Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahul Khairi
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tiga hal yaitu perbandingan pengelolaan surat utang negara di Indonesia, Amerika Serikat dan Italia, pengaturan hukum mengenai sovereign bond default dan signifikansi pengaturan mengenai sovereign bond default. Perbandingan dikhususkan pada proses penerbitan dan ada atau tidaknya sinking fund khusus untuk surat utang Negara. Berdasarkan Undang Undang No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Negara menjamin pembayaran pokok dan bunga surat utang negara dengan menganggarkan dananya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun. Undang-Undang No. 24 Tahun 2002, Undang Undang Amerika Serikat dan Undang Undang Italia terkait surat utang negaranya tidak memiliki ketentuan mengenai sovereign bond default. Penyelesaian sovereign bond default adalah dengan mengaktifkan satu klausula yang dikenal dengan collective action clause dalam terms and conditions surat utang Negara. Penulisan ini juga membandingkan praktek dan peraturan perundang-undangan Indonesia, Amerika Serikat dan Italia dalam penggunaan collective action clause pada surat utang Negara.

ABSTRACT
This undergraduate thesis reviews three matters inter alia the comparative study on the management of sovereign bond under Indonesian Law, United States Law and Italian Law, the regulations to resolve sovereign bond default, and the significance to establish regulations pertaining sovereign bond default. The comparative study is confined to the issuance process and the existence of sinking fund designated for sovereign bond purposes. Pursuant to Indonesian Law No. 24 of 2002 regarding sovereign bond, the state guarantees the payment of principal and interest of sovereign bond by allocating the fund in the state’s annual budget. However, Law No. 24 of 2002, United States and Italian laws do not contain any provisions to resolve sovereign bond default. Sovereign bond default is resolved by activating the collective action clause within the terms and conditions of sovereign bond. This research seeks to review the practice, the laws and regulations of Indonesia, United States and Italy of using the collective action clause in the sovereign bond."
2014
S56579
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Sekar Rayi Prabhasari
"Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder sebagai sumber data. Pokok permasalahan adalah bagaimana negara Amerika Serikat memberikan pengaturan mengenai monopoli dan monopolisasi, bagaimana berbagai instrumen hukum dari negara Amerika Serikat dapat diterapkan guna menganalisis dugaan penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan Google dalam gugatan yang berjudul “United States of America v. Google LLC (Google)”, serta bagaimana instrumen usaha Indonesia menindaklanjuti tindakan yang dilakukan oleh Google seandainya kasus serupa terjadi dalam ranah persaingan usaha Indonesia. Hasil penelitian mendatangkan kesimpulan bahwa monopoli dalam hukum Amerika Serikat bukanlah suatu hal yang dilarang. Pelanggaran hukum persaingan usaha Amerika Serikat terjadi ketika pelaku usaha melakukan praktek monopoli, suatu bentuk penyalahgunaan posisi monopoli yang dimiliki pelaku usaha dengan terpenuhinya dua syarat yang terkandung dalam yurisprudensi. Kesimpulan lainnya yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah dalam hal penggunaan hukum Amerika Serikat dan Indonesia dalam menganalisis tindakan Google, ditemukan bahwa Google telah terbukti melakukan monopolisasi (praktek monopoli). Titik perbedaan dari penggunaan hukum kedua negara ini adalah bahwa instrumen hukum Amerika Serikat menilai Google melakukan monopolisasi hanya dalam pasar mesin pencarian, sedangkan instrumen hukum Indonesia menilai Google melakukan praktek monopoli dalam pasar mesin pencarian dan iklan pencarian. Adapun dalam penganalisisan dugaan monopolisasi, instrumen hukum Amerika Serikat perlu untuk segera menyepakati mengenai definisi dan kriteria exclusionary conduct. Sedangkan untuk negara Indonesia, dianggap perlu untuk KPPU memberikan edukasi mengenai monopoli dan praktek monopoli, untuk menambah wawasan masyarakat Indonesia serta mengurangi anggapan bahwa monopoli adalah suatu hal yang secara inheren dilarang oleh hukum Indonesia.

Research metodology used in this thesis is literary research with secondary data as the main source of data. The core problems of this thesis revolve around how United States of America regulates monopoly and monopolization, also the implementation of both United States’ and Indonesia’s anti-trust law in analyzing Google’s suspected monopolization as stated in “United States of America v. Google LLC (Google)” legal complaint. Research concludes that United States’ law condemns not monopoly but monopolization, a conduct in which a firm abuse its monopoly position and have met the two requirements as stated in jurisprudence. Research also concludes that both the implementation of United States’ and Indonesia’s anti-trust law in analyzing Google’s conduct have deemed Google for violating the law. The main difference between the implementation of the law from both countries lies upon the proven monopolization in relevant market. According to United States’ anti-trust law, Google conducted monopolization in only the market of search engine whilst according to Indonesia’s anti-trust law, Google has conducted monopolization in the market of both search engine and search advertising. In analyzing the allegation of monopolization, both countries have not yet fully created legal certainty. It is recommended for United States’ anti-trust law to define exclusionary conduct, and for Indonesia’s authority (KPPU) to educate the citizens of Indonesia about monopoly and monopolization, in order to expand the knowledge of Indonesians and removing the perception that monopoly is inherently prohibited by Indonesia law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Oktaviani
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan smart contract menurut hukum Indonesia, termasuk mengenai konsep umum hukum perikatan, perjanjian, kontrak elektronik, smart contract dan agen elektronik, yang kemudian akan dibandingkan dengan pengaturan smart contract yang diterapkan di Nevada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perbandingan hukum yang menghasilkan bentuk penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan maupun perbedaan terkait pengaturan smart contract di antara kedua negara tersebut. Sehingga, diperoleh saran bahwa Indonesia perlu merevisi atau menambahkan ketentuan smart contract secara tersendiri dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik agar menciptakan kepastian hukum bagi para pelaku kegiatan ekonomi yang menggunakan perjanjian dalam bentuk smart contract ketika bertansaksi secara elektronik.

This paper dicusses about the regulations of smart contract according to Indonesian law, including the general concepts of the law of obligations, agreements, electronic contracts, smart contract and electronic agents, which will be compared with the regulations of smart contract that applied in Nevada. The methoed used in this research is a comparative law that produces a form of juridical-normative research. The results of these thesis/essay shows/indicate that there were several similarities and differencesregarding the regulations of smart contract between the two countries. Therefore, the suggestion that the author give is Indonesia needs to revise or add the provisions of smart contract agreement individually in the Electronic Information and Transaction Act and the Government Regulation on the Implementation of Electronic Systems and Transactions in order to create legal certainty for the subjects of economic activities that use the agreement in the form of smart contract when they made a transactions electronically.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityawardhana Putra
"Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia tidak mengenal secara eksplisit mengenai Kuasi Kontrak. Namun, Kuasi Kontrak dapat dipersamakan dengan ketentuan yang mengatur mengenai Negotiorum Gestio (Perwakilan Sukarela) dan Solutio Indebiti (Pembayaran yang tidak wajib) pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Skripsi ini akan membandingkan hukum kontrak di Indonesia dengan sistem hukum Common law yakni mengenai ketentuan mengenai Negotiorum Gestio dan Solutio Indebiti dengan Kuasi Kontrak sebagai Equitable Remedies di Inggris dan Amerika Serikat. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan kuasi kontrak dalam hal pengertian, syarat, dan bentuk pemulihannya. Adanya perbedaan dan persamaan yang ditermukan dalam penelitian ini adalah akibat dari adanya perbedaan tradisi hukum yang dianut oleh ketiga negara.

Indonesian Civil Code did not openly recognize the term of Quasi Contract. However, the concept of Quasi Contract are identical with the provisions regarding Negotiorum Gestio (Managements of another's affais) and Solutio Indebiti in the Indonesian Civil Code. This Paper compares the law of contracts in Indonesia with Common Law, regarding the provisions of Negotiorum Gestio and Solutio Indebiti (Payment of Something not Owed) with Quasi Contract as an Equitable Remedies in England and United States. This study is a normative juridical research. Results of this study shows that there are similarity and differences concerning Quasi Contract in sense of Definition, Terms, and Remedies. Similaritis and differences found, are the results of the difference law tradition that the three countries abide to."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizh Mahendra Fikri
"Transaksi dan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk Negara) Ijarah Sale and Lease Back atau yang dikenal dengan SBSN Ijarah Sale and Lease Back dimaksudkan untuk mencari metode pembiayaan negara alternatif syariah. Oleh karena itu, SBSN Ijarah Sale and Lease Back menggunakan kombinasi dari dua perjanjian dan perjanjian yang bersyarat, seperti, pembelian kembali aset, yang menimbulkan masalah terkait implementasi dan kompatibilitasnya dengan Hukum ikatan Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yang didukung oleh hasil wawancara narasumber. Penjualan SBSN Ijarah dan Lease Back adalah SBSN yang menggunakan aset dasar dalam bentuk bangunan atau tanah milik negara sebagai objek transaksi. Aplikasi Transaksi Jual dan Sewa Kembali SBSN Ijarah perlu ditinjau ulang karena
menimbulkan inkonsistensi dengan hukum yang mengikat Islam yang ada.

Transactions and Issuance of State Sharia Securities (Sukuk Negara) Ijarah Sale and Lease Back or known as SBSN Ijarah Sale and Lease Back to seek alternative sharia alternative state financing methods. Therefore, SBSN Ijarah Sale and Lease Kembali uses a combination of conditional agreements and agreements, such as, asset repurchase, which raises issues related to its implementation and agreement with Islamic binding law. The research method used is normative juridical research supported by interviewees. Ijarah and Lease Back SBSN Sales are SBSNs that use basic assets in form building or land owned by the state as the object of the transaction. The SBSN Ijarah Sale and Lease Back Transaction Application needs to be reviewed because raises inconsistencies with existing binding laws of Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridovi Kemal
"Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara menghasilkan conflict of law atas beberapa pengaturannya dengan hukum positif Indonesia. Pokok permasalahan terkait conflict of law tersebut ialah bagaimana UU SBSN mengakomodir status badan hukum SPV dan pemindahtanganan Barang Milik Negara yang juga diatur di KUH Perdata dan UU Perbendaharaan Negara, serta kesesuaian keduanya menurut hukum Islam. Penelitian ini menganalisis kedudukan hukum SPV sebagai Perusahaan Penerbit SBSN dan keabsahan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset, serta pelaksanaannya dalam akad ijarah Asset To Be Leased. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif analitis deskriptif, didukung hasil wawancara dengan narasumber. Berdasarkan metode yang digunakan, didapati bahwa SPV adalah Badan Hukum khusus yang diadakan oleh kekuasaan umum untuk melaksanakan rangkaian kegiatan penerbitan SBSN yang tugas, fungsi, peran, pendirian dan pertanggungjawabannya diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Selain itu, keabsahan Barang Milik Negara sebagai Underlying Asset dikarenakan UU SBSN memiliki kekhususan dari UU Perbendaharaan Negara, yaitu aset SBSN bukanlah jaminan melainkan dasar penerbitan berupa bukti penyertaan pemilikan hak manfaat atas aset SBSN yang tidak terdapat pemindahan kepemilikan secara hak milik. Selain itu, pengaplikasiannya dalam SBSN ijarah Asset To Be Leased seri SR-005 telah sesuai syariah compliance.

Indonesian Law Number 19 Year 2008 on Sovereign Syariah Securities (Law on SBSN) is a legal breakthrough which leads conflict of laws to some arrangement with Indonesian laws. The conflict of laws relates on how Law on SBSN accommodate the legality of SPV and how the alienation mechanism of State-Owned Asset which also regulated on Indonesian Civil Code and Law on State Treasury (Law Number 1 Year 2004), also the suitability of both according to Islamic law. This Research analyzes the legal standing of SPV as corporate issuer of SBSN and validity of State-Owned Asset as an Underlying Asset, as well as its implementation on the contract of Ijarah Asset To Be Leased. The method use a juridical normative descriptive analytical, supported by interviews to sources. Based on used method, found that SPV is a special legal entity held by the sovereign authority to issues SBSN. Its tasks, functions, roles, and the establishment of accountability further stipulated by Government Regulation. Therefore, the validity of the Underlying Asset is allowed, because Law on SBSN is a lex specialist against the Law on State Treasury, that stipulated the underlying asset is not a collateral for SBSN issuance, which mean it only an underlying of beneficiary ownership over the asset without a transfer of ownership. Moreover,its applicability in product SBSN ijarah To Be Leased Asset SR-005 series was complied to the syariah compliance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Dayinta Harumanti
"Skripsi ini membahas mengenai perkembangan teori restrictive sovereign immunity di dalam hukum internasional dan penerapannya terhadap imunitas pejabat publik. Penulis akan menganalisis tujuh putusan pengadilan dari beberapa negara dan pengadilan internasional yang menggunakan pendekatan imunitas yang terbatas di dalam dalil gugatan melawan negara di hadapan pengadilan asing. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori imunitas yang terbatas dan pengaturannya dengan meninjau perjanjian internasional dan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum kebiasaan internasional. Simpulan yang didapatkan menunjukkan bahwa adanya perubahan penerimaan pendekatan imunitas absolut menjadi pendekatan imunitas negara secara terbatas oleh berbagai putusan pengadilan nasional. Pembatasan imunitas negara didasarkan kepada dua tes, yaitu rationae personae dan rationae materiae. Praktik ini diterapkan secara konsisten di dalam praktik-praktik negara.

This thesis discusses the development of restrictive sovereign immunity under international law and its application to public official immunity. The author of this thesis analyses seven judgments of national courts and international tribunals regarding the use of restrictive sovereign immunity as the claimants motions to raise a civil actions against State before foreign courts. The analysis is based on literature studies concerning the development of restrictive sovereign immunity theory and how it is governed in customary international law, treaties and national laws. In conclusion, there has been a change of practice of national courts to accept the restrictive approach to immunity in numerous decisions. There are two limitations to this approach, namely rationae personae and rationae materiae. These limitations are consistently referred in the State practices."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Monica Sari
"Tenaga kerja adalah salah satu elemen yang memiliki peran penting dalam suatu perusahaan, baik bagi perusahaan yang menghasilkan barang atau melayani jasa. Dalam praktiknya, tenaga kerja tidak masuk dalam pertimbangan terhadap faktor persaingan usaha di dalam pasar. Hal demikian menyebabkan adanya persaingan di dalam pasar tenaga kerja, namun permasalahan hukum tersebut tidak muncul di permukaan. Permasalahan hukum yang terjadi dengan adanya perjanjian no poach dan perjanjian wage-fixing antara suatu perusahaan dan pelaku usaha pesaingnya. Fenomena tersebut menjadikan urgensi mengenai kedua pelanggaran tersebut. Penelitian ini menggunakan perbandingan dengan penerapan dan pengaturan hukum Amerika Serikat dan Kanada untuk menjawab relevansi terhadap pengaturan hukum persaingan usaha di Indonesia yang sudah ada. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah penerapan melalui pendekatan per se illegal dan rule of reason serta doktrin yang relevan berupa doktrin restraints of trade dan doktrin hub-and-spoke conspiracy. Di sisi lain, no poach agreement adalah bentuk perluasan dari perjanjian alokasi pasar yang telah diatur dan wage-fixing agreement merupakan perluasan dari perjanjian penetapan harga. Dengan demikian, penelitian ini perlu dikaji untuk memperkenalkan bentuk baru dari pelanggaran persaingan usaha yang ada kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha serta mengetahui penegakan terhadap bentuk pelanggaran tersebut berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah ada.

Labor is one of the elements that have an important role in a company, both for companies that produce goods or serve services. In practice, labor is not included in the consideration of the factor of business competition in the market. This causes competition in the labor market, but the legal problems do not appear on the surface. Legal problems that occur with the existence of no poach agreements and wage-fixing agreements between a company and its business competitors. The phenomenon creates urgency regarding the no poach agreement and wage-fixing agreement provisions. This research compares the application and legal arrangements of the United States and Canada to answer the relevance to the existing regulation of antitrust law in Indonesia. The results obtained from this research are the application through per se illegal and rule of reason approaches as well as relevant doctrines in the form of the doctrine of restraints of trade and the doctrine of hub-and-spoke conspiracy. On the other hand, no poach agreements, which are an extension of regulated market allocation agreements, and wage-fixing agreements, which are an extension of price fixing agreements. Thus, this research needs to be studied to introduce new forms of existing competition violations to Business Competition Supervisory Commission (KPPU) and to find out the enforcement of these violations based on existing antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Adriel Devanza
"Dengan berkembangnya penerapan Hukum Kekayaan Intelektual dalam pasar, serta meningkatnya perdagangan internasional, muncul dua konsep hukum dalam rezim HKI, yaitu Exhaustion yang merupakan hilangnya hak distribusi barang terkait HKI, serta Impor Paralel, yang merupakan tindakan mengimpor barang terkait HKI masuk ke dalam sebuah negara yang mana HKI barang tersebut telah terdaftar. Terdapat dua bentuk prinsip Exhaustion; National Exhaustion dimana hak distribusi barang hanya hilang di dalam negeri, yang mana jika dilakukan penjualan dari luar negeri maka hak distribusi masih ada dan impor paralel dapat dilarang, dan International Exhaustion dimana hak distribusi barang dimanapun barang dijual dan Impor Paralel diperbolehkan. Dalam Penelitian ini Penulis akan mengkaji prinsip Exhaustion dan Impor Paralel yang dianut oleh rezim Hak Cipta, Hak Merek, dan Hak Paten di Indonesia, hasil penelitian yang ditemukan adalah terdapat kekosongan hukum prinsip Exhaustion serta pengaturan Impor Paralel dalam rezim Hak Cipta melalui UU 28/2014 dan Hak Merek melalui UU 20 2016. Dalam konteks UU Hak Paten secara eksplisit melarang Impor Paralel melalui ketentuan Pasal 160 ayat (1) dengan pengecualian obat-obatan, tetapi masih terdapat ambiguitas prinsip Exhaustion yang dianut apa dalam rezim Paten. Atas berbagai kekosongan hukum tersebut Penulis membandingkan ketentuan Hukum Indonesia dengan Hukum Amerika Serikat dalam ranah Intellectual Property bagi Hak Merek, Hak Paten, dan Hak Cipta untuk menemukan metode terbaik untuk mengisi kekosongan hukum tersebut. Hasil perbandingan dan analisa penulis adalah diperlukanya ketentuan Exhaustion dan Impor Paralel yang tegas dalam Hak Cipta Serta Hak Merek melalui penjelasan yang spesifik kapan terpicunya Exhaustion, dalam konteks Hak Merek juga dapat dicontoh ketentuan Lever Rule AS, bagi UU Hak Paten perlu kejelasan mengenai doktrin Exhaustion untuk memberi kejelasan mengenai kebolehan Post-sale Restriction atau perjanjian pengendalian distribusi setelah penjualan.

With the development of the application of Intellectual Property Law in the global market, as well as the increase in international trade, two legal concepts have emerged in the IPR regime, namely Exhaustion, which is the loss of distribution rights of IPR-related goods, and Parallel Importation, which is the act of importing IPR-related goods into a country where the IPR of the goods has been registered. There are two forms of the Exhaustion principle; National Exhaustion where the right to distribution of goods is only lost in the country of origin, which if sales are made from abroad then the distribution rights still exist and parallel imports can be prohibited, and International Exhaustion where the right to distribution of goods wherever the goods are sold and Parallel Imports are allowed. In this study, the author will examine how the principle of Exhaustion and Parallel Imports adopted by the Copyright, Trademark Rights, and Patent Rights regimes in Indonesia, the results of the research found are that there is a legal vacuum of the Exhaustion principle and Parallel Import arrangements in the Copyright regime through Law No. 28 of 2014 and Trademark Rights through Law No. 20 of 2016. In the context of the Patent Law, it explicitly prohibits Parallel Imports through the provisions of Article 160 paragraph (1) with the exception of medicines, but there is still ambiguity as to what Exhaustion principle is adopted in the Patent regime. For the various legal lacunae, the author compares the provisions of Indonesian Law with United States Law in the realm of Intellectual Property for Trademark Rights, Patent Rights, and Copyright to find the best method to fill the legal lacunae. The results of the comparison and the author's analysis are the need for strict Exhaustion and Parallel Import provisions in Copyright and Trademark Rights through a specific explanation of when Exhaustion is triggered, in the context of Trademark Rights can also be emulated by the provisions of the US Lever Rule, for the Patent Rights Act it is necessary to clarify the doctrine of Exhaustion to provide clarity on the permissibility of Post-sale Restriction or distribution control agreements after sales. "
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Sintya Rahmadany
"Waralaba merupakan hak untuk melakukan kegiatan usaha menjual suatu produk atau jasa. Di Indonesia waralaba dilaksanakan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Pengaturan mengenai waralaba di Indonesia belum terlalu lengkap dan memadai jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat mengatur mengenai waralaba dari peraturan tingkat federal sampai dengan peraturan tingkat negara bagian, sedangkan di Indonesia hanya diatur mulai dari tingkat Peraturan Pemerintah. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perbandingan peraturan perjanjian waralaba di Indonesia dan Amerika Serikat, serta kewajiban pendaftaran di Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perbandingan dan peraturan perundang-undangan.

Franchising is the rights to conduct a business in selling product or service. In Indonesia, franchising was held by a Franchise Agreement between Franchisor and Franchisee. Franchise regulations in Indonesia is not complete and adequate when compared to the United States. The United States rules the franchising from federal level to the state level regulations, while in Indonesia is only from the level of government regulation. In this research will discuss the comparison about of franchise agreements regulations between Indonesia and the United States of America, also comparison about the registration of franchise agreements between Indonesia and the United States of America. This research use the normative juridical research by using comparative approach based on methods of comparative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>