Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40079 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahreza Muhammad
"Penelitian tentang elektroflotasi untuk pemisahan limbah pewarnaan batik telah dilakukan. Ada 2 cairan yang diflotasi, yaitu zat warna batik dan limbah pewarnaan batik. Gelembung dihasilkan dengan elektrolisis menggunakan elektroda alumunium alloy dengan luas permukaan anoda dan katoda adalah 116 cm2 dan 98 cm2. Variasi tegangan yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 V. Diameter yang dominan pada 5, 10, 15, 20, dan 25 V adalah 205 – 255 μm dan 5 – 55 μm serta volume gelembung yang didapat tiap 20 detik adalah 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, dan 4.55 mL. Pada zat warna batik didapatkan persen pengurangan TSS, warna, dan kekeruhan pada tegangan 5, 10, 15, dan 20 V adalah 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. Pada limbah batik didapatkan persen penurunan TSS, warna, dan kekeruhan yang terbaik adalah 97.09%, 98.6%, dan 99.16% terjadi pada tegangan 10 V dengan penambahan 50 gram tawas dan perbandingan air dan limbah 1:14.

The research on electroflotation for Batik waste separation has been done. There are 2 fluids, dye of batik and batik waste. Bubbles are generated by electrolysis using aluminum alloy electrodes which the enode and kathode surface areas are 116 cm2 and 98 cm2. Variation of applied voltages are 5, 10, 15, 20, and 25 V. The dominant size of bubbles which are measured are range between 205 – 255 μm and 5 – 55 μm. Bubble surface areas obtaining per 20 seconds are 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, and 4.55 mL. In batik dyes, percent reduction of TSSs, colors, and turbidities at voltage 5, 10, 15, and 20 V 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. in batik waste, the best percent reduction of TSS, color, and turbidity which occured at a voltage 10 V with the addition 50 gr alum and waste and water ratio 1:14 is 97.09%, 98.6%, and 99.16%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S57493
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shahreza Muhammad
"Penelitian tentang elektroflotasi untuk pemisahan limbah pewarnaan batik telah dilakukan. Ada 2 cairan yang diflotasi, yaitu zat warna batik dan limbah pewarnaan batik. Gelembung dihasilkan dengan elektrolisis menggunakan elektroda alumunium alloy dengan luas permukaan anoda dan katoda adalah 116 cm2 dan 98 cm2. Variasi tegangan yang digunakan adalah 5, 10, 15, 20, dan 25 V. Diameter yang dominan pada 5, 10, 15, 20, dan 25 V adalah 205 – 255 ?m dan 5 – 55 ?m serta volume gelembung yang didapat tiap 20 detik adalah 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, dan 4.55 mL. Pada zat warna batik didapatkan persen pengurangan TSS, warna, dan kekeruhan pada tegangan 5, 10, 15, dan 20 V adalah 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. Pada limbah batik didapatkan persen penurunan TSS, warna, dan kekeruhan yang terbaik adalah 97.09%, 98.6%, dan 99.16% terjadi pada tegangan 10 V dengan penambahan 50 gram tawas dan perbandingan air dan limbah 1:14.

The research on electroflotation for Batik waste separation has been done. There are 2 fluids, dye of batik and batik waste. Bubbles are generated by electrolysis using aluminum alloy electrodes which the enode and kathode surface areas are 116 cm2 and 98 cm2. Variation of applied voltages are 5, 10, 15, 20, and 25 V. The dominant size of bubbles which are measured are range between 205 – 255 ?m and 5 – 55 ?m. Bubble surface areas obtaining per 20 seconds are 0.39, 1.3, 2.4, 3.43, and 4.55 mL. In batik dyes, percent reduction of TSSs, colors, and turbidities at voltage 5, 10, 15, and 20 V 73.81%, 29.7%, 40.64%; 68.08%, 89.05%, 82.21%; 96.97%, 71.57%, 74.07%; 49.8%, 74.72%, 16.47%. in batik waste, the best percent reduction of TSS, color, and turbidity which occured at a voltage 10 V with the addition 50 gr alum and waste and water ratio 1:14 is 97.09%, 98.6%, and 99.16%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrohman
"Limbah Batik dapat menaikkan kekeruhan, warna dan Total Suspended Solid (TSS) cairan yang terkontaminasi olehnya, sehingga diperlukan suatu teknik untuk memisahkan limbah Batik dari cairan agar kekeruhan, warna dan TSS cairan menurun. Telah dilakukan penelitian flotasi menggunakan elektrolisis untuk pemisahan limbah pewarna sintetik hasil pewarnaan Batik. Penelitian dilakukan dengan elektrolisis dengan elektroda stainless steel 316L, di dalam sebuah pipa akrilik dengan tinggi 100 cm, dan diameter dalam 8,4 cm dengan variasi tegangan 10, 15 dan 20 volt. Tawas sebagai reagen untuk menggumpalkan limbah Batik ditambahkan sebanyak 1 gram tiap 10 mL limbah Batik. Limbah Batik dicampur terlebih dahulu dengan aquades. Frother yang digunakan adalah etanol murni sebanyak 0,1% v/v. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa flotasi limbah Batik dapat digunakan untuk pemisahan limbah Batik dengan penambahan tawas terlebih dahulu untuk menggumpalkan limbah Batik. Tawas terbukti mampu berperan seperti collector dalam pemisahan limbah Batik jenis ini. Etanol sebagai frother yang digunakan terbukti mampu membuat froth yang terbentuk stabil dan menaikan efisiensi pemisahan.

Batik waste can increase turbidity, color and Total Suspended Solid (TSS) of a liquid contaminated by it, so we need a technique for separating Batik from the liquid so that its turbidity, color and TSS decrease. Flotation studies have been conducted using electrolysis to produce the bubbles to separate synthetic dye waste result of Batik staining. Research carried out by electrolysis with 316L stainless steel electrodes, inside an acrylic pipe with a height of 100 cm, and 8,4 cm in diameter with a voltage variation of 10, 15 and 20 volts. Alum as a reagent is added to coagulate Batik waste as much as 1 gram per 10 mL of Batik waste. Batik waste mixed with distilled water beforehand. Frother used was pure ethanol as much as 0.1% v/v. From the research it was discovered that waste flotation Batik can be used for waste separation Batik with the addition of alum to coagulate prior Batik waste. Alum proved capable of acting as collector in this type of waste Batik separation. Ethanol as frother used proved capable of making stable froth formed and increase the separation efficiency.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris
"Industri tekstil, khususnya batik menghasilkan limbah cair yang berasal dari proses pewarnaan. Limbah cair batik, selain mengandung senyawa pewarna yang kompleks, tetapi juga mengandung bahan-bahan sintetik yang sukar larut dan terurai dalam air. Banyak cara yang telah diteliti untuk mendapatkan proses pengolahan yang paling optimal, salah satunya adalah dengan mengkombinasikan pengolahan fisik, kimia, dan biologi. Proses pengolahan biologis sangat membutuhkan proses pendahuluan, yaitu untuk mendapatkan kondisi rasio BOD/COD = 0,6 yang menyatakan bahwa air limbah mempunyai biodegradabilitas yang cukup baik.
Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis dan dosis optimum dari koagulan untuk mencapai rasio BOD/COD = 0,6 serta menguji apakah pengolahan dengan proses oksidasi dan adsorbsi karbon aktif efektif untuk menurunkan warna limbah cair batik. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah koagulasi-flokulasi dengan FeSO4 dan PACl, adsorbsi karbon aktif granular dari tempurung kelapa, dan oksidasi dengan KMnO4.
Limbah batik yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai nilai COD sebesar 1936 ppm, BOD sebesar 667,5 ppm (rasio BOD/COD= 0,34), pH sebesar 9,95, TSS 4200 ppm, dan warna 8660 PtCo. Rasio BOD/COD = 0,6 berhasil dicapai saat dosis koagulan FeSO4 sebesar 3 g/L dan PACl sebesar 1,5 g/L. Oksidasi dengan KMnO4 menunjukan nilai removal warna yang semakin membaik saat kondisi limbah cair batik semakin asam. Kondisi optimal dicapai saat dosis KMnO4 sebesar 60 mL/L dengan tingkat removal warna sebesar 83,11% pada pH 3. Adsorbsi karbon aktif dinilai tidak cukup efektif karena perbandingan 1 gram karbon aktif berbanding 10 ml sampel limbah hanya dapat menurunkan warna sebesar 18%.

The textile industry, especially produce wastewater that comes from dyeing process. The wastewater from Batik, not only containing dye complex compounds, but also contain synthetic ingredients that difficult to dissolve and decompose in water. Many ways that has been studied to gain the optimal processing, one of which is to combine the processing of physical, chemical, and biological. Biological treatment process requires the pre-processing to get the condition of the BOD / COD ratio = 0.6 which states that the biodegradability in the wastewater is good enough.
The purpose of the study is to test the optimal type and dose from the coagulant to get the ratio BOD/COD = 0,6 and also to test whether the processing with oxidation process and adsorption of activated carbon are effective to lower batik’s wastewater. The process used in this study is a coagulation-flocculation with FeSO4 and PACl, adsorption with granular activated carbon of coconut shell, and oxidation with KMnO4.
Batik's wastewater that used in this study has a value of COD at 1936 ppm, BOD at 667.5 ppm, pH about 9.95, TSS at 4200 ppm, and color at 8660 PtCo. The ratio of BOD/COD = 0.6 was gained when the dose of coagulant, FeSO4 at 3 g/L and PACl at 1.5 g/L. Oxidation with KMnO4 showed greater values of color removal when the condition of batik’s wastewater are more acidic. Optimal condition is gained when the dose of KmnO4 at 60 ml /L with color removal rate of 83.11%. Activated carbon adsorption is not effective enough because of the ratio of 1 gram of activated carbon versus 10 mL samples of wastewater can only remove the color by 18%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myriam Moerwani Koeswardhani
"ABSTRAK
Isi Ringkasan
Indonesia adalah negara sedang berkembang, yang sedang melaksanakan pembangunan industri. Meningkatnya jumlah industri tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak negatif, misalnya pencemaran lingkungan hidup dari buangan industri, yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.
Untuk mencegah menurunnya kualitas lingkungan diperlukan usaha pencegahan melalui pengolahan limbah tersebut. Secara garis besar, kegiatan pengolahan air limbah dapat dibagi menjadi 6 (enam) tahap antara lain : Pengolahan pendahuluan, Pengolahan primer, pengolahan sekunder, pengolahan tertier, Pembunuhan kuman dan Pembuangan lanjutan.
Salah satu cara untuk mengolah limbah pada pengolahan tertier adalah dengan proses adsorpsi (penjerapan ). Salah satu sistem adsorpsi adalah adsorpsi fisik (adsorpsi Van der Waals) yang terjadi karena adanya gaya Van der Waals antara molekul-molekul zat yang terjerap dan bersifat dapat balik. Pada umumnya adsorben yang digunakan adalah karbon aktif, dapat berbentuk granular maupun bubuk. Karbon aktif granular maupun bubuk,mempunyai permukaan dalam yang lebih luas sehingga mempunyai daya jerap yang lebih besar.
Untuk mengetahui efektivitas karbon aktif yang tepat, telah dilakukan penelitian di laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Indonesia, dengan sampel dart limbah tekstil P.T. Sandratex, dan karbon aktif bubuk yang dibeli dari pedagang bahan kimia.
Menurut hasil penelitian dart F.T. Sandratex,setelah diolah dengan pengolahan primer dan sekunder pun,limbah cair industri tekstil tersebut masih mengandung kadar Fe'dan Zn' yang cukup tinggi yaitu lebih kurang 16 ppm, sedang Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan untuk Fe-dan Zn' masingmasing 5 ppm.(Kep-03/MENKLH/II/199I )
Proses adsorpsi adalah salah satu cara pada pengolahan tertier , dan limbah cair tekstil yang diteliti sudah mengalami proses pengolahan primer dan sekunder terlebih dahulu. Sebagai pembanding (kontrol) digunakan limbah cair tekstil sintetis , yang sengaja dipersiapkan dengan cara melarutkan FeSO-4 7 H2O dan Zn S0a dengan akuades sehingga diperoleh larutan murni yang mengandung jumlah senyawa Fe' dan Zn' seperti yang terdapat pada limbah tekstil P.T Sandratex.
Berkaitan dengan uraian diatas, maka masalah penelitian adalah sebagai berikut
1. Berapa besarkah efektivitas karbon aktif dalam mereduksi kadar ion Fe ' dan Zn+` dalam limbah cair industri tekstil dan limbah cair sintetis.
2. Berapakah lama kontak optimal yang dibutuhkan agar karbon aktif dapat me﷓
reduksi jumlah ion logam (Fe dan Zn ) sehingga tidak rnelebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan
3. Sampai berapa kalikah karbon aktif dapat digunakan untuk menjerap (mengadsorpsi) ion Fe' dan ion Zn' dalam limbah cair industri tekstil dengan optimal tanpa regenerasi.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian ini ingin meneliti efektivitas karbon aktif bubuk dengan kadar karbon aktif (% berat per volume) dan lama kontak limbah cair dengan karbon aktif (menit/liter), dengan jumlah ion Fe' dan Zn' yang tertinggal dalam larutan setelah di adsorpsi oleh karbon aktif, dan persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Semakin besar kadar karbon aktif bubuk yang diberikan, semakin besar persentase ion Fe"dan Zri yang diadsorpsi, dan semakin kecil pula jumlah Fe' dan Zn" yang tertinggal dalam limbah cair industri tekstil dan limbah cair sintetis setelah diadsorpsi.
2. Semakin lama waktu kontak karbon aktif bubuk dengan limbah cair industri tekstil dan limbah cair tekstil sintetis, semakin kecil jumlah ion Fe" dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil / sintetis dan semakin besar persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi.
3. Pemakaian karbon aktif sebanyak 20 kali tanpa regenerasi, dapat menaikkan persentase Fe'dan Zn' yang diadsorpsi (dijerap) dan menurunkan jumlah ion Fe'dan Zn'dalam limbah cair industri tekstil maupun limbah cair tekstil sintetis, setelah diadsorpsi oleh karbon aktif
Penelitian ini bersifat eksperimental , dan bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi (menjerap) ion Few` dan ion Zn' yang masih terdapat cukup tinggi dalam limbah cair industri tekstil, meskipun telah diperlakukan dengan pengolahan limbah cair tahap pertama maupun tahap kedua. Selain daripada itu ingin pula membandingkan daya adsorpsi karbon aktif pads limbah cair tekstil dengan limbah cair sintetis. Ion logam yang terdapat dalam limbah cair sintetis hanya terdiri dari ion Fe'dan ion Zn' saja, sedangkan pada limbah cair tekstil meski sudah dilakukan pengolahan tahap pertama dan kedua tetapi masih cukup banyak mengandung ion-ion yang lain, dan ingin pula meneliti tentang berapa kalikah penggunaan karbon aktif untuk mengadsorpsi limbah cair industri tekstil tanpa regenerasi.
Analisis percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial. Variabel penelitian terdiri dari daya jerap karbon aktif sebagai variabel tergantung atau gayut ( dependent variable) sedangkan sebagai variabel babas atau variabel tak gayut (independent variable) adalah kadar karbon aktif ( persen berat per volume dalam gram/liter) dan lama kontak dengan karbon aktif ( menit/liter).
Penelitian iai dilaksanakan dalam dua tabap, tahap pertama adalah Penelitian Pendahuluan dan tahap kedua adalah Penelitian Utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jenis karbon aktif yang digunakan, kadar karbon aktif dan lama kontak yang terbaik. Pala penelitian pendahuluan ini Variabel lama kontak limbah cair industri tekstil dengan karbon aktif yang digunakan merupakan variabel waktu dengen variasi waktu 30, 60, 90 menit , sedangkan kadar karbon aktif yang digunakan berkisar antara 10, 20, dan 30 % berat per volume(mg/liter).
Dari percobaan pendahuluan , ternyata variabel waktu (lama kontak) dengan variasi 30, 60, dan 90 menit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, sehingga diambil kesimpulan lama kontak terbaik adalah 30 menit. Untuk variabel dosis karbon aktif , ke tiga variasi kadar karbon aktif juga tidak menunjukkan perbedaan nyata, sehingga untuk sementara dianggap 10% merupakan kadar terbaik Untuk jenis karbon aktif , dipilih karbon aktif bubuk karena lebih ekonomis dibandingkan dengan karbon aktif pro analitis.
Pada penelitian utama, dilakukan penelitian yang lebih teliti. Perlakuan pada penelitian utama yaitu lama kontak yang terdiri dari 8 taraf yaitu 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 menit /liter dan untuk kadar karbon aktif terdiri dari 6 taraf yaitu 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; 10,0 ; 12,5 ; dan 15 % berat per volume (gram/liter).
Dari hasil penelitian dan basil perhitungan secara statistik diperoleh basil sebagai berikut :
Pada limbah cair industri tekstil,perlakuan kadar karbon aktif tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada ion Fe'dan ion Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil ,tetapi perlakuan lama kontak limbah cair dengan karbon aktif, berpengaruh nyata pada jumlah ion Fe'+dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair industri setelah diadsorpsi dengan karbon aktif bubuk. Dari tabel Anava dan Duncan test didapatkan hasil terbaik pada lama kontak 10 menit/liter dan dipilih kadar yang terendah yaitu 2,5 % (25 gram karbon aktif/liter limbah cair)
Untuk limbah cair tekstil sintetis temyata perlakuan lama kontak tidak berpengaruh pada ion Fe dan Zn yang tertinggal dalam limbah cair tekstil sintetis. tetapi perlakuan dosis karbon aktif menunjukkan pengaruh yang nyata pada jumlah ion Fe"dan Zn' yang tertinggal dalam limbah cair tekstil sintetis setelah diadsorpsi dengan karbon aktif bubuk. Dari Anova dan S.N.K Test pads limbah cair tekstil sintetis ternyata hasil terbaik di dapatkan pada dosis karbon aktif 7.5 % blv (75 gram karbon aktif/liter limbah cair) dan dengan lama kontak 5 menit/liter.
Di samping itu dari Tabel Anova didapatkan pula bukti bahwa ternyata karbon aktif masih effektif dipakai tanpa regenerasi meskipun telah digunakan sebanyak 20 kali. Hal itu dapat dilihat dari Anova yang menunjukkan bahwa jumlah ion Fe' dan Zn' yang tertinggal tidak berbeda nyata, berarti karbon aktif masih dapat digunakan dengan hasil yang baik meski telah digunakan sebanyak 20 kali.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa karbon aktif dapat menurunkan (mereduksi) jumlah ion Fe's dan Zn' dalam Iimbah cair industri (khususnya PT Sandratex) dengan waktu kontak 10 menit/liter dan kadar karbon aktif 7,5 % b/v (75 grain/liter ), dan karbon aktif masih dapat menjerap terus tanpa regenerasi walaupun telah digunakan duapuluh kali.

ABSTRACT
Thesis summary :
Indonesia, one of the developing countries, is currently developing industries. The increasing number of industries does not only cause some positive impacts, but negative ones as well, such as environmental pollution which is caused by industrial waste, leading to degradation of environmental qualities.
There are many steps of wastewater treatment, namely primary steps, secondary steps, tertiary steps, disinfection and sludge disposal.i
One system of the wastewater treatment is based on adsorption process. Physical adsorption as one of the adsorption system takes place due to Van der Waals forces among adsorbed molecules which are reversible. Adsorbent commonly used are active carbon, either granular or powdered
Both the granular active carbon and powdered active carbon have a wide internal surface, making their greater adsorbing ability. To understand the active carbon effectiveness, an experiment has been carried out at the Biochemistry laboratory of Agricultural Technology Department of Institute Technology Indonesia, using samples taken from P.T. Sandratex and powdered activated carbon purchased elsewhere. The adsorption process belongs to the third step treatment and therefore the textile plant waste, have been passed the first and the second process
As comparison material, the artificial textile plant liquid waste is used , made by dissolving FeSO4 71120 and ZnSO4 using aquadestilate as such that a solution is obtained containing compounds of Fe'and Zn- similar to the one found in the textile waste.
Variables used in this research were the amount of metal ion left in textile liquid waste after being adsorbed by the activated carbon using a certain concentration (% weight per volume) and contact length of time.
As mentioned above, the research problems were as follows :
a. What is the effectiveness of activated carbon in reducing Fe' and Zn' ions dosis in textile and synthetic liquid waste.
b. What is the the length of contact time needed in order that active carbon could reduce the amount of Fe' and Zn' ions, not exceeding the allowable threshold value.
d. How many times can active carbon be used optimally to adsorp metal ion (Fe}'and Zn') in textile and synthetic liquid waste without being regenerated.
Based on the problems mentioned above, this research was aimed to find out the interaction between the dosage of activated carbon (in % weight/volume),duration of contact of liquid waste and activated carbon, and the amount of metal ion (Few` and Zn' ) in the solution after being adsorped by the activated carbon.
Therefore the hypothesis of this research are as follows :
1. The higher the active carbon powder dosage used, the higher the percentage of Fe' and Zn`` ions adsorped and the lesser the amount of Fe' and Zn left in the textile and synthetic liquid waste.
2. The longer the active carbon powder contact time with textile industry and synthetic liquid waste, the smaller amounts of Fe'and Zn' ions left in textile and synthetic waste and the higher the percentage of Fe' and Zn' .
3. Using active carbon twenty limes without regeneration, can increase the percentage
of Fe' and a"- ions adsorped and decrease the amount of Fe'-'and Zn" ions in
in textile industry as well as synthetic liquid waste .
The research objectives were to study the ability of activated carbon in adsorping the Fe' and Zn' ions which are highly found in the textile industry liquid waste yet it has been treated both with the first and second stage processing. The second objectives were also to compare the adsorption capacity of activated carbon on the industrial waste and syntetic waste. The metal ion contained in the synthetic waste only consists of Fe" and Zn''ions, whereas in the textile waste having been given the first and the second treatment stiII contains quite a variety of metals .
The third objective was to study the effectivity of the activated carbon after being used without regeneration
The experiment analysis is done by using the Factorial Complete Random Design.
The research variables consist of the adsorptiveness y of active carbon as dependent variable, whereas the active carbon concentration ( weight percentage per volume in gram/Litre) and contact period as an adsorbtive capacity independent variables.
the characteristic of which later could be used to choose the best form of active carbon, powdered active carbon, granular active carbon and the pro-analytic active carbon_ The contact length of time of the textile liquid waste with the active carbon constitutes lime variable with time interval of 30, 60, 90 minutes and while the active carbon concentration ranges between 10, 20 and 30% weight per volume (gram/litre).
In the prelimary experiment,it is obvious that the time variables (contact length) of 30, 60, and 90 minutes didn't show a significant different, therefor it could be included that the best contact time was 30 minutes. For active carbon concentration variables,the three different concentration also did not show significant differences, but the concentration of 10% active carbon was assume to be the best concentration, the powder of active carbon was choosen due to more economic compare to pro analytic active carbon
The main research , further research is performed more in detail. Time intervals were conducted at 8 different level 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35 dan 40 minutes,and for the active carbon concentration a research is also done through 6 different levels 2,5 ; 5.0; 7,5 ; 10,0; 12,5 and 15% weight per volume (gram/litre). The result data and statistical analysis showed as follows :
On textile liquid waste, the active carbon concentration variable doesnot show a
significant different of metal ion, but the contact length of time of liquid waste with active carbon indicates the amount of the remaining metal ion in the industrial Iiquid waste. In the ANOVA and Studen t Newman Ifeuls it is obvious that the best contact length of time is 10 minutes, and 2,5% dosis activated carbon.
For syntetic liquid waste, the contact length of time is not very obvious but the active carbon consentration points out the amount of the metal ion left in the liquid waste after being adsorped is obviously different. Using ANOVA and Student-Newman-Keuls (S.N.K. test) on syntetic waste,the best result with dosis (% weight per volume) active carbon 7,5 % wlv, and the textile industrial liquid waste, the optimal number of ions occur in the contact length of time with active carbon 5 minutes/litre liquid waste.
Besides that,it is found that active carbon is still effectively used without regeneration despite of 20 times applications. This can be seen from ANOVA that the remaining substance left (Adsorptions) is not really different,meaning to say the active carbon is still usable with effective resuly.
The conclussion showed that powder activated carbon could adsorbing metal Fe and Zn especially P.T. Sandratex with 10 minutes llitre contact period and 7,5 % weight/volume concentration of powder activated carbon and the powdered activated carbon can be used 20 times without regeneration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Dwi Anggoro
Yogyakarta: Teknosan, 2018
363.728 DID r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara A. Wanatami
"Pada kegiatannya rumah sakit menghasilkan limbah yang apabila tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Tingkat hunian (BOR) sebesar 65% tentu akan menghasilkan limbah padat yang cukup banyak. Pengelolaan limbah padat rumah sakit ini belum dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan. Pelaksanaan minimisasi limbah padat belum cukup dilakukan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk pengetahui pengelolaan dan upaya minimisasi limbah padat. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan jumlah timbulan limbah padat medis rata-rata 118,95 kg/hari atau 0,46 kg/hari/tempat tidur dan jumlah timbulan limbah padat non medis rata-rata adalah 189,4 kg. Penggunaan insinerator belum optimal sehingga mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan bahan bakarnya sebanyak 450 liter atau senilai Rp. 3.600.000,- setiap bulan. Minimisasi limbah non medis melalui daur ulang atau penjualan kembali ini akan membawa nilai manfaat ekonomi yaitu menambah pendapatan RSUD Raden Mattaher Jambi sebesar Rp. 82.479.600,- per tahun.

Hospitals in their activities will produce some solid waste that if not good manage will give a negative impact for the soiciety itself and the environment With Bed Occupancy rate BOR of 65 this hospital generates quite a lot of solid waste The Management of solid wasteand minimization activity in this hospital has not been managed well according to Government Decree and Health Minister Decision This reasearch aims to know how the hospital minimize and process the solid waste This research used kuantitative approach The result of this research showed the generation of medical solid waste every day an average of 118 95 kg or 0 46 kg bed day and the generation of non medical solid waste every day an average of 189 4 kg The usage of insinerator has not been optimum this may cause the excessive use of fuels as 450 liters or worth as Rp 3 600 000 The waste minimization activities such as recycle by reselling will bring economic benefit that add value RSUD Raden Mattaher Jambi income of Rp 52 743 600 per year."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Emilia
"Jengkol (Pithecellobium jiringa) merupakan tanaman hortikultura dengan jumlah selalu meningkat setiap tahunnya. Kulit jengkol diduga mengandung senyawa bioaktif alkaloid, flavonoid, dan tanin yang bersifat toksik terhadap hama. Penelitian ini menguji senyawa flavonoid yang terkandung pada kulit jengkol beserta yield ekstrak dengan perbandingan simplisia dan pelarut sebesar 1:25gr/mL. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan gelombang ultrasonik (Ultrasound-Assisted Extraction) dengan variasi pelarut yang digunakan merupakan akuades, etanol 30%, 50%, 70%, dan etanol absolut. Hasil penelitian menunjukkan yield ekstrak terbanyak didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol 50% yaitu sebesar 25.51±1.82%b/b. Kandungan TFC ekstrak terbaik didapatkan dengan pelarut etanol 70% yaitu sebesar 1,643±0,026 mg QE/g kulit jengkol kering, dan senyawa yang teridentifikasi dengan LC-MS yaitu asam fenolat, asam lemak, flavonoid, fitoaleksin, dan kumarin. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan dengan ANOVA (α = 5%) dan dilanjutkan dengan uji LSD menunjukkan bahwa variasi pelarut berpengaruh secara signifikan terhadap yield dan nilai TFC ekstrak. Ekstrak kulit jengkol dengan pelarut etanol 70% lebih disarankan untuk pembuatan bioinsektisida. Hal ini disebabkan jumlah flavonoid yang terkandung ±73% lebih besar dibanding ekstrak menggunakan pelarut etanol 50%.

Jengkol (Pithecellobium jiringa) is a horticultural plant whose number always increases every year. Jengkol skin is thought to contain bioactive compounds of alkaloids, flavonoids, and tannins which are toxic to pests. This study tested the flavonoid compounds contained in the skin of jengkol along with the extract yield with a ratio of simplicia and solvent of 1:25gr/mL. Extraction is carried out with the help of ultrasonic waves (Ultrasound-Assisted Extraction) with a variety of solvents used are distilled water, ethanol 30%, 50%, 70%, and absolute ethanol. The results showed that the highest extract yield was obtained using 50% ethanol as a solvent, which was 25.51±1.82%w/w. The best extract TFC content was obtained with 70% ethanol solvent, which was 1.643±0.026 mg QE/g dry jengkol skin, and the compounds identified by LC-MS were phenolic acids, fatty acids, flavonoids, phytoalexins, and coumarins. Based on statistical analysis carried out by ANOVA (α = 5%) and followed by LSD test, it showed that solvent variation had a significant effect on the yield and TFC value of the extract. Jengkol peel extract with 70% ethanol solvent is recommended for the manufacture of bioinsecticides. This is due to the number of flavonoids contained ± 73% greater than the extract using 50% ethanol solvent."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Aprilia
"Usaha bengkel yang ditangani oleh ahli mekanik atau montir ditujukan agar pemilik kendaraan bermotor dapat melakukan perawatan dan perbaikan terhadap kendaraan mereka. Selain membuka lapangan pekerjaan, usaha bengkel juga berpotensi untuk mencemari lingkungan karena menghasilkan limbah oli. Salah satu cara pengolahan limbah oli adalah dengan sistem desalinasi air laut yang memanfaatkan exoelectrogenic bacteria sebagai agen pendegradasi senyawa-senyawa organik pada limbah oli. Microbial Desalination Cell (MDC) adalah pengembangan dari Microbial Fuel Cell (MFC), merupakan metode yang dapat menghilangkan kandungan garam dalam air laut menggunakan listrik yang dihasilkan oleh bakteri dari air limbah. Sistem MDC terus mengalami perkembangan, salah satunya dengan memodifikasi reaktor menjadi Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi kinerja dari MDC. Pada penelitian ini, menggunakan konfigurasi reaktor 2-SMDC dengan batang grafit sebagai anoda dan CFC yang dilapisi karbon aktif sebagai katoda serta katolit kalium permanganat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi massa karbon aktif sebesar 0, 2, dan 4 g. Parameter uji dalam penelitian ini terdiri dari COD, produktivitas listrik, dan pH. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan variasi massa karbon aktif paling optimum yaitu 4 g dengan penurunan COD sebesar 57,808% serta menghasilkan produktivitas listrik sebesar 0,000561 W/m3.

Garage shop has potential to pollute the environment because it produces oil waste. One way to treat oil waste is a seawater desalination system that uses exoelectorgenic bacteria as an agent for the degradation of organic compounds contained in oil waste. Microbial Desalination Cell (MDC) is a development of Microbial Fuel Cell (MFC), a method that can eliminate salt content in seawater using electricity generated by bacteria from wastewater. MDC system continues to experience development, one of which is to modify the reactor into a Stacked Microbial Desalination Cell (SMDC) which serves to improve efficiency of the performance of MDC. In this research, using a 2-SMDC reactor configuration with graphite rods as anode, CFC coated with activated carbon as a cathode and potassium permanganate as catholyte. Independent variables used in this research were active carbon mass variations of 0, 2, and 4 g. Parameters that will be obtained are COD, electrical productivity, and pH. The results obtained in this study indicate that the optimum mass variation of activated carbon is 4 g with a COD reduction of 57,808% and produces electrical productivity of 0,000561 W/m3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hirschhorn, Joel S.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>