Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996
304.2 KEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Miryam Vive Kananda
"Identitas ‘Melayu’ dan ‘Indonesia’ kerap terkonstruksi dalam posisi biner. Pemosisian semacam ini rentan menyemai benih konflik dan siklus kekerasan di akar rumput. Dengan mengambil konteks kemelayuan secara lebih khusus di Sumatera Timur, penelitian ini bermaksud mengidentifikasi bagaimana narasi trauma kultural di balik siklus kekerasan 1946-1965 dalam media baru mengonstruksi identitas kaum muda Melayu Sumatera Timur hari ini. Melalui metode etnografi digital, kajian ini menggali proses konstruksi identitas yang bermula dari ragam respon trauma kultural dalam kolom komentar Youtube Lentera Timur Channel. Proses konstruksi identitas ini berlanjut dengan diwadahi oleh media SumateraTimur.com sebagai lumbung commoning. Setelah memeriksa bagaimana ekspresi self-determination sebagai respon trauma kultural diartikulasikan dalam SumateraTimur.com, kajian ini menemukan bahwa media baru dapat membuka ruang ketiga untuk mendiskusikan relasi kemelayuan dan keindonesiaan yang lebih harmonis dan humanis dalam sebuah proses nation building.

The identities of 'Malay' and 'Indonesia' are often constructed in a binary position. This kind of positioning is precarious to sowing the seeds of grassroots conflict and cycle of violence. By taking the Malay context more specifically in East Sumatra, this study identifies how the narrative of cultural trauma behind the 1946-1965 cycle of violence in the new media constructs the identity of the East Sumatran Malay youth nowadays. Through digital ethnographic methods, this study explores the process of identity construction that originates from a variety of cultural trauma responses in the Lentera Timur Channel's youtube comments. The identity construction process is actually accommodated by the SumatraTimur.com media as a lumbung commoning. After examining how the expression of self-determination as a response to the cultural trauma articulated in SumateraTimur.com, this study finds that the new media has opened a third space for discussing Malayness and Indonesianess relations that are more harmonious and humane in a nation-building process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdjati
"Ringkasan
Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang partisipasi masyarakat Betawi pada upaya pelestarian lingkungan, dengan mengambil studi kasus di kawasan Cagar Budaya Condet. Penelitian ini juga membahas faktor-faktor yang berpengaruh dalam partisipasi tersebut serta implikasinya terhadap upaya pelestraian lingkungan.
Terjadinya proses pembangunan yang cepat di dalam mempertahankan kelestarian dalam wujud aslinya sehingga lahirlah lingkungan baru buatan manusia.
Dalam mengembangkan lingkungan buatan manusia ini harus diperhitungkan kelangsungan fungsi hidup alam agar peruuahan yang terjadi tidak sampai merugikan manusia. Karena itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, perlu dimanfaatkan faktor-faktor dominan seperti faktor demografi, sosial dan budaya, faktor geografi, hidrografi, geologi dan topografi, faktor klimatologi, faktor flora dan fauna, dan faktor-faktor kemungkinan perkembangannya. Berbagai faktor ini merupakan faktor komponen lingkungan hidup yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan.
Kawasan Condet yang terletak di daerah pinggiran kota Jakarta terdiri dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Balekambang, Batuampar dan Kampung Tengah. Pada awal tahun 1975, daerah tersebut merupakan daerah yang didominasi oleh Masyarakat Betawi yang hidup dari pertanian buah-buahan, yaitu salak dan duku. Keasrian lingkungan yang masih merupakan perkebunan buah-buahan beserta budayanya yang khas Betawi Condet saat itu, merupakan salah satu asset Pemerintah DKI Jakarta yang potensial untuk dilestarikan. Karena itu pada tahun 1975 Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan kebijaksanaan yang pada dasarnya untuk melindungi eksistensi sektor agraris serta mempertahankan budaya Betawi.
Pada saat ini, 20 tahun kemudian setelah dikeluarkannya kebijaksanaan pertama yang menyangkut pengaturan pola tata guna tanah di kawasan Condet, lingkungan Condet sudah jauh berbeda dari tujuan yang diharapkan. Dibangunnya jalan Raya Condet serta pengaruh perkembangan dan pembangunan kota Jakarta merupakan faktor utama yang menyebabkan meningkatnya penduduk pendatang, baik dari dalam kota maupun luar kota, masuk ke Kawasan Condet ini. Keadaan ini mengakibatkan perubahan fungsi lahan, yang semula didominasi oleh tanaman buah buahan, menjadi pemukiman yang padat lengkap dengan fasilitasnya. Peningkatan kebutuhan masa ini yang berkembang sejalan dengan arus pembangunan, menyebabkan Kawasan Condet makin berubah, jauh dari tujuan pelestariannya. Meskipun demikian Pemerintah Daerah DKI Jakarta tetap berusaha agar kawasan Condet tetap dapat dipertahankan sebagai daerah pertanian buah-buahan melalui berbagai kebijaksanaan.
Penelitian ini akan mendiskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat Betawi di Condet dan sejauh mana implikasi dari sikap partisipasi itu dalam upaya pelestarian lingkungannya. Faktor-faktor tersebut adalah tingkat pendidikan, jenis lapangan pekerjaan, tingkat penghasilan, luas kepemilikan lahan sebagai faktor sosial dan ekonomi, sedangkan sebagai faktor budaya adalah kebiasaan pengalihan hak oleh ,masyarakat Betawi yang dalam hal ini berupa cara waris atau hibah kepada sanak keluarganya. Sampel yang diambil adalah sebanyak 74 sampel dari 123 Kepala Keluarga Betawi Condet pemilik lahan perkebunan buah-buahan atau setidaknya masih mempunyai pohon buah-buahan di halaman rumahnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui pengamatan di lapangan, teknik wawancara dan quesioner. Analisis data dilakukan secara deskriptif dari hasil tabulasi silang (cross tabulation); dan untuk menguji hubungan variabel digunakan uji statistik non parametric dengan menggunakan metode chi-square ( }C2 ) dan perhitungan koefisien kontingensi C.
Sebagai variabel bebas dipilih faktorfaktor (fungsi dari variabel) sebagai berikut . (1) tingkat peradidikan sebagai faktor sosial, (2) tingkat penghasilan sehubungan dengan jenis pekerjaan dan (3) luas kepemilikan lahan sebagai faktor ekonomi, serta (4) kebiasaan dalam pengalihan hak atas lahan yang dimiliki sebagai faktor budaya. Sebagai variabel terikat adalah partisipasi masyarakat yang meliputi (1) perilaku terhadap lahan yang dimiliki, (2) motivasi responden, yaitu keinginan responden untuk menjual lahannya kepada pihak ketiga, serta (3) sikap pemilik lahan terhadap peraturan yang berhubungan dengan upaya pelestarian.
Karena satu variabel dependen dihubungkan dengan dua atau lebih dari dua variabel independen, maka metode analisa yang digunakan adalah teknik regresi berganda atau multiple regression.
HASIL PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan di ketiga kelurahan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan, jenis lapangan pekerjaan yang berhubungan serta luasnya lahan yang dimiliki, merupakan variabel yang mempunyai korelasi positif dengan partisipasi masyarakat yang menyangkut sikap terhadap pemeliharaan lahan. Kecuali itu tingkat pendidikan juga mempunyai korelasi yang positif dengan motivasi masyarakat pada sikap adaptif terhadap lingkungan, dengan perkataan lain, makin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, keinginan responden untuk menjual lahannya juga makin kecil. Keadaan ini dapat diartikan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin besar yang diharapkan dari partisipasinya terhadap upaya lingkungan. Tetapi sebaliknya upaya pelestarian tidak memberi pengaruh terhadap sikap masyarakat dalam keiinginannya untuk menjual lahannya.
2. Peran budaya pewarisan, yaitu yang berhubungan dengan cara pengalihan hak atas lahan yang dimiliki, kepada sanak keluarganya merupakan kondisi yang tidak menunjang upaya partisipasi, dalam arti bahwa tindakan demikian akan mengurangi luas kepemilikan lahan perkebunan yang dimiliki perorangan
3. Upaya pelestarian yang dilaksanakan melalui kebijaksanaan serta peraturan-peraturan di Kawasan Condet sampai saat ini makin jauh dari yang diharapkan. Kurang berfungsinya faktor-faktor penguat (reinforcement) yang berupa ganjaran, tindakan hukum dan lain-lain,mengurangi timbulnya sikap partisipasi masyarakat dalam menunjang upaya pelestarian.
KEGUNAAN HASIL PENELITIAN
Suatu hasil penelitian adalah untuk mencari suatu kebenaran dan pemberi artian yang terus menerus diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi perumus kebijaksanaan dalam menentukan peraturan selanjutnya yang menyangkut upaya pelestarian di Kawasan Condet. Agar dapat dicapai hasil sebagaimana yang diharapkan maka disarankan untuk membentuk suatu badan khusus yang tugas pokoknya
adalah menyelenggarakan usaha-usaha yang berhubungan dengan upaya pelestarian di kawasan Condet ini. Badan tersebut hendaknya membuat suatu konsep rencana pengadaan yang terarah dan operational untuk meningkatkan nilai tambah pelestarian lingkiingan dan budaya masyarakat Betawi Condet. Di samping itu dalam rencana kerjanya dimasukkan rencana untuk membantu meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat petani buah-buahan. Hal ini juga untuk mengurangi keinginan untuk rnengalihkan lahannya kepada orang lain.
Untuk mempertahankan eksistensi kebun buah-buahan serta mengembangkan seni-budaya masyarakat Betawi, pada saat ini masih dimungkinkan untuk mengalokasikannya di Wilayah Balekambang, terutama disekitar pinggir sungai Ciliwung yang masih memiliki areal kebun buah-buahan yang masih cukup lugs.

Summary
This essay is based on research into the Hetawi ethnic participation toward environmental preservation efforts, which conducted by making a case study in the cultural preservation area of Condet in East Jakarta. This study also discusses the factors which influence the participations on the environmental preservation efforts.
The rapid development of a city always makes it' difficult to maintain its existing ecosystem. Therefore a new human made environment is often created. In order to expand this human made environment, one has to maintain the functions of the natural environment so that the adverse impact of the changes can be minimized. This means that to improve the prosperity of the community, factors as demographic, social and cultural, hydrographic, geology and topographic, and factors such as development possibility can be useful.
In 1975, the Condet area in Jakarta Metropolitan City, which consists of three kelurahan, was one of Jakarta's fringe rural villages. The inhabitants of Condet, who for generation had been ethnically Betawi, still depended for their livelihood on fruit cultivation.
During this time, Condet was identified as one of many government assets with Potential for preservation. So in 1975 the DKI Jakarta government issued a regulation which established the Condet Cultural Preservation Project.
The objectives of the project were agricultural sector and the Betawi's culture. Nowadays, twenty years after the first rule on land use planning in the Condet area was made, the Condet environment has become very different from one which was expected. The construction of new asphalted Condet main road, connecting the center of the city and Condet village, and its subsequent influence on urban growth, has been the main factor which has caused these changes. City residents were attracted to move to this village, ruining its green-agricultural environment and making Condet increasingly urbanized. The natives of Condet are being progressively displaced by newcomers from the city center, and the amount of land owned by the indigenous population and used for cultivation has become less and less.
This is happening even though the DKI Jakarta Government still wants Condet to retain its fruit cultivation and preserve the native traditions of Condet, through some regulation.
This research will describe the extent to which the participation effort has been affected by the social and cultural lives of the natives and the implication to the environmental preservation. The factors which have affected their participation in this environment preservation are, the level of education, occupation and level of income, the quantity of land owned, and cultural role in Condet society. The research uses a sample of 74 responden taken from 123 Household Heads of the Betawian and who have their own land and stay in Kelurahan Balambang and Batuampar. Data used in this research were obtained by using observation technique, interviews, and questionnair. Data analysis is carried out descriptively by means of cross tabulation. To test the relationship between variables, this research uses statistical techniques such as chi-square and coeffisient contingency C. The dependent variables are (1) level of education as social factors, (2) ocupation, (3) land ownership as economic factors and (4) traditional behavior to transfer their land as part of cultural role. The independent variables are the participation of the inhabitants i.e., (1) the behaviour to the land owned, (2) the motivation to sell the land and (3) the behavior to the laws in connection with the preservation
Multiple regression technique is used because one dependent variable is related to two or three independetn ones.
RESULT OF THE RESEARCH
The research was made in three kelurahan in Condet and give results as follows :
1. Level of education, occupation and land ownership are the factors that have positive corelations with public participation on land conservation. In addition, level of education has positive relationship with the motivation of the population towards environment preservation. In other words, the higher the educatioon the more reluctant the landowners to sell their land.This phenomenon also indicates that the higher educated inhabitants would contribute more to the efforts on the environment conservation. However, conservation efforts have relationship with the attitude of the people to sell their land.
2. The system of inheritance on how the land should be subdivided between the heirs, constrains the efforts to increase public participation because the size of the parcels to be cultivated would be reduced.
3. Conservation efforts carried out through the implementation of policy as well as regulations are not really effective. The lack of law enforcement such as penalty, legal punishment, etc. reduces the inhabitants' participation on the preservation initiatives.
FUNCTION OF RESEARCH RESULT]
The research results are expected to be used as inputs by policy makers in developing the Condet preservement law in the future. To achieve such results the following considerations need to be taken into account: there has to be a committee in charge of the implementation for the action in Condet preservation, in which one of the program is making efforts to increase the income of the Betawi ethnics inhabitants.
Furthermore, the existence of fruit plantation in Condet area can still be maintained at Kelurahan Balekambang, along the Ciliwung river which still has more parts of green areas.
"
1996
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990
303.34 SIS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 11 (3-4) 2010 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Rusdiyani
"Penelitian ini membahas mengenai penerapan sistem merit terutama dalam konteks sosial budaya lokal dalam pelaksanaan seleksi terbuka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan seleksi terbuka. Kebijakan sistem merit pada seleksi terbuka dalam penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpanrb) Nomor 15 Tahun 2019. Penelitian ini dilakukan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dengan menggunakan pendekatan penelitian post-positivis dan teknik pengumpulan data kualitatif dengan metode wawancara dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek sosial budaya lokal tidak menjadi faktor determinan dalam pelaksanaan pengisian JPT di Kabupaten Manggarai Timur. Hal ini dipengaruhi oleh adanya gaya kepemimpinan transformasional dan komitmen dari manajemen tengah untuk menjalankan proses seleksi terbuka sesuai dengan prosedur dan memilih kandidat terbaik berdasarkan prinsip sistem merit. Proses seleksi dilaksanakan secara terbuka, sistematis dan kompetitif namun belum sepenuhnya transparan dan belum berdasarkan standar kompetensi jabatan serta rencana suksesi, terdapat perbedaan persyaratan administrasi dengan peraturan terkait yakni adanya penambahan beberapa berkas administrasi. Proses penelusuran rekam jejak hanya dilakukan berdasarkan dokumen dan tidak dilakukan secara langsung kepada lingkungan kerja peserta. Proses monitoring dan evaluasi atau pemetaan kembali bagi pejabat terpilih dilaksanakan secara berkala. Sedangkan pada konteks sosial budaya lokal seperti etnisitas, kekerabatan, status sosial dan adat tidak mempengaruhi dan tidak menjadi pertimbangan dalam proses seleksi. Pejabat yang terpilih merupakan kandidat dengan perolehan akumulasi nilai paling tinggi, memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan dengan latar belakang yang beragam.

This paper discusses the application of the merit system in the implementation of open selection for high leadership positions in the context of a local socio-cultural setting with the aim of finding out the factors that influence the implementation of open selection. The merit system policy in this open selection in this research refers to the Regulation of the Minister of Administrative Reform and Bureaucratic Reform (Permenpanrb) Number 15 of 2019. This research was conducted in the East Manggarai Regency Government utilizing a post-positivist research approach with qualitative data collection techniques using interview methods and document analysis. The research results show that local socio-cultural aspects are not a determining factor in the implementation of JPT filling in East Manggarai Regency. This is influenced by the existence of a transformational leadership style and commitment from middle management to carry out an open selection process in accordance with procedures and select the best candidates based on the principle of a merit system. The findings showed that the implementation of open selection for filling JPT in East Manggarai Regency was conducted openly, systematically, in addition to competitively, however not entirely transparent, not based on job competency standards and succession plans. there were differences in administrative requirements with relevant regulations; the addition of several administrative files. The background checking process is only carried out based document-driven and conducted indirectly to the participants’ work environment. The process of monitoring and evaluation or re-mapping for elected officials is carried out periodically. In the context of local socio-cultural aspects such as ethnicity, kinship, social status, in addition to customs, they do not influence or become considerations in the selection process. The selected officials currently are candidates with the highest cumulative scores, possessing competencies suitable for the position with diverse backgrounds."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S26026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
304.2 SIS
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Suparji
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
TA3686
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bagong Setyo Nugroho
"Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebarannya yang kurang seimbang dibandingkan dengan penggunaan sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan yang tersedia. Disamping itu kerusakan tersebut juga merupakan akibat dari pengaturan penggunaan sumberdaya alam dan lingkungan yang belum memadai. Akibat dari kondisi tersebut menyebabkan di beberapa daerah kerusakan lingkungan telah menjadi sedemikian parah dan rawan (kritis).
Di daerah lingkungan permukiman masalah utama yang masih tetap merupakan hal yang belum terpecahkan adalah masalah limbah. Bahan limbah, baik padat maupun cair yang dihasilkan belum dapat sepenuhnya ditangani dengan baik, karena masih menghadapi beberapa kendala, terutama dalam hal pengumpulan dan pengelolaan limbah serta dalam mendapatkan tempat buangan akhir yang baik. Sampai saat ini cara pembuangan limbah masih ada yang dibuang langsung ke sungai, ke got atau ke dalam lapisan bumi yang lebih dalam, di mana cara pembuangan yang demikian itu akan membahayakan kelangsungan kehidupan dunia.
Angle (dalam Murray and Lappin, 1967), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan di lingkungannya, ialah: usia, pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan lama tinggal di suatu tempat. Dalam uraiannya diterangkan bahwa individu dengan usia menengah keatas cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Keaktifan dalam berpartisipasi ini merupakan implementasi pengetahuan yang diperoleh dari informasi atau pengalaman dalam kehidupannya, yang kemudian diistilahkan menjadi pemahaman. Dipakainya istilah pemahaman dalam penelitian Pemahaman Masyarakat di Bantaran Sungai Ciliwung tentang Sanitasi Lingkungan, karena dalam penelitian literatur yang ditemukan istilah pemahaman mengandung makna "mengerti dan slap melaksanakan". Artinya apabila seseorang telah memahami suatu masalah, berarti dia sudah mengerti dan siap melaksanakan pengertian tersebut. Jadi dengan penelusuran terhadap pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan dapat kita lihat tingkat keikutsertaan masyarakat di dalam pengelolaan lingkungannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungannya, dan mengidentifikasi sarana sanitasi lingkungan yang ada di daerah penelitian tersebut. Sedangkan hasilnya diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan peningkatan pemahaman sanitasi lingkungan di masyarakat dalam pengelolaan lingkungan terutama untuk daerah bantaran sungai Ciliwung, sehingga normalisasi fungsi sungai Ciliwung dapat dilaksanakan.
Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan akan mempengaruhi kondisi sanitasi lingkungannya, dan pemahaman masyarakat di bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi Iingkungan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, tingkat pendapatan, dan lamanya tinggal di tempat tersebut.
Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif, sedangkan teknik korelasi dipergunakan untuk mencari hubungan antar variabel serta menggunakan analisis korelasi regresi berganda dan uji statistik. Data primer diperoleh dengan cars wawancara terstruktur melaui kuesioner dan wawancara mendalam. Pengambilan sampel secara purposif, mengingat populasi yang ada dalam kondisi homogen. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kelurahan, kecamatan, atau instansi yang terkait.
Sedangkan hasil penelitian ditinjau dari kondisi daerah penelitian secara umum, kondisi sosial ekonomi responden, dari hasil penelitian serta pembahasan yang difokuskan pada masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat bantaran sungai Ciliwung tentang sanitasi lingkungan ditinjau dari pemahamannya terhadap air bersih, pengelolaan air limbah, dan pengelolaan sampah; dapat ditarik kesimpulan bahwa: sarana sanitasi lingkungan yang teridentifikasikan berupa air bersih ketersediaannya sudah cukup memadai ditinjau dari pengertian air bersih yang berlaku di masyarakat bantaran sungai Ciliwung, di mana air bersih yang dimaksud adalah hanya air yang digunakan untuk memasak dan minum; karena kebanyakan masyarakat telah memiliki sumur pompa atau berlangganan dengan PDAM. Tetapi apabila air bersih yang dimaksud termasuk air untuk mencuci dan mandi, yang masih bertumpu kepada keberadaan air sungai, maka ketersediaan sanitasi lingkungan berupa air bersih masih kurang mencukupi.
Kondisi saluran drainase sebagai sarana pembuangan air limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang ada di daerah penelitian, secara umum baik dan memenuhi syarat teknis serta memenuhi syarat bangunan; tetapi kondisi peruntukan dan perawatan saluran drainase sebagai sarana pengaliran air limbah kurang baik, terbukti dengan adanya air limbah rumah tangga yang menggenang (ngembeng), banyak terdapat sampan, terdapat timbunan tanah bekas sisa pembangunan, dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Juga dijumpai saluran drainase tertutup oleh berbagai penggunaan seperti teras rumah, tempat mencuci, tempat meletakkan gerobak, tempat duduk, tempat memelihara ayam dan keperluan lain dalam kehidupan rumah tangga.
Tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) keberadaannya relatif sangat jauh, yaitu berada di Jalan Jatinegara Barat, di dekat rel kereta api yang berbatasan dengan kelurahan Kebon Manggis, dan di pasar dekat kantor kelurahan, sehingga mereka memanfaatkan sungai dan badan sungai sebagai sarana pembuangan sampak Secara umum masyarakat membuang sampah langsung ke sungai Ciliwung dengan cara membungkus dengan plastik, di mana hal ini dilakukan untuk memudahkan pengangkatan sampah di pintu air Manggarai yang dianggapnya sebagai TPSS.
Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan berada pada tingkatan sedang. Tingkatan jelek/buruk dalam hasil pembahasan ini tidak muncul. Tingkatan tinggi dalam pengetahuan, perilaku atau pemahaman berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan yaitu apabila minimal 60% responden memiliki kategori tinggi.
Pemahaman masyarakat bantaran sungai Ciliwung kelurahan Kampung Melayu tentang sanitasi lingkungan dipengaruhi secara nyata oleh jenis kelamin, pendidikan, dan lamanya tinggal di lokasi, sedangkan usia dan pendapatan menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (non signifikan). Ketidaknyataan yang terjadi sebagai akibat adanya keterbatasan yang merupakan kendala terhadap pemahaman masyarakat, seperti padatnya permukiman, tingginya jumlah penduduk dengan segala sikap dan tabiatnya, atau sempitnya lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan sanitasi lingkungan.
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sanitasi lingkungan, disarankan peningkatan operasional aparat pemerintah ataupun lembaga struktural seperti aparat Kelurahan, RW, RT dan dapat menggunakan kelompok organisasi LSM yang sudah ada dimasyarakat, serta organisasi keagamaan; memasyarakatkan penggunaan MCK - umum, dengan pemeliharaan dan perawatan secara swa kelola dengan cara memberikan penjadwalan perawatan yang sifatnya wajib sesuai dengan musyawarah yang disepakati, pengguna MCK tidak harus membayar setiap kali memakai, tetapi dengan kompensasi wajib ikut menjaga dan merawat sesuai jadwalnya; disediakannya tempat pembuangan sampah di "sungai" dan pemrogramam secara "bottom up" pada proyek-proyek bantuan yang akan diberikan.

Ciliwung Community Understanding on Environmental Sanitation (Case study in kelurahan Kampung Melayu Jakarta. Timur)The damage incurred on natural resources and environment which is happening at present has close relationship with the increase of population and its dissemination pattern that is imbalance compared with the use of natural resources and environmental support provided. Beside that, the damage was also as the result of in-appropriate management of natural resources and environmental. The result of that condition makes the environment damages in some areas are so badly and critical.
In the living environment, the main problem which has not yet been solved is the solid waste problem. The waste, both solid and liquid resulted have not yet been fully handled seriously because of some constrains mainly in the form of waste collective, handling, and finding the appropriate places to dispose them. Up to the present, some people dispose of domestic waste into rivers, sea, or buried them in the deep hole in the land. All of those methods will threaten the survival of living creature in the world.
Angle (in Murray and Lappin, 1967), stated that several factors which influence people's participation toward environmental activities are: age, occupation, income, level of education, and duration of stay that locality.
In his further explanation, Angle mentioned that middle age persons and over tend to participate actively in every activity in their surroundings. This active participation is as an implementation of knowledge received from information or experience in their life which is later on called "understanding". The reason why the understanding is used in this research on Ciliwung Community Understanding Watershed on Environmental Sanitation, because in the literature's study, "Understanding", means "understand and ready to implement". It means that if somebody has an understanding about something, it means that he or she has already understood and ready to implement what he/she has already understood. So research toward community understanding on environmental sanitation can be seen from the level of their participation in the environmental management.
The goal of this research is to know the level of community understanding who live in the Ciliwung watershed of lain, kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation, and to identify the level of understanding toward environmental sanitation in the research area The results obtained, will be, it is hoped, useful as a consideration in the policy and program formulation of understanding improvement on community sanitation in the environmental management especially in the Ciliwung watershed area, so that normalization of the function of the Ciliwung river can be realized.
The hypothesis of this research is Ciliwung watershed community in kelurahan Kampung Melayu on environmental sanitation is affected by age, level of education, gender, level of income, and duration of living in that area. All of those mentioned above will influence the condition of environmental sanitation.
The technical analysis used in this research is descriptive and correlation is used to find out the correlation among variables, and statistical analysis is also used The data taken are primary and secondary data. Primary data are obtained through structural interview The sample is taken purposively, because the population is homogeneous. The secondary data are obtained from the kelurahan, sub-district office, and related institutions.
Based on the over all research results, the general condition of the research area such as social-economic condition of respondents, and research result and discussion which is focused on knowledge and behavioral problems of community in the Ciliwung watershed on environmental sanitation if it is looked from its understanding towards clean water, waste water management, and waste management, it can be concluded that: environmental sanitation equipment which can be identified such as clean water provided is appropriate, because most of the community have had their own water pump or clean water from Government Water Supply Center (PDAM). But if it is seen from the meaning of clean water that exist in the community of the Ciliwung river's flood plain, where the clean is meant the only water for cooking and drinking purposes, and the water for washing and having shower are still depending on the water of a river. So, the provideness of environmental sanitation on clean water, it is felt has not enough yet.
The drainage condition as a tool for disposal of waste water produced by housing in the research area, in general is good and fulfilled the technical and construction criteria. But in terms of allocation and maintenance of drainage channel is improper This is shown by the presented of blocked waste water from community houses, a lot of trash and a mound of soil come from renovated houses, and putrid odor. If we look into further, we will find out that in some areas, canals are covered by terraces, washing places, parking car, public meeting places, chicken coops and other purposes of community daily life.
The temporary waste disposal location (TPSS) is relatively far from the community houses. It is located at Jatinegara Barat Street (Jalan Jatinegara Barat), next to the railway which is in the border of Kebon Manggis sub-sub district area (kelurahan Kebon Manggis), and at the traditional market next to sub-sub district office (kantor kelurahan), so the community use river as a place to throw their house waste. Generally, the community, before throwing their house trash, they wrap up their trash with a plastic's bag. They pack their trash in order to simplicity in lifting them when its arrive to the Manggarai water gate that is considered by community as a TPSS.
The understanding of kelurahan Kampung Melayu's community on environmental sanitation is at the medium level. The lowest level of understanding has not come out in this discussion. It means that if other communities have already understood at the high level category even though, they are very few, it is considered that they are at medium level of understanding.
The high level in knowledge, behavior or understanding, based on the pre-determined decision that if 60% of the respondents are at the high level category, then in general the level is high.
The understanding of the community of the Ciliwung river's flood plain on environmental sanitation is influenced obviously by gender, education, the duration of stay at the location, nevertheless, age and income showed an insignificant influence (non significant). This is due to the various limitations, and it is considered as constraints toward community understanding, for example, the dense population area or the limitation of land space to conduct activities related to environmental sanitation development.
To improve community understanding on environmental sanitation, it is suggested to improve the operation of government personnel or structural institutions such as personnel of kelurahan, RW, RT and to encourage the existing NGOs to use the existing organizational group especially religious organizations; socialization of using public facilities (MCK) the preservation and maintenance of which are carried out by the community themself based on the agreed regulation such as self-help. Through these efforts, it is hoped that by using the MCK the community do not have to pay; and bottom-up program upon the project-aid given.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>