersamar tunggal yang melibatkan 19 orang
subyek, 8 laki-laki dan 11 perempuan, dengan median usia 20 tahun (19–
21tahun). Subyek penelitian diberikan 6 g teh hijau dalam 300 mL air atau air
putih setelah mengonsumsi burger dengan total energi 1066 kkal dan komposisi
lemak 57,71% pada dua kesempatan yang berbeda. Kadar MDA plasma diukur
pada awal dan 2 jam setelah mengonsumsi makanan dan minuman yang
diberikan. Median perubahan kadar MDA plasma pada pemberian teh hijau
adalah 0,04 (-0,19–0,11) dan rerata perubahan kadar MDA plasma pada pemberian
air putih adalah 0,01 ± 0,04. Tidak didapatkan perbedaan bermakna perubahan
kadar MDA plasma 2 jam postprandial antara pemberian teh hijau dibandingkan
dengan pemberian air putih (p=0,296). Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa konsumsi teh hijau dosis tunggal pasca asupan makanan tinggi lemak tidak
memberikan penurunan stres oksidatif postprandial pada individu dewasa muda
sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the ability of green tea cathecins to
modify postprandial oxidative stress after a high-fat meal in healthy young adults.
This is a randomized, single-blind, placebo-controlled trial which involved 19
subjects, 8 men and 11 women, with median age 20 years (19–21 years) After
consuming a high-fat burger (1066 kcal with 57,71% fat), subjects were given 6 g
green tea in 300 ml water or drinking water on two separate occasions. Blood
samples were collected pre-meal (fasted) and 120 min post meal, and assayed for
plasma malondialdehyde (MDA). Median changes of MDA concentration after
green tea was 0,04 (-0,19–0,11) and mean changes of MDA concentration after
drinking water was 0,01 ± 0,04. There was no significant difference of MDA
concentration changes between green tea and drinking water. The data indicate
that consuming single dose green tea after a high-fat meal could not attenuate
postprandial oxidative stress in healthy young adult."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Green tea contains catechins that have inhibitory effects on amylase, sucrase, and sodium-dependent glucose transporter (SGLT) which result in lowering of postprandial blood glucose (PBG). This beneficial effect has been widely demonstrated using the usual dose (UD) of green tea preparation. Our study was aimed to explore futher lowering of PBG using high dose (HD) of green in healthy adolescents. 24 subjects received 100 mL infusion of either 0.67 or 3.33 grams of green tea with test meal. Fasting, PBG at 30, 60, 120 minutes were measured. Subjects were cross-overed after wash out. PBG and its incremental area under the curve (IAUC) difference between groups were analyzed with paired T-test. Cathecin contents of tea were measured using high-performance liquid chromatography (HPLC).The PBG of HD group was lower compared to UD (at 60 minutes =113.70+-13.20 vs 124.16 +-8.17 mg/dL, p=0.005; at 120 minutes =88.95 +-6.13 vs 105.25 +-13.85 mg/dL, p < 0.001). The IAUC of HD was also found to be lower compared to UD (2022.0 vs 3411.9 min.mg/dL, p <0.001). Additional benefit of lowering PBG can be achieved by using higher dose of green tea. This study recommends preparing higher dose of green tea drinks for better control of PBG. "
UI-MJI 24:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Irawati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minuman teh hijau
setelah konsumsi makanan tinggi lemak dalam bentuk makanan cepat saji,
terhadap perubahan kadar TNFα serum sebagai penanda inflamasi postprandial
dibandingkan dengan air putih. Penelitian ini merupakan studi eksperimental
dengan desain cross over, alokasi acak, tersamar tunggal yang dilakukan pada
individu sehat berusia 18?24 tahun di FKUI Jakarta, bulan Maret hingga April
2013. Sebanyak 20 orang menjadi subyek penelitian setelah melalui proses seleksi
dan pemilihan subyek dengan simple random sampling, 1 orang subyek drop out,
sehingga 19 orang subyek mengikuti penelitian hingga selesai. Data yang
diperoleh meliputi usia, jenis kelamin, asupan energi dan lemak dengan metode
food record 3x24 jam, serta kadar TNFα serum pada keadaan baseline dan 2 jam
postprandial dengan menggunakan metode ELISA. Didapatkan sebagian besar
subyek penelitian berjenis kelamin perempuan (57,9%), dengan median usia
subyek adalah 20 tahun (19 ? 22 tahun). Persentase konsumsi lemak harian adalah
sebesar 32,46 ± 5,2 persen lemak dan rerata asupan lemak sebesar 58,59 ± 15,21
gram per hari. Pada kedua kelompok perlakuan terdapat penurunan kadar TNFα
serum postprandial yang signifikan, yaitu sebesar 15,8% dengan median -0,16 (-
0,48 ? 0,38) pg/mL pada kelompok teh hijau dan sebesar 6,9% dengan median -
0,07 (-1,02 ? 0,1) pg/mL pada kelompok air putih. Tidak didapatkan perbedaan
perubahan kadar TNFα serum yang bermakna antara subyek yang diberi minuman
teh hijau dengan air putih setelah pemberian makanan tinggi lemak (p=0,533).

ABSTRACT
The objective of this study is to know the effect of green tea consumption after
high fat meal on the difference (delta) of serum TNFα as the marker of
postprandial inflammation, compared to water consumption. This is an
experimental, randomized, single blind, cross over study on healthy adult 18?24
years of age in FKUI Jakarta, March to April 2013. Twenty people become the
subjects of this study after the selection and simple random sampling process.
One subject was dropped out from the study, so 19 subjects completed the study.
Data collected in this study are age, sex, energy and fat intake using 3x 24 hours
food record, and serum TNFα baseline and 2 hours postprandial using ELISA
method. Most of the study subject are female with the percentage of 57,9%, and
the median age is 20 years old (19?20 years old). Daily fat consumption of the
study subjects is 32,46 ± 5,2 % , with the mean of 58,69 ± 15,21 grams fat per
day. In both study group, there are significant decreasing serum TNFα level, as
much as 15,8% with median -0,16 (-0,48 ? 0,38) pg/mL in green tea group and
6,9% with median -0,07 (-1,02 ? 0,1) pg/mL in water group. There is no
significant difference on serum TNFα level between two groups (p=0,53"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyna Fitria
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas ekstrak biji kacang merah (Vigna angularis) sebagai inhibitor enzim α-amilase secara in vitro dan in vivo. Biji kacang merah (Vigna angularis) diekstrak dengan PBS (Phosphate Buffer Saline) kemudian difraksinasi dengan amonium sulfat. Metode in vitro dilakukan dengan mengamati persentase inhibisi pada masing-masing fraksi ekstrak. Tahap selanjutnya dilakukan uji in vivo dengan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO). Hasil persentase inhibisi tertinggi pada uji in vitro yaitu terdapat pada fraksi endapan amonium sulfat 0--60% yaitu sebesar 72,39%. Persentase inhibisi pada ekstrak kasar sebesar 52,64%. Uji in vivo dilakukan pada ekstrak kasar dengan pertimbangan tidak ada perbedaan persentase inhibisi secara bermakna dibandingkan dengan fraksi endapan ammonium sulfat 0?60%. Tikus dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol normal, kontrol positif, kontrol negatif, kelompok dosis 1 (600 mg/300 g bb), dan dosis 2 (800 mg/300 g bb). Pengukuran kadar glukosa darah postprandial dilakukan pada menit ke-30, 60, dan 120 setelah pemberian ekstrak. Analisis protein ekstrak kacang merah (Vigna angularis) dengan metode SDS-PAGE elektroforesis menunjukkan ukuran protein dari phaseolamin sebesar ±55,9 kDa pada setiap fraksi ekstrak. Hasil penelitian uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak kasar biji kacang merah (Vigna angularis) tidak menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah.

The research was done in order to determine the activity of a mixture extract adzuki bean (Vigna angularis) for α-amylase inhibitor by in vitro and in vivo method. Adzuki bean (Vigna angularis) seeds was extracted with PBS (Phosphate buffer saline) and fractionated with ammonium sulphate, then percentage of inhibition of each fraction was observed. In vivo study was done with oral glucose tolerance test method. The in vitro result showed that highest activity in fractination with ammonium sulphate was founded in saturation level of 0--60%, α-amylase were inhibited 72,39 %. Percentage of inhibition of crude extract is 52,64 %. In vivo method was done with crude extract because there is no significant difference in the percentage of inhibition with ammonium sulphate fraction. Male rats were divided into five group. They were normal control group, negative control group, positive control group, and the other 2 group given the extract (600 mg/300 g body weight and 800 mg/300 g body weight). Glucose level was measured in 30, 60 and 120 minutes post glucose administration. Electrophoresis analysis of extract by SDS PAGE showed that the size of phaseolamin was ±55,9 kDa. The result of this study showed that crude extract of adzuki bean (Vigna angularis) has no effect on lowering blood glucose level."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Meriati Elisabet Magdalena
"Diabetes Melitus Tipe 1 merupakan penyakit kronis yang melibatkan perubahan perilaku baik pola hidup maupun aktivitas dalam  sehari-hari. Tidaklah mudah untuk mencapai perubahan perilaku yang dapat secara langsung mempengaruhi pengendalian glukosa darah dan komplikasi. Serangkaian tindakan pengobatan yang rutin dipatuhi pada dasarnya bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Ketidakpatuhan pada umumnya dapat meningkatkan masalah kesehatan bahkan dapat memperburuk penyakit yang dideritanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan tingkat kepatuhan perawatan diri anak dengan DMT1 tentang pemeriksaan glukosa darah harian dan pemberian terapi insulin. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dengan teknik consecutive sampling terhadap 49 anak diabetes melitus tipe 1 usia 1 – 18 tahun di wilayah Jabodetabek. Data diperoleh dari pengisian logbook selama 14 hari. Analisis menggunakan spearman sesuai jenis data. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan kepatuhan pemeriksaan glukosa terhadap kadar glukosa prepandrial dan postpandrial (p>0.05). Demikian pula didapatkan tidak ada hubungan tingkat kepatuhan  terapi insulin dengan kadar glukosa prepandrial dan postpandrial (p>0,05). Namun secara univariat  didapatkan dara bahwa tingkat kepatuhan insulin sudah sesuai, tetapi tidak demikian dengan tingkat kepatuhan glukosa darah yaitu kurang baik. Hasil penelitian ini memberikan dasar ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak diabetes melitus tipe 1, bahwa perawatan diri pada anak diabetes melitus tipe 1 harus dipantau dan ditingkatkan agar mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Kata kunci : Diabetes melitus tipe 1, kepatuhan pemeriksaan glukosa, kepatuhan insulin

Type 1 Diabetes is a chronic disease involving changing behaviour in both lifestyle and daily activities. Series of treatment that routinely obeyed in fact not easy to follow. Nonadherence in general can increase health problem even worsen his ilness. The Research aimed to find out correlation between level of adherence self-treatment with type 1 diabetes mellitus about checking daily blood glucose and giving therapy of insulin. The research used cross sectional design with consecutive technique sampling to 49 children suffering type 1 diabetes mellitus aged 1 – 18 years old in Jabotabek areas. Data was collected from filling out logbook for 14 days. Analysis used Spearman method according to the type of databased on type of data. The result of the study showed that there was no compliance relationship of blood glucose examination with prepandrial blood glucose level (p>0,05). It was found that there was no association with the level of insulin compliance with prepandrial blood glucose levels (p>0,05). Nevertheless, univariate data showed that the level of insulin compliance was appropriate, but not so with the level of blood glucose adherence that is not good. This research gives scientific basis in giving nursing care to children with type 1 diabetes that self care in children with type 1 diabetes mellitus must be monitored and increased to get good quality of life.
Key words : Type 1 diabetes mellitus, adherence of glucose checkup, insulin adherence
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisita Dyah Nareswari
"Prevalensi hiperurisemia di seluruh dunia telah meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Kondisi ini memiliki hubungan yang erat dalam patogenesis dan perkembangan CKD. Alopurinol merupakan obat lini utama yang terbukti efektif dan aman dalam menurunkan kadar asam urat. Namun, sekitar 2% pasien yang mengonsumsi alopurinol menderita hipersensitivitas parah yang dapat meningkatkan risiko kematian hingga 20%. Oleh karena itu, dibutuhkan obat alternatif dalam penurunan asam urat yang ditujukan untuk pasienpasien tersebut. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu produk herbal yang terbukti memiliki berbagai manfaat kesehatan. Beberapa studi telah melakukan penelitian mengenai teh hitam serta teh hijau terhadap asam urat dan ginjal. Studi literatur ini bertujuan untuk meninjau temuan-temuan mengenai efek teh hitam dan teh hijau serta menganalisa hubungannya terhadap penurunan asam urat dan perbaikan kerusakan ginjal. Pencarian literatur untuk penelitian ini dilakukan melalui electronic database seperti Google Scholar, ScienceDirect, Scopus, dan Nature dengan memasukkan kata kunci hiperurisemia, uric acid, CKD, kidney damage, Camellia sinensis, black tea, green tea, EGCG, dan teaflavin. Jurnal selain bahasa Indonesia dan bahasa inggris tidak diikutsertakan dalam pembuatan studi literatur ini. Hasil uji in vitro dan in vivo menunjukkan bahwa kedua jenis teh ini dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki kerusakan ginjal. Namun uji klinis tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara teh hitam dan teh hijau dengan penurunan asam urat.

The prevalence of hyperuricemia worldwide has been increasing significantly over the years. This condition is closely associated with the pathogenesis of CKD. Allopurinol is the firstline drug that has been proven effective and safe in reducing uric acid levels. However, about 2% of the patients who consumed allopurinol suffer from severe hypersensitivity which can increase the risk of mortality by up to 20%. Therefore, alternative medicines in lowering uric acid levels are needed for these patients. Tea (Camellia sinensis) is one of the herbal products proven to have various health benefits. Several studies have conducted research on black tea and green tea on uric acid levels and kidney. This literature study aims to assess findings regarding the effects of black tea and green tea as well as analyze its association in the reduction of uric acid levels and repairing kidney damage. Literature for this study is conducted through electronic database Google Scholar, ScienceDirect, Scopus, and Nature by entering the keywords hyperuricemia, uric acid, CKD, kidney damage, Camellia sinensis, black tea, green tea, EGCG, and theaflavin. Journals other than Indonesian and English were not included in the making of this study. The results of in vitro and in vivo studies show that both of these teas can reduce uric acid levels and repair kidney damage. However, clinical studies do not show a significant relationship between black tea and green tea in reducing uric acid levels."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Asupan serat dalam menu harian penyandang diabetes masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan serat dalam makanan selingan penyandang diabetes melitus (DM) 2 terhadap kadar glukosa darah. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain menyilang alokasi acak pada 7 laki-laki dan 13 perempuan di Klinik Dokter Keluarga Kayu Putih Jakarta. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok: kelompok kontrol mendapat anjuran diet DM dan kelompok perlakuan mendapat anjuran diet DM dan pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram/hari selama 3 minggu. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Status gizi obes didapatkan pada 55% subyek. Sebagian besar subyek tidak mematuhi anjuran diet DM: asupan lemak tinggi sedangkan asupan serat 7,0–13,7 g/hari. Pada awal penelitian, kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum kedua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Setelah periode perlakuan, perubahan kadar glukosa darah tidak bermakna, namun terlihat cenderung menurun pada kelompok perlakuan. Kesimpulan: pada penyandang DM tipe 2, pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram selama 3 minggu tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum.

Fiber intake in the daily menu of diabetes patients was observed to be lower than recommendation. The aim of this study was to evaluate the effect of fiber supplementation as snack on blood glucose levels in type 2 diabetic subjects. This randomized, cross-over controlled clinical trial involved 7 men and 13 women, who visited to Family Doctor Clinic Kayu Putih in Jakarta. Subjects were assigned into two groups: control group who got diabetic diet recommendation, while treatment group got diabetic diet recommendation and snack containing 6 grams fiber/day for three weeks. Fasting blood glucose (FBG) and 2 hours postprandial blood glucose (PPBG) levels were assessed before and after intervention. Fifty five percent of the subjects were obese. Majority of subjects could not comply with diabetic regiment: high in fat, while fiber intakes was around 7.0–13.7 g/day. At baseline, FBG and PPBG levels were comparable. After intervention period, blood glucose level did not changed significantly, but tend to decrease in the treatment group. In conclusion: snack containing 6 grams of fiber for three weeks did not decrease FBG and PPBG of type 2 diabetic subjects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>