Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ifa Nurkarimah
"Skripsi ini membahas mengenai Kabupaten Bogor pada masa Pemerintahan Darurat tahun 1947-1949 dibawah pimpinan Ipik Gandamana. Pemerintahan Ipik Gandamana ini menjalankan roda pemerintahan dengan cara bergerilya dari desa ke desa di pedalaman Kabupaten Bogor. Hal ini terpaksa dilakukan karena situasi didalam kota Bogor yang tidak memungkinkan lagi untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari dengan semestinya. Sebab utama pemerintahan Kabupaten Bogor terusir dari Kota Bogor dan membentuk pemerintahan gerilya karena adanya Agresi Militer Belanda yang pertama dan kedua, serta usaha Belanda dalam membentuk negara boneka yaitu "Negara Pasundan" di Bogor.

This mini thesis research is about Bogor Regency in the past period of emergency administration from 1947 to 1949, under the ipik gandamana leadership. Ipik gandamana government started the role of government by doing warfare from village to village in the rural areas of Bogor Regency. This was urgently done because it was possible to run the dialy start government properly in Bogor areas. The were two main reason. First, Bogor regency government was expelled from Bogor city, there fore they set up a guerrillia government due to the aggression of Dutch military. The other reason was The Netherlannd tried to estabilish a puppet state wicha was called “ Pasundan Country” in Bogor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ipik Gandamana
Bandung: [publisher not identified], 1956
917.3 IPI n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Sapto
"Berbagai daerah di Indonesia dalam periode 1947-1949 terlibat dalam perlawanan bersenjata. Gerilya kola di Probolinggo tidak terpisahkan dari aksi militer Belanda tahun 1947. Arti penting jenis perlawanan gerilya kota tidaklah karena dampaknya di bidang politik, melainkan sebagai gejala yang khas dalam perang kemerdekaan. Gerilyawan mengadakan perlawanan di dalam kota yang justru menjadi konsentrasi kekuatan tentara musuh. Fenomena demikian belum banyak dikaji, apalagi terekam dalam sejarah yang bersifat nasional. Studi ini berusaha mencari jawab atas masalah, mengapa pihak tentara memilih kota sebagai ajang perlawanan, bagaimana pihak tentara dapat bertahan di dalam kota yang diduduki musuh, bagaimana upaya pihak tentara untuk merealisasikan tujuan-tujuannya?
Gerilya kota dapat dikatagorikan sebagai aksi Kolektif. Aksi kolektif ialah orang-orang yang bertindak secara bersama untuk mencapai kepentingan bersama. Komponen-komponen yang terdapat dalam aksi kolektif, yaitu kepentingan bersama, organisasi, sumber daya, dan kesempatan.
Aktivitas penelitian disesuaikan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam metode sejarah. Meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan penyajian. Data yang terkumpul berupa data deskriptif. Sumber data berupa arsip, arsip yang diterbitkan, catatan kenangan yang tidak diterbitkan, hasil wawancara, surat kabar, majalah, artikel dan buku.
Aksi militer tanggal 21 Juli 1947 rnembawa perubahan tatanan politik. Kota Probolinggo tidak dapat dipertahankan dan diduduki Belanda. Gerilya kota di Probolinggo lahir sebeium munculnya strategi penjemuan atau perorongan (atrition trateg y). Sistem pertahanan linier TNI tidak berhasil menahan serbuan Brigade Marinir pada 21 Juli 1947, bergerak ke samping dan membentuk keiompok.-kelornpok perlawanan yang beroperasi dengan taktik gerilya, Operasi gerilya di dalam kota disebabkan dua faktor. Pertama, batalyon Abdoes Sjarif kewalahan dan tidak mampu menghadapi operasi militer Belanda. (1) Posisi Belanda di kota Probolinggo sangat kuat. Kota diduduki pasukan infanteri marinir yang terkenal berpengalaman dalam PD 11, ditambah pasukan KNIL, pasukan Tjakra, dan polisi. Kapal-kapal perang Belanda yang berada di pelabuhan senantiasa memberikan bantuan tembakan meriam ke darat, ke daerah-daerah yang dipandang kantong tentara Republik. Operasi gerilya di dalam kota untuk memecah konsentrasi dan kekuatan musuh, (2) Lemahnya jaringan intelejen.
Operasi intelejen yang cenderung pasif; hanya sebagai pengumpul informasi, terbukti tidak banyak membantu dalam aksi militer Belanda. Gerilya kota diharapkan dapat memberikan informal yang eepat dan lengkap untuk kepentingan gerakan gerilya lainnya,(3) Moral anggota tentara merosot (kalap kaku). Serbuan Belanda yang cepat disertai perang urat syaraf, kekejaman yang disertai dengan mempertontonkan korban, serta gempuran yang terus menerus melemahkan moril pejuang TNI. (4) Pasukan Tjakra sebagai pembantu tentara Belanda ikut menghancurkan reputasi tentara Republik di mata rakyat. Jawaban gerilyawan terhadap berbagai upaya menjauhkan dukungan rakyat adalah dengan kontra teror, intimidasi, perusakan, dan lain-lain. Kedua, upaya menghancurkan organisasi orang-orang Cina, Pao An Tui (PAT), karena banyak anggota PAT bertindak sebagai mata-mata Belanda.
Gerilyawan dapat bertahan dan melakukan operasi di dalam kota hingga perang usai dilatarbelakangi beberapa faktor. (1) Di kota kebencian terhadap penguasa asing secara historis jelas. Fenomena demikian memudahkan untuk melakukan mobolisasi selama perang gerilya. (2) Basis sosial gerilya terutama berasal dari priyayi, petani, dan pedagang. Priyayi mampu menempatkan diri dalam situasi yang berubah. Priyayi berusaha mengangkat kembali perannya yang pada masa akhir pemerintahan Hindia Belanda mengalami kemerosotan. Keterlibatan petani dan pedagang merupakan reaksi spontan terhadap perubahan sosial yang cepat. (3) Adanya pemimpin yang memiliki kemampuan mengatur siasat dan dapat diterima di kalangan pendukung gerakan.
Sistem wehrkreise hakekatnya adalah memobilisasi rakyat demi kepentingan perjuangan. Mobilisasi dana dan tenaga dilakukan dalam bentuk dukungan yang bentuknya bervariasi. Kebutuhan logistik anggota diperoleh berkat partisipasi rakyat, berdagang, dan menggarap dengan sistem maro tanah negara yang terlantar. KTD berperan menggalang dukungan tenaga, simpatisan diorganisir dalam bentuk Pasukan Cadangan. Kebutuhan senjata dan amunisi diperoleh dengan merampas dan musuh dan rnempekerjakan petani di tangsi-tangsi militer.
Sasaran yang berupa orang taktik operasi dinamakan tikam hilang dan perunduk. untuk menggalang dukungan selain dipergunakan cara propaganda, juga dengan kampanye bisik-bisik. Kerusuhan yang terjadi tanggal 31 Januari 1948 merupakan bukti kemampuan gerilyawan melakukan mobilisasi dan memprovokasi rakyat. Organisasi mencerminkan kelompok yang tertutup. Untuk mengetahui dunia luar banyak mempergunakan mata-mata, bantuan rakyat, dan penyamaran. Komunikasi penting menggunakan Sandi atau kode. Sistem perlindungan dapat dibedakan: perlindungan di dalam dan di luar rumah. Perlindungan di dalam rumah terdiri dari dari perlindungan di atap rumah dan perlindungan ruang bawah tanah (tuba-tabs). Perlindungan di luar rumah terdiri dari tiga model: rubah-rubah di sekitar halaman rumah, rubah-rubah di tebing sungai, dan rubah-rubah di sekitar kuburan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashuri
"Berbagai daerah di Indonesia dalam periode 1947-1949 terlibat dalam perlawanan bersenjata dalam rangka menegakkan kedaulatan Indonesia yang terancam oleh kehadiran Belanda yang berkeinginan menguasai kembali Indonesia. Daerah Malang Selatan menjadi salah satu basis perjuangan sebagai akibat keputusan perjuangan diplomasi dalam bentuk Persetujuan Renville, namun yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana para pejuang dan rakyat menjalankan strategi untuk melawan Belanda, tanpa mengabaikan kebijakan yang digariskan oleh pemerintahan pusat dan Masrkas Besar Komando Djawa (MBKD). Kegiatan penelitian disesuaikan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam metode sejarah. Langkah yang dimaksud meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan penyajian. Data yang terkumpul berupa data deskriptif. Sumber data berupa arsip, arsip yang diterbitkan, catatan kenang-kenangan yang tidak diterbitkan, hasil wawancara, surat kabar, majalah dan buku.
Agresi Militer Belanda tanggal 21 Juli 1947 membawa perubahan terhadap tatanan politik. Belanda yang menggunakan strategi pendadakan dan pemusnahan (annihililation) menyulitkan posisi tentara Indonesia yang menggunakan sistem Linier mengakibatkan jatuhnya Kota Malang dan sekitarnya. Aparat pemerintahan mengundurkan diri ke daerah Malang Selatan. Jumlah aparat pemerintahan dan rakyat serta tentara yang menuju ke Malang Selatan semakin bertambah setelah disepakatinya Persetujuan Renville yang memisahkan wilayah Republik dengan daerah pendudukan Belanda.
Menjelang berakhirnya tahun 1948 MBKD menetapkan pemilihan sistem wehrkreise sebagai upaya melanjutkan perjuangan. Sistem itu merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Perintah Siasat Nomor 1 dari MBKD. Wehrkreise hakekatnya adalah upaya memobilisasi rakyat demi kepentingan perjuangan. Mobilisasi dana dan tenaga dilakukan dalam bentuk dukungan yang bervariasi. Kebutuhan logistik gerilyawan diperoleh berkat partisipasi rakyat dalam bentuk sumbangan wajib, sistem maro penggarapan tanah milik negara (PPN) yang terlantar. Partisipasi rakyat dalam perjuangan juga berupa terbentuknya Pasukan Gerilya Desa yang koordinasinya dibawah Komando Militer Karesidenan Malang.
Penyempurnaan organisasi perjuangan yang dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan upaya pemberdayaan seluruh lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam, mampu meningkatkan operasi gerilya kedaerah pendudukan Belanda. Tekanan seperti itu membawa korban yang besar terhadap Belanda, lebih-lebih ketika dalam waktu yang sama mendapat tekanan diplomatik dari PBB. Perjuangan dalam diplomatik dan militer itu mampu memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Di Malang hal itu ditandai dengan kembalinya Walikota dan Bupati ke Kota Malang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. Ambar Wulan
"Sejak awal pembentukannya Jawatan Kepolisian Negara RI sebagai organisasi pemerintah menggunakan konsep veiligheid, rust en orde (keamanan, ketenangan dan ketertiban) dari Kepolisian Pemerintah Hindia Belanda. HIR (Herziene Inlichtingen Dienst) merupakan pedoman dalam melaksanakan fungsi kepolisian, yaitu mengamankan pemerintah dan lembaga-Iembaganya dari ancaman yang membahayakan. Sebagai organ pemerintah yang memiliki kontinuitas dengan pemerin_tah kolonial, pada permulaan republik Kepolisian Negara RI mengalami penolakan dari rakyat di tengah situasi yang menuntut perubahan nilai-nilai lama yang tidak sesuai dengan ideologi revolusioner. Dalam situasi yang diwarnai oleh pergolakan politik menyebabkan kepolisian negara melakukan konsolidasi organisasi sebagai kepolisian nasional. Hal ini terwujud dengan keluarnya Penetapan Pemerintah (PP) No. 11/SD Tahun 1946 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 1946 yang berisi perubahan kedudukan kepolisian dari Departemen Dalam Negeri kemudian berada di bawah Perdana Menteri. PP tersebut merupakan pangkal dari munculnya tindakan-tindakan kepolisian masuk ke dalam ranah politik. Perubahan ini terepresentasikan dari pember_dayaan Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM) yang bertugas sebagai polisi preventif dan represif. Dalam situasi revolusi kekuatan kepolisian bergantung pada bagian penyelidikan di bidang ekonomi, sosial dan politik, di samping Mobrig (Mobile Brigade) yang berperan di garis depan pertempuran. Kapasitas PAM tersebut membawa pada munculnya pertanyaan terhadap penelitian, yaitu mengapa PAM berperan menonjol dalam pelaksanaan fungsi kepolisian di tengah intensitas perpolitikan pada masa revolusi. Dalam fungsinya sebagai badan penyelidik dengan tugas utama sebagai penyelidik dan pengawas pelbagai aliran-aliran politik yang tumbuh secara pesat di tengah masyarakat menyebabkan kepolisian melakukan tindakan-tindakan politik terhadap pengamanan kebijakan politik pemerintah. Meskipun demikian tindakan-tindakan PAM digunakan pula bagi institusinya sendiri guna memperkuat Kepolisian Negara RI yang pada awal pembentukannya mengalami krisis kepercayaan dari rakyat. Pada masa revolusi organ PAM secara struktur adalah PID (Politieke Inlichtingen Dienst = Dinas Intelijen Politik), dalam kerangka RI PAM mengalami perubahan fungsi guna menyesuaikan situasi revolusi saat itu. Keberadaan PAM dan fungsinya hanya berlangsung pada masa revolusi, karena pasca 1950 polisi preventif dan represif berganti nama menjadi Dinas Pengawasan Keselamatan Negara (DPKN) yang mengalami perluasan tugas guna menyesuaikan situasi demokrasi yang berlangsung saat itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
RB 000 G 114 r
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Permatha Sari
"Makanan yang dikonsumsi dapat memberikan dampak positif yaitu memenuhi kebutuhan dasar manusia dan memiliki nilai gizi bagi kesehatan. Adapun dampak negatifnya, makanan merupakan sumber penularan penyakit. Salah satu bahayanya adalah keracunan makanan, sebanyak 65% disebabkan oleh makanan jasaboga. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui kualitas jasaboga yang berada di Kabupaten Bogor selama periode tahun 2008-2012. Sampel yang diambil adalah total populasi, yaitu 165 jasaboga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data hasil observasi dengan menggunakan check list dalam formulir JB2A yaitu uji kelaikan fisik untuk penyehatan makanan untuk pemeriksaan higiene sanitasi dan formulir JB 0 yang berhubungan dengan kualitas bakteriologis pada makanan matang yang dilakukan oleh staf dari Bidang P2PKL Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square. Variabel yang diteliti adalah tempat dan fasilitas sanitasi, higiene pekerja dan higiene sanitasi berdasarkan golongan. Secara keseluruhan, semua variabel sudah baik. Pada analisis berikutnya, tidak ada hubungan yang signifikan pada 11 aspek penilaian kecuali pada aspek penilaian higiene sanitasi jasaboga golongan A1 (nilai p = 0,049), higiene sanitasi jasaboga golongan A1 mempunyai hubungan yang signifikan dengan kualitas bakteriologis makanan. Jasaboga yang ada di Kabupaten Bogor lebih banyak masuk dalam kategori baik, dengan ini dapat disimpulkan, kualitas makanan jasaboga di Kabupaten Bogor sudah bagus.

Food can give a positive impact that meet basic human needs and has nutritional value for health. As for the negative impacts, food is a source of disease transmission. One is the danger of food poisoning, as many as 65% are caused by food jasaboga. This study used descriptive analysis aimed to determine the quality jasaboga located in Bogor during the period 2008-2012. Samples taken is the total population, ie 165 jasaboga. The data used in this study was secondary data form data observations using the check list in form JB2A for physical worthiness test in food sanitation for sanitation and hygiene inspection forms JB 0 associated with bacteriological quality of the cooked food which taken by the staff of the Field P2PKL District Health Office Bogor. The statistical test used in this study is the chi-square test. The variables studied were the place and facility sanitation, worker hygiene and sanitation hygiene based group. Overall, all the variables are good. In the subsequent analysis, there was no significant association in 11 aspects of assessment unless the assessment aspect of hygiene sanitation jasaboga group A1 (p = 0.049), hygiene sanitation jasaboga group A1 has a significant relationship with the bacteriological quality of the food. Jasaboga's in Bogor from all variables studied, many variables categorized in good category than unfavorable category more fit in either category, from this it can be concluded, that the food quality jasaboga in Bogor still good."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Mila Pertiwi
"[Tesis ini membahas tentang perlunya dilakukan pembatasan kewenangan pemungutan pajak daerah (closed list) pada Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota selaku penyelenggara otonomi daerah yang seluas-luasnya. Pada sisi lain perlu juga dilakukan penambahan basis pemungutan pajak daerah Kabupaten/Kota. Kebijakan pembatasan kewenangan atas pajak daerah ini ditetapkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerapan prinsip “open list” dalam UU Perpajakan Daerah sebelumnya,
dirasakan memberatkan masyarakat, pada sisi lain Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota rata-rata hanya mencapai kurang dari 10%, oleh karenanya UU Nomor 28 Tahun 2009 merubah prinsip “open list” menjadi “closed list” dan menambah basis pemungutan pajak daerah kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan, pembatasan kewenangan diperlukan untuk menjamin kepastian hukum agar pelaksanaan pemungutan pajak tidak menimbulkan penyalahgunaan wewenang dari administrasi pemerintahan. Penambahan basis
pemungutan pajak telah berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah, khususnya pada Pemerintahan daerah Kabupaten Bogor. Namun dalam perjalanannya beberapa ketentuan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan perubahan sosial oleh karenanya perlu dilakukan
penyesuaian dalam UU ini.;This thesis discusses about the need to limit the local tax collection authority (closed list) on the Regional Government of Regency/City as the administrator of regional autonomy in the widest meaning. On the other hand it is also necessary to add
the local tax collection base of Regency/City. The policy of limitation of local tax collection established in Law No. 28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies. Application of the principle of “open list” in the previous law of local taxation is perceived of burdening the public, on the other hand the Regency /City Revenue in average only account for less than 10%, therefore, Law No. 28 of 2009 changed the principle of “open list” to became “closed list” and added the tax collection base of the regency/city. The research results showed that the limitation of authority is necessary to ensure legal certainty that the implementation of tax collection does not cause any abuse of authority of government administration. The addition of the tax collection base has positive impact on the improvement of regional revenue, particularly in Bogor Regency Administration. However, in the course, some provisions of Law No. 28 of 2009 is inconsistent with the development of social change that it is therefore necessary to make adjustments to this Law., This thesis discusses about the need to limit the local tax collection authority
(closed list) on the Regional Government of Regency/City as the administrator of
regional autonomy in the widest meaning. On the other hand it is also necessary to add
the local tax collection base of Regency/City. The policy of limitation of local tax
collection established in Law No. 28 Year 2009 on Regional Taxes and Levies.
Application of the principle of “open list” in the previous law of local taxation is
perceived of burdening the public, on the other hand the Regency /City Revenue in
average only account for less than 10%, therefore, Law No. 28 of 2009 changed the
principle of “open list” to became “closed list” and added the tax collection base of the
regency/city.
The research results showed that the limitation of authority is necessary to
ensure legal certainty that the implementation of tax collection does not cause any
abuse of authority of government administration. The addition of the tax collection
base has positive impact on the improvement of regional revenue, particularly in
Bogor Regency Administration. However, in the course, some provisions of Law No.
28 of 2009 is inconsistent with the development of social change that it is therefore
necessary to make adjustments to this Law.]"
Universitas Indonesia, 2015
T44303
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Diella Amanda
"Sejak pertama kali dinyatakan ilegal melalui la loi n° 70-1320 du 31 décembre 1970, kebijakan pemerintah Prancis terhadap ganja tidak mengalami perubahan yang signifikan. Prancis merupakan salah satu negara dengan hukuman paling berat untuk penggunaan ganja di Eropa. Namun, meskipun memiliki hukum yang berat, Prancis merupakan salah satu negara dengan persentase konsumen ganja tertinggi di Eropa. Hasil survei populasi umum yang dilakukan oleh Santé publique France dan OFDT menunjukkan bahwa ganja merupakan psikoaktif terlarang yang paling banyak digunakan di Prancis dan penyebaran ganja di Prancis terus meningkat sejak diberlakukannya kebijakan pelarangan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai peran regulasi tersebut dalam menanggulangi permasalahan konsumsi ganja di Prancis. Penelitian ini mencari tahu pengaruh konsumsi ganja di Prancis terhadap regulasi yang dibuat pada masa pemerintahan Emmanuel Macron dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan. Penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan sebelumnya yang tidak efektif serta seruan reformasi dari masyarakat tidak mempengaruhi kebijakan Emmanuel Macron dalam upaya menanggulangi permasalahan terkait ganja di Prancis. Dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintahan Emmanuel Macron memutuskan untuk mengambil jalan tengah, yaitu dekriminalisasi parsial atau contraventionnalisation serta percobaan penggunaan ganja untuk tujuan terapeutik. Meskipun kebijakan baru Macron dianggap tidak benar-benar menyelesaikan masalah, langkah ini berupaya untuk menghindari perselisihan antara pihak-pihak yang menuntut legalisasi ganja, serta pihak konservatif yang bersikeras mempertahankan hukum ganja yang represif

Since it was first declared illegal through la loi n ° 70-1320 du 31 décembre 1970, the French government's policy towards cannabis has not changed significantly. France is one of the countries with the most severe penalties for the use of marijuana in Europe. However, despite its tough laws, France has one of the highest percentage of cannabis consumers in Europe. The results of a general population survey conducted by Santé publique France and OFDT shows that marijuana is the most widely used illicit psychoactive in France and that diffusion of cannabis in France has continued to increase since the enactment of the ban. This raises questions about the role of these regulations in overcoming the problem of cannabis consumption in France. This research investigates the effect of marijuana consumption in France on regulations made during Emmanuel Macron administration period using qualitative methods and literature study techniques. This research proves that the previous ineffective policies and calls for reform from the public did not influence Emmanuel Macron's policies in trying to tackle the problems related to cannabis in France. In dealing with this problem, Emmanuel Macron's government decided to take a middle course, namely partial decriminalization or contraventionnalisation and the trial of using marijuana for therapeutic purposes. While Macron's new policies do not really solve the problem, the move seeks to avoid clashes between parties claiming marijuana legalization and conservatives who insist on maintaining repressive cannabis laws"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Deden Muhammad Haris
"Penelitian tentang Analisis Penerimaan dan Administrasi Pajak Daerah di Kabupaten Bogor ini bertujuan untuk menggali-lebih mendalam mengenai penerimaan pajak-pajak daerah yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Bogor selama periode 1998/1999-2004 serta untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan dalam mengelola pajak daerah yang diselenggatakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor. Pajak-pajak daerah yang dianalisis terdiri dari Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Hiburan., Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, dan Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Analisis terhadap penerimaan pajak dilakukan dengan cara : pertama menganalisis perkembangan setiap jenis pajak daerah dan total penerimaan pajak daerah Serta kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total penerimaan pajak daerah. Kedua, menganalisis kontribusi pajak daerah terhadap penerimaan asli daerah, laju perkembangannya dan varians penerimaan pajak daerah. Ketiga, menganalisis kinerja pajak daerah, dan trend perkembangannya serta yang keempat adalah pengukuran efektivitas pajak daerah (Tax Effectiveness) dengan menggunakan Tax Performance Index, Sedangkan untuk mengetahui pelaksanaan administrasi perpajakan daerah dengan mengkaji secara kualitatif terhadap unsur-unsur administrasi pajak yaitu lembaga (institution), pegawai (person) dan kegiatan (activities).
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan pejabat terkait mengenai pelaksanaan administrasi perpajakan daerah di dinas pendapatan daerah kabupaten Bogor. Sedangkan data sekunder penulis dapatkan dari Biro Pusat Statistik dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor dengan cara studi kepustakaan dan Studi lapangan. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan perkembangan rata-rata total penerimaan pajak daerah sebesar 23,17%. Sedangkan kontribusi masing-masing jenjs pajak daerah adalah sebagai berikut : Pajak Penerangan Jalan sebesar 49,3 5%, Paiak Penggalian Bahan Galian Golongan C sebesar 29,56%, Pajak Hotel dan Restoran sebesar 15,34%, Pajak Reklame sebesar 2,94%, dan Pajak Hiburan sebesar 2,81%. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Penerimaan Asli Daerah selama periode 1998/1999 - 2004 secara rata-rata adalah sebesar 49.35%. Sedangkan varians penerimaan pajak daerah memperoleh angka sebesar 33,24%. Kemudian, analisis kinerja pajak yaitu Tax Effort yang terdiri dari Elastisitas pajak daerah (tax elasticity) sebesar sebesar 0.10% sedangkan Tax Ratio yang diperoleh selama periode tahun 1998/1999-2004 berkisar antara 0.14% hingga 41%, kinerja pajak yang lainnya yaitu Tax Effectiveness berkisar antara 1.01 hingga 1.16 dan Tax Efficiency 20.36% sampai dengan 22.49%. Adapun hasil analisis atas pelaksanaan administrasi pajak daerah adalah sebagai berikut: pertama, tidak adanya penjabaran tugas pada masing-masing seksi dan subseksi, kurangnya koordinasi antar seksi, serta masih ada unit yang pengaturannya belum jelas; kedua., kuantitas dan kualitas pegawai masih dirasakan kurang. Secara kuantitas dan kualitas adalah kurangnya pegawai yang berlatar belakang pendidikan perpajakan atau akuntansi sebanyak 57 orang; ketiga kurangnya koordinasi dengan instansi lain dalam pendataan dan pendaftaran.
Rekomendasi yang diberikan : Dinas Pendapatan Daerah agar lebih menggali lagi penerimaan pajak daerah dengan cara rnelaksanakan intensifikasi pajak daerah dengan cara : memperluas basis- penerimaan, memperkuat proses pemungutan, meningkatkan pengawasan, menlngkatkan efektivitas administrasi. selain itu, disarankan: pertama, membuat penjabaran tugas secara lebih terperinci untuk masing-masing seksi dan subseksi serta membuat pengaturan yang jelas kewenangan dan tugas unit penyuluhan. Kedua, meningkatkan kualitas pegawai yang ada dengan pendidikan formal maupun non formal yang berlatar belakang pendidikan perpajakan atau akuntansi. Ketiga, meningkatkan koodinasi dengan instansi lain yang datanya berkaitan dengan pajak daerah.

The research regarding revenue analysis and local tax administration in Bogor Regency has purpose to gain more tax revenue obtained by Bogor Regency during 1998/1999-2004 periods and to know the implementation of tax administration in managing local tax performed by The Income Service of Bogor Regency. The Local taxes analyzed are Hotel and Restaurant Tax, Entertainment Tax, Advertising Tax, Street Lighting Tax, and Mineral Removal and Processing Tax. Analysis of tax revenue was carried out by : first, analyzing thr development of every local tax and total local revenue tax and contribution of every local tax toward local revenue tax. Second, analyzing contribution of local tax toward original local revenue; its development and variants of local tax revenue. Third, analyzing local tax performance. Fourth, to know the implementation of local tax administration is by studying tax administratively namely institution, employees and activities.
Data used are primary and secondary data. Primary data were gained by interviewing high officials related concerning the implementationof local tax administration at local income service office of Bogor Regency. Whereas secondary data that the writer gained were from central statistical bureau and local income service offices of Bogor regency by conducting library research and field study. Analytical technique used is descriptive qualitative and quantitative methods.
The result of the research shows that the development of average total tax revenue is 23.17%. Whereas the contribution of each kind local tax is as follows: Street ligthing tax is 49.35%, Mineral Removal and Processing Tax is 29.56%, hotel and restaurant tax is 15.34%, advertising tax is 2.94% and entertainment tax is 2.81%. The contribution of local tax toward local original revenue during 1998/ 1999-2004 periods is on average 49.35% whereas variant of local tax revenue is 33.24%. Then, the analytical result of local tax performance that consist of Tax Effort, Tax Effectiveness and Tax Efficiency. Tax Effort consist of Tax Elasticity which its value is 0.1% and Tax Ratio that its range value from 0.14% untill 41%. Another peforrnance local tax is Tax Effectiveness that its range value from 1.01 untill 1.16 and Tax Efficiency that its range value is from 20.36% untill 22.49%. The analytical result of the implemntation of local tax administration is as follows : first, there is no job description at each section and subsection. Second, lack of quantity and quality of employees. It lacks of coordination of education and training that are tax and accounting base. Third, lack of coordination with other institution in collecting data and registration.
The writer suggest that the local income service office explore more tax revenue by carrying out local tax intensification by enlarging revenur basis, strengthening levy process, improving supervison, improving administrative effectiveness. Futhermore, it is suggested that : first, making more specific hob description for each section and subsection and making clear rules of authority and duties for guidance unit. Second, improving the quality employee at formal and non formal education with taxation and accounting education base. Third, improving coordination with other institutions which have data related to local tax.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Zahroh
"ABSTRAK
Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan penting dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari memajukan
kesejahteraan umum. Dalam pelaksanaannya permasalahan lalu lintas masih
sering terjadi, salah satunya kemacetan. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa permasalahan lalu lintas dapat
diselesaikan dengan manajemen dan rekayasa lalu lintas, yang terdiri dari
beberapa kegiatan, salah satunya pengaturan. Pengaturan tersebut merupakan
aspek penting dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi
masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam skripsi ini dibahas mengenai
dua poin penting, yaitu pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara dan
hubungan antar tingkat dalam pemerintahan. Dalam penelitian ini penulis
mengambil contoh pelaksanaan manajemen dan rekayasa di DKI Jakarta dan
Kawasan Puncak Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian ini bersifat yuridis
normative dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat permasalahan dalam
pelaksanaan fungsi hukum administrasi negara dan hubungan antar tingkat
pemerintahan dalam pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas.

ABSTRACT
Traffic has a strategic role in supporting the national development and integration
as part of the efforts to improve the public welfare. However, traffic problems still
frequently occur, and one of it is congestion. Law Number 22 Year 2009
concerning Road Traffic and Transportation set that the traffic problems can be
resolved by traffic management and engineering, which covers several activities,
such as arrangement. The arrangement which contain the determination on the
policy on road, is important to ensure legal certainty and legal protection for the
public. Regarding to the matters, this research discusses about two main points,
which are the state administration law function and the relationship between levels
of government. In this research, the author take the example of the
implementation of traffic management and engineering in Jakarta and Puncak area
of Bogor Regency. This research form method is normative. This research also
use literature research method. From this research, it can be concluded that there
are still many problems regarding to the state administration law function and the
relationship between levels of government in the implementation of traffic
management and engineering."
2017
S66324
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>