Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silaen, Josua Gregory
"Metode MT merupakan metode geofisika yang umum serta unggul yang digunakan dalam eksplorasi panasbumi saat ini. Namun metode ini memiliki tantangan dalam menentukan secara pasti dimana zona konduktif pada suatu daerah melalui hasil inversi 2-D maupun 3-D akibat dari sifat gelombang elektromagnetik (EM) untuk menginduksi lapisan yang bersifat konduktif, sehingga penetrasi gelombang EM menjadi kecil. Tantangan lain yang muncul adalah upaya meningkatkan rasio kesuksesan dalam tahap drilling (drilling success ratio) pada eksplorasi panasbumi. Target drilling erat kaitannya dengan zona rekahan (fracture). Secara umum zona fracture pada sistem panasbumi berasosiasi dengan sesar yang terisi material ataupun fluida yang akan memiliki resistivitas yang rendah atau bersifat konduktif. Dengan menggunakan fungsi transfer geomagnetik atau disebut juga dengan tipper (induction arrows), yaitu fungsi transfer yang menghubungkan medan magnet vertikal (z) terhadap medan magnet horizontal (x dan y) serta diintegrasikan dengan hasil inversi MT, kita dapat menentukan keberadaan anomali konduktif. Analisis induction arrows pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software WinGlink. Software ini dapat menampilkan arah panah induksi beserta besar panahnya. Induction arrows pada WinGlink dapat ditampilkan dan dianalisis dalam dua tampilan, yaitu Maps induction arrows untuk menganalisis secara lateral dan Pseudo-Section induction arrows untuk menganalisis secara vertikal. Analisis induction arrows serta inversi 2-D telah diaplikasikan pada data riil (Lapangan-X). Hasil analisis induction arrows serta inversi 2-D pada data riil (Lapangan-X), telah sukses diaplikasikan untuk mengetahui posisi struktur utama serta memetakan persebaran anomali konduktif.

The MT method is an excellent geophysical method commonly used in geothermal exploration. However, the method presents a challenge in pinpointing the conductive zone in an area based on either 2-D or 3-D inversion result, as a consequence of the tendency of electromagnetic (EM) waves to induce currrent in a conductive layer, which leads to low penetration of MT waves into that layer. Another challenge is in improving the drilling success ratio of the geothermal exploration process. The Drilling target is heavily affected by fracture zones. Generally, the fracture zones in a geothermal system are associated with faults containing conductive materials or fluids will having low resistivity. Using the geomagnetic transfer function, also called the tipper (induction arrows), which is a transfer function that correlates the vertical (z direction) magnetic field to horizontal (x and y direction) magnetic fields, along with MT inversion results, we can determine the location of conductive anomaly. Analysis of Induction arrows on this research done on the software WinGlink. This software can display the direction and magnitude of the induction arrow. In WinGlink, Induction arrows can be displayed and analyzed in two viewing modes, namely the Maps of induction arrows for lateral analysis and Pseudo-Section of induction arrows for vertical analysis. Analysis of induction arrows with 2-D inversion, has been successfully applied to real data (X-Field) in locating the main structure and mapping the distribution of the conductive anomalies.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ewin Rahman Dzuhri
"Magnetotelurik (MT) adalah metode geofisika yang umumnya digunakan dalam eksplorasi potensi sumber daya alam panas bumi. Metode MT dapat menggambarkan penampang resistivitas bawah permukaan bumi mulai dari ratusan meter hingga ratusan kilometer tergantung dari periode pengukuran. Dengan menggabungkan tiga studi yaitu geologi, geokimia dan geofisika, maka dapat mendileneasi sistem geotermal yang terdiri dari clay cap, reservoir, dan sumber panasnya. Bagaimanapun juga, dalam akuisisi data MT, kita juga harus melihat kondisi sekitar daerah penelitian karena pasti terdapat gangguan yang mempengaruhi data MT. Salah satu gangguan dari sekitar daerah penelitian adalah gangguan yang berasal dari laut atau biasa disebut dengan sea effect. Untuk mengurangi gangguan dari sea effect, maka kita harus memahami pengaruh apa saja yang dihasilkan dari sea effect terhadap data MT untuk menghindari mis interptretasi data MT setelah diolah maupun setelah inversi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan simulasi dan inversi 3D menggunakan data sintetik dan data real. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menyimpulkan apa yang disebabkan oleh sea effect dalam mempengaruhi data MT. Sea effect ini dapat menyebabkan mis interpretasi pada data MT. Jadi, dengan memahami pengaruh sea effect pada data MT dan mengurangi efeknya dapat meningkatkan kualitas data MT dalam menggambarkan bawah permukaan dan mengurangi resiko eksplorasi geotermal. Berdasarkan studi yang sudah dilakukan diketahui bahwa sea effect mempengaruhi data magnetotelurik dalam kurva apparent resistivity dan fasenya pada semua rentang frekuensi yang berkorelasi dengan jarak antara titik stasiun dengan lautnya. Untuk hasil inversi 3-Dimensi, pengaruh dari laut cukup signifikan dengan adanya nilai-nilai resisitivitas yang kurang sesuai dengan model awal dan dapat diatasi dengan menggunakan oceanic model pada proses inversi.

Magnetotelluric (MT) is a geophysical method commonly used in the geothermal survey. MT method can image the resistivity of earth from a few tens of meters to several hundred kilometers depending on the measurements periods. With geology and geochemistry as supporting data (so-called 3G), integrated 3G data can be very powerful to delineate geothermal system which is clay cap, reservoir, and heat source.  However, in MT data acquisition we have to pay attention to the surroundings of the survey area because there are noises that will affect MT data. One of the noises from the surrounding area is noise from the sea or it is also called coast effect. In order to reduce the noise from MT data acquisition, especially noise from the sea, and miss interpretation of MT data after processing, we have to study the impact of coast effect on MT data during the acquisition and even when inversion. The method of this study is using forward modeling and 3-D inversion using synthetic MT data. The aim of this study is to conclude what causes showed up from MT data affected by the coast effect noise. This sea effect could lead to magnetotelluric data miss interpretation. Thus, by understanding the sea effect on magnetotelluric data and correct it, could improve the quality of subsurface image and lower the geothermal exploration risks. Based on this study, the effect of sea to magnetotelluric data shown in apparent resistivity and phase where this effect correlated to the distance of MT station and the sea. For 3-D inversion, the effect of sea is making inappropriate result in resistivity value. This effect can be overcome by using oceanic model in 3-D inversion process."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Lapangan geotermal X berada di area gunung A yangmana berdasarkan data geologi ditemukan adanya manifestasi berupa hot spring dan fumarole. Pengukuran MT dilakukan untuk mengetahui persebaran resistivity batuan di bawah permukaan. Pengolahan data MT dilakukan dari analisis time series dan filtering noise kemudian dilakukan Transformasi Fourier dan Robust Processing. Setelah itu baru dilakukan crosspower untuk menyeleksi data sehingga output dari proses ini berupa kurva MT. Setelah didapatkan kurva MT dilakukan koreksi statik dikarenakan kurva TE dan TM terjadi shifting. Untuk proses akhirnya baru dilakukan inversi 2D dan inversi 3D. setelah itu dilakukan perbandingan antara 2D dan 3D. Wilayah interest lapangan X berada di lintasan AA dan lintasan AB. Berdasarkan analisis 3D diidentifikasi bahwa zona alterasi menipis di wilayah upflow dan menebal ke arah outflow yangmana sesuai dengan teori. Wilayah upflow dapat diketahui dengan melihat manifestasi berupa fumarole.

The geothermal field X is located in the area of Mount A which based on geological data found the presence of hot spring and fumarole manifestations. MT measurements were carried out to determine the distribution of rock resistivity in the subsurface. MT data processing is starts from time series analysis and noise filtering then Fourier Transform and Robust Processing are performed. After that, crosspower is done to select data so that the output of this process is an MT curve. After got the MT curve then a static correction is done because the TE and TM curves are shifting. For the final process are 2D inversion and 3D inversion. After that make a comparison between 2D and 3D. The area of interest in field X is on the line AA and line AB. Based on the 3D analysis, it was identified that alteration zones thinned in the upflow region and thickened towards the outflow which is make sense with the theory."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Solehudin
"Dalam beberapa dekade, akuisisi MT biasanya dilakukan dalam bentuk profil lintasan 2D. Namun pemodelan inversi 2D memiliki kekurangan terutama terkait dengan keberadaan struktur yang lebih kompleks 3D strike . Ambiguitas ini termasuk dalam pemilihan mode yang digunakan TE atau TM . Ambiguitas ini dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi. Ambiguitas data seperti yang terjadi pada inversi 2D dapat diatasi dengan menggunakan program inversi 3D.Inversi MT 3D dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan perangkat lunak Mod3DEM dengan algoritma NLCG Non Linear Conjugate Gradient dan sudah memasukkan faktor topografi. Data input yang digunakan dalam inversi 3D adalah sebanyak 92 titik, dengan range frekuensi 320 ndash; 0.01 Hz. Pengolahan data menggunakan rotasi principal axis dan koreksi statik menggunakan data TDEM. Selain itu, data pendukung lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah data geokimia dan data geologi.
Berdasarkan hasil inversi 3D MT, Karakteristik sistem geothermal lapangan ldquo;INARA rdquo; terlihat dengan batuan penudung memiliki resestivitas rendah 80 ohm-m. Top of reservoir berada di ketinggian 500 meter dari MSL dengan heat source berada di bawah puncak gunung WL. Dari hasil perhitungan geothermometer silika dan diagram entalphy-Cloride mixing, diperoleh temperatur reservoir daerah prospek panas bumi ldquo;INARA rdquo; adalah 200 oC. Sedangkan berdasarkan geothermometer CO2, temperatur reservoir daerah prospek panas bumi ldquo;INARA rdquo; adalah 260 oC dan masuk dalam kategori high temperature >225 oC.

Within a few decades, MT acquisition is used to be done in a 2D track profile. However 2D inversion modeling has its drawbacks mainly related to the existence of the existence of complex structures 3D strike . This will bring ambiguity that can lead to errors in interpretation. Data ambiguity as occurs in 2D inversion can be overcome by using 3D inversion program.The software used in MT 3D Inversion is Mod3DEM with NLCG Non Linear Conjugate Gradient algorithm and has included topography factor. The input data used in 3D inversion is 92 points, with frequency range 320 0.01 Hz. The data processing used principal axis rotation and static corrected by TDEM data. The other supporting data used in this study are geochemical data and geological data.
Based on the 3D MT inversion results, the characteristics of the INARA geothermal field system are seen with low residence rocks 80 ohm m. Top of the reservoir is at an altitude of 500 meters from MSL with the heat source is under the peak of WL mountain. From the calculation of silica geothermometer and entalphy cloride mixing diagram, it is known the reservoir temperature of geothermal prospect region INARA is 200 oC. While based on CO2 geothermometer, the reservoir temperature of geothermal prospect region INARA is 260 oC and included in high temperature 225 oC.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
T48702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulimatul Safa`ah Praromadani
"Daerah prospek geotermal Telomoyo terletak sekitar 34 km sebelah selatan dari kota Semarang, Jawa Tengah. Geomorfologi Telomoyo terdiri atas komplek Gunung Telomoyo yang didominasi batuan vulkanik plistosen-kuarter berupa piroklastik dan lava dengan komposisi andesit-basaltik. Manifestasi permukaannya berupa mata air panas dan batuan teralterasi. Pendugaan temperature reservoirnya berkisar 2300C.
Dari data gravitasi diketahui ada intrusi di bawah kaldera Telomoyo. Untuk mengetahui informasi bawah permukaan daerah prospek geothermal Telomoyo, dilakukan survey magnetotellurik (MT). Selanjutnya data MT yang diperoleh diolah melalui tahapan pemilihan data time series sampai inversi 2D dan divisualisasikan ke dalam 3D.
Hasil penelitian ini memperlihatkan lapisan resistivitas sangat rendah (<15 Ωm), diinterpretasikan sebagai lapisan penudung (clay cap). Lapisan yang berada di bawah clay cap dengan nilai resistivitas sekitar 50-150 Ωm diinterpretasikan sebagai reservoir dari sistem geotermal. Lapisan heat source tampak berbentuk dome dengan nilai resistivitas >250 Ωm. Selanjutya model dari data MT tersebut diintegrasikan dengan data geologi, geokimia, dan geofisika (gravitasi) sehingga dapat dibuat model konseptual yang dapat mendelineasi sistem geotermal daerah prospek Telomoyo dimana potensi geotermalnya berkisar 125 MWe.

Telomoyo geothermal prospect is located about 34 km southern from Semarang, Central Java. Geomorphology of Telomoyo consist of Mount Telomoyo dominated by volcanic plistocene- quartenary formation consists of pyroclastic and andesit-basaltic lava. Surface manifestation are hot springs and alterationed rock. The estimation of reservoir temperature is about 2300C.
From gravity data we can see an intrusion under Telomoyo's caldera. To get subsurface information about Telomoyo geothermal prospect , MT survey was done. MT data is processed through data selection stage of time series up to 2D inversion and visualized into 3D. The result of the reseach shows that there is very low resistivity layer (<15 Ωm), interpreted as clay cap.
The layer under clay cap with resistivity value is about 50-150 Ωm interpreted as reservoir of geothermal system. Heat source layer has dome shape wih resistivity value >250 Ωm. Moreover, the model from MT data integrated with geology, geochemistry, and geophysics (gravity) data so the conceptual model that delineated geothermal system of Telomoyo prospect area of which geothermal potension about 125 Mwe can be made.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S44548
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Agustina
"Sistem geotermal merupakan sistem yang dinamis, terutama ketika mulai dilakukan produksi, keadaan sistem geotermal akan mengalami ketidakseimbangan. Dengan dilakukannya produksi, tekanan pada reservoir akan menurun dan mengakibatkan boiling, sehingga fase cair berubah menjadi fase uap. Dengan permeabilitas vertikal yang baik, fase uap akan bergerak ke bagian atas reservoir dan terpisah dengan fase cair, lalu terbentuklah steam cap di zona atas dan reservoir dengan fase cair pada bagian bawah. Walaupun uap yang paling mudah digunakan dalam pemanfaatan eksplorasi geotermal, namun proses pembentukan uap lebih lambat jika dibandingkan dengan pengambilan uap dari reservoir, sehingga membuat proses eksplorasi menjadi tidak sustainable. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan reservoir yang baik dengan melakukan monitoring dan proses produksi-reinjeksi yang baik. Pada penelitian ini, digunakan metode 3-D forward modeling dengan melakukan simulasi perubahan karakteristik reservoir dengan mengasumsikan penambahan volume steam cap. Lalu dalam proses analisisnya dilakukan inversi 1-D dan 2-D juga membuat kurva resistivitas untuk setiap model sintetik yang telah dibuat. Dari hasil kurva resistivitas, telihat jika adanya kenaikan kurva atau kenaikan nilai resistivitas yang bertahap pada bagian kedalaman antara clay cap dan reservoir. Begitupun dari hasil inversi, terlihat anomali dengan resistivitas tinggi pada bagian antara clay cap dan reservoir. Perubahan nilai resistivitas itu sendiri menunjukkan bagaimana pengaruh keberadaan steam cap pada respon resistivitas.

The geothermal system is a dynamic system, especially when production starts, the state of the geothermal system will experience an imbalance. With production, the pressure in the reservoir will decrease and result in boiling, so that the liquid phase changes to the vapor phase. With good vertical permeability, the vapor phase will move to the top of the reservoir and separate from the liquid phase, then a steam cap is formed in the upper zone and a reservoir with a liquid phase at the bottom. Although steam is the easiest to use in the utilization of geothermal exploration, the process of forming steam is slower than the extraction of steam from a reservoir, thus making the exploration process unsustainable. Therefore, it is necessary to carry out a good reservoir management by monitoring and a good production-reinjection process. In this study, the 3-D forward modeling method was used by simulating reservoir changes by assuming an additional steam cap volume.Then, in the analysis process, 1-D and 2-D inversions are also carried out to create a resistivity curve for each forward model that has been made. From the results of the resistivity curve, it can be seen if there is a gradual increase in the resistivity value at the depth between the clay cap and the reservoir. Likewise, from the inversion results, anomaly with high resistivity was seen in the part between the clay cap and the reservoir. The change in the resistivity value itself shows how the presence of a steam cap affects the resistivity response.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramdhani
"Dalam eksplorasi geofisika terutama eksplorasi panasbumi, ada dua kriteria dalam memilih target pengeboran yang baik yaitu zona dengan temperatur tinggi dan zona dengan permeabilitas tinggi. Zona dengan temperatur tinggi berasosiasi dengan posisi keberadaan heat source dan juga daerah up flow, sementara zona dengan permeabilitas tinggi disebabkan karena adanya suatu patahan atau rekahan yang berhubungan dengan struktur geologi bawah permukaan.Pada dasarnya, struktur geologi bawah permukaan dapat diindikasikan dengan adanya kontras resistivitas yang disebabkan karena fluida panas dan konduktif yang mengisi zona-zona rekahan dan patahan, atau disebabkan karena perbedaan formasi dengan resistivitas yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan pembuatan model sintetik 3D mengenai berbagai struktur geologi permukaan dan dilakukan analisispolar diagram, induction arrow dan splitting curvesehingga diperoleh pemahaman dan karakteristik setiap model sintetik yang kemudian diimplementasikan pada data riil MT.
Penelitian ini menghasilkan bahwa diagram polar dapat menunjukkan adanya kontras resistivitas di bawah permukaan dimana kontras resistivitas ini dapat berhubungan dengan struktur geologi, dan bahwainduction arrow dapat menunjukkan objek yang lebih konduktif di bawah permukaan serta splitting nya kurva MT dapat memberikan informasi dekat atau jauhnya suatu stasiun pengukuran MT terhadap batas kontras resistivitas atau batas suatu struktur.

In geothermal explorations, there are two criteria to determine the best drilling target zone: high temperature zone and high permeability zone. High temperature zone is associated with the position of heat source, while high permeability zone is associated with subsurface geological structure (fault and fracture). In general, subsurface geological structure can be indicated by subsurface resistivity contrast which caused by conductive fluids filling the fracture zone or caused by different formation with different resistivity. The resistivity contrast will produce impedance polarization of MT data as the response of the structure which will be represented graphically by polar diagram. It also will produce splitting on the MT curve. While position of conductive anomaly can be detected by induction arrow. Therefore, 3D forward modeling is carried out to have knowledge about concept and characteristics of polar diagram, induction arrow and splitting curve of various synthetic geological structure to be implemented on real MT data.
This research conclude that elongation of polar diagram could provide information on the strike direction in which polar diagram give the response of relatively parallel or perpendicular to the strike, while the magnitude of induction arrow could show where the conductive zone and the distance between MT stations with the location of structure will affect the frequency at which the splitting MT curve occurs.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S63405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Isa Marianto Suryo Putro
"Daerah “D” merupakan salah satu daerah prospek panasbumi di Indonesia. Daerah ini di dominasi oleh batuan produk vulkanik yang terdiri dari aliran lava dan kubah-kubah vulkanik. Manifestasi di daerah ini terdiri dari kelompok mata air panas D dengan temperatur sebesar 95 – 97oC dan kelompok mata air panas M dengan temperatur sebesar 60,9 – 84,0oC. Kedua kelompok mata air panas tersebut memiliki tipe klorida. Selain itu, terdapat batuan ubahan di sekitar manifestasi yang mengandung mineral ubahan yang di dominasi oleh mineral silika. Untuk mendelineasi sistem panasbumi tersebut, maka dilakukan inversi 3-D data magnetotellurik, baik dengan full impedance tensor maupun dengan off-diagonal element dengan menggunakan software MT3Dinv-X. Hasil dari inversi 3-D dengan full impedance tensor menggambarkan kondisi bawah permukaan lebih baik dibandingkan dengan off diagonal element. Lapisan konduktif (<15 ohm-m) dengan ketebalan 200 m – 1 km diindikasikan sebagai caprock. Lapisan dibawah caprock (15 – 158 ohm-m) diindikasikan sebagai reservoar. Sedangkan body dengan resistivitas >1.000 ohm-m diindikasikan sebagai heat source yang merupakan intrusi dari batuan beku muda. Selanjutnya, hasil inversi 3-D tersebut diintegrasikan dengan data gravitasi untuk membuat model konseptual dari sistem panasbumi “D”. Dimana sistem panasbumi “D” merupakan jenis sistem panasbumi intermediate temperature dengan temperatur reservoar sebesar 190oC berdasarkan geotermometer Na/K."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54869
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Sekar Arifianti
"Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system.reynor Ratio, and Jensen's Alpha with CAPM based on data collected from refinitv, eikon, IDX, Yahoo Finance for the period 2016 – 2021. The results show that in the period of crisis SSRI outperforms ISSI and SRI Kehati and in general SSRI could compete with ISSI and SRI Kehati. These results indicate that incorporating ESG screening into sharia investment decisions does not have a negative impact on returns and risks, so that it can be used as an option for portfolio diversification. In addition SSRI will increase the impact and positive contribution to reducing the financing gap for SDGs, as well as gain a wider investor base.

Daerah “CB’ merupakan salah satu daerah prospek geotermal di Indonesia. Indikasi adanya potensi sistem geotermal daerah “CB” ditandai dengan kemunculan manifestasi permukaan berupa kelompok mata air panas yang bertemperatur 68 – 74.8oC dengan pH antara 6.35 – 68.4. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model konseptual terintegrasi dari data magnetotellurik, gravitasi satelit GGMPlus, geologi, dan geokimia. Hasil dari pemodelan inversi 3-D magnetotellurik menunjukkan adanya sebaran clay cap dengan variasi ketebalan 1 - 2 km, yang ditandai dengan nilai resistivitas 1 – 15 Ωm. Lapisan reservoir diduga mempunyai resistivitas 20 – 60 Ωm dengan puncak reservoir yang berada pada kedalaman ≤ 1000 meter di bawah permukaan. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan geotermometer Na/K Giggenbach, rata-rata temperatur reservoir relatif cukup tinggi yaitu sekitar 220 - 250 ºC. Sumber panas pada sistem geotermal “CB” ini diperkirakan berasal dari plutonik body yang berasosiasi dengan aktivitas sesar. Dalam penelitian ini juga diperoleh indikasi adanya struktur graben berarah barat laut - tenggara dan beberapa struktur patahan lainnya berdasarkan hasil analisis turunan berupa First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari gravitasi satelit GGMPlus. Sistem geotermal “CB” ini diduga termasuk ke dalam klasifikasi fault-controlled geothermal system."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.

The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>