Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suyartono
Jakarta: Studi Nusa, 2003
622.334 SUY g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Harfiana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai konsep, tujuan, pengaturan, dan permasalahan penerapan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dalam kegiatan pertambangan batubara di Indonesia serta mengetahui dampaknya terhadap investasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundangan-undangan, buku, dan wawancara dengan narasumber. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan yang menjawab pokok permasalahan, yaitu bahwa IPPKH merupakan sebuah fasilitas untuk menjembatani kepentingan investasi dan kepentingan pelestarian hutan dimana keduanya merupakan kepentingan strategis bagi Negara yang tidak bisa dikesampingkan salah satunya. Namun, IPPKH masih mengalami masalah dalam penerapannya karena beberapa faktor seperti masih banyaknya perusahaan yang tidak atau belum mengajukan IPPKH, perbedaan pemetaan, serta kepastian hukum pengaturan IPPKH. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh faktor dari Pemerintah maupun pihak pengusaha pertambangan itu sendiri. Kondisi ini menimbulkan potensi terganggunya investasi di bidang pertambangan batubara. Dengan demikian perlu diwujudkan penerapan IPPKH yang efektif sehingga fungsi dan tujuan dari IPPKH untuk mengakomodir kepentingan investasi dan pelestarian hutan dapat terlaksana secara optimal.

This research aims to determine the concept, purpose, regulations, and implementation of Borrow-to-Use Permit For Forest Area (IPPKH) on coal mining activities in Indonesia, as well as the impact on investment climate. This research is a normative legal research using secondary data, such as legislations, books, and interviews with experts. From this research, it can be concluded that IPPKH is a permit to facilitate the interests of forest protection and investment which both of them have strategic importance to Indonesiaand none of them can be ruled out. However, IPPKH still experiencing problems in its implementation because of several factors such as; many companies don?t obtain IPPKH, differences in mapping, and legal certainty of IPPKH regulations. These problems are caused by factors from the Government and the mining investors itself. This condition poses a potential disruption of investment climate in coal mining. Thus, IPPKH needs an effective implementation so that the function and the purpose of IPPKH to accommodate the interests of investment and forest protection can be implemented optimally.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Normaina Avry Kartini
"Penurunan harga batubara dan volume penjualan yang disebabkan karena kondisi ekonomi global yang tidak stabil membuat perusahaan pertambangan batubara terancam. Oleh karena itu analisis sensitivitas terhadap perubahan harga dan volume penjualan batubara dengan membuat proyeksi keuangan dalam lima tahun mendatang berguna untuk mengetahui langkah apa yang harus dilakukan di masa depan. penelitian ini meneliti tentang kondisi lima perusahaan pertambangan batubara seperti ADRO, BUMI, DOID, INDY dan BRAU dalam lima tahun mendatang dengan melihat perubahan harga, volume penjualan serta biaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa jika harga batubara tetap dalam lima tahun mendatang dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID dan BRAU tidak mampu bertahan dengan menghasilkan ROA minus. Sedangkan ADRO dan INDY mampu bertahan walaupun ROA semakin mengecil. Jika harga batubara menurun 2 dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID, INDY dan BRAU tidak mampu bertahan dengan menghasilkan ROA minus sedangkan ADRO mampu bertahan walaupun ROA yang dihasilkan mengecil. Jika harga batubara menurun 15 dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID, INDY, BRAU dan ADRO tidak mampu bertahan. Jika volume penjualan meningkat 6 dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID, INDY, BRAU dan ADRO mampu bertahan. Jika volume penjualan tetap dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID, BRAU tidak dapat bertahan dengan menghasilkan ROA minus sedangkan ADRO dan INDY mampu bertahan walaupun menghasilkan ROA semakin mengecil. Jika volume penjualan menurun 10 dan biaya penjualan meningkat 0,5 maka BUMI, DOID, INDY, BRAU dan ADRO tidak mampu bertahan.

The decline of coal prices and sales volume due to the global economic conditions are unstable making coal mining company threatened. therefore, a sensitivity analysis toward coal price and sales volume changes to make financial projections for the five years is useful to know what to do should be done in the future. This study examines the condition of five coal mining companies such as ADRO, BUMI, DOID, INDY and BRAU for next five years to see the changes in price, volume and cost of coal sales. The results showed that if coal price consist in the next five years and the cost of sales increase 0,5 , So BUMI, DOID and BRAU can 39 t to survive by generate ROA minus. And then ADRO and INDY able to survive despite the ROA has decrease. If coal price decrease 2 and the cost of sales increase 0,5 , So BUMI, DOID, INDY and BRAU can 39 t survive by generate ROA minus. And then ADRO still able to survive despite ROA decrease. If coal price decrease 15 and the cost of sales increase 0,5 , So BUMI, DOID, INDY, BRAU and ADRO can 39 t survive. If sales of volume increase 6 and the cost of sales increase 0,5 , So BUMI, DOID, INDY, BRAU and ADRO able to survive. If sales of volume consist and the cost of sale increase 0,5 , So BUMI, DOID, BRAU can 39 t survive by generate ROA minus. And then ADRO and INDY able to survive. If sales of volume decrease 10 and the cost of sales increase 0,5 , So BUMI, DOID, INDY, BRAU and ADRO can 39 t survive."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soemarno Witoro Soelarno
"Pertambangan mempunyai kekuatan yang signifikan untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan di daerah terpencil dimana pertambangan itu berada. Namun, apabila kebergantungan daerah tersebut cukup besar pada pertambangan, pada suatu saat apabila kegiatan pertambangan berakhir maka dapat menyebabkan shock pada banyak aspek, misalnya terhentinya kegiatan perekonomian, pengangguran, meningkatnya kriminalitas, dan keresahan sosial lainnya.
Hasil Proses Hierarki Analisis menunjukkan bahwa pada perencanaan penutupan tambang yang menunjang pembangunan berkelanjutan, para pihak pemangku kepentingan sepakat faktor perlindungan dan kelestarian fungsi lingkungan mendapat bobot paling besar untuk diperhatikan, kemudian diikuti oleh pembangunan dan keberlanjutan ekonomi, serta sosial dan kesehatan masyarakat. Para pihak pemangku kepentingan sepakat bahwa penggunaan lahan bekas tambang diprioritaskan untuk kawasan perkebunan, dengan alternatif lain untuk dikembangkan adalah budidaya perairan Sena kawasan wisata. Pemerintah Daerah dan perusahaan tambang dipandang sebagai pihak yang mempunyai peran besar pada keberhasilan perencanaan dan plaksauaan penutupan tambang. Sektor pertanian menjadi sektor yang paling konvergen (sesuai) untuk menggantikan sektor pertambangan pada masa pasca tambaug.
Permodelan system dynamics menunjukkan bahwa kombinasi pengusahaan tanaman karet, kelapa sawit, dan hutan dengan dana investasi dari royalti batubara, dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah Kabupaten Kutai Timur pada masa pasca tambang. Manfaat ekonomi dari penanaman hutan diperoleh dari kompensasi penyerapan karbon melalui Mekanisme Pembangunan Bersih, basil hutan non kayu, dan pemanenan hasil kayu secara berkelanjutan. Reinvestasi dari bagian pendapatan hasil tambang melalui mekanisme Dana lnvestasi Pembangunan Berkelanjutan (DIPB), mampu difungsikan sebagai MODAL untuk pembangunan berkelanjutan.
Daerah-daerah yang mempunyai kebergantungan yang tinggi pada hasil tambang, perlu menyusun kebijakan tentang alokasi pemanfaatan pendapatan dari pertambangan, agar pembangunan dapat berlaujut pada periode pasca tambang.

Mining industry has a significant potency as the prime mover of the development in the area where mining is developed, especially in remote area. But if the region too dependent on mining revenue, some day, whenever the mining is ceased it will shock some aspects; it could stop the economic activities, it will cause unemployment, the raise of crime, and some other social disquiets.
Result of Analytical Hierarchy Process shows that factor of protection and continuation of environmental functions gets the largest portion to be concerned in mining closure plan that supporting the sustainable development, followed by the social, economic and public health development and continuation. Stakeholders agreed to define post mining land use for plantations and water preserve and also as a tourism site. Local Government and mining company were assumed have very important role on the efficacy ofthe planning and the practice of mining closure. In the period of post mining, agriculture sector is the most convergent sector to replacing the mining sector.
Simulation with system dynamics shows that a combination of palm oil and rubber plantation, and forestry funded by invested fund ji-om the coal royalty, so called as Investment Fund for Sustainable Development, could support the sustainable development in the period of post mining. Economic rent from forestry obtained by compensation through Clean Development Mechanism, sustainable forest products, non timber forest products, and environmental services provided by forest. Reinvestment of fund generated from mineral royalty through Investment Fund for Sustainable Development is able to be functioned as CAPITAL for sustainable development.
Regions with high dependency to mineral revenue, need to formulate policy with regard to mineral revenue allocation and utilization for supporting sustainable development in the post mining period.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D1540
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justin Adrian
"[Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 merupakan undang-undang yang dapat dikatakan cukup kontroversial bagi pertambangan mineral logam, karena merubah alur industri pertambangan logam tanah air menjadi tidak hanya mencakup kegiatan pertambangan semata, akan tetapi juga diwajibkan untuk perusahaan-perusahaan pertambangan melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam kurun waktu hanya 5 (lima) tahun saja. Keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah, ketidaktersediaan listrik, serta kompleksnya birokrasi yang melingkupi perluasan bidang usaha lintas sektor antara pertambangan (hulu) dengan pemurnian (hilir) membuat hal tersebut menjadi terlalu sulit diwujudkan, ditambah lagi dengan inkonsistensi Pemerintah yang menetapkan kewajiban divestasi saham bagi Perusahaan Pertambangan Penanaman Modal Asing, dari 20% (dua puluh persen) di tahun 2010, menjadi 51% (lima puluh satu persen) di tahun 2012. Selain kedua hal tersebut, pada tahun ketiga sejak Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan, Pemerintah telah melarang kegiatan ekspor mineral mentah, akan tetapi mencabutnya kembali dan menetapkan ketentuan ekspor dengan tambahan birokrasi yang semakin panjang, sehingga menyebabkan investor pertambangan penanaman modal asing kehilangan waktu dan sulit dalam merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk menampilkan fakta kesulitan-kesulitan yang dialami oleh PT. X selaku perusahaan penanaman modal asing dalam bidang pertambangan mineral nikel oleh karena kebijakan pertambangan yang tidak cukup berimbang.

Law Number 4 Year 2009 could be considered as a controversy for the metal mineral mining businesses, since it has changed the scheme of domestic metal mineral mining industry to not only contains mining but also obliged the mining companies to conduct mineral smelting and processing domestically within period of only 5 (five) years. The limitation of infrastructure facilities within the counties, unavailability of electrical source, and the complexity of bureaucracies that facilitates such cross borders industrial sectors between the mining (mainstream industries) , and the smelting and processing (downstream industries) has caused such policy too unreasonable to be accomplished, moreover the inconsistency of the Government whom has stipulated the divestment terms for the foreign investing mining company, from 20% (twenty percent) in 2010, and re-stipulated it to became 51% (fifty one) percent within 2012. Apart from those two main issues herein, by the third year since the enactment of Law Number 4 Year 2009, the Government has banned the raw mineral export activities, however revoked such laws and enacted a new regulation of raw mineral export policies with additional/ longer bureaucracy’s mechanism process, therefore it has put the foreign mining investors within difficult circumstances to actualize the mandate of the laws itself. This Thesis intends to display the problematic facts that experienced by PT. X as a foreign investing mining company in nickel mining by the insufficient fairness of mining policies.;Law Number 4 Year 2009 could be considered as a controversy for the metal mineral mining businesses, since it has changed the scheme of domestic metal mineral mining industry to not only contains mining but also obliged the mining companies to conduct mineral smelting and processing domestically within period of only 5 (five) years. The limitation of infrastructure facilities within the counties, unavailability of electrical source, and the complexity of bureaucracies that facilitates such cross borders industrial sectors between the mining (mainstream industries) , and the smelting and processing (downstream industries) has caused such policy too unreasonable to be accomplished, moreover the inconsistency of the Government whom has stipulated the divestment terms for the foreign investing mining company, from 20% (twenty percent) in 2010, and re-stipulated it to became 51% (fifty one) percent within 2012. Apart from those two main issues herein, by the third year since the enactment of Law Number 4 Year 2009, the Government has banned the raw mineral export activities, however revoked such laws and enacted a new regulation of raw mineral export policies with additional/ longer bureaucracy’s mechanism process, therefore it has put the foreign mining investors within difficult circumstances to actualize the mandate of the laws itself. This Thesis intends to display the problematic facts that experienced by PT. X as a foreign investing mining company in nickel mining by the insufficient fairness of mining policies.;Law Number 4 Year 2009 could be considered as a controversy for the metal mineral mining businesses, since it has changed the scheme of domestic metal mineral mining industry to not only contains mining but also obliged the mining companies to conduct mineral smelting and processing domestically within period of only 5 (five) years. The limitation of infrastructure facilities within the counties, unavailability of electrical source, and the complexity of bureaucracies that facilitates such cross borders industrial sectors between the mining (mainstream industries) , and the smelting and processing (downstream industries) has caused such policy too unreasonable to be accomplished, moreover the inconsistency of the Government whom has stipulated the divestment terms for the foreign investing mining company, from 20% (twenty percent) in 2010, and re-stipulated it to became 51% (fifty one) percent within 2012. Apart from those two main issues herein, by the third year since the enactment of Law Number 4 Year 2009, the Government has banned the raw mineral export activities, however revoked such laws and enacted a new regulation of raw mineral export policies with additional/ longer bureaucracy’s mechanism process, therefore it has put the foreign mining investors within difficult circumstances to actualize the mandate of the laws itself. This Thesis intends to display the problematic facts that experienced by PT. X as a foreign investing mining company in nickel mining by the insufficient fairness of mining policies., Law Number 4 Year 2009 could be considered as a controversy for the metal mineral mining businesses, since it has changed the scheme of domestic metal mineral mining industry to not only contains mining but also obliged the mining companies to conduct mineral smelting and processing domestically within period of only 5 (five) years. The limitation of infrastructure facilities within the counties, unavailability of electrical source, and the complexity of bureaucracies that facilitates such cross borders industrial sectors between the mining (mainstream industries) , and the smelting and processing (downstream industries) has caused such policy too unreasonable to be accomplished, moreover the inconsistency of the Government whom has stipulated the divestment terms for the foreign investing mining company, from 20% (twenty percent) in 2010, and re-stipulated it to became 51% (fifty one) percent within 2012. Apart from those two main issues herein, by the third year since the enactment of Law Number 4 Year 2009, the Government has banned the raw mineral export activities, however revoked such laws and enacted a new regulation of raw mineral export policies with additional/ longer bureaucracy’s mechanism process, therefore it has put the foreign mining investors within difficult circumstances to actualize the mandate of the laws itself. This Thesis intends to display the problematic facts that experienced by PT. X as a foreign investing mining company in nickel mining by the insufficient fairness of mining policies.]"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Satrio
"Kebijakan Clear and Clean pada awalnya bertujuan untuk menata Izin Usaha Pertambangan IUP Mineral dan Batubara dikarenakan permasalahan administrasi dan kewilayahan yang ditemukan dalam proses penerbitan IUP tersebut oleh Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Namun, seiring berjalannya waktu, ditemukan permasalahan lainnya dalam proses penerbitan IUP salah satunya adalah tidak lengkapnya dokumen lingkungan sebagai syarat untuk menjalankan kegiatan usaha pertambangan. Maka, Pemerintah setelah itu mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang mengatur bahwa penataan IUP dilakukan dengan mengevaluasi tata cara penerbitan IUP Mineral dan Batubara melalui 5 kriteria aspek, yakni administrasi, kewilayahan, teknis, lingkungan, dan finansial.
Hasil dari evaluasi 5 kriteria aspek atas IUP ini yang selanjutnya menghasilkan status dan sertifikat Clear and Clean bagi pemegang IUP yang telah dinyatakan memenuhi 5 kriteria aspek tersebut. Sebagai kebijakan yang bertujuan untuk menata, kebijakan ini di sisi lain juga memaksakan ketaatan/kepatuhan compliance terhadap pemegang IUP untuk menaati/mematuhi 5 kriteria aspek evaluasi tersebut agar IUP nya dapat menjadi IUP Clear and Clean. Skripsi ini membahas mengenai Kebijakan Clear and Clean dengan mengaitkannya sebagai instrumen penaatan hukum lingkungan melalui pendekatan manajemen lingkungan dan tipologi kebijakannya.

The objective of Clear and Clean policy at the beginning is to manage the Mineral and Coal Mining Business License IUP due to the findings of administration and territoriality issues during the IUP issuance process by Provincial Government and or Local City Government based on their authority. However, other issues had also been found afterwards during the IUP issuance process, one of them is the incompletion of environmental documents which is required in order to run a mining business, thus, Government subsequently invoke a Minister of Energy dan Mineral Resources Regulation which regulates that IUP management is conducted by evaluating the IUP issuance procedure through 5 criterias, which are administration, territoriality, technical, environment, and financial.
The evaluation that is conducted on IUP through these 5 criterias hereafter resulting a Clear and Clean status and certificate for the IUP holder which declared the IUP holder has met all the 5 criterias. As a policy that aims to manage, this policy in the other hand is also forcing a compliance towards IUP holder to comply all the 5 evaluation criterias in order to have their IUP as Clear and Clean IUP. This thesis discusses Clear and Clean policy by associating it as an instrument of environmental law compliance through environmental management approach and the typology of its policy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
"Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.

This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia."
2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achdi Ahmad Kamil
"Skripsi ini membahas mengenai pertambangan batubara di Kutai, Kalimantan Timur dan dampak yang ditimbulkan dalam aspek sosial dan ekonomi pada tahun 1860 - 1926. Ketika Pemerintah Hindia Belanda datang ke Kutai dan melakukan perjanjian-perjanjian dan konsesi dengan Kesultanan Kutai, maka pada saat itu Pemerintah Hindia Belanda berhak menguasai sebagian wilayah di Kutai. Dengan begitu, Pemerintah Hindia Belanda langsung menginstrusikan para ahli geologinya untuk melakukan pencarian tanah yang memiliki kandungan lapisan batubara, dan ketemulah lapisan batubara di Bukit Pelarang. Pertambangan batubara di Kutai dimulai ketika tahun 1860, Pemerintah Hindia Belanda langsung memulai melakukan eksploitasi batubara dan menghasilkan jumlah produksi batubara yang cukup memuaskan, namun, pada tahun 1872, Pemerintah Hindia Belanda menutup pertambangan tersebut dikarenakan jumlah hasil produksi yang terus menurun dan tentu merugikan. Pada tahun 1888, masuklah Perusahaan modal asing yang bernama Oost Borneo Maatschappij untuk meneruskan pertambangan batubara di Kutai.
Hasil yang didapat pun cukup memuaskan dan puncak jumlah produksi terbanyak diraih pada tahun 1926 hal ini dikarenakan OBM melakukan penambahan pekerja kuli di pertambangan. Dengan adanya pertambangan batubara di Kutai, tentu akan menimbulkan dampak sosial dan ekonomi terhadap sekitar. Seperti peningkatan pertumbuhan penduduk, perubahan mata pencaharian masyarakat sekitar, dan pembuatan sarana prasarana dan fasilitas umum, serta dampak untuk Kesultanan Kutai yang mendapat royalti dari pertambangan batubara di Kutai.

This undergraduate thesis discusses about coal mining in Kutai, East Kalimantan and the impact on social and economic aspects in 1860 - 1926. When the Dutch East Indies government came to Kutai, to negotiate agreements and concessions in Kutai, then at that time the Dutch is entitled to retain some regions in Kutai. By doing so, the Dutch immediately instruct geological experts to conduct a search of land to own the content coal seam, and it was found in Bukit Pelarang. Kutai coal mining began in 1860, the Dutch immediately started to exploit coal and produce a number of production was satisfactory. However, in 1872, the Dutch closed the mine because of the amount of production continues to decline and is certainly detrimental. In 1888, the Company entered the foreign capital called Oost Borneo Maatschappij to continue mining coal in Kutai.
The result was quite satisfactory and the peak of the highest production amount achieved in 1926, this is due to the addition of OBM doing porters mining. With the mining of coal in Kutai, would have caused social and economic impact on the surrounding, such as increased population growth, changes in the livelihoods of surrounding communities, the manufacture of infrastructure and public facilities, and the impact of Kutai who received royalties from coal mining in Kutai."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S64496
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martino Ratmono
"Kebutuhan energi Indonesia semakin besar, sementara itu minyak bumi yang selama ini berperan sebagai sumber energi utarna Indonesia kian menipis persediaannya.Untuk itu perlu adanya altematif sumber energi yang dapat memenuhi kebutuhan di masa mendatang. Batubara dengan cadangan yang mencapai 39 milyar ton merupakan sumber energi yang sangat potensial untuk dapat bezperan di masa datang.
Dalam memanfaatkan batubara tentunya kita perlu mengetahui segala sesuatunya mengenai batubara. Untuk itu studi ini dilakukan untuk mempelajari hal-hal yang menyangkut pemanfaatan batubara, meliputi karakteristik dan potensi cadangan batubara Indonesia, masalah-masalah yang ada dalam pemanfaatannya serta infommasi-infomaasi lain yang sckiranya panting bgi rencana pemanfaatan batubara. Selain itu perlu diketahui pula sektor-sektor pemakai batubara.
Pengumpulan data-data dilakukan dengan melakukan studi literatur, kunjungan ke instansi-instansi yang terkait dalam bidang batubara seperti Direktorat Batubara., laboratorimn batubara PPTM, Bandung Serta PLN sebagai pernakai batubara. Di samping itu penulis juga membuat kuesioner yang ditujukan bagi perusahaan-perusahaan penambang batubara untuk memperoleh data-data karakteristik dan potensi cadangan.
Data-data karakteristik dan potensi cadangan yang diperoleh, dianalisa lalu digambarkan pada suatu peta sehingga dapat dilihat karakteristik batubara yang menonjol di daerah-daerah di Indonesia. Masalah-masalah yang sekiranya timbul dalam pemanfaatan batubara Indonesia diidentiiikasi dan diberikan suatu usulan bagi pemccahannya. Tenyata dari hasil analisa tadi diperoleh bahwa karakteristik batubara Indonesia secara umum sebagai berikut :
1. Kelas batubara rendah hingga menengah
2. Nilai kalor sebagian tinggi (di Kalimantan) dan sebagian tidak terlalu tinggi (Sum-sel)"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S36670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhianisa Igatama
"Persaingan yang semakin kuat mengharuskan perusahaan untuk meningkatkan competitiveness. Competitiveness merupakan hal penting dalam persaingan. Melalui penilaian competitiveness, perusahaan dapat mengetahui penilaian pada kemampuan operasional dan manajemen perusahaan, menganalisis kelebihan, kekurangan, dan posisi kompetitif perusahaan dalam industri. Penelitian ini membahas mengenai penilaian competitiveness pada perusahaan AM dengan menggunakan metode factor analysis dan metode cluster analysis, untuk mengetahui main competitor dan cluster dimana perusahaan dapat bersaing. Terdapat 13 variabel yang di ambil dari annual report perusahaan sebagai indikator penilaian competitiveness. Data yang digunakan adalah data annual report tahun 2009 - 2012 dari 28 perusahaan dalam industri pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukan bahwa perusahaan AM berada pada cluster moderate capital and moderate competition. Main competitor dari perusahaan AM adalah perusahaan TINS. Prioritas faktor yang harus diperhatikan perusahaan AM untuk meningkatkan competitiveness yaitu business efficiency, company size, dan company sustainability.

In recent years mining industry is becoming more competitive that makes company improves its competitiveness. Competitiveness is one of the important things in competition. Through competitiveness assesment is to make value judgments on company’s operations and ability of management, additionally, analyze the company realtive competitive strengths, weakness, and competitive position in the industry. This research will explain about competitiveness assesment in AM company by using the method of factor analysis and cluster analysis, to figure out its specific position also its competitor. Research data was obtained from annual report since 2009 to 2012 of 28 mining companies in Indonesia. 13 variables were examined for competitiveness assesment based on study literature and expert rating. Factor analysis and cluster analysis shows that AM company is part of moderate capital and moderate competition cluster and its main competitor are TINS company. Further review in analysis indicates the important factors to improve competitiveness are business efficiency, company size, and company sustainability."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55590
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>