Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Kurniadi
"Infeksi parasit, khususnya soil-transmitted helminht (STH), adalah infeksi yang tersebar luas di dunia. Anak usia sekolah mempunyai resiko yang tinggi untuk terinfeksi dan telah dikaitkan dengan berbagai konsekuensi seperti anemia, keterlambatan pertumbuhan, dan hilangnya berat badan. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara infeksi STH dan kekurusan di anak usia sekolah. Peserta adalah anak usia sekolah kurang dari 18 tahun yang tinggal di Nangapanda, Nusa Tenggara Timur. Data demografis diperoleh dan deteksi infeksi STH dalam tinja dilakukan dengan real-time PCR. Analisa univariat dan multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara infeksi STH dan BMI, disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin. Dari 185 anak, 179 (96.7%) terinfeksi oleh STH. 91 anak didapatkan berada dalam kategori kurus dan sangat kurus. Infeksi Necator adalah infeksi yang paling sering (174 kasus, 94.1%), diikuti oleh Ancylostoma (24 cakasusses, 13%) and Ascaris infection (49 kasus, 26.5%). Infeksi STH tidak ditemukan, namun menunjukkan pola untuk, memiliki hubungan yang signifikan dengan kekurusan (p-value=0.089). Poliinfeksi STH tidak ditemukan memiliki perbedaan signifikan dengan monoinfeksi. Usia dan jenis kelamin tidak ditemukan berasosiasi signifikan dengan infeksi STH. Studi lebih lanjut dengan populasi yang lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasi hasil ini. Studi longitudinal juga diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan sebab-akibat pada studi ini.

Soil-transmitted helminth (STH) infection is widely distributed in the world. School-aged children are at high risk of acquiring this infection, which has been linked with various consequences such as anemia, stunting, and weight loss. This study aims to investigate the relationship between STH infection and thinness in school children. The study participants were children below 18 years living in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara. The basic demographic data was taken and detection of STH infection in stool samples was done by real time PCR. Univariate and multivariate analyses were done to examine the relationship between STH infection and BMI, with age and gender as potential confounding factors. Out of 185 children, 179 (96.7%) were infected with STHs by PCR. 91 children were shown to be in the thinness and severe thinness category. Necator infection was found to be the most common infection (174 cases, 94.1%); followed by Ancylostoma (24 cases, 13%) and Ascaris infection (49 cases, 26.5%) respectively. STH infection was not, but showed a tendency, to be associated with thinness (p-value=0.089). Polyinfection of STHs did not show a significant difference with monoinfection. Age and gender were not found to be associated with STH infection. We found that there was a tendency of positive association between STH infection and thinness. Age and gender were not found to be significantly associated with STH infection. Future studies with a larger number of population are needed to confirm these results. In addition, longitudinal studies are needed to confirm the cause-effect relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hans Kurniawan
"Infeksi cacing tanah, terutama A. duodenale tersebar luas ke seluruh dunia. Anak-anak adalah salah satu populasi yang dianggap memiliki resiko tinggi untuk terinfeksi dan mengalami komplikasi seperti kehilangan darah kronis dan malnutrisi yang pada akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang sang anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dari infeksi A. duodenale dengan kekurusan pada anak usia sekolah. Peserta riset ini adalah anak-anak yang tinggal di Nangapanda, Nusa Tenggara Timur yang berusia dibawah 18 tahun. Data demografis dan antropometri diperoleh dan deteksi A. duodenale dari sampel tinja dilakukan dengan metode rtPCR. Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk melihat hubungan tiap variabel dan disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia tiap anak. Dari 185 anak, 25 anak (13.5%) menderita infeksi A. duodenale dan 94 anak (51%) berada dalam kategori kurus dan sangat kurus berdasarkan hasil z-score BMI menurut umur. Pada akhirnya kami menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara infeksi A. duodenale dengan kekurusan pada grup anak perempuan berusia ≥ 10 tahun namun tidak pada grup anak lainnya. Umur dan jenis kelamin tidak memiliki asosiasi dengan infeksi A. duodenale. Studi longitudinal dibutuhkan untuk bisa mengkonfirmasi hubungan antara infeksi A. duodenale dengan tingkat kekurusan pada anak-anak.

Soil-transmitted helminth (STH) infection, especially A. duodenale infection is distributed widely in the world. Children are one of the most susceptible populations at risk to develop complications from hookworm infection, such as chronic blood loss and malnutrition that may eventually lead to development retardation. This study aims to see the relationship between A. duodenale infection and thinness in school-aged children. Children below 18 years old living in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara were examined for their demographic and anthropometric data, along with stool samples for further analysis using real time polymerase chain reaction (rtPCR). The data gathered was further analyzed using univariate and multivariate analysis between A. duodenale infection and body mass index (BMI) to age Z score with age and gender as the potential confounding factor. From 185 children, 25 (13.5%) had positive A. duodenale infection by rtPCR. 94(51%) were considered thin with BMI-to-age Z-scores (BAZ). A. duodenale was associated with thinness (p = 0.014) in female children aged above and equal 10 years old but not in the other groups. We found that A. duodenale infection was associated with thinness in older female population but not in the other population groups. Age and gender were found not to be significant with A. duodenale infection. Further longitudinal studies are needed to confirm the causal relationship between A. duodenale infection and low BMI status."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Stewart Narpati
"Anemia pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan serta menyebabkan prestasi yang berkurang. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu propinsi yang memiliki paling banyak anak-anak dengan gizi buruk di Indonesia. Survey sebelumnya menemukan bahwa prevalensi STH pada populasi mencapai 30%. Studi ini bertujuan mengetahui prevalensi dan hubungan antara infeksi cacing tambang dan anemia pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Nangapanda, NTT. Desain studi adalah potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari Departemen Parasitologi, FKUI pada April 2011.
Data untuk analisis diperoleh dengan mengambil sampel tinja dan darah dari anak-anak sekolah berusia dibawah 18 tahun pada Mei 2010. Infeksi cacing tambang ditentukan dengan metode konsentrasi formol-ethyl asetat. Pemeriksaan kadar haemoglobin menggunakan mesin Sysmex KX21. Jumlah partisipan adalah 262 anak, dan 10.3% termasuk dalam kategori anemia. Dari 94.7% yang mengumpulkan sampel tinja, 10.0% anak terinfeksi oleh cacing tambang, dan dari anak-anak yang terinfeksi, 20.0% persen tergolong anemia, dibandingkan dengan 9.0% dari yang tidak terinfeksi oleh cacing tambang.
Hasil analisa multivariat yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kasus anemia antara anak-anak yang terinfeksi cacing tambang dibanding dengan yang tidak terinfeksi cacing tambang (OR= 0.387, 95% CI= 0.131-1.149). Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi cacing tambang dan status anemia pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Nangapanda, NTT. Pengobatan cacing dan anemia harus diberikan untuk semua anak yang menderita. Edukasi perlu diberikan kepada semua orang mengenai infeksi cacing dan anemia.

Anemia in children could lead to stunted growth and intellectual retardation. East Nusa Tenggara is one of the provinces with the highest percentage of ‘very thin’ children in Indonesia, and the hygienic behavior was also very low. A preliminary survey showed that the prevalence of STH was as high as 30%. This study aimed to explore the prevalence of hookworm infection and anemia in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara, and to investigate the relationship between those two variables. This was a cross sectional study using secondary data provided from the Department of Parasitology, FKUI on April 2011.
Blood and stool samples were collected from children aged below 18 years old living in Nangapanda Subdistrict on May 2010. Hookworm eggs examination in the stool was performed using the formol-ethyl acetate concentration method. Haemoglobin levels were measured using the blood analyzer Sysmex KX21.There were 262 children participated in this study. 10.3% were anemic. 94.7% of the participants collected their stool samples, and 10.0% of them were infected with hookworms. 20.0% of those infected with hookworms were also anemic, compared to 9.0% of those with no hookworm infection.
Multivariate analysis showed that (OR= 0.387, 95% CI= 0.131-1.149). No significant association was found between hookworm infection and anemia in the children living in Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara. Treatment of hookworm infection and anemia should be done for those who are infected. Health promotion regarding hookworm infection and anemia should be given to everyone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Rahmadi Ruslie
"Trichuris trichiura adalah soil-transmitted helminths (STH) yang umum ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan sanitasi yang buruk. Banyak anak-anak usia prasekolah dan sekolah tinggal di daerah dimana parasit ini secara intensif ditransmisikan, dan membutuhkan pengobatan dan intervensi pencegahan segera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi anemia pada anak-anak baik yang terinfeksi T. Trichiura maupun anak-anak yang tidak terinfeksi yang tinggal di daerah endemik desa Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2010. Metode analisa feces yang digunakan adalah konsentrasi formol-ethyl asetat and analisa darah dengan menggunakan alat sysmex KX 21 untuk mengukur anemia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional analitik. Data sekunder diperoleh dari Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jumlah peserta bertotal 262 anak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa risiko terinfeksi Trichuris pada anak usia 12-14,99 tahun secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dalam kelompok usia 5-11,99. Namun, korelasi antara infeksi T.trichiura dan status anemia ditemukan tidak signifikan bahkan setelah disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak. Pada kesimpulan, tidak ada hubungan yang signifikan antara infeksi trichiura Trichuris dengan status anemia peserta penelitian. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memperjelas adanya hubungan Trichuris trichiura dan anemia, beserta dengan jenis cacing lainnya.

Trichuris trichiura is a soil-transmitted helminth (STH) which is commonly found throughout the world, especially in tropical areas with poor sanitation. Many preschool-age children and school-age children live in areas where these parasites are intensively transmitted. The objective of this study was to determine the prevalence of anemia in T. trichiura infected children and non-infected children living in endemic area of Nangapanda village, Ende district, East Nusa Tenggara. The research was performed from May to June 2010. Formol-ethyl acetate concentration method was used to analyze the stool sample and blood analysis sysmex KX21 was used to measure anemia. This study used analytical cross sectional design. Secondary data was obtained from the Department of Parasitology, Faculty of Medicine University of Indonesia. Total participants were 262 children.
The risk of having Trichuris infection in children aged 12-14.99 years was significantly lower compared to those in the 5-11,99 age group. However, the relationship between T. trichiura infection and anemia status was not significant even after adjusted to age and gender. In conclusion, there were no significant relationship between T. trichiura infection with the anemia status of the participants. Further study by using cohort design should made to elucidate the relationship between Trichuris trichiura and anemia, including other types of helminthes as well.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukito Ongko
"ABSTRAK
Infeksi oleh soil transmitted helminth masih menjadi permasalahan utama di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan pinggiran kotaseperti di Kecamatan Nangapanda.Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi kronis oleh soil transmitted helminth ini dapat memberikan efek protektif terhadap berbagai penyakit metabolik. Penelitian ini merupakan sebuah studi cross-sectional yangbertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi helminth dengan parameter metabolik. Sebanyak 285 responden diukur tinggi badan, berat badan, glukosa darah puasa fasting blood glucose dan oral glucose tolerance test OGTT .Status infeksi pada responden ditentukan dengan pemeriksaan tinja melalui metode Kato Katz. Data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian di analisis dengan program SPSS 20.0 for Windowsmelalui uji Mann-Whitney untuk melihat apakah terdapat perbedaan bermakna pada parameter metabolik antara kelompok yang terinfeksi dengan kelompok yang tidak terinfeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang terinfeksi oleh spesies Trichuris trichiura memiliki body mass index BMI yang lebih rendah, tetapi memiliki nilai glukosa darah puasa fasting blood glucose yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi oleh spesies tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada kelompok yang terinfeksi oleh 1 spesies helminth memiliki nilai oral glucose tolerance test yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang tidak terinfeksi maupun kelompok yang terinfeksi oleh lebih dari 1 spesies. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara infeksi oleh soil transmitted helminth dengan parameter metabolik.

ABSTRACT
Soil transmitted helminth infections still become a major concern in Indonesia especially in rural and suburban areas such as Nangapanda. Mostly, infections by the soil transmitted helminth remain asymptomatic and may last for a long time. Studies had shown that such chronic infections by soil transmitted helminth may confer beneficial effects such as protection against metabolic diseases for the host. The objective of this cross sectional research is to study the effects of soil transmitted helminth infections on metabolic paramaters.As many as 285 people participated in the study and their stool samples were analysed to determine the infection status through Kato Katz method. We also collected the anthropometry measurements height and weight and also metabolic parameters fasting blood glucose and oral glucose tolerance test . Data that had been collected were analyzed using SPSS 20.0 for Windows through Mann Whitney test to find out any significant differences in the metabolic parametersbetween the infected group and non infected group regarding. The results showed that people who are infected by Trichuris trichiura have lower body mass index BMI but higher fasting blood glucose value. Moreover, this study also shows that people who were infected by only 1 species of soil transmitted helminth have lower oral glucose tolerance test value. As the conclusion, this study indicatedthat infection by soil transmitted helminths may affect the metabolic parameters of the host."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Stanley
"Ascaris lumbricoides merupakan salah satu cacing gelang penyebab infeksi terbanyak di dunia. Cacing ini biasanya banyak ditemukan pada wilayah dengan suhu yang tinggi serta di tempat dimana di suatu komunitas tidak terdapat kebersihan dan sanitasi yang baik. Sekitar 1.2 miliar orang di dunia tercatat terinfeksi cacing A. lumbricoides dengan insiden sekitar 60.000 - 140.000 kasus per tahun. Data diambil dari 185 peserta dari wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Peserta yang diikutsertakan merupakan anak - anak dengan umur 5 - 17 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah terdapat telur dari cacing A. lumbricoides sebagai penanda infeksi dan hubungannya dengan indeks massa tubuh peserta yang terinfeksi. Penilaian keberadaan telur dilakukan dengan menggunakan teknik RT-PCR dan setelah itu data dianalisa menggunakan chi-square serta unpaired t-test. Dari total 185 peserta, sebanyak 53 peserta ditemukan terinfeksi cacing A. lumbricoides. Namun, tidak ditemukan hubungan antara infeksi cacing dengan rendahnya indeks masa tubuh peserta. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ascariasis dengan indeks massa tubuh yang rendah pada anak - anak di wilayah Ende, Nusa Tenggara Timur. Namun, karena penelitian ini merupakan studi cross-sectional, penelitian ini tidak dapat menyimpulkan apabila peserta penelitian sudah memiliki indeks massa tubuh yang rendah sebelum terjadi infeksi cacing A. lumbricoides. Oleh karena itu, studi cohort pada topic ini tetap menarik untuk terus dilakukan investigasi lebih lanjut.

Ascaris lumbricoides infection is one of the most common roundworm helminth infections worldwide. It has been shown that ascariasis may lead to impaired growth and wasting in children, especially children living in rural area. This study aimed to assess the relationship between ascariasis and body mass index (BMI)-for-age in school-aged children. The data was obtained from 185 participants aged 5 – 17 years old in Ende District, East Nusa Tenggara. The presence of A. lumbricoides eggs was detected in stool by using real time PCR.The nutritional status of the participants was assessed by calculating the body mass index for age z-score (BAZ). From 185 participants, it was found that there were 28.65% of the participants who were infected with A. lumbricoides and 50.81% were found to have low BAZ score. No significant association was found between A. lumbricoides infection and nutritional status based BAZ (OR=1.23, 95%CI=0.65-2.32, p > 0.05). In addition, there was no relationship between ascariasis and BAZ with gender or age of participants. This research shows that there was no significant relationship between ascariasis and lower BAZ in children living in Ende, East Nusa Tenggara. Further study should consider other factors which could lead to the high prevalence of low BAZ in this population so that consider other factors such as coinfections, previous nutritional status. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy William
"Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan angka kekurangan nutrisi pada anak balita yang cukup tinggi. Kekurangan nutrisi merupakan penyebab mortalitas utama pada anak balita, yang dapat disebabkan oleh infeksi. Indonesia merupakan negara yang endemis terhadap soil transmitted helminth (STH) yang mencakup Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa infeksi STH dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada anak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh infeksi STH terhadap kekurangan nutrisi pada anak balita di kecamatan Nangapanda, NTT yang diukur dengan weight-for-age z-score (WAZ), height-for-age z-score (HAZ), dan weight-for-height z-score (WHZ).
Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan 98 subjek anak balita di Kecamatan Nangapanda yang berasal dari random sampling. Status WAZ, HAZ, dan WHZ diperoleh dari pengukuran antropometri, sementara status infeksi STH ditentukan melalui metode Kato-Katz untuk menemukan telur cacing di tinja. Hubungan antara infeksi STH dan kekurangan nutrisi pada anak balita dianalisis dengan chi-square, dan dilakukan analisis regresi logistik untuk mencari pengaruh faktor lain seperti usia anak balita, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan ibu. Dari 98 anak balita, sebanyak 58 di antaranya terinfeksi STH.
Sementara itu, ditemukan bahwa 27,6% anak balita memiliki WAZ <-2, 40,9% memiliki HAZ <-2, dan 10,2% memiliki WHZ <-2. Meskipun begitu, hasil analisis menunjukkan bahwa status infeksi STH tidak berhubungan secara bermakna dengan status gizi buruk pada anak balita, baik menurut WAZ (p = 0,997), HAZ (p = 0,244), maupun WHZ (p = 1,000). Analisis multivariat juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan faktor lainnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa infeksi STH tidak mempengaruhi kekurangan nutrisi pada anak balita di NTT, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.

East Nusa Tenggara Province had one of the highest rate of undernutrition in under-five children in Indonesia. Undernutrition contributes to a high proportion of mortality in under-five children, which can be caused by infection. Indonesia is endemic for soil-transmitted helminth (STH) infection, which can be caused by Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura¸ and hookworm. Several studies have shown that STH infections can cause malnutrition in under-five children. Therefore, this research aims to investigate the association between STH infection and undernutrition in under-five children measured by weight-for-age z-score (WAZ), height-for-age z-score (HAZ), and weight-for-height z-score (WHZ).
This is a cross-sectional study involving 98 under-five children which is recruited using random sampling from Nangapanda Sub-District, East Nusa Tenggara. WAZ, HAZ, and WHZ status is determined from anthropometry, while STH infections are determined by Kato-Katz method to find the helminth eggs. Chi-square analysis is performed to find the association between STH infection and nutritional status in under-five children, and logistic regression is also performed to find other potential factors such as age, gender, and mother?s education. Of the 98 children recruited, 58 had STH infections.
This study also found that 27,6% of the children had WAZ <-2, 40,9% had HAZ <-2, and 10,2% had WHZ <-2. However, chi-square analysis showed that there are no significant association between STH infection and undernutrition in under-five children of Nangapanda measured by WAZ (p = 0,997), HAZ (p = 0,244),and WHZ (p = 1,000). Multivariate analysis also showed that other factors in this study are not significant. Therefore, this research showed that STH infection are not the main cause of undernutrition in children of East Nusa Tenggara, and further research are warranted to determine other factors which may cause the problem.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Santoso
"Latar Belakang: Indonesia bagian Timur memiliki beban ganda dalam infeksi parasit di negara tropis yaitu cacing usus dan malaria. Infeksi parasit tersebut secara tunggal maupun bersama-sama dapat menyebabkan kejadian anemia. Di Indonesia, kejadian anemia berhubungan dengan asupan nutrisi zat besi yang kurang dan infeksi parasit Belum diketahui bagaimana hubungan antara infeksi parasit dan anemia pada populasi anak sekolah di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah ko-endemis malaria dan cacing usus.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara infeksi parasit dengan prevalensi anemia pada anak-anak sekolah dasar di Nangapanda Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh studi potong lintang dari tim peneliti Departemen Parasitologi FKUI. Populasi terjangkau adalah populasi anak sekolah di Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur berusia 6-10 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan total population sampling. Penentuan status gizi menggunakan aplikasi WHO AnthroPlus untuk anak usia 5-18 tahun. Pemeriksaan infeksi cacing usus pada tinja menggunakan pemeriksaan Katokatz. Pemeriksaan malaria menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Data diuji menggunakan uji chisquare dengan alternatifnya uji Fisher. Hubungan bermakna bila nilai p < 0,05.
Hasil: Didapatkan 240 subyek penelitian dengan rerata usia 8,21 tahun, rerata hemoglobin 11,92g/dL dengan proporsi anemia 53,3%. Proporsi infeksi cacing usus sebesar 24,2% dan infeksi malaria sebesar 6,7%. Hasil analisis didapatkan bemakna pada variabel jenis kelamin (p<0,001) sedangkan variabel infeksi cacing usus dan malaria didapatkan hasil tidak bermakna terhadap kadar hemoglobin dengan masing-masin nilai p=0,747 dan p=0,782.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara infeksi cacing usus dan malaria dengan tingkat keparahan anemia pada anak-anak sekolah dasar yang tinggal di daerah Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.

Background: East Region of Indonesia has double burden for parasitic infection endemic in tropical country such as soil transmitted helminths and malaria. These parasitic infections alone or together can cause anemia. In Indonesia, anemia was associated with low nutrition intake of iron and parasitic infection. However, this association was not known in the population of school children in Nangapanda Distric, Nusa Tenggara Timur Province which was ko-endemic between malaria and soil transmitted helminths.
Aim: To find the association between parasitic infection and prevalence of anemia in children who attends primary school in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Method: This research used secondary data from cross-sectional study conducted by FKUI Parasitology Team. Target population was children 6-10 year who attended primary school in Ende, Nusa Tenggara Timur. The sampling method was using total population sampling. The nutritional status was determined using the application of WHO AnthroPlus for children aged 5-18 years old. Soil-transmitted helminths infection was being detected by Katokatz method and malaria infection is using PCR method. Data was being analyzed with chi-square test and Fisher test as the alternative. Association is significant when p value is<0,05.
Result: Total sample is 240 subjects with mean age 8,21 years old, mean hemoglobin is 11,92 g/dL and anemic proportion is 53,3%. Soil-transmitted helminths infection proportion is 24,2% and malaria infection is 6,7%. The analytical results is significant for gender(p<0,001) and not significant for Soil-transmitted helminths infection and malaria with p=0,747 and p=0,782, respectively versus hemoglobin concentration.
Conclusion: There is no association between Soil-transmitted helmints infection and malaria with the severity of anemia in children who attends primary school and live in Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suriyani
"Latar Belakang : WHO menyatakan bahwa malaria merupakan penyebab kematian utama penyakit infeksi tropis pada anak-anak dan wanita hamil. Anemia berat merupakan komplikasi yang umum dari malaria, terutama malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Seperempat dari total penduduk di Kecamatan Nangapanda yang merupakan daerah endemis malaria adalah anak sekolah, sehingga perlu dilihat hubungan antara infeksi Plasmodium falciparum dengan anemia pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara anemia dengan infeksi Plasmodium falciparum pada anak sekolah di kecamatan Nangapanda, Nusa Tenggara Timur.
Desain : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control.
Metode : 540 whole blood anak sekolah yang telah mendapat terapi kecacingan selama 30 hari, diambil untuk pengukuran kadar haemoglobin dan pembuatan preparat malaria darah tebal dan darah tipis dengan pewarnaan Giemsa. Spesies Plasmodium dipastikan dengan menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Hasil : Tingkat infeksi Plasmodium terhadap anak sekolah di daerah endemis malaria sebesar 3,51% (koreksi dengan Real Time PCR). Terdapat 43 kasus anemia dengan kasus 41 anemia ringan dan 2 kasus anemia sedang. Dari total 41 kasus anemia ringan, infeksi Plasmodium falciparum hanya ditemukan pada 3 kasus. Dua kasus anemia sedang dan 38 kasus anemia ringan yang dialami oleh subyek ternyata bukan disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum. Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi (OR 4.6).
Kesimpulan : Subyek yang terkena infeksi Plasmodium falciparum mempunyai resiko 4.6 kali untuk menjadi anemia jika dibandingkan dengan subyek yang tidak terinfeksi.

Background: According to the WHO, malaria is the major cause of death from tropical infections in children and pregnant women. Severe anaemia is a common complication of malaria, particularly Plasmodium falciparum malaria. One-fourth of the population of Nangapanda Subdistrict, an malaria endemic region, are school children. Therefore it is necessary to investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Objective: To investigate the relationship between Plasmodium falciparum infection with anaemia in school children at Nangapanda Subdistrict, Nusa Tenggara Timur.
Study Design: This was an observational case control study.
Methods: A total of 540 whole blood samples were collected from school children receiving anthelmintic treatment for 30 days from the research team, for hemoglobin determination and preparation of thick and thin Giemsa blood smears for malaria diagnosis. Species of Plasmodium was confirmed by Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR).
Results: Infection rate of Plasmodium among school children in this malaria endemic region was 3.51%. There were 43 cases of anaemia, comprising 41 mild cases and 2 moderately severe cases. Among the 41 mild anaemia cases, Plasmodium falciparum infection was found in only 3 cases. The remaining anaemia cases (38 mild and 2 moderately severe cases) were not caused by Plasmodium falciparum infection. Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection (OR 4.6).
Conclusion: Subject with the infection of Plasmodium falciparum will have a 4.6 times chances to become anaemia if compared with the subject with no infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanie Melisa
"ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi STH merupakan salah satu infeksi yang paling sering terjadi di dunia terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi STH dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas tergantung dari intensitas infeksi dan respon imun hospes. Respon imun hospes terhadap infeksi STH antara lain berupa produksi berbagai kadar sitokin termasuk IL-4, IL-10, TNF-?, dan IFN-?. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan antara berbagasi status infeksi STH dengan kadar IL-4, IL-10, TNF-?, dan IFN-?. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan teknik potong lintang menggunakan data penduduk Kecamatan Nangapanda dari penelitian sebelumnya pada tahun 2009. Hasil : Dari total 118 subjek penelitian, prevalensi infeksi STH di Kecamatan Nangapanda didapatkan sebesar 45,80 . Prevalensi pada subjek berusia < 60 tahun sebesar 39,13 dan pada subjek > 60 tahun sebesar 69,23 . Nilai tengah kadar sitokin IL-4, IL-10, TNF-?, dan IFN-? pada subjek penelitian secara berturut-turut didapatkan sebesar 20,80 pg/ml, 21,74 pg/ml, 3,20 pg/ml, dan 1,60 pg/ml. Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan status infeksi dengan prevalensi lebih tinggi pada kelompok usia > 60 tahun dan tidak ditemukan hubungan bermakna antara infeksi STH dengan kadar sitokin IL-4, IL-10, TNF-?, dan IFN-?, kecuali antara status infeksi kombinasi Ascaris dan cacing tambang pada penduduk Kecamatan Nangapanda. Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan bermakna antara status infeksi STH dengan keempat kadar sitokin, namun terdapat hubungan bermakna antara status infeksi STH kombinasi A. lumbricoides dan cacing tambang terhadap kadar sitokin IL-4.

ABSTRACT
Introduction Soil Transmitted Helminth STH infection is one of the most common infection in the world especially in developing country like Indonesia. STH infection causes various morbidity and even lead to mortality depending on infection intensity and host immune resposne. Host immune response evokes various cytokine production including IL 4, IL 10, TNF , and IFN . Objective This study aims to obtain the prevalence of STH infection in a population living in Nangapanda district, to describe IL 4, IL 10, TNF , and IFN cytokine counts of the population, as well as to investigate the relationship between STH infection and cytokine counts of IL 4, IL 10, TNF , and IFN . Method .This study used cross sectional method based on the data from a previous study that was conducted in Nangapanda district back in 2009. Result From a total of 118 subjects, the prevalence of STH infection found in Nangapanda district was 45,80 . The prevalence of subject 60 years old was 39,13 and 60 years old was 69,23 . The median of IL 4, IL 10, TNF , and IFN counts of the subject population, respectively was 20,80 pg ml, 21,74 pg ml, 3,20 pg ml, and 1,60 pg ml. There was significant relationship between age and STH infection status with higher prevalence in subject 60 years old but there was no significant relationship between STH infection status and cytokine counts of IL 4, IL 10, TNF , and IFN except between Ascaris and hookworm infection and IL 4 count. Conclusion There is no significant difference between STH infection status and cytokine count except between Ascaris and hookworm coinfection with IL 4 count."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>