Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142539 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ahmad Anwari
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
TA2392
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardus Aditya Y.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
TA2428
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Permadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S36906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okva Asdiherry A.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S36963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangihutan, Samuel
"Saat ini banyak perusahaan dalam pengelolaan asetnya menerapkan strategi untuk dapat berkompetisi dengan kompetitor-kompetitor mereka. Tetapi terkadang pengertian atau implementasi dari tujuan dan strategi-strategi perusahaan hanya sampai pada tingkat top management saja, sehingga setiap tujuan atau sasaran perusahaan tidak tercapai dengan baik. Strategi-strategi yang diambil juga terkadang tidak terukur, sehingga sangat sulit untuk melihat perkembangan perusahaan berdasarkan strategi yang diambil. Maintenance Scorecard (MSC) adalah suatu pendekatan yang didisain untuk membantu dalam pembuatan dan pengimplementasian strategi dalam pengelolaan aset-aset perusahaan, diaplikasikan melalui suatu hirarki tujuan atau pendekatan yang terstruktur melalui tiga level fundamental, yaitu corporate, strategic, dan functional. MSC melalui tiap indikator yang kuantitatif dalam tiap level perusahaan, mengukur performa dalam asset management tentang apa yang dilakukan, bagaimana kinerja selama ini, dan bagaimana performa setiap tindakan yang sudah dilakukan dalam mencapai tujuan perusahaan. Terdapat 6 perspektif pengukuran performa dalam MSC, yaitu productivity, cost effectiveness, safety, quality, learning, dan environmental perspective. Penelitian ini dilakukan untuk merancang Maintenance Scorecard pada PT. Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang perawatan pesawat. Hasil perancangannya adalah adanya usulan hirarki indikator (KPI) dari setiap level perusahaan yang terbagi dalam tiap perspektif MSC. Indikator tersebut digunakan untuk mengarahkan dan memonitor perubahan dalam perusahaan hingga mencapai tingkat performa yang diinginkan. Dari 6 perspektif pada maintenance scorecard dihasilkan sebanyak 37 usulan indikator performa yang relevan, yang terbagi menjadi: 12 indikator productivity, 6 indikator cost effectiveness, 5 indikator safety, 9 indikator quality, dan 5 indikator learning perspective.

Nowadays, there are lot of companies apply strategies in order to compete with their competitors. But sometimes both the understanding and the implementation of those strategies exist only in the top level of management. Besides, to see the company's progression toward the strategies taken is difficult to achieve, because sometimes the strategies is unmeasured. The result is none of the strategies are achieved well. Maintenance Scorecard (MSC) is a comprehensive approach used to develop and implement strategy in the area of asset management, applied via a hierarchy of objectives or a structured approach through 3 fundamental levels, namely corporate, strategic, and functional. MSC through the quantified measures or indicator of each company's level measures what they do, how well they do it, and how their actions further company goals. There are 6 types of performance measurements in MSC; they are productivity, cost effectiveness, safety, quality, learning, and environmental perspective. This research is conducted in order to design the implementation of maintenance scorecard at PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia, as one of the company that operate in maintenance field. The result of the research is the recommendation of Key Performance Indicators (K.PI) in each company's level which is divided in each MSC perspective. Those indicators used to drive change through the organization as well as to monitor the progress toward desired level of performance. There are 37 recommended indicators yielded from all maintenance scorecard perspective. They are divided into: 12 productivity indicators, 6 cost effectiveness indicators, 5 safety indicators, 9 quality indicator, and 5 learning perspective indicator."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S49986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Suryanta
"ABSTRAK
Salah satu pendorong perkembangan industri penerbangan di Indonesia adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik sebesar 7,4% setahun yang diperkirakan akan berlangsung sampai tahun 2009. Kondisi ini juga mempengaruhi pertumbuhan transportasi udara di Indonesia di mana pertumbuhan transportasi udara domestik untuk empat tahun mendatang diproyeksikan sebesar 6,9 % pertahun dan 8,8% per tahun untuk pertumbuhan transportasi udara internasional. Hal ini akan mengakibatkan frekuensi maupun jalur penerbangan dalam dan luar negeri bertambah yang akan berdampak pada penambahan jumlah pesawat terbang yang dioperasikan untuk melayani jalur-jalur tersebut.
Posisi perusahaan penerbangan dalam industri dapat dibagi dalam dua karakteristik yang berbeda yaitu 1) perusahaan penerbangan sebagai pemasok dalam sistem transportasi yaitu berperan sebagai penyedia jasa transportasi udara dan 2) perusahaan penerbangan sebagai pelanggan yaitu berperan sebagai pelanggan dari pabrik pembuat pesawat terbang, bengkel perawatan/perbaikan pesawat terbang.
Di Indonesia telah dioperasikan 624 jenis pesawat bersayap tetap yang memiliki tingkat pemakaian (utilization) rata-rata 1790 jam per tahunnya. Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah pesawat terbang yang dioperasikan dan semakin tua umur pesawatpesawat terbang tersebut maka semakin meningkat pula kebutuhan akan jasa perawatan pesawat.
Keberadaan perusahaan perbengkelan/perawatan pesawat terbang dalam negeri saat ini belum dapat menampung/mendukung pengoperasian penerbangan dalam negeri. Sebagai contoh, masih banyaknya pesawat dan komponennya yang dikirim keluar negeri untuk perawatannya. Penyebabnya adalah selain kapabilitas bengkel dalam negeri yang kurang dan belum dikenalnya bengkel tersebut, juga disebabkan oleh kurangnya motivasi para operator untuk memakai fasilitas perawatan pesawat terbang dalam negeri. Dilihat dari kapabilitasnya, sebenarnya GMF sudah dapat bersaing dengan fasilitas perawatan pesawat terbang luar negeri. Hal ini terbukti dengan diakuinya GMF oleh Federal Aviation Administration (FAA). Saat ini kapasitas terpakai GMF baru 30% dari kapasitas terpasangnya, berarti untuk pasar pelayanan jasa perawatan pesawat dalam negeri saja peluang GMF cukup besar.
Di dalam penulisan karya akhir ini, akan dibahas rencana strategis pemasaran perawatan pesawat terbang dalam rangka meraup pangsa pasar khususnya pasar dalam negeri yang memberi peluang dan prospek yang cukup besar bagi GMF.
Penyelenggaraan suatu kegiatan jasa pelayanan perawatan pesawat terbang harus dilakukan secara profesional berdasarkan misi dan visi perusahaan, dengan penekanan pada 1) strategi lingkungan luar yang dikonsentrasikan pada lingkungan industri suatu perusahaan dan kedudukan kompetitifnya terhadap pesaingnya seperti diteliti dan dikembangkan oleh Michael Porter dari Harvard maupun oleh Boston Consulting Group dan 2) strategi lingkungan internal perusahaan yang belum digali dan dikembangkan yang secara umum dikaitkan dengan permasalahan internal perusahaan.
Sifat usaha dan komoditi jasa mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan barang-barang hasil produksi. Karakteristik jasa tersebut adalah: ketidaknyataan (intangibility), tidak terpisahkan antara produksi dan konsumsinya (inseparability), tidak tahan lama (perishability) dan keragaman (variability). Karena adanya empat karakteristik yang khas tersebut maka umumnya kegagalan dari usaha jasa adalah karena adanya perbedaan persepsi antara jasa yang diharapkan oleh pelanggan dan yang disampaikan oleh penyedia jasa. Untuk menghindari kegagalan tersebut maka strategi pemasaran GMF harus meliputi pemasaran eksternal, pemasaran internal, dan pemasaran interaktif.
Pemasaran eksternal adalah menggambarkan kerja normal yang dilakukan oleh GMF melalui strategi-strategi: mempersiapkan jasa, menentukan harga, mendistribusikan jasa dan mengkomunikasikan jasa kepada pelanggan.
Pemasaran internal adalah menggambarkan pekerjaan yang hares dilakukan oleh manajemen GMF untuk mendorong karyawan penghubung pelanggan dan karyawan pendukung pelayanan agar tercipta budaya melayani dan semua karyawan mempunyai orientasi terhadap pemuasan pelayanan kepada pelanggan. Seharusnya pemasaran internal dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan pemasaran eksternal sehingga seluruh karyawan akan siap menyediakan jasa ke pelanggan sesuai dengan keinginan pelanggan dan kebijaksanaan perusahaan.
Pemasaran interaktif adalah hubungan interaktif antara karyawan dengan pelanggan. Hal ini sangat penting karena diperlukan keahlian dari karyawan dalam menangani hubungan dengan pelanggan. Oleh karena itu, mutu pelayanan baik "mutu teknis" dan juga "mutu fungsional" harus sebaik mungkin.
Sifat keragaman dari jasa memerlukan fleksibilitas perusahaan yang tinggi. Pemisahan organisasi GMF dari PT Garuda Indonesia merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi birokrasi agar GMF lebih fleksibel terhadap permintaan jasa pelanggan yang beraneka ragam. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Budihadianto; Rosdi M. Abdullah
"Kerjasama ekonomi dan perdagangan di kawasan Eropa, Asia dan Amerika menunjukkan bahwa perekonoraian dunia telah menuju ke arah globalisasi. Selain itu raunculnya kekuatan-kekuatan baru yang berasal dari negara-negara Eropa Timur, bekas negara Uni Sovyet dan Republik Rakyat Cina semakin memacu roda perekonomian dunia. Dampak dari perkembangan kondisi ini adalah timbulnya peluang-peluang baru dengan semakin luasnya pasar produk barang dan jasa, selain ancaman-ancaman yang diakibatkannya.
Industri jasa angkutan penerbangan sangat terpengaruh oleh perkembangan dan pertumbuhan perekonomian dunia. Meningkatnya aktivitas ekonomi akan mendorong para pelakunya untuk memanfaatkan j asa angkutan penerbangan untuk melaksanakan kegiatan usahanya. Peningkatan kontribusi pengeluaran konsumen (consumer expenditure) terhadap GDP dunia menunjukkan bertambahnya permintaan konsumen akan barang dan jasa, termasuk jasa angkutan penerbangan.
Dilain pihak industri pembuat pesawat terbang mengalami peningkatan perraintaan yang tidak dapat terpenuhi oleh kapasitas produksi yang dimilikinya. Permintaan akan pesawat terbang baru lebih besar dibandingkan dengan juralah pesawat yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan kesenjangan (Backlog) pesawat terbang. Melihat bahwa permintaan jasa angkutan penerbangan terus meningkat perusahaan penerbangan berusaha memenuhi permintaan pasar tersebut dengan mempertahankan pesawat terbang yang dimilikinya dengan melaksanakan program perawatan pesawat dengan biaya yang rendah dan kualitas yang baik.
Sementara itu permintaan akan jasa perawatan pesawat terbang kepada pihak ketiga, dalam hal ini industri jasa perawatan pesawat baik yang merupakan bagian dari Airliner maupun yang berdiri sendiri, mencapai 50% dari seluruh armada pesawat terbang yang ada di dunia. Selain itu perusahaan penyewaan pesawat terbang (Aircraft Leasing Company) melimpahkan pelaksanaan perawatan pesawatnya kepada pihak ketiga. Kondisi ini memperlihatkan peluang yang ada untuk bergerak di bidang jasa perawatan pesawat terbang.
PT. Garuda Indonesia mempunyai usaha pokok pengangkutan udara untuk melayani pengangkutan orang dan barang. Disamping itu PT. Garuda Indonesia juga mempunyai tujuan untuk melaksanakan reparasi dan pemeliharaan pesawat terbang, baik untuk menunjang usaha utama maupun untuk keperluan perusahaan pengangkutan udara lainnya.
Investasi yang telah ditanamkan untuk Garuda Maintenance Facility (GMF) sangat besar. Sarana fisik berupa Hangar pesawat terbang sebanyak 3 buah bangunan, pergudangan dan perbengkelan merupakan asset untuk mengembangkan GMF dalam hal meroanfaatkan peluang melaksanakan perawatan pesawat terbang perusahaan lain.
Saat ini GMF sebagai Divisi Teknik berfungsi sebagai divisi pendukung usaha pokok yakni pengangkutan udara untuk orang dan barang. Kemampuan GMF telah mencapai taraf pelaksanaan perawatan berat (Overhaul) seluruh armada PT. Garuda Indonesia yang terdiri dari Fokker F-28, McDonnell Douglas DC-9 dan DC-10, Airbus A-300 serta Boeing B-747.
Dengan mernperhatikan peluang usaha jasa perawatan pesawat yang memperlihatkan prospek yang baik dan kemampuan GMF pada saat ini untuk menangani perawatan pesawatnya sendiri, maka GMF mempunyai kemampuan mengembangkan aktifitasnya untuk menjadi suatu Profit Center.
Untuk mencapai tujuan menjadi suatu Profit Center, dilakukan analisa kondisi GMF pada saat ini sebagai bahan acuan untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang harus dilaksanakan dalam tubuh GMF. Berdasarkan hasil analisa SWOT, GMF berada pada sel-III diagram SWOT, yang menunjukkan bahwa strategi yang sesuai adalah "Turn-Around Strategy". Strategi ini memfokuskan pada perubahan-perubahan di dalam perusahaan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa GMF harus melakukan perubahan-perubahan yang mendasar di dalam mencapai sasaran yang diinginkan yakni memasarkan jasa perawatan pesawat kepada perusahaan lain sehingga akan mendapatkan profit yang maksimum. Perubahan-perubahan organisasi dilaksanakan dengan rencana yang terarah dan konsisten. Kebijakan-kebijakan yang strategis harus dilakukan terhadap struktur organisasi, keuangan, pemasaran, produksi dan pengembangan sumber daya manusia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Adriwinanto
"

Skripsi ini membahas mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi engagement pekerja yang berada pada perusahaan PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk. Penelitian ini dibuat karena terdapat pernyataan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa komunikasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap engagement pekerja. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi engagement pekerja. Pada penelitian ini terdapat 8 variabel independen atau faktor yang diujikan yaitu; komunikasi, kecocokan lingkungan kerja, tantangan pekerjaan, kemandirian, keberagaman, kepemimpinan, penghargaan pengakuan, dan pembelajaran pengembangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara menyebarkan kuisioner kepada seluruh pekerja perusahaan tersebut. Hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa hanya terdapat 3 faktor yang mempengaruhi engagement pekerja yaitu kecocokan lingkungan kerja, penghargaan pengakuan, dan pembelajaran pengembangan. Kesimpulannya yang dapat diambil adalah tidak seluruh faktor mempengaruhi engagement pekerja dan hanya 3 faktor tersebut yang mempengaruhi engagement pekerja.


This Study discusses what factors influence the engagement of workers in the PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk. This research was made because there was a statement of previous research which said that communication did not have a significant effect on employee engagement. The purpose of this study is to find out what factors influence employee engagement. In this study, there were 8 independent variabels or factors that were tested, namely communication, the fit of the work environment, challenges of work, independence, diversity, leadership, reward recognition, and development learning. This study uses a quantitative approach by distributing questionnaires to all of the employees. The results of the existing research show that there are only 3 factors that influence employee engagement, namely the fit of the work environment, reward recognition, and development learning. The conclusion that can be taken is that not all factors influence employee engagement and only 3 of these factors influence employee engagement.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Racmi Maryda Ramyakim
"Skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana penetapan harga jasa perawatan pesawat di sebuah perusahaan penerbangan nasional, hal-hal apa saja yang mempengaruhinya, dan bagaimana sistem transfer pricing yang diterapkan pada perusahaan tersebut, sehubungan dengan jasa perawatan pesawat yang dihasilkannya. Selanjutnya mengevaluasi dan menganalisis penetapan harga dan transfer pricing tersebut berdasarkan landasan teori yang ada. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deduktif, dengan memberikan gambaran mengenai penetapan harga yang diterapkan dalam perusahaan tersebut, lalu menganalisanya dengan berlandaskan pada landasan teori yang terdapat dalam bab dua. Skripsi ini mengunakan metode pengumpulan data melalui: telaah kepustakaan dan penelitian lapangan. Penulis mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku panduan, artikel, majalah, maupun literatur lain yang berhubungan dengan topik skripsi. Selain itu, penulis juga mengadakan wawancara dengan para staf akuntansi di bagian jasa perawatan pesawat terbang untuk memperoleh data dan informasi lain yang dibutuhkan untuk pembahasan skripsi. Berdasarkan hasil penelaahan dan analisis, jasa perawatan pesawat yang dihasilkan oleh GMF terutama ditujukan bagi pihak GARUDA dan MERPATI sedangkan kapasitas selebihnya digunakan untuk jasa perawatan pesawat bagi pihak ketiga, baik bagi perusaaan penerbangan dalam maupun luar negeri. Jasa perawatan pesawat ini dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu: type of inspection, man-hour rate, jam kerja tenaga kerja langsung, biaya material, dan turn arround time. Dalam penetapan harga jasa perawatan pesawat bagi pihak ketiga, bagian pemasaran GMF menggunakan market pricing. Padahal bagian pengendalian biaya GMF telah memiliki perhitungan penetapan harga tersebut dengan menggunakan full cost pricing. Market pricing yang digunakan pada kenyataannya lebih rendah daripada biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga GMF mengalami kerugian. Transfer pricing yang diterapkan GMF bagi jasa yang dihasilkannya untuk pihak GARUDA dan MFRPATI berdasarkan pada cost base transfer price dengan full product cost. Penulis menyarankan agar GMF mengggunakan strategi penetapan harga marginal pricing untuk pihak ketiga. Dimana harga yang dibebankan kepada pihak ketiga merupakan biaya-biaya variabel ditambah mark-up laba yang diinginkan. Hal ini karena GMF menggunakan kapasitas berlebih untuk jasa perawatan pesawat bagi pihak ketiga. Dengan demikian harga yang ditawarkan GMF akan dapat bersaing di pasar jasa perawatan pesawat. Selain itu, GMF perlu pula memperbaiki metode alokasi biaya yang digunakan untuk mendapatkan tarif man-hournya. Dan memperbaiki pula standar jam kerja tenaga kerja langsung yang digunakan sebagai dasar penetapan harga jasa perawatan pesawat yang dihasilkannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>