Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20960 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inda Rakhmani
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
TA2467
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
R. Dede Indra C.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S48066
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Gunawan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
S35986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Aurora
"ABSTRAK
Kota merupakan suatu kesatuan lingkungan alam, lingkungan sosial budaya dan lingkungan buatan sebagai lingkungan kehidupan manusia. Salah satu cirinya adalah keberadaan ekosistem alami yang biasanya relatif sangat kecil. padahal kualitasnya mempengaruhi kualitas ekosistem kota secara keseluruhan. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau sebagai suatu bentuk keberadaan ekosistem alami pada suatu lingkungan buatan menjadi amat penting mengingat fungsinya secara ekologis, sosial dan estetis. Ruang Tebuka Hijau dapat mengatur temperatur kota, mengatur kandungan oksigen. mengurangi karbondioksida, menjadi perangkap bahan pencemar baik debu maupun gas, meningkatkan peresapan air, memberi bentuk visual yang menarik dan sehat untuk rekreasi, menjadi habitat bagi semua makhluk hidup dan meningkatkan keanekaragaman kehidupan di lingkungan kota.
DKI Jakarta memiliki dinamika pembangunan yang diwarnai dengan perkembangan penduduk yang sangat pesat. Jumlah penduduk DKI Jakarta yang pada tahun 1961 baru berjumlah 2,9 juta jiwa, pada tahun 1995 telah berjumlah 9 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2005 akan berjumlah 12 juta jiwa. Perkembangan penduduk dan berbagai aktivitasnya yang demikian pesat pada luas tanah terbatas (650 km2) pada akhirnya terekspresikan pada masalah penggunaan tanah dan secara Iuas pada sumberdaya alam dan lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk dan berbagai aktivitasnya tersebut menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan tanah antara berbagai kegiatan. Persaingan penggunaan tanah yang terjadi selama ini telah menyebabkan ruang yang seharusnya dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau dibangun untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kegiatan lain. karena Ruang Terbuka Hijau dipandang tidak menguntungkan secara ekonomis.
Perbandingan yang seimbang antara manusia dan lahan (man-land ratio), khususnya perbandingan antara luas bangunan dan luas tanah (building area ratio) danfatau perbandingan antara luas lantai dan luas tanah (floor area ratio) akan dapat membantu keberadaan RTH.
Untuk kepentingan penelitian ini, maka dibedakan dua jenis Ruang Terbuka Hijau. Pertama adalah Ruang Terbuka Hijau Umum (Publik), yaitu Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki oleh umum, seperti taman kota yang dibangun oleh Pemerintah. Ruang Terbuka Hijau Umum ini merupakan daerah yang di dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) mempunyai peruntukan penyempurnaan hijau. Kedua adalah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan (Pribadi), yaitu daerah dalam persil bangunan pada kepemilikan pribadi yang dialokasikan untuk tanaman hijau,
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan fakta mengenai komposisi daerah yang tidak terbangun dalam suatu persil bangunan, khususnya yang berkaitan dengan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan tersebut. Juga untuk mengetahui apakah pengaturan Intensitas Bangunan khususnya Koefisien Dasar Bangunan mampu mengendalikan pemanfaatan tanah di dalam suatu persil dalam kaitannya dengan penyediaan Ruang Terbuka Hijau. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam pengambilan kebijakan perencanaan tata ruang kota yang berwawasan lingkungan.
Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian pustaka dan penelitian lapangan di daerah studi sepanjang koridor JI. Thamrin - JI. Sudirman, batas utara dimulai dari Air Mancur sampai batas selatan Jembatan Semanggi dan di JI. Rasuna Said, batas utara dimulai dari Jembatan Latuharhary sampai batas selatan Simpang-4 J1. Gatot Subroto.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini ada 2 macam. Pertama adalah yang berkaitan dengan pengukuran secara langsung di lapangan dengan mempergunakan alat ukur tanah, yaitu untuk mendapatkan luas kawasan non-bangunan dan luas kawasan non-perkerasan dalam kawasan non-bangunan, yang selanjutnya disebut sebagai Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan. Data tiap persil tersebut, selanjutnya digitasi dan dianalisis melalui sistem Arc-Info untuk mendapatkan informasi mengenai berapa luas sesungguhnya daerah Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dibandingkan dengan luas daerah non-perkerasan. Kedua, adalah melalui wawancara langsung dengan responder penelitian di lapangan dalam hal ini adalah perencanalarsitek bangunan pada persil-persil di sepanjang kawasan studi. Data Primer yang diperoleh melalui wawancara adalah : wawasan lingkungan hidup perencanalarsitek, persepsi perencanalarsitek terhadap perhitungan ekonomis lahan serta persepsi perencana/arsitek terhadap peraturan yang berkaitan dengan intensitas bangunan.
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap permasalahan penelitian, maka dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ruang Terbuka Hijau dalam suatu kota mempunyai multi fungsi, yaitu : fungsi ekologi, estetis dan sosial budaya yang dapat dijabarkan sebagai daerah resapan, sebagai peredam cemaran udara sebagai pengendali iklim mikro dan sebagai unsur keindahan dan kenyamanan hidup kota.
Diharapkan Iuas Ruang Terbuka Hijau untuk DKI Jakarta dengan luas wilayah 65.000 Ha. adalah 30% dari luas kota, yaitu ± 19.500 ha. Luas Ruang Terbuka Hijau Umum pada tahun 1996 adalah seluas 12.900 ha, atau kurang lebih 20% dari luas kota. Dengan kemampuan pendanaan Pemerintah yang terbatas, maka penyediaan Ruang Terbuka Hijau kota tidak dapat digantungkan dari kemampuan pendanaan Pemerintah semata, namun perlu diupayakan peluang-peluang penciptaan Ruang Terbuka Hijau yang dapat memanfaatkan kemampuan dan peranserta masyarakat dan pihak swasta, antara lain Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan
Penelitian sepanjang koridor Thamrin-Sudirman dan Rasuna Said membuktikan bahwa komposisi Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan dalam daerah non-bangunan tidak mencapai 50% dari Ruang Terbuka yang tercipta. Peraturan Intensitas Bangunan, khususnya Koefisien Dasar Bangunan yang berlaku saat ini, hanyalah mengatur mengenai komposisi daerah yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun, sehingga yang di atuar hanyalah komposisi ruang terbuka dan bukannya ruang terbuka hijau.
Faktor-faktor utama yang menentukan keberadaan Ruang Terbuka Hijau pada persil bangunan, adalah : Wawasan Lingkungan Hidup pemilik persil dan perencana, perhitungan ekonomis lahan serta adanya peraturan spesifik yang mengatur komposisi Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan.
Tanpa adanya pengaturan komposisi Ruang Terbuka Hijau secara eksplisit, maka pemilik persil dan atau perencana/arsitek tidak akan memberi "porsi" yang memadai bagi penyediaan Ruang Terbuka Hijau dalam persil bangunan. Untuk itu harus dicapai kesepakatan antara Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, para pakar serta masyarakat untuk menentukan komposisi yang wajar, sehingga semua pihak yang berkepentingan tidak merasa dirugikan. Selanjutnya kesepakatan tersebut dapat dipergunakan untuk menyempurnakan peraturanperaturan yang ada.
Perlunya diadakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan peluang-peluang baru untuk meningkatkan keberadaan RTH di kawasan perkotaan.

ABSTRACT
Evaluation Of The Ratio Of Green Open Space At Building Lots (Case Study of Thamrin - Sudirman and Rasuna Said Corridor Jakarta)A city constitutes of a unity of natural environment, socio - cultural environment and man - made environment where people live. One of its characteristics is the existence of a relatively small natural ecosystem, despite the fact that its quality affects its overall quality of the urban ecosystem. The existence of green open space as a natural ecosystem becomes highly important in terms of its ecological, social and aesthetical aspects. Green open space reduces carbonmonoxide, captures pollutants such as dust and gas, improves water absorption, provides an attractive and healthy visual shape for recreation purposes, becomes a habitat for all creatures and adds to living variety within an urban environment.
The Special Capital Territory of Jakarta (DKI Jakarta) owns a development dynamism characterized by speedy population increase. The number of population in DKI Jakarta in 1961 was 2.9 million only, but in 1995 it increased to 9 million and in 2005 it is estimated to reach 12 million. Such fast population increase along with its activities on a limited space (650 km2) will eventually put a pressure on the land use and deplete the natural resources and seriously burden its environment seriously. The rising number of population and activities has led to the increasing competition of land use for many different activities. The land use competition that has been prevailing so far has caused the space designated for Open Green Space to be used to meet the needs of development for other infrastructure, as Natural Environment is considered being economically un-beneficial.
There is a need to balance the ratio between man and land especially the building-area ratio and/or the floor-area ratio as a way to increase the green open space in urban area.
For the purpose of this survey, an open space is categorized into two types namely Public Green Open Space which is green open space owned by the public like city gardens constructed by the Government. Such green open space are pieces of land in which within the Zoning General Plan areas have the function as greenery. Second is green open space on private building lots, namely areas within building lots owned by an private allocated for greenery.
This survey is aimed at finding facts about composition of areas unbuilt within building lots, and more particular, those related to green open space within those building lots. It is also to know if the building intensity regulation is able to control its land utilization within a lot in its relation to the allocation of green open space. It is expected that this survey is able to provide some thoughts for the DKI Government in making decisions pertaining to environmentally-oriented urban zoning.
For such purpose, a library research and field survey have been conducted in the study area along JI. Thamrin - JI. Sudirman corridor (Its north border began from Air Mancur up to the south border of Semanggi Clover Leave Bridge) and Jl. Rasuna Said, (its north border began from the Latuharhary bridge up to the south border of Jl. Gatot Subroto intersection).
The primary data required in this survey comprise two types. First, those related to direct surveying in the field using surveying equipment to obtain the extent of the un-built area, and the un-compacted area within an un-built area which shall be further referred to as green open space on the building lots. The data of each lot was further digitized and analyzed using Arc - Info as to obtain information about the actual extent of such green open space on the building lots compared to the un-compacted area. Second, the data was also obtained through direct interviews with the survey respondents in the field, in this case planners/building architects of the lots along the study area. The primary data were obtained from the perception of the planners/ architects towards regulation linked to the building intensity.
Based on the results of the discussion on the survey issues, it could be concluded as follows:
Green Open Space within a city has a multi functions, namely: as water catchment area, as air pollutant absorption, as microclimate controller and as aesthetical element of the environment.
The ideal extent of Green Open Space for DKI Jakarta with total size of 65,000 ha is 30% of the city size namely around 19,500 ha. The green open space size in 1996 was 12,000 ha or equivalent to 20% of the city size. Under the government's restricted budget allocation, the allocated green open space cannot depend on the government fund availability solely, but there should be alternative ways for the creation of green open space through participation of the community and private sector, among others green open space existing on building lots.
The survey along the Thamrin-Sudirman corridor and Rasuna Said corridor has proved that the green open space composition at building lots within un-built areas does not even reach 50% of the open space. Regulations concerning Building Intensity, only regulates the composition between what may be built and may not be built. Thus, the regulations concern only with' the open space composition and not the green open space.
Main factors that determine Green Open Space on building lots are: Environmental Awareness of the lot owners and planners, land economic calculation and specific regulations regulating composition of Natural Environment on building lots.
In the absence of such explicit regulations concerning composition of Green Open Space, the lot owners/planners/architects will not give away their adequate share of the cake to be allocated for green open space on their building lots. Accordingly, an agreement must be reached as to determine the appropriate composition so that all related parties will not be harmed. Such agreement further can be used as to review the existing regulations.
The need for a further study to explore new ideas and new possibilities to increase the green open space in urban area.
Total of References : 43 (1970 - 1986)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penduduk Kota Jakarta yang terus bertambah memaksa terjadinya
perubahan penggunaan tanah. Penggunaan tanah alami diuruk dan dibangun
menjadi penggunaan tanah buatan yang sebagian besar berbahan material
aspal, besi, kaca, dan beton. Perubahan tersebut memberikan efek signifikan
terhadap iklim dan cuaca lokal di kota, salah satunya adalah peningkatan
suhu udara lebih tinggi daripada suhu udara sekitarnya (urban heat island).
Distribusi suhu kota diasosiasikan dengan penggunaan tanah dan morfologi.
Suhu udara meningkat secara progresif pada daerah yang mendekati pusat
kegiatan atau pusat kota, dengan kepadatan bangunan yang berbeda di tiap
wilayah. Dalam kaitannya dengan peningkatan suhu, perkembangan daerah
Jakarta Selatan dari pusat kota (koridor H. R. Rasuna Said) hingga ke arah
pinggiran kota (koridor Lenteng Agung) membentuk karakter tersendiri pada
tiap wilayahnya yang dicirikan dengan perbedaan morfologi bangunan serta
kepadatan bangunan yang memberikan kontribusi berbeda terhadap
peningkatan suhu udara di permukaan kota.
Data suhu udara diperoleh dengan melakukan sampling pengukuran
langsung di lapangan. Lokasi pengamatan dipilih dengan metode non
probabilitas-purposif sebanyak 12 lokasi pengamatan. Suhu udara yang
diteliti difokuskan pada urban canopy layer dengan waktu pengamatan
selama tiga hari dengan empat periode waktu pengukuran (pukul 06.00?
18.00 WIB). Variabel yang digunakan adalah suhu udara permukaan dengan
parameter penggunaan tanah, insolasi dan waktu sibuk (peak hour) Kota
Jakarta.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variasi suhu udara
permukaan menunjukkan kecenderungan suhu semakin meningkat pada
setiap jenis penggunaan tanah yang berada di koridor yang mendekati pusat
kota dengan karakteristik daerah perkotaan yang kuat dengan bangunan
tingkat tinggi yang padat. Variasi suhu udara permukaan juga terjadi pada
setiap periode pengamatan. Pada penggunaan tanah terbangun, suhu
maksimum terjadi pada saat radiasi matahari paling kuat (Periode ketiga,
Pukul 12.00-14.00 WIB), sedangkan pada penggunaan tanah ruang terbuka
hijau suhu maksimum terjadi pada saat radiasi matahari mulai menguat
(Periode kedua, Pukul 09.00-11.00 WIB). Suhu terendah pada setiap periode
pengukuran terjadi pada lokasi dengan penggunaan tanah ruang terbuka
hijau berupa hutan kota. Pada periode yang sama, selain dipengaruhi oleh
jenis penggunaan tanah, suhu udara permukaan juga dipengaruhi oleh
kepadatan bangunan.
Kata Kunci : Urban Heat Island, Suhu Udara Permukaan, Penggunaan Tanah,
Kepadatan Bangunan
ix + 77 halaman; 15 gambar; 5 tabel; 5 peta; 13 Foto; 1 Lampiran;
Bibliografi : 25 (1978 ? 2006)"
Universitas Indonesia, 2007
S33887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Aprilitasya
"Dalam penelitian ini, HR Practices yaitu performance appraisal, promotion, dan reward dipilih sebagai variabel yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh HR Practices terhadap motivasi kerja, mengetahui pengaruh performance appraisal terhadap motivasi kerja, mengetahui pengaruh promotion terhadap motivasi kerja, dan mengetahui pengaruh reward terhadap motivasi kerja karyawan PT Global Informasi Bermutu. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survei yang menggunakan teknik sampling yaitu Proportionate Stratified Random Sampling, sehingga diperoleh 77 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama HR Practices yaitu performance appraisal, promotion, dan reward memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan pada PT Global Informasi Bermutu. Tetapi secara parsial, hanya performance appraisal dan reward saja yang memiliki hubungan yang kuat terhadap motivasi kerja karyawan dan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, akan tetapi promotion memiliki hubungan yang sangat lemah dan tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan di PT Global Informasi Bermutu.

In this study, HR Practices which are performance appraisal, promotion, and reward were chosen as the influencing variables of employee job motivation. This study aimed to examine the influence of HR Practices towards employee motivation, influence of performance appraisal towards employee motivation, influence of promotion towards employee motivation, and influence of reward towards employee motivation at PT Global Informasi Bermutu. This study used the quantitative approach with survey method that used Proportionate Stratified Random Sampling, which held to 77 respondents.
The result of this study showed that as united HR Practices which are performance appraisal, promotion, and rewards have a positive and significant impact on employee motivation at PT Global Informasi Bermutu. But partially, only the performance appraisal and reward who have a strong relationship to employee motivation and have a positive and significant impact on employee motivation, but the promotion has a very weak and does not have a positive and significant impact on work motivation employees at PT Global Informasi Bermutu.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Rahasmoro
"Galeri seni di Jakarta sebagai tempat wisata yang memiliki strategi masing-masing dalam memperkenalkan produknya, memiliki kegiatan bauran pemasaran berupa Produk Product, Harga Price, Promosi Promotion, dan Tempat Place. Berdasarkan keempat bauran pemasaran tersebut dapat tercipta sebuah identitas tempat dari galeri seni. Pengunjung galeri seni setelah datang berkunjung, akan memiliki gambaran identitas tempat sebuah galeri seni. Identitas tempat galeri seni yang tercipta dengan identitas tempat galeri seni menurut pengunjung dapat memiliki kesamaan maupun perbedaan. Melalui kesamaan dan perbedaan tersebut akan didapatkan hubungan identitas tempat galeri seni dengan identitas tempat galeri seni menurut pengunjung.
Metode yang digunakan adalah Accidental Sampling dimana menentukan sample sesuai dengan yang dijumpai di lokasi penelitian. Jika responden yang dibutuhkan tidak memenuhi target maka dilakukan penyebaran kuesioner melalui media digital. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan bersifat kuantitatif. Identitas galeri seni dengan identitas menurut pengunjung memiliki kecocokan terutama dari segi harga dan promosi. Hal ini membuktikan bahwa identitas tempat galeri seni memiliki hubungan dengan identitas tempat menurut pengunjung.

Art gallery in Jakarta as a tourist attraction has strategy to show their products. The art gallery strategy is a marketing mix of Product Product, Price Promotion and Place. Marketing mix of art gallery can create a place identity. After people visit art gallery, they will know image about identity of the art gallery. The place identity of art gallery with the place identity of art gallery according to the visitor can have similarities and differences. Based on similarities and differences, will know the relationship between marketing mix with place identity from art gallery.
The method used is Accidental Sampling which determines the sample according to the one encountered in the location. If the required respondents did not meet the target then the questionnaires were distributed through digital media. The method of analysis in this thesis using descriptive and quantitative methods. The identity of the art gallery with the identity according to the visitors has a good match especially in terms of price and promotion. This proves that the identity of the art gallery place has a relationship with the place identity according to the visitor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI bagi calon apoteker bertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memahami struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi dari
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
2. Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Bina
Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
3. Mengetahui dan memahami peranan Apoteker di dalam Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI."
Universitas Indonesia, 2011
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harianja, Rindo Widia
"Dasar keilmuan yang dimiliki seorang apoteker ikut berperan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Untuk mendapatkan gambaran mengenai dunia kerja di lingkungan pemerintahan yaitu di Departemen Kesehatan RI, maka diadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Tujuan
Memperoleh pengetahuan, wawasan dan pengalaman mengenai kegiatan kefarmasian di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, khususnya Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Smara Dewi
"Penelitian “Galeri Nasional Indonesia dalam Pembentukan Identitas Nasional: Kajian Tentang Pameran Seni Rupa Nusantara di GNI, Jakarta, Tahun 2001-2017”, dengan pertimbangan GNI merupakan salah satu State Cultural Institutions atau Lembaga Kebudayaan Negara, selain Museum Nasional (National Museum), Perpustakaan Nasional (National Library), dan Pusat Arsip Nasional RI. Lembaga-lembaga kebudayaan tersebut berada di pusat pemerintahan selain menjadi landmark sebuah bangsa modern, juga sebagai barometer peradaban bangsa sehingga berperan signifikan dalam pembentukan Identitas Nasional. Tujuan kajian menjelaskan proses panjang pendirian GNI dan peran GNI dalam pembentukan identitas nasional melalui kebijakan Pameran Seni Rupa Nusantara (PSRN). PSRN merupakan peristiwa penting, karena sejak Indonesia merdeka, untuk pertama kalinya berhasil menyelenggarakan pameran Seni Rupa Modern Kontemporer yang melibatkan seniman dari 31 provinsi. Konsep kuratorial yang dirancang memberi ruang apresiasi bagi budaya-budaya minoritas khususnya luar Jawa Bali, dimana sebelum GNI terbentuk kurang mendapat tempat di panggung nasional. Tampaknya GNI memiliki “nilai tawar” dalam pembentukan identitas nasional melalui perkembangan seni rupa modern kontemporer Indonesia yaitu dalam mengintegrasikan potensi kelokalan dari setiap wilayah menjadi spirit keindonesiaan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah: heuristik, verifikasi/kritik, interpretasi, dan historiografi, dengan metodologi strukturistik dan pendekatan konsep Multikulturalisme. Kebaruan dari metodologi yaitu “Exhibition History” yaitu bagaimana gerak sejarah institusi budaya dikaji melalui peristiwa Pameran Seni Rupa yang melibatkan kebijakan institusi negara, kurator dan seniman. Sumber sejarah yang utama kajian literatur, yaitu arsip, dokumen dan Katalog Pameran Seni Rupa. Metode sejarah lisan dengan pelaku sejarah menjadi penekanan riset ini. Dalam konteks substansi, kebaruan dari riset ini dapat dilihat dari lingkup kajian yaitu dinamika seni rupa Indonesia era 2000-an dan 2010-an, dengan melibatkan seni rupa luar Jawa Bali. Kajian historiografi yang dilakukan Clire Holt (seni rupa pra sejarah-1950- an) dan Helena Spajaard (1900—1995), tidak signifikan mengkaji peran seni rupa luar Jawa Bali dalam historiografi Indonesia. Sehingga dapat dikatakan kajian ini melengkapi kajian sebelumnya. Hasil kajian menunjukan (1) Proses pembentukan GNI yang terkesan lambat tak lepas dari “Political will” dari pemerintahan terkait, (2) Kesenjangan seni rupa yang terjadi sebelum GNI terbentuk tak lepas dari kebijakan Etnonasionalisme yang terjadi sebagai dampak dari sistem pemerintahan yang cenderung memusat dan hegemoni dengan menggunakan basis kelompok etnis, ras, kelompok etnis sebagai landasan berbangsa dan bernegara, (3) Peran GNI sangat sentral dalam pembentukan Identitas Nasional melalui PSRN dengan memberi ruang apresiasi kepada kebudayaan “minoritas” khususnya Seni Rupa Luar Jawa dan Bali. Dampak PSRN terhadap pembentukan identitas nasional dapat dilihat dari dua hal yaitu kesadaran para seniman pada era 2000-an dan 2010-an dalam menciptakan karya-karya yang memiliki tema kritik sosial sebagai upaya menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia, yaitu: (a) Aktualisasi Politik: Konflik Sosial-Horizontal, Toleransi Religius, Integrasi-disintegrasi, (b) Wacana Global: Lingkungan Hidup, Sekularitas-Spiritualitas, Kabangkitan Lokal, (c) Modernitas-Kontemporer dan Keragaman-Kesatuan. Tema-tema tersebut belum ditemukenali pada kajian-kajian sebelumnya baik yang dilakukan Claire Holt dan Helena Spanjaard. Kedua terjadinya Gerakan sosial budaya khususnya di luar Jawa Bali melalui spirit solidaritas komunitas lokal. Fenomena kebangkitan multikulturalisme ini menandai gerak sejarah perkembangan seni rupa diluar Jawa-Bali. Pendekatan konsep Identitas Nasional menekankan pada gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan otonomi, persatuan, dan identitas bagi satu populasi yang anggotanya berkehendak membentuk satu bangsa secara aktual atau potensial. Gerakan ideologis yang muncul pada abad ke-21 antara lain potensi kelokalan yang dimiliki satu bangsa sebagai kekuatan baru menghadapi era globalisasi. Multikulturalisme dalam konteks PSRN upaya membangun identitas nasional melalui spirit menghargai perbedaan antara seniman idividu dan kelompok individu yang direpresentasikan melalui keterlibatan perupa dari 31 provinsi dengan berbagai karakter budaya. Melalui peristiwa budaya yaitu PSRN mereka saling berbagi pengalaman, menceritakan berbagai hambatan-hambatan sehingga lahir percaya diri dan semangat solidaritas untuk menjaga integrasi bangsa melalui Gerakan sosial budaya dan karya yang diciptakan. Ditemukenali bagaimana peran individu, kelompok individu (Kurator Seni Rupa, Seniman, Kepala GNI, Kolektor, Pelaku Seni) dan institusi (Institusi Budaya baik pemerintah dan swasta, Perguruan Tinggi, Media) secara simultan bekerja mentransformasi dan mereproduksi perubahanstruktursosial. Ketigaunsurinibekerjadalamsatustruktur, saling-dukungsebagai agen perubahan.
The purpose of this research with title National Gallery of Indonesia in the Formation of National Identity: Research on “Nusantara Fine Art Exhibition” at GNI, Jakarta (2001- 2017)”, with the consideration that GNI is one of the State Cultural Institutions, apart from the National Museum, Library National (National Library), and the National Archives Center of the Republic of Indonesia. These cultural institutions are at the center of government apart from being the landmarks of a modern nation, as well as a barometer of the nation's civilization so that they have an important role in the formation of the National Identity. The purpose of the study is to explain the long process of establishing the GNI and the role of the GNI in the formation of national identity through the policy of the Nusantara Fine Arts Exhibition (PSRN). This research uses historical methods: heuristics, verification/criticism interpretation, and historiography, with a structure methodology and a multiculturalism concept approach. The novelty of the methodology is "Exhibition History", which is how the historical movements of cultural institutions are studied through Fine Arts Exhibition events involving policies of state institutions, curators and artists. The main historical sources for the literature review are archives, documents and catalogs of fine arts exhibitions. The method of oral history with historical actors is the emphasis of this research. In the context of substance, the novelty of this research can be seen from the scope of the study, namely the dynamics of Indonesian art in the 2000s and 2010s, involving art outside Java and Bali. The historiographical studies conducted by Claire Holt (prehistoric art-1950s) and Helena Spajaard (1900-1995), did not significantly examine the role of art outside Java and Bali in Indonesian historiography. So it can be said that this study complements the previous study. The results of the study show (1) The process of forming the GNI which seems slow is inseparable from the "Political will" of the related government, (2) The gap in the art that occurred before the GNI was formed was inseparable from the Ethnonationalism policy which occurred as a result of the government system that tended to be centralized and hegemony by using the basis of ethnicity, race and ethnic group as the basis of nation and state, (3) The role of GNI is very central in the formation of National Identity through PSRN by providing space for appreciation of “minority” cultures, especially the Fine Arts outside Java and Bali. PSRN is getting the researcher’s attention due to its correlation to a major event where for the first time since Indonesian Independence, a Modern and Contemporary “Nusantara Fine Art Exhibition” held which involved 31 provinces. In this event, the curatorial concept appreciate the development of fine arts outside Java and Bali, before the GNI was formed it did not have a place on the national stage. The curatorial concept is designed to provide space for appreciation for minority cultures, especially outside Java and Bali. It seems that GNI has a "bargaining position" in the formation of national identity through the development of contemporary Indonesian modern art, namely in integrating the local potential of each region into an Indonesian spirit. The impact of PSRN on the formation of national identity can be seen from two things, namely the awareness of artists in the 2000s and 2010s in creating works that have social criticism themes as an effort to maintain the unity of the Republic of Indonesia, namely: (a) Political Actualization: Social-Horizontal Conflict, Religious Tolerance, Integration-disintegration, (b) Global Discourse: Environment, Secularity-Spirituality, Local Awakening, (c) Modernity- Contemporary and Diversity-Unity. These themes have not been identified in previous studies conducted by Claire Holt and Helena Spanjaard. Second, the occurrence of socio-cultural movements, especially outside Java and Bali, through the spirit of local community solidarity. The phenomenon of the rise of multiculturalism marks the historical movement of the development of art outside Java-Bali. The approach to the concept of National Identity in this study emphasizes ideological movements to achieve and maintain autonomy, unity, and identity for a population whose members wish to actually or potentially form a nation. The ideological movements that have emerged in the 21st century include the local potential of one nation as a new power in facing the era of globalization. Multiculturalism in the context of PSRN attempts to build a national identity through the spirit of respecting the differences between individual artists and groups of individuals represented through the involvement of artists from 31 provinces with various cultural characters. Through a cultural event, namely PSRN, they share experiences, tell various obstacles so that confidence and a spirit of solidarity is born to maintain national integration through the socio-cultural movement and the work created. It was identified how the role of individuals, groups of individuals (Fine Arts Curators, Artists, Heads of National Human Rights, Collectors, Artists) and institutions (Cultural Institutions both government and private, Universities, Media) simultaneously work to transform and reproduce changes in social structures. These three elements work in a single structure, mutually supporting as agents of change."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>