Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ayi Sukandi
"Sejak diberlakukannya UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Daerah secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Tangerang. Perubahan yang mendasar itu antara lain teridentifikasi dari tersusunnya Rencana Strategis (Renstra) Kota Tangerang sebagai Daerah Otonom; dan tersusunnya kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Kota Tangerang untuk melaksanakan Rencana Strategis tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk Kebijakan Alokasi Pengeluaran Pemerintah Kota Tangerang, dengan merumuskan permasalahan penelitian, yakni : bagaimana mekanisme penjabaran Rencana Strategis Kota Tangerang di dalam perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan; dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan tersebut. Penelitian menggunakan teori Anggaran, teori manajemen keuangan Daerah dan teori Penyusunan Rencana Anggaran.
Sumber data : Informan Penelitian serta buku dan dokumen. Jenis data yang dikumpulkan : data primer kualitatif dan data sekunder. Teknik pengumpulan data : teknik wawancara, studi kepustakaan dan observasi. Teknik penentuan Informan : Teknik snow ball. Pembahasan menggunakan metode analisis kualitatif.
Dari pembahasan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan :
Pencanangan Visi dan Misi Kota Tangerang telah menimbulkan perubahan organisasi dan manajemen kepemerintahan yang tercermin dari perubahan kebijakan pengeluaran Pemerintah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan untuk mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran dan sumber daya manusia, Kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi Kota Tangerang adalah bahwa pada satu sisi perubahan struktur perekonomian, dari Daerah agraris menjadi Daerah industri dan perdagangan memerlukan dukungan kualitas sumber daya manusia yang seimbang dengan perubahan struktur perekonomian tersebut. Namun di sisi lain, rendahnya kualitas sumber daya manusia, kondisi kemiskinan dan pengangguran serta belum optimalnya kualitas sumber daya aparatur masih menjadi kendala pembangunan.
Visi dan Misi Kota Tangerang terbentuk dari karateristik wilayah yang secara alami terpengaruh oleh situasi dari kondisi dinamis kehidupan sosial ekonomi Propinsi DKI Jakarta. Hal ini dapat terjadi karena kuatnya korelasi faktor kependudukan, faktor perkembangan industri dan perdagangan serta faktor kehidupan sosial masyarakat, diantara wilayah Kota Tangerang dengan wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Dan arah kebijakan umum yang bersifat strategis, diketahui bahwa arah kebijakan pembangunan di Kota Tangerang lebih terfokus pada peningkatan sarana dan prasarana fisik yang dapat memperlancar roda perekonomian, peningkatan pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat memenuhi kebutuhan industrialisasi dan perdagangan yang semakin berkembang, termasuk pengembangan fungsi lembaga-lembaga perekonomian mikro yang berbasis pada sistem perekonomian rakyat.
Mekanisme penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan merupakan suatu serangkaian tahapan aktivitas administrasi yang meliputi penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD, penyusunan Strategi dan Prioritas APBD, penyusunan Rencana Program dan Kegiatan, penerbitan Surat Edaran, penyusunan Pernyataan Anggaran, dan penyusunan Rancangan Anggaran Daerah. Rangkaian aktivitas ini terjadi dalam dinamika hubungan antar lembaga, yang secara teknis dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif dan Panitia Anggaran Legislatif. Dan hasil perubahan kebijakan alokasi anggaran pembangunan tahun 2002 diketahui terdapat kebijakan alokasi anggaran pembangunan yang tidak rasional, yaitu alokasi anggaran untuk Sektor Aparatur dan Pengawasan.
Faktor sumber daya aparatur Pemerintahan dan anggota Legislatif Daerah, merupakan faktor determinan dalam proses penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi proses penyusunan kebijakan alokasi anggaran pembangunan adalah kebutuhan dan permasalahan Daerah, terutama kebutuhan dan permasalahan di bidang pendidikan, perekonomian dan sumber daya apartur; potensi sosial dan potensi perekonomian masyarakat; strategi dan arah kebijakan pembangunan; program strategis pada masing-masing unit kerja Perangkat Daerah Kota Tangerang; pelaku-pelaku ekonomi Daerah; dan lembaga swadaya masyarakat.
Saran-saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut :
Perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan untuk Sektor Aparatur Pemerintah dan Pengawasan perlu didasarkan pada analisis kebutuhan fungsional secara transparan.
Perumusan kebijakan alokasi anggaran pembangunan untuk Sektor Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah dan Koperasi perlu didasarkan pada hasil penelitian mengenai kinerja keuangan Badan Usaha Milik Daerah serta analisis potensi, kendala dan perkembangan Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Koperasi di Kota Tangerang.
Perumusan kebijakan Alokasi Anggaran Pembangunan perlu diperkuat oleh Tim Analisis Kebijakan Keuangan Daerah yang terdiri atas unsur konsultan keuangan dan konsultan ekonomi pembangunan dari berbagai perguruan tinggi.
Perlu dilakukan survey terhadap potensi sumber-sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang dengan melibatkan tenaga-tenaga profesional dari berbagai perguruan tinggi, dan hasilnya disosialisasikan ke seluruh pihak yang berkepentingan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firsada
"Berdasarkan berbagai pertimbangan manajerial, administrasi, dan kemungkinan untuk berkembang, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II (Daerah Otonom Tingkat Kabupaten/Kotamadya) adalah tepat dan wajar. Permasalahannya adalah bagaimana keberadaan Daerah Tingkat I Lampung kelak, apakah masih tetap hidup atau ditiadakan. Dari hasil penelitian dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah Tingkat II untuk diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangganya. Ada jenis jenis urusan tertentu dari suatu urusan yang karena sifatnya dan kemanfaatannya lebih tepat, berdayaguna dan berhasilguna apabila diurus oleh Daerah Tingkat I.
Kenyataan menunjukkan, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II hanya mengakibatkan jenis urusan dari suatu urusan rumah tangga Daerah Tingkat I yang berkurang, bukan jumlah urusannya. Peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II berimplikasi kepada peranan Daerah Tingkat I, peranan internal dan peranan eksternal. Peranan internal berupa upaya maksimalisasi urusan-urusan rumah tangga sendiri, sedangkan peranan eksternal berupa pembinaan terhadap Daerah Tingkat II bersifat konsultatif dan koordinatif dalam rangka mendorong kemandirian Daerah Tingkat II dalam berotonomi.
Berdasarkan landasan konstitusional; pendemokrasian, peranan Daerah Tingkat I sebagai Daerah Otonom serta berdasarkan sistem otonomi nyata, maka keberadaan Daerah Tingkat I Lampung tetap diperlukan, meskipun urusan (jenis urusan) rumah tangganya relatif sedikit karena diserahkan kepada Daerah Tingkat II. Efektifitas dan efisiensi merupakan salah satu pertimbangan dari diletakkannya Titik Berat pada Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini ternyata meniadakan Daerah Tingkat I (pada Propinsi), sistem penyelenggaraan dan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah akan menjadi tidak efisien dan efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Aznal Zahri
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia FISIP-UI, penulis meakkukan penelitian dengan judul tersebut di atas dengan tujuan untuk mengetahui dan membahas: Kebijakan Penataan Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kebijakan Daerah Dalam Pelaksanaan Syariat Islam, Penyelenggaraan Pendidikan dan Penyelenggaraan Kehidupan Adat.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan analisis pada data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Teknik pemilihan informan dilakukan dengan purposive sampling dan snow ball technique .
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: terdapat sejumlah Bagian dan Sub Bagian pada organisasi Sekretariat Daerah serta Badan dan Dinas Daerah yang perlu ditiadakan, digabung dan atau disesuaikan. Peniadaan, penggabungan dan atau penyesuaian pada struktur perangkat daerah tersebut merupakan alternatif untuk membangun suatu struktur organisasi perangkat daerah yang ramping, efektif dan mengurangi proses birokrasi yang tumpang tindih, berbelit-belit dan tidak efisien. Oleh sebab itu diperlukan penataan ulang atas struktur organisasi perangkat daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat kontradiksi kebijakan perundang-undangan yang menyebabkan penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengandung sejumlah masalah, kendala dan konsekuensi yang perlu disikapi secara cermat dan bijaksana.
Dalam dimensi kontradiksi kebijakan perundang-undangan tersebut, penyelenggaraan keistimewaan Aceh menjadi kurang efektif dan cenderung melahirkan dualisme, karena pengorganisasian dan manajemen pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota masih berpedoman pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999; sedangkan pengorganisasian dan manajemen pemerintahan Daerah Provinsi yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001.
Diperlukan suatu Konsep Jalan Tengah yang dapat mengintegrasikan dan tetap mengefektifkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 dan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Konsep Jalan Tengah dimaksud ditetapkan dengan Qanun yang disusun secara bersama-sama oleh perwakilan pemerintahan Provinsi dan perwakilan dari seluruh Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Implementasi Konsep Jalan Tengah tersebut meliputi pelaksanaan otonomi khusus oleh Pemerintah Daerah Provinsi yang meliputi pelaksanaan syariat Islam, penyelenggaraan pendidikan yang berbasis Islam dan penyelenggaraan kehidupan adat yang bernafaskan Islam. Dengan demikian penyelenggaraan keistimewaan Aceh dapat dipandang sebagai faktor perekat dan penguat integritas masyarakat Aceh, tanpa harus terjebak pada permasalahan kontradiksi kebijakan perundang-undangan.
Penyusunan Qanun tersebut di atas perlu didasarkan pada kejelasan dan pengaturan hal-hal sebagai berikut: urusan dan kewenangan yang diintegrasikan; struktur kelembagaan perangkat daerah untuk pelaksanaan urusan tersebut; status kepegawaian pada struktur kelembagaan tersebut; pola pembiayaan untuk melaksanakan urusan tersebut; adanya komisi-komisi khusus pada lembaga legislatif yang membidangi keistimewaan Aceh sebagai mitra kerja lembaga-lembaga perangkat daerah tersebut; adanya kejelasan mengenai tugas pokok dan fungsi pada setiap tingkatan lembaga yang menjamin terlaksananya manajemen pelayanan publik yang efektif, efisien dan akuntabel; pelaksanaan fungsi pengawasan, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan urusan tersebut.
Pelaksanaan syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang meliputi berbagai aspek kehidupan Islam secara kaffah melibatkan seluruh potensi dan partisipasi seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, serta menuntut toleransi pihak pihak non muslim, baik yang berdomisili dan atau yang datang dari luar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Toleransi ini penting sekali karena terdapat sejumlah konsekuensi sosial psikologis yang harus diperhatikan oleh semua pihak.
Penyelenggaraan Pendidikan yang dilaksanakan di Aceh secara umum sudah mewakili prinsip-prinsip pelaksanaan syariat Islam. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan dengan pendidikan berjenjang yang menggunakan pengajaran, kurikulum dan aturan-aturan Islam sebagai dasar bagi pelaksanaan pendidikan.
Penyelenggaraan kehidupan adat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilaksanakan dengan berpedoman pads Syariat Islam. Dalam pelaksanaan kehidupan adat, lembaga-lembaga adat tetap dipertahankan, dimanfaatkan, diberdayakan dan dipelihara. Peran pimpinan daerah sebagai Pemangku dan Pembina adat dan dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endjay Sendjaya
"Dengan ditetapkannya 26 Daerah Tingkat II Percontohan Otonomi Daerah di 26 Daerah Tingkat I, merupakan langkah terobosan dari Pemerintah dalam upaya mempercepat terwujudnya Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II. Untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kebijaksanaan tersebut setelah 2 tahun berjalan. Tesis ini mencoba melakukan kajian evaluatif di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung sebagai salah satu Daerah Tingkat II Percontohan di Jawa Barat.
Dari penelitian yang penulis lakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan beberapa pejabat yang sangat terkait dengan Percontohan Otonomi Daerah baik dari jajaran Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat maupun Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung dan sumber lainnya, diketahui selain konsekuensi yang membawa perubahan pada kelembagaan, personil, perlengkapan maupun pembiayaan bagi Daerah Tingkat II Percontohan juga permasalahan - permasalahan di lapangan yang berkaitan dengan koordinatif antar lembaga, kemampuan personil, sarana dan prasarana serta kemampuan dana daerah.
Dari permasalahan - permasalahan tersebut dilakukan analisis sehingga dapat diketahui faktor - faktor yang menjadi penghambat maupun pendorong terhadap jalannya pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan saran - saran untuk dijadikan bahan bagi yang berkepentingan. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihartoyo
"Reformasi yang terjadi dalam tatanan kehidupan politik dan pemerintahan di Indonesia, yang ditandai dengan Iahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendorong beberapa perubahan, diantaranya adalah perubahan pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik (Otonomi Daerah).
Penataan ruang yang merupakan produk kebijakan yang dirumuskan di dalam UU No. 24 tahun 1992, menggariskan bahwa rencana tata ruang antar daerah, Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, dibuat berjenjang hirarkis, rencana di daerah bawahan merupakan penjabaran rencana daerah atasan, implikasinya adalah keterbatasan bagi daerah di bawahnya untuk mengembangkan daerahnya.
Hal semacam ini bertentangan dengan paradigma pada era otonomi saat ini, bahwa dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengganti UU No. 22/1999, daerah mempunyai otonomi penuh untuk mengelola daerahnya untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Adanya ketidakkonsistenan antara UU No. 24 Tahun 1992 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam kegiatan penataan ruang, menyebabkan peranan UU No.24/1992 tentang Penataan ruang tidak akan optimum dan tampaknya perlu ditinjau lagi, mengingat paradigma saat ini berbeda dengan paradigma yang berlaku pada saat UU No. 24/1992 disusun.
Di dalam penataan ruang di daerah, baik kebijakan penataan ruang maupun kebijakan otonomi dengan paradigmanya masing-masing mempunyai implikasi positif dan negatif. Untuk solusi masalah ini, hal-hal yang bersifat positif dari kedua kebijakanlah yang diiadikan prinsip untuk mengakomodasi berbagai kepentingan di daiam penataan ruang.
Mengingat otoritas daerah saat ini, solusi hanya dapat dilakukan dengan prinsip koordinasi untuk memadukan dan mensinkronkan beberapa rencana atau keinginan daerah dalam penataan ruang, terutama daerah yang berbatasan. Implikasi terhadap kebijakan penataan ruang yang dirumuskan di dalam UU 24/1992 adalah perlunya revisi beberapa substansi UU terutama yang paradigmanya masih bersifat sentralistik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edgar Rangkasa
"Sistem Pemerintahan Indonesia dijalankan berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang secara prinsip menganut dua nilai dasar yaitu Nilai Kesatuan dan Nilai Otonomi. Nilai Kesatuan memberikan indikasi bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain didalamnya pada magnitude Negara. Artinya Pemerintah Nasional adalah satu-satunya pemegang kedaulatan rakyat, bangsa dan Negara. Nilai Otonomi adalah nilai dasar otonomi daerah dalam batas kedaulatan Negara. Artinya penyelenggaraan Negara, khususnya kebijakan desentralisasi terkait erat dengan pola pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam penyelenggaraan desentralisasi selalu terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonomi dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian - bagian tertentu urusan pemerintah.
Kebijakan Desentralisasi merupakan instrumen pencapaian tujuan bernegara dalam kerangka kesatuan bangsa yang demokratis. Kebijakan tersebut diterapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2001 sebagai rangkaian dari seluruh proses perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia. Secara formal kebijakan desentralisasi dituangkan dalam peraturan perundangan sejak 1903, 1945 dan seterusnya tahun 1948,1957, 1959, 1965 sampai terakhir 1999.
Bertumpu dari keingintahuan atas pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan dampaknya terhadap ketahanan nasional, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh Penyelengaraan Otonomi Daerah terhadap Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi sejak berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dengan pendekatan mengkaji elemen-elemen serta lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan Otonomi.
Ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan Reformasi dan pemberdayaan aparatur pemerintah daerah sebagai alat untuk menggerakkan pemerintah dan pastisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan demokratisasi dan keadilan sesuai aspirasi masyarakat daerah. Dengan penyelenggaraan otonomi daerah secara luas dan nyata, maka daerah diberikan kewenangan yang luas. Hal ini membawa implikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan tanggung jawab aparatur pemerintah daerah dalam rangka pemberian pelayanan dan tuntunan kebutuhan masyarakat yang semakin besar."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Kahar Maranjaya
"Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Sebagai negara kesatuan, Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk meyelenggarakan otonomi daerah seluas-luasnya. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yanag mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan. Terlebih dalam negara modern, terutama apabila dikaitkan dengan paham negara kesejahteraan urusan pemerintahan tidak dapat dikenali jumlahnya, karena kewenangan otonomi mencakup segala aspek kehidupan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan pelayanan urusan dan kepentingan umum. Selain sangat luas urusan pemerintahan dapat senantiasa meluas sejalan dengan meluasnya tugas negara dan/atau pemerintah.
Namun keleluasaan itu bukan tampa batas , karena bagaimanapun daerah, dalam negara kesatuan Republik Indonesia bukan daearah yang berbentuk atau memiliki atribut negara. Seperti dijelasakan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945, ?oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidstaat maka Indonesia lidak akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staatjuga". Dengan demikian penyelenggaraan otonomi daerah dalam negara kesatuan RI ada batasnya yaitu ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilampaui atau diselenggarakan oleh daerah seperti urusan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain meliputi kebijakan tentang perencanaan nasionaldan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem adminstrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standardisasi nasional.
Batas kewenangan otonomi daerah itu dapat berwujud berbagai bentuk peraturan perundang-undangan dan/ atau hukum, misalnya; Pancasila, Unadang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang, dan Peraturan Pemerintah. Ketentuan-ketentuan yang menjadi batas atau rambu-rambu otonomi daerah itu ditentukan oleh badan pembentuk peraturan perundang-undangan seperti MPR,DPR dan Presiden. Sehingga pemberian otonomi kepada daerah secara luas, nyata, dan bertanggungjawab dapat menjadi formula yang tepat bagi pemeliharaan abadi ?bhinneka tunggal ika?sebagai simbol abadi negara kesatuan RI dan yanag secara cepat pula mengantarkan rakyat Indonesia menjadi suatu masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan sosial dalam suatu susunan masyarakat demokratis dan berdasarkan atas hukum. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Otonomi daerah memberi implikasi baru dalam manajemen pengelolaan daerah. Sikap pemerintah daerah yang masih senang meminta petunjuk atau bahkan meminta penggarisan dalam bentuk konkrit harus segera dihilangkan. Aparatur pemerintah daerah sebagai implementator kebijakan publik yang mengemban tugas dan fungsi pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat seyogyangnya mampu menerjemahkan kebijakan publik ke dalam langkah-langkah opersional yang kreatif dan inovatif dengan orientasi pada kepentingan rakyat. UU Nomor 22 tahun 1999 mengatur mengenai Desa yang merupakan masa transisi menuju development community yaitu bahwa Desa tidak lagi merupakan level administrasi tidak lagi menjadi bawahan Daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga desa dam masyarakat desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri. Pemberdayaan masyarakat desa sebagai mayoritas penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah."
Manajemen Usahawan Indonesia, XXXII (04) April 2003: 41-48, 2003
MUIN-XXXII-04-April2003-41
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dengan terwujudnya otonomi daerah yang semakin luas, diharapkan setiap daerah tidak hanya berorientasi pada daerahnya masing-masing secara sempit....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>