Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40216 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitria Damayanti
"Skripsi ini membahas Toko Serba Ada Sarinah sebagai toko serba ada modern pertama di Indonesia pada tahun 1960-an sebagai akibat dari gagasan Presiden Soekarno untuk membangun kota Jakarta sebagai kota modern dan didukung oleh keadaan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Kemodernan Toko Serba Ada Sarinah direpresentasikan dengan gedung yang megah, fasilitas canggih, manajemen yang terstruktur dengan baik, serta persediaan barang yang lebih lengkap dari toko serba ada yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu, skripsi ini menampilkan perkembangan Toko Serba Ada Sarinah sebagai toko serba ada yang merepresentasikan kemodernan kota Jakarta pada tahun 1962 hingga tahun 1979.

This study discussed about Sarinah Department Store as the first modern department store in Indonesia in 1960's as the result of President Soekarno's idea to build Jakarta as a modern city and supported by the economic situation in Indonesia. The modernity of Sarinah Department Store representated by the magnificent building, advanced facilities, well-structured management, and more complete inventories than another department store which existed before. Therefore, this study shows the progress of Sarinah Department Store represents the modernity of Jakarta in 1962 until 1979.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56854
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Penelitian ini mengambil tema pembangunan infrastruktur dan perkembangan Kota Semarang pada periode awal abad ke-20 sampai pascakemerdemakaan....."
PATRA 10(1-2) 2009
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Assyifa Faradita
"Kota Banda Aceh merupakan kota yang sempat dijadikan kota garnisun pada masa Belanda dan menyimpan bukti sejarah terkait Perang Aceh. Perang Belanda di nusantara terlama yang menghabiskan banyak biaya dalam proses penaklukkan dan pembangunannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perkembangan tata Kota Banda Aceh 1873-1942 beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini merupakan kajian arkeologi sejarah dengan teori urban morphology, yang berfokus pada persebaran unsur-unsur fisik pembentuk tata kota Banda Aceh. Tahapan dalam penelitian ini terdiri atas pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan interpretasi data. Pengumpulan data meliputi data primer bangunan-bangunan kolonial dan peta-peta lama, data sekunder berupa sejarah dan gambar-gambar lama. Pengolahan data dilakukan dengan mengklasifikasikan bangunan ke dalam beberapa kategori fungsi. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif komponen kota dengan pendekatan keruangan. Hasil penelitian menjelaskan bahwa sejak Belanda mendarat di kota Banda Aceh terdapat dua corak kebudayaan pada tata Kota Banda Aceh. Corak tradisional Islam sederhana yang terlihat sejak abad 16 M-tahun 1874 dan corak kota kolonial yang semakin kompleks pada tahun 1874 -1942. Perkembangan ini muncul dari arah selatan kediaman gubernur ke berbagai arah. Perkembangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor politik, ekonomi, lingkungan, dan sosial kebudayaan.

The city of Banda Aceh is a city that was used as a garrison city during the Dutch era and has historical evidence related to the Aceh War. The longest Dutch war in the archipelago which cost a lot of money in the process of conquest and development. This study aims to explain the development of urban planning in Banda Aceh from 1873 to 1942 and the factors that influenced it. This research is a study of historical archeology with the theory of urban morphology, which focuses on the distribution of physical elements forming the urban planning of Banda Aceh. The stages in this study consisted of data collection, data processing, data analysis, and data interpretation. Data collection includes primary data on colonial buildings and old maps, secondary data in the form of history and old pictures. Data processing is done by classifying buildings into several function categories. This study uses a comparative analysis of city components with a spatial approach. The results of the study explain that since the Dutch landed in the city of Banda Aceh, there have been two cultural patterns in the layout of the city of Banda Aceh. The simple traditional Islamic style that was seen since the 16th century AD-1874 and the increasingly complex colonial city style in 1874-1942. These developments emerged from the south of the governor's residence in various directions. This development was influenced by several factors, namely, political, economic, environmental, and socio-cultural factors."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bappeda, 1990
959.8 JAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irmawati Marwoto Johan
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Nakara Aksara Dunia, 2022
959.822 KOT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Blusse, Leonard
"This Essay critically examines the kai ba lidai Shinji (Annals of Batavia), a Chinese History of Batavia Which was written by an anonymous Chinese author around 1794 as part of the rather large corpus of Chinese community of Batavia/Jakarta. A short intoducition about earlier authors who have dealt with the text is followed by cimments in the composition, structure and historical value of this unique urban hitory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
909 UI-WACANA 18:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Durham: Duke University Press, 1997
944.04 BAS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suwirta
"ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menjelaskan adanya perbedaan dan persamaan pandangan antara surat kabar Merdeka di Jakarta dengan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, dalam menanggapi kejadian dan persoalan yang dinilai penting pada masa revolusi di Indonesia. Dengan mengkaji dan menginterpretasi terhadap kolom tajuk rencana, catatan pojok, dan karikatur yang disajikan oleh kedua surat kabar itu -- dimana ketiga variable itu biasanya dianggap sebagai visi dan jatidiri sebuah pers --studi ini menunjukkan bahwa dalam menanggapi masalah strategi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI dan masalah Persetujuan Linggarjati, surat kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat ternyata memiliki ""suara"" yang berbeda. Sedangkan dalam menanggapi masalah berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan, kedua surat kabar itu, tentu saja, memiliki pandangan yang sama yaitu menentang dan mengecamnya sebagai tindakan akan mengganggu keutuhan kemerdekaan RI.
Apa yang disuarakan oleh surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta itu, bagaimanapun, tidak bisa dilepaskan dari pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur peri. sebagai pengelola surat kabar yang bersangkutan. Dalam hal ini maka pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan P'mimpin Redaksi surat kabar Merdeka, yaitu B.M. Diah dan R.M. Winarno; serta pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yaitu Bramono dan Soemantoro pada masa awal revolusi perlu diperhatikan. Pandangan dan sikap mereka selama revolusi indonesia, sesungguhnya sangat diwarnai oleh latar belakang pendidikan, usia, agama, sosial, orientasi ideologi, kepentingan politik, dan pengalaman mereka masing-masing.
Ketika para redaktur pers dihadapkan pada masalah politik penting pada masa awal revolusi, yaitu apakah usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu akan dilakukan dengan cara ""bertempoer"" atau ""beroending"", pro-kontra terhadap masalah itu melanda kalangan pers juga. Tidak terkecuali dengan surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Adalah menarik bahwa kedua surat kabar itu memiliki ""suara"" yang berbeda dalam menanggapi masalah menentukan strategi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu. Dalam hal ini faktor keadaan dan tempat di mana kedua surat kabar itu diterbitkan, selain faktor orientasi ideologi-politik tentunya, merupakan salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur persnya. Sebagai redaktur pers yang tinggal di Jakarta dan menyaksikan secara langsung kekuatan tentara Sekutu (Inggris) dan Belanda) yang menduduki daerah itu di satu sisi, serta melihat masih lemahnya pemerintah dan tentara Indonesia di sisi lain, maka surat kabar Merdeka (dalam hal ini B.M. Diah dan R.M. Hinarno) berpandangan bahwa politik diplomasi itu sangat penting untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya dengan para redaktur pers yang tinggal di kota pedalaman, seperti surat kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, yang tidak merasakan kehadiran tentara Sekutu dan menyaksikan gelora semangat dari badan-badan perjuangan yang ada, maka jalan pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan RI itu merupakan keharusan. Pandangan dan sikap Soemantoro, sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yang dekat dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang bergabung dalam organisasi Persatuan
Perjuangan (PP), menyebabkan surat kabar itu berpandangan
sangat kritis dan bersikap menentang politik diplomasinya pemerintah.
Dalam menanggapi masalah Perundingan Linggarjati, surat
kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat juga memiliki ?suara? yang
berbeda. Dalam hal ini faktor kepentingan politik, merupakan
salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan dan sikap
kedua surat kabar itu. Keterlibatan B.H. Diah (Pemimpin Umum
surat Rabar Merdeka) dalam pergumulan politik di Parlemen KNIP
dan kedekatannya dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang
bergabung dalam kubu Benteng Republik (BR), menyebabkan surat
kabar Merdeka yang dikelolanya itu bersikap sangat kritis dan
menentang kebijaksanaan politik pemerintah yang mau menerima
hasil-hasil Perundingan Linggarjati. Sebaliknya dengan surat
kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Akibat tekanan yang
dilakukan pemerintah terhadap Pemimpin Redaksinya, Soemantoro,
yang selalu menentang politik diplomasi; dan masuknya Hadikin
Wonohito yang moderat menggantikan kedudukan Bramono sebagai
Pemimpin Umum. menyebabkan surat kabar Kedaulatan Rakjat
bersikap mendukung kebijaksanaan politik pemerintah dan
menerima hasil-hasil Perundingan Linggarjati.
Secara umum, kehidupan pers pada masa revolusi Indonesia,
bagaimanapun, memiliki dinamikanya yang khas. Sebagai
institusi sosial yang lahir di tengah-tengah perubahan sosial
yang cepat, pers mampu menyajikan berita (news) dan memberikan
pandangan-pandangan (views) yang sangat bebas. Dengan demikian
sikap pro-kontra, simpati-antipati, dan moderat-radikal yang
ditunjukkan pers pada masa revolusi itu merupakan sesuatu yang
wajar, sebagai manifestasi dari nilai-nilai dan semangat
kemerdekaan. Kebebasan pers pada masa revolusi Indonesia juga
nampak dari bentuk bahasa dan gayawacana (mode of discourse)
yang digunakan. Pers acapkali menggunakan bahasa yang bersifat
tegas, terus terang, emosional, dan bahkan kasar kepada pihak-
pihak yang dipandang sebagai lawan. Dalam hal ini kepada pihak
Belanda dan kepada orang-orang Indonesia yang mau bekerjasana
dengan Belanda -- seperti nampak dalam menanggapi masalah
berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan -- pers
Indonesia nengecam dan menyerangnya dengan bahasa yang kasar
dan emosional. Kepada pihak pemerintah RI sendiri, pers
Indonesia juga sering bersikap kritis apabila pihak yang
pertama itu, dalam pandangan pers, kebijaksanaan politiknya
dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai dan semangat kemerdekaan,
Pertumbuhan pers pada masa revolusi selain didorong oleh
pemerintah RI juga didukung oleh masyarakat. Pemerintah RI
sangat berkepentingan dengan keberadaan dan pertumbuhan pers
itu untuk menunjukkan kepada masyarakat dunia, terutama tentara
Sekutu yang menjadi pemenang dalam Perang Dunia II, bahwa dalam
revolusi Indonesia juga terdapat unsur-unsur kehidupan yang
demokratis. Adanya parlemen, partai-partai politik, dan pers
yang bebas dan mandiri, bagaimanapun, dipandang sebagai ciri
dari sebuah negara nasional yang demokratis. Karena itu
penerintah RI selain mendorong pertumbuhan pers, membiarkan
juga kebebasan pers di Indonesia. Menghadapi suara-suara pers
yang kritis dan oposisional kepada pemerintah, misalnya, pihak
terakhir itu bersikap cukup demokratis, yaitu membiarkannya
sepanjang tidak mengganggu keamanan dan ketertiban. Namun
dalam perkembangan selanjutnya, kekebasan pers pada masa
revolusi itu bukannya tanpa restriksi. Terhadap pers yang
bersikap kritis dan oposisional itu, dengan dalih membahayakan
keselamatan negara dan menggangu ketertiban masyarakat,
pemerintah RI akhirnya melakukan tekanan-tekanan juga kepada
pers. Tekanan yang dilakukan pemerintah RI terhadap pers itu
tidak dalam bentuk penbredeilan -- karena tindakan seperti itu
dianggap tidak demokratis -- melainkan dengan penahanan atau
penangkapan terhadap Pemimpin Umun atau Pemimpin Redaksi
sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam memberikan
warna pada suara dan visi Surat kabar yang bersangkutan.
Sesungguhnya, dengan tindakan pemerintah yang seperti itu sudah
cukup bagi pers yang semula bersikap kritis dan oposisional
kepada pemerintah, berubah menjadi pers yang bersikap moderat
dan akomodatif, sebagaimana ditunjukkan pada kasus surat kabar
Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta pada masa revolusi Indonesia."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>