Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anglin Andhika Maharani
"CT-scan abdomen merupakan opsi dalam penegakan diagnosis terkait dengan dugaan penyakit yang diderita pasien menggunakan radiasi pengion, namun resiko radiasi pada organ sensitif di sekitar area abdomen dapat menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk menunjukkan seberapa besar dosis radiasi yang diterima organ sensitif (gonad, payudara, tiroid dan mata) pada pelaksanaan pemeriksaan CT abdomen, dengan fantom rando sebagai objek pemeriksaan dan TLD rod sebagai penangkap radiasi. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan memvariasikan kV (80,120 dan 140) dan nilai pitch (4,6 dan 8). Dosis radiasi terbesar didapatkan pada gonad dengan 7,67 mGy dan terendah pada tiroid kanan dengan 0,01 mGy. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan CT-scan abdomen tidak menimbulkan efek langsung.

CT-scan for abdomen area is an examination option in diagnosis that related to patient’s disease, but the radiation risk that appears on sensitive organs near abdomen area need to be concern. Therefore, a research was done to show how much radiation dose for organs received (gonad, breasts, thyroids, and eyes) in CT-scan examination for abdomen, using rando phantom as an object and TLD rod as dosemeter. The variation of examination was done for kV (80, 120, and 140) and pitch (4, 6, and 8). The result show that gonad had received the highest radiation dose with 7,674 mGy (tube’s voltage was 140 kV, pitch 6). So, it can be concluded that examination with CT-scan did not give deterministic effect to sensitive organs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55873
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristania Nodya
"Computed Tomography (CT) Scanner merupakan alat pencitraan diagnostik yang memberikan informasi citra medis untuk menunjang pengobatan pasien, namun tanpa disadari pemanfaatan radiasinya dapat menimbulkan efek negatif pada organ sensitif sekitar. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur dosis organ sensitif (mata, tiroid, dan payudara) menggunakan fantom Rando pada CT Scanner area thorax. Untuk memudahkan penelitian ini, TLD rod 100 digunakan sebagai dosimeter, dimana kV dan pitch dijadikan sebagai variasi parameter penelitian. Hasil menunjukkan bahwa nilai paparan dosis tertinggi pada tiap kualitas berkas berturut-turut dari 80, 120, dan 140 kV yaitu payudara kanan (1,72±0,34 mGy), tiroid kanan (6,25±0,16 mGy), dan payudara kiri (10,78±0,76 mGy). Pada variasi pitch nilai paparan dosis tertinggi secara berturut-turut dari 4, 6, dan 8 yaitu payudara kiri (6,19±0,02 mGy), tiroid kanan (6,25±0,16 mGy), dan payudara kanan (5,08±0,85 mGy). Dapat disimpulkan bahwa nilai dosis payudara pada CT Thorax lebih tinggi dibandingkan dengan mamografi, namun keduanya tidak melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan International Commission on Radiological Protection (ICRP) yaitu 5 Gy.

Computed Tomography (CT) Scanner is an instrument of medical imaging using radiation to support treatment for patient, but the radiation may give a negative effect around sensitive organs. The research meant to measure dose for sensitive organs at thorax area (eyes, thyroid, and breast) using CT Scanner with rando phantom as an object. To ease this experiment, TLD rod 100 used as dosimetry, which kV and pitch as a parameter variation. The result showed that the highest dose for kV variation upon each sequent beam quality from 80, 120, and 140 kV are right breast (1,72±0,34 mGy), right thyroid (6,25±0,16 mGy), and left breast (10,78±0,76 mGy). Towards pitch variation the highest exposure dose value in sequently from 4, 6, and 8 are left breast (6,19±0,02 mGy), right thyroid (6,25±0,16 mGy), and right breast (5,08±0,85 mGy). As a conclusion, the dose on breast from CT Thorax is higher than the one from mammography but both are bellow dose value limit from International Commission on Radiological Protection (ICRP) which is 5 Gy."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S58757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nur Hidayati
"Penelitian ini menggunakan fantom abdomen in house dengan tujuan mengukur dosis di berbagai daerah organ yaitu hepar, ginjal, reproduksi dan bladder. Pengukuran dosis pada daerah organ dilakukandengan menggunakan dosimeter gafchromic dan TLD. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil dosis sepanjang sumbu-z dan image quality dengan variasi pitch factor. Faktor eksposi yang digunakan disesuaikan dengan aplikasi klinis abdomen yaitu 130 kV, 80 mAs, rotation 1.5 s dan delay 3 s. Pemilihan parameter pitch factor pada pemeriksaan CT abdomen akan mempengaruhi nilai dosis dan image quality. Variasi Pitch factor yang digunakan 0,8; 1 dan 1.5. Secara umum pengukuran dosis dengan gafchromic dan TLD di berbagai daerah organ memperlihatkan bahwa semakin besar penggunaan pitch factor maka dosis yang didapatkan semakin kecil. Profil dosis sepanjang sumbu-z berbentuk parabola yang simetris dengan dosis maksimum di sekitar 3.45 mGy dan dosis minimum pada awal dan akhir scanning sekitar 3.286 mGy. Hubungan nilai SNR dan slice untuk ketiga nilai pitch 0.8, 1 dan 1.5 pada umumnya sinusoidal dan untuk obyek di daerah kanan dan kiri menunjukkan kurva yang berbeda fase. Demikian juga antara dua titik atas dan bawah. Pengukuran kesesuaian antara citra obyek dengan ukuran obyek sebenarnya dari 512 data diperoleh hasil pada pitch factor 0.8 deviasi diameter 0 ndash; 5 sekitar 50.5 dan selebihnya 49.5 deviasinya diatas 5 . Pada pitch factor 1 deviasi 0 ndash; 5 sekitar 53.5 dan deviasi lebih dari 5 sekitar 46.7 , sedangkan untuk pitch factor 1.5 deviasi 0 ndash; 5 sekitar 68 dan deviasi lebih dari 5 sekitar 32.

This study uses in house phantom abdomen with the aim of measuring doses in different regions of the organ namely liver, kidney, reproduction and bladder. Measurement of dose in the organ region is done by using gafchromic and TLD dosimeter. In addition, this study aims to determine the profil dose along the z axis and image quality with variation of pitch factor. The exposure factors were adjusted for the clinical application of abdomen 130 kV, 80 mAs, rotation 1.5 and delay 3 s. Selection of pitch factor parameters on abdominal CT examination will affect the dose value and image quality. Variation of pitch factor used 0.8 1 and 1.5. In general, Measurements dose with gafchromic and TLD in different organ regions showed that the greater the use pitch factor the smaller the dose. Profil doses along the z axis are parabolic shapes symmetrical with maximum doses about 3.450 mGy and minimum doses at the start and end of scanning around 3.286 mGy. The relation of SNR and slice values to the three pitch values 0.8 1 and 1.5 is generally sinusoidal and for the object in the right and left regions show different curves of phase. Likewise between the two points above and below. Measurement of conformity between object image and actual object size from 512 data obtained result on pitch 0.8 deviation of 0 ndash 5 diameter around 50.5 and 49.5 deviation over 5 . In pitch factor 1 deviation 0 ndash 5 about 53.5 and deviation more than 5 about 46.7 , while for pitch factor 1.5 deviations 0 ndash 5 about 68 and deviation more than 5 about 32 ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T49770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni S. Kadir
"Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengukuran CTDI dan dosis efektif pada 3 mesin CT dengan pengujian abdominal terhadap pasien pediatrik dan dewasa menggunakan phantom CT yang dibuat dan detector pensil CT serta electrometer RADCAL. Phantom CT dibuat berdasarkan standar US-FDA untuk CT. Pengujian Computed Tomography (CT) yang dilakukan menggunakan 2 CT phantom yang berbeda, diameter 32 cm (pasien dewasa) dan diameter 16 cm (pasien pediatrik). Pengukuran CTDI dan perhitungan dosis efektif radiasi menunjukkan bahwa terdapat dosis pasien pediatrik yang lebih tinggi signifikan dibandingkan dengan dosis pasien dewasa pada perlakuan yang sama. Hal ini menandakan pentingnya penentuan secara hati-hati parameter teknis scan dan justifikasi yang kuat terhadap penggunaan pengujian CT pada pasien pediatrik.

A study has been performed to measure CTDI and effective dose on 3 CT machines pertinent to abdominal examination to adult and pediatric patients using fabricated CT phantom and RADCAL pencil detector and electrometer. The CT phantom was tailored according US-FDA standard. Computed tomographic (CT) examinations have been performed using two different CT phantoms, 32 cm (adult) and 16 cm (pediatric) diameter. Computed tomographic (CT) examinations and radiation effective dose showed significant higher pediatric dose as compared to adult patient dose at the same examinations. This indicates the importance of careful selection of technical scan parameters and strong justification of the use of CT examination on pediatric patient."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marwazi
"Computed Tomography (CT) merupakan modalitas sinar-X untuk membuat citra organ dalam tiga dimensi. Akuisisi citra dilakukan dengan perputaran tabung sinar-X yang disertai gerakan meja, sehingga tabung mengelilingi pasien dalam bentuk spiral. Gerakan meja pasien persatu rotasi gantry dibagi lebar kolimator pada isocenter dikenal dengan pitch, yang berpengaruh pada kualitas citra maupun dosis radiasi pada pasien. Telah diobservasi profil ditribusi dosis sepanjang sumbu-Z fantom simulasi toraks in house berbentuk silinder elips dengan ukuran 28 cm × 21 cm dan panjang 22 cm. Fantom terbuat dari bahan PMMA dengan Hounsfield Unit (123,10 ± 3,96 HU) dilengkapi dengan objek simulasi paru dari gabus patah (-790,60 ± 15,55 HU), dan tulang belakang dari material teflon dengan (918,60 ± 7,35) balok dan silinder untuk tempat film gafchromic ukuran 1 cm x 25 cm. Posisi film ditandai dengan 1-9 dengan koordinat berturut turut (0, 0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0,-8). Citra fantom diakuisisi dengan kondisi eksposi 120 kV,100 mAs dan pitch 0,8, 1,0, dan 1,5. Dosis minimum terjadi pada awal dan akhir scan untuk seluruh profil dan nilai pitch, dosis rata-rata material paru (2, 3, 4, dan 5) dalam rentang (2,49-2,90) mGy untuk pitch 0,8 dan (2,36-2,88) mGy untuk pitch 1,0, serta (2,33-2,74) mGy untuk pitch 1,5, relatif lebih rendah disbanding dengan pada jaringan lunak dan tulang. Dosis maksimum selalu terjadi di pertengahan sumbu-Z. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pitch 0,8 dan 1,0 tidak memberikan perbedaan dosis yang signifikan dan menurunkan dosis rata-rata pada pitch 1,5. Selain itu dosis maksimum tidak selalu terjadi di pertengahan sumb-z dikarenakan oleh material isotropis.

Computed Tomography (CT) is an X-ray modality for scanning organ in three dimensional images. Image acquisition is performed by rotating X-ray tube that match with table movements, there by the tube can cover patient body in a spiral scan. Patient table movements by gantry rotation divided by the width of the collimator on the isocenter is known as a pitch, which affects the image quality and radiation dose in the patient. A dose distribution profile has been observed along the z-axis of the in-house thorax phantom simulation in an elliptical cylinder form with the size of 28 cm x 21 cm and 22 cm length. Phantom is made from PMMA with Hounsfield Unit (123.10 ± 3.96 HU) was equipped with a lungs simulation object using a cork (-790.60 ± 15.55 HU), a spine using Teflon material (918.6 ± 7.35 HU), and 9 bar and a cylinder to place 1 cm x 25 cm gafchromic films. The position of the film was marked with point position 1-9 for the series of coordinates (0,0), (5, 0), (10, 0), (-5, 0), (-10, 0), (0, 4), (0, 8), (0,-4), (0, -8) cm. The phantom images was performed with an exposure condition by 120 kV, 100 mAs and pitch variations (0.8, 1.0 and 1.5). The minimum dose occured at the beginning and end of the scan for all profiles and pitch values. The average dose of lung material (2, 3, 4, and 5) in the range (2.49-2.90) mGy for pitch 0.8, (2.36-2.88) mGy for pitch 1.0 and (2.33-2.74) mGy for pitch 1.5. The dose in lung was relatively lower compared to the dose in soft tissue and bone. The maximum dose always occur in the middle of the z-axis. It can be concluded that the use of pitch 0.8 and 1.0 did not provide a significant dose difference and reduced the average dose on pitch 1.5. Moreover, the maximum dose does not always occur in the middle of the z-axis due to an isotropic material."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T55322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Apriyani S
"Pemeriksaan yang paling tepat dalam menentukan volume jaringan lemak visceral dilakukan dengan menggunakan modalitas CT-scan. Namun karena setiap slice citra memiliki bentuk dan lokasi lemak visceral yang berbeda-beda, maka penentuan volume menjadi tidak mudah. Sehingga, Computer Aided Diagnosis (CAD) dapat dijadikan salah satu solusi untuk membantu tenaga ahli dalam pembacaan citra dan menganalisa area lemak terutama area lemak visceral pada citra abdomen dengan lebih akurat. Dalam penelitian ini, sistem CAD dikembangkan dengan menggunakan metode segmentasi Thresholding, ekstrasi ciri berbasis Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan klasifikasi citra lemak visceral menggunakan Multilayer Perceptron (MLP). Penelitian ini mengolah data 665 citra CT-scan abdomen dari 38 pasien yang diperoleh dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Data tersebut dibagi menjadi 70% citra sebagai data pelatihan dan 30% citra sebagai data pengujian. Hasil performa sistem CAD yang direpresentasikan sebagai tingkat keakurasian dengan nilai sebesar 98.73% untuk data pelatihan dan 95.58% untuk data pengujian. Selain itu, juga diperoleh informasi bahwa hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral dengan nilai terbesar yaitu sebesar 1238.89 dengan tebal slice sebesar 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 1072.91 Sementara untuk hasil kalkulasi volume area jaringan lemak visceral terkecil sebesar 107.57 pada ketebalan 5 mm. Sedangkan ketebalan 10 mm diperoleh volume sebesar 47.43 . Evaluasi pada proses segmentasi dilakukan menggunakan metode SSIM dengan mengahasilkan nilai rata-rata SSIM untuk keseluruhan data sebesar 0.843 pada data latih dan 0.838 pada data uji. Dari hasil penelitian ini, sistem CAD berhasil dikembangkan untuk membantu dalam proses mengestimasi volume area jaringan lemak visceral. Namun, tingkat keakurasian antara kalkulasi volume lemak visceral menggunakan sistem CAD dan software CT-scan belum dapat diperoleh dengan baik.

The most precise examination in determining the volume of abdominal fat tissue is using a CT-scan modality. However, because each slice image has a different shape and location of visceral fat, it is not easy to determine the volume. So that, Computer Aided Diagnosis (CAD) can be used as a solution to assist experts in reading images and analyzing fat areas, especially visceral fat areas on abdominal images more accurate. In this study, a CAD system was developed using the Thresholding segmentation method, feature extraction based on Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM) for the identification of abdominal fat. Next, in the classification process, the visceral fat area is separated from the subcutaneous fat area using Multilayer Perceptron (MLP). This study processed data from 665 abdominal CT-scan images from 38 patients obtained from Persahabatan Hospital. The data is divided into 70% images as training data and 30% images as test data. The results of the CAD system performance are represented as the level of accuracy with a value of 98.73% for training data and 95.58% for test data. In addition, information was also obtained that the calculation of the volume of visceral fat tissue areas with the largest value of 1238.89 with a slice thickness of 5 mm. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 1072.91 Calculation of the volume of the volume area of ​​the smallest visceral fat tissue of 107.57 at 5 mm thickness. While the thickness of 10 mm obtained a volume of 47.43 . Evaluation of the segmentation process was carried out using the SSIM method by producing an average SSIM value for the entire data of 0.843 in the training data and 0.838 in the test data. From the results of this study, a CAD system was successfully developed to assist in the process of estimating the volume of visceral fat tissue area. However, the level of accuracy between the calculation of visceral fat volume using CAD systems and CT-scan software has not been obtained properly.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misbahul Munir
"Penyakit atau gangguan pada rongga perut merupakan salah satu penyakit yang sering diderita pasien dengan keluhan di daerah perut. Alat diagnostik untuk memeriksa gangguan atau penyakit pada rongga perut antara lain menggunakan CT Scan. Pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase banyak dijumpai dibeberapa rumah sakit yaitu untuk melihat jalannya obat kontras pada fase arteri, vena dan delay. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya dosis radiasi, faktor resiko yang akan timbul setelah pemeriksaan serta menganalisa faktor yang menyebabkan besarnya nilai dosis yang diterima pasien. Pada penelitian ini, tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu uji kesesuaian pesawat CT Scan untuk lingkup kualitas citra, akurasi CTDIvol antara konsol pesawat terhadap pengukuran. Dalam penelitian ini dilakukan juga estimasi dosis pada 25 pasien dengan menggunakan program imPACT CT Dosimetry. Pesawat CT Scan yang digunakan memenuhi syarat uji kesesuaian alat berdasarkan standar Australia Barat dan British Columbia CDC. CTDIvol pengukuran dibandingkan dengan CTDIvol pada pesawat CT Scan terdapat perbedaan sebesar 4,62 ? 9,40%. Organ yang paling besar mendapatkan dosis ekivalen adalah ginjal yaitu berkisar dari 32 mGy ? 140 mGy, dan dosis efektif diseluruh tubuh berkisar dari 15 mSv - 64 mSv. Potensi resiko tertinggi yang diterima oleh pasien dengan dosis efektif diseluruh tubuh 64 mSv adalah sebesar 0,32%. Penggunaan mode AEC merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh pasien pada saat pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase.

Abdominal disease or disorder is a common problem occured in a patient with abdominal symptom. One of diagnostic equipment being used to diagnose the abdominal disorder is CT Scan. A whole abdomen CT scan 3 phase examination is often taken in many hospitals to see the passage of contrass agent in arterial, vein and delayed. The aim of this study is to calculate radiation dose, risk factor that will arise after the examination and also to analyze factors that effect the amount of dose received by patient. During the study several steps are taken which are compliance test of CT equipment on image quality and CTDIvol display accuracy against measurement. In this study we also estimate the dose on 25 patients using imPACT CT dosimetry software. The CT Scan equipment is passed the Western Australia and British Columbia CDC standard. Comparison between measured CTDIvoI and console show 4,62% - 9,40% difference. The organ that received highest equivalent dose is kidney 32 mGy- 140 mGy with total body effective dose between 15 mSv - 64 mSv. The highest potential risk patient received with total body effective dose 64 mSv is 0,32%. Application of AEC is one of the factor to reduce radiation dose patient received in examination with CT Scan whole abdominal 3 phase.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1262
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Emidatul Manzil
"[ABSTRAK
Dosimetri CT scan dapat dilakukan dengan menggunakan konsep CTDI, Monte
Carlo, atau dengan pengukuran langsung dalam fantom fisis. Pengukuran
langsung menggunakan thermoluminescent dosimeter (TLD) merupakan prosedur
yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Saat ini sudah tersedia film
radiochromic yang dapat digunakan di radiologi. Pada penelitian ini dilakukan
pengukuran distribusi dosis radiasi dalam fantom Rando menggunakan film
Gafchromic XR-QA2 dan TLD. Film Gafchromic XR-QA2 dan TLD dikalibrasi
di CT scanner Siemens Sensation 64. Pengukuran distribusi dosis dengan film
dilakukan pada faktor pitch 0.8, 1.0, dan 1.4. Film Gafchromic XR-QA2
disisipkan diantara slab 22-23 (Film A), 23-24 (Film B), dan slab 24-25 (Film C).
Pengukuran distribusi dosis dengan TLD dilakukan dalam slab nomor 23 dengan
faktor pitch 1.4. Film Gafchromic XR-QA2 yang telah dieksposi dipindai dengan
flatbed scanner Epson Perfection V700 Photo. Dosis serap tulang belakang pada
Film A, Film B, dan Film C yang dieksposi dengan faktor pitch 1.4 secara
berturut-turut adalah 2.0 mGy, 1.9 mGy, dan 2.2 mGy. Berdasarkan profil dosis,
rata-rata dosis serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 1.0 dan 1.4
secara berturut-turut adalah 8% dan 24% lebih tinggi dibanding rata-rata dosis
serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 0.8. Rentang dosis hasil
pengukuran dengan TLD adalah (1.9 ± 0.1) – (2.3 ± 0.2) mGy dan rentang dosis
hasil pengukuran dengan film Gafchromic XR-QA2 adalah 1.8 – 2.3 mGy dengan
perbedaan maksimum 10.6%. Perbedaan tersebut masih berada dalam rentang
keakurasian TLD yaitu < 15%. Berdasarkan hasil tersebut, film Gafchromic XRQA2
dapat digunakan untuk pengukuran dosis CT scan selanjutnya.

ABSTRACT
Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose, Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose]"
2015
T43863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulianti
"Citra Cone Beam CT (CBCT) sangat berperan dalam menentukan keberhasilan verifikasi posisi pasien radioterapi, oleh karena itu jaminan kualitas sistem CBCT sangat diperlukan. Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan pesawat Linear accelerator yang dilengkapi dengan CBCT dan CT Simulator GE Bright Speed Edge. Fantom Catphan® 600 dan CBCT Electron DensityTM digunakan untuk menilai kualitas dari citra CBCT dan linearitas CT Number. Sesuai dengan uji kualitas, citra pada CBCT hanya dapat membedakan kontras rendah dan kontras tinggi (udara, jaringan dan tulang).
Hasil uji ketebalan slice menunjukkan nilai yang didapat masih dalam batas toleransi ±0.5 mm. Pada uji kontras rendah bagian supra-slice untuk target kontras 1%, 0.5%, dan 0.3% nilai konstantanya sebesar 3, 2.5, dan 4.5, sedangkan pada bagian sub-slice untuk target kontras jarak 7, 5, dan 3 mm memiliki nilai konstanta 5 mm. Hasil pengujian resolusi tinggi pada CBCT dan CT Simulator adalah 3 lp/cm dan 7 lp/cm. Hasil pengujian uniformitas pada CBCT tidak memenuhi standar dari batas toleransi rata-rata CT Number tepi dan tengah kurang dari 5 HU, dan nilai setiap titik tepi dan tengah ±2 HU.

Cone Beam Computed Tomography (CBCT) image is very important in verification of patient positioning in the treatment couch radiotherapy machine so quality control of the system is required. The experiment was performed using the Linear accelerator with equipped with CBCT and CT simulator GE Bright Speed Edge. Catphan® 600 and CBCT Electron DensityTM phantom was used to evaluate the quality of CBCT and CT Number linearity. According to the image quality test, the CBCT image only be able to distinguish low contrast and high contras for air, tissue and bone.
Quantitavely, the slice thickness was in tolerance limit ±0.5 mm, low contrast with constant value of 3, 2.5, dan 4.5 for supra-slice contrast targets 1%, 0.5%, dan 0.3% whereas sub-slice targets axis lenghts for 3, 5, and 7 mm with constant value of 5 mm, the high resolution appear in 3 lp/cm and 7 lp/cm for CBCT and CT simulator, respectively. On the one hand, CBCT uniformity was out of tolerance limit with average CT number edge and central less than 5 HU, and ±2 HU for the edge and center point.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S45532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efie Mariyam Nursari
"Latar Belakang: Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan penurunan massa tulang/densitas radiografik tulang dan kerusakan mikroarsi-tektur jaringan tulang. Berbagai indeks radiomorfometrik telah banyak digunakan untuk mengevaluasi tulang pada kasus osteoporosis radiograf panoramik dua dimensi. Analisis Fraktal Dimensi (FD) juga telah digunakan untuk mengidentifikasi struktur pada radio-graf dental dua dimensi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hubungan peruba-han densitas radiografik tulang rahang terkait BMD dengan menggunakan modalitas pen-citraan tiga dimensi CBCT, yang diwakili pemeriksaan indeks radiomorfometrik (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) dan FD value dengan memperhitungkan faktor-faktor risiko yang berpengaruh pada densitas radiografik tulang rahang di antaranya usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa dan ketinggian tulang mandibula. Tujuan: Mengembangkan me-tode deteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang pada kasus-kasus kedokteran gigi dengan pemeriksaan CBCT pada individu yang berisiko untuk mendeteksi osteopo-rosis. Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 87 data set file DICOM CBCT dari pasien lansia dengan rentang usia 50-79 tahun di Klinik Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI dan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Penilaian indeks radio-morfometrik CTCI, jumlah gigi yang tersisa, ketinggian tulang mandibula dilakukan me-lalui panoramik rekonstruksi CBCT dengan slice thickness 30 mm. Pengukuran indeks radiomorfometrik CTMI, CTI-S, CTI-I dan FD value dilakukan pada potongan koronal mandibula di regio foramen mentale terlihat paling jelas dan jarak mesiodistal terlebar. Penilaian FD dilakukan pada dua Region of Interest (ROI) berbentuk persegi berukuran 3x3 mm pada tulang trabekular dan kortikal. Hasil: Indeks radiomorfometrik CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p=0.000) dengan FD value ROI tulang kortikal, sementara ROI tulang trabekular tidak menunjuk-kan hubungan yang bermakna. CTCI menunjukkan perbedaan bermakna dengan faktor risiko ketinggian tulang mandibula (p=0.004). CTMI menunjukkan perbedaan bermakna dengan jumlah gigi yang tersisa (p= 0.027) dan ketinggian tulang mandibula (p=0.010). Sementara FD value pada kedua ROI dan faktor risiko usia, jenis kelamin, jumlah gigi yang tersisa serta ketinggian tulang mandibula tidak menunjukkan hubungan yang ber-makna secara statistik. Kesimpulan: Penelitian ini merupakan penelitian pertama meng-gunakan modalitas CBCT yang membandingkan indeks radiomorfometrik melalui pano-ramik rekonstruksi dan analisis FD pada ROI trabekular dan kortikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran FD value pada tulang kortikal lebih dapat diandalkan dibandingkan tulang trabekular untuk mendeteksi perubahan densitas radiografik tulang rahang terkait osteoporosis.

ackground: Osteoporosis is a systemic bone disease characterized by decreased bone mass/radiographic bone density and changes in bone microarchitecture. Various radio-morphometric indices have been widely used to evaluate bone in osteoporosis cases on two-dimensional panoramic radiographs. Fractal Dimension (FD) analysis has also been used to identify structures on two-dimensional dental radiographs. This study was con-ducted to evaluate the relationship of radiographic density changes of the jawbones re-lated to BMD by using a three-dimensional imaging modality CBCT, represented by ra-diomorphometric indices (CTCI, CTMI, CTI-S, CTI-I) and FD value taking into account the risk factors that affect the radiographic density of the jawbone including age, gender, number of remaining teeth and mandibular bone height. Objective: To develop a method for detecting radiographic density changes of the jawbone in dental cases by CBCT ex-amination in individuals at risk for detecting osteoporosis. Methods: This study used sec-ondary data in the form of 87 DICOM CBCT file data sets from elderly patients with an age range of 50-79 years at the RSKGM FKG UI and Pondok Indah Hospital Jakarta. Assessment of the CTCI, number of remaining teeth, and mandibular bone height were performed through CBCT panoramic reconstruction with a slice thickness of 30 mm. The CTMI, CTI-S, CTI-I, and FD values were measured on the coronal section of the mandi-ble in the mental foramen region which was most clearly visible and the widest mesi-odistal distance. FD assessment was carried out in two Regions of Interest (ROI) with a rectangular shape measuring 3x3 mm in trabecular and cortical bone. Results: The radi-omorphometric indices CTCI, CTMI, CTI-S, and CTI-I showed a statistically significant correlation (p=0.000) with the FD value ROI of cortical bone, while the ROI of trabecular bone did not show a significant correlation. CTCI showed a significant difference with risk factors for mandibular bone height (p=0.004). CTMI showed a significant difference in the number of remaining teeth (p=0.027) and mandibular bone height (p=0.010). Mean-while, the FD value for both ROI and risk factors for age, sex, number of remaining teeth, and mandibular bone height did not show a statistically significant correlation. Conclu-sion: This study is the first study using the CBCT modality comparing radiomorphomet-ric indices through panoramic reconstruction and FD analysis on ROI of trabecular and cortical bone. The results showed that measuring the FD value of cortical bone is more reliable than trabecular bone for detecting radiographic density changes of the jawbone associated with osteoporosis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>