Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76910 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mudzakkir
"Korban kejahatan, setelah menjadi korban kejahatan, harus menghadapi suatu problem hukum yang krusiai yang menyebabkan dirinya mengalami viktlmlsasi sekunder (secondary victimization) karena adanya penolakan secara sistematis oleh sistem peradilan pidana. Sebagal pihak yang menderita dan dirugikan akibat pelanggaran hukum pidana yang sedang diperiksa, korban kejahatan tidak dillbatkan dalam proses peradilan pidana (atau out sidet), keouali hanya sebagai saksi, dan semua reaksi terhadap pelanggar dimonopoli oleh negara (polisi dan jaksa). Hubungan hukum antara korban kejahatan di satu pihak dengan pelanggar hukum pidana dan negara (polisi dan jaksa) di lain pihak tidak diatur secara jelas. Masalah posisi hukum korban ini menjadi problem hukum yang mendasar karena menyangkut keberadaannya dalam hukum pidana secara menyeluruh.
Disertasi ini mengkaji tentang posisi hukum korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana yang diatur dalam hukum positif (ius constitum) dan pengaturannya di masa datang (ius constituendum) melalui kajian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi MARI, dan telaah pustaka serta dilengkapi dengan kajian hukum pidana Belanda sebagai contoh atau bahan analisis pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana.
Nilai keadilan yang menjadi pangkal tolak pengaturan korban kejahatan dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana adalah keadilan retributif (retributive Justice) dan keadilan restoratif (restorative Justice). Kedua konsep Ini memiliki sejumlah perbedaan dalam memahami konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana dan posisi hukum korban. Sebagai elemen fiiosofis dari suatu sistem hukum (pidana) perbedaan ini adalah mendasar — atau perbedaan paradigmatik — yang mempengaruhi elemen substantif lainnya. Perkembangan pemikiran hukum pidana hingga sekarang menunjukkan adanya pergeseran perspektif dari retributive Justice kepada restorative Justice. Pengaturan korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana melalui pembaruan hukum pidana Tahun 1981 (UU. No. 8 Tahun 1981, tentang KUHAP) secara umum telah mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukum sebagai landasan filosofis peraturan hukum dari undang-undang sebelumnya (HIR), tetapi sejauh mengenai pengaturan korban kejahatan perubahan tersebut tidak sampai mengubah elemen filosofis dan asas-asas hukumnya. Masuknya 'hak-hak korban kejahatan' dalam KUHAP tidak diperkuat oleh landasan filosofis dan teori hukum yang mengakibatkan korban kejahatan tetap tidak diakui eksistensi dan posisi hukumnya sebagai korban dari pelanggaran hukum pidana yang menjadi baglan dari hukum pidana. Kelemahan aspek pengaturan korban ini berlanjut dalam praktek hukum yakni tidak dikembangkannya metode penemuan hukum yang inovatif untuk mendukung keadilan bagi korban kejahatan. Yurisprudensi MARI cenderung mempersempit (restriksi) dalam melakukan penafsiran hukum tentang penegakan hak-hak korban. Sesuai dengan dasar falsafah Pancasila dan konsep hukum pengayoman, kebijakan pembaruan hukum pidana yang beroiientasi kepada korban kejahatan (victim oriented) yang bertitik-tolak pada keadilan restoratif (restorative justice) diperlukan sebagai kebljakan penyeimbang (balance) pembaruan hukum sebelumnya yang berorlentasi kepada peianggar (offender oriented), atau sebagai kebijakan yang parity bukan priority, dikuatkan oleh kenyataan praktek hukum sehari-hari (aspek empirik), perkembangan teori hukum pidana (aspek teoretik), ketentuan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan pokok serta kecenderungan masyarakat Internasional atau PBB (aspek yuridik/normatif). Keadilan restoratif (restorative Justice) dijadlkan kerangka dasar pengaturan korban kejahatan menuntut adanya perubahan pemahaman mengenal beberapa konsep dasar dalam hukum pidana dan sistem peradilan pidana, yaitu kejahatan atau pelanggaran hukum pidana adalah utamanya melanggar hak korban kejahatan, di samping melanggar kepentingan masyarakat dan negara; pengakuan eksistensi dan posisi hukum korban kejahatan; sistem peradilan pidana sebagai sistem penyelesalan konflik; dan restitusi dan kompensasi sebagai baglan dari hukum pidana dan pemidanaan. Strategi kebijakan terhadap korban kejahatan dilakukan; pertama, memberi perspektif baru (restorative Justice) dalam penyelenggaraan peradilan pidana tanpa campur tangan legislatif dan, kedua, kemudian mengubah peraturan hukum. Dalam penataan sistem peradllan pidana, pertama, mendampingkan penyelesaian perkara pidana menurut konsep restorative Justice dengan sistem peradilan yang berlaku sekarang sebagai sarana penyaring masuknya perkara ke pengadilan dan mencangkokkan restorative Justice ke dalam sistem peradllan pidana sekarang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
D1783
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nikolas Manu
"Gagasan Fungsionalisasi Lembaga Ganti Kerugian melalui peradilan pidana untuk perlindungan korban penganiayaan berat, telah memiliki satu argumentasi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, sosiologis, filosofis/ ideologis, dan humanis atau hak asasi manusia. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek yuridis, bertolak dari pemahaman bahwa anti kerugian merupakan salah satu sarana yang tepat untuk melindungi dan melayani hak-hak pihak korban secara proporsional, demi tegaknya hukum dan keadilan. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek sosiologis, bertolak dari pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu instrument sosial yang handal untuk melindungi masyarakat, membangun solidaritas sosial, memperkuat sistem kontrol sosial, mengembangkan tanggung jawab sosial, mencapai prevensi sosial, membina sikap toleransi dan kepedulian scsial terhadap sesamanya dalam masyarakat. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek filesofis/ideologis, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan salah satu bentuk aplikasi konkrit nilai-nilai luhur kehidupan, yang berakar pada nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan/Demokrasi, dan nilai Keadilan Sosial. Rasionalitas penerapan ganti kerugian dari aspek humanis atau hak asasi manusia, berlandaskan pada pemahaman bahwa ganti kerugian merupakan wujud dari suatu tuntutan moral (moral claimed) atas perlunya suatu pengakuan terhadap hak-hak dasar manusia untuk memiliki hidup dan hak menjalani kehidupan secara bebas dan bertanggung jawab dalam batas-batas kebebasan orang lain.
Pemberdayaan lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana dapat dilakukan melalui tiga model/cara kerja, yaitu : Pertama, penerapan "denda damai" oleh polisi kepada pelaku penganiayaan berat untuk mengganti kerugian korbannya lewat penyelesaian perkara di luar sidang pengadilan, dalam rangka pelaksanaan fungsi "police disceretion" sebagai pejabat fungsional penegak hukum dan keadilan, serta sekaligus pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Kedua, penerapan suatu "restitusi" oleh hakim kepada terpidana melalui suatu prosedur penggabungan perkara atas permohonan korban kepada hakim ketua sidang untuk menggabungkan tuntutan ganti-kerugian pada perkara pidana yang bersangkutan, yang diputus bersama secara kumulatip dengan sanksi pidana penjara, sebagai upaya untuk menghematkan waktu dan biaya. Ketiga, penerapan perintah hakim kepada terpidana bersyarat untuk dalam waktu yang lebih pendek/singkat dari masa percobaan membayar ganti kerugian kepada pihak korban, sebagai pelaksanaan "syarat khusus" pidana bersyarat, dalam hal dijatuhkan pidana penjara tidak lebih dari satu tahun.
Terdapat hubungan yang asimetris antara ganti kerugian sebagai salah suatu "alat/sarana" yang efektif di satu pihak dan perlindungan serta pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pihak korban di pihak lain, sebagai "tujuan" yang ingin dicapai dengan upaya fungsionalisasi lembaga ganti kerugian melalui peradilan pidana. Hal ini dapat dilihat dari segenap manfaat yang diperoleh melalui penerapan ganti kerugian dimaksud, baik bagi kepentingan korban, kepentingan masyarakat, kepentingan terpidana, dan kepentingan negara atau praktek peradilan pidana itu sendiri.
Untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan terhadap korban maka, selain diperlukan pengkajian ilmiah secara mendalam mengenai masalah korban kejaratan, juga diperlukan kebijakan legislasi nasional perlindungan korban dalam satu undang-undang supaya segenap tindakan yang diambil memiliki unsur kepastian hukum, dan kegunaan hukum demi mencapai kebenaran dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Akbar Nusantara
"Tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan Umrah mengakibatkan kerugian ratusan miliyar rupiah dan dengan jumlah korban yang sangat banyak, oleh sebab itu perlindungan hukum bagi korban sangat dibutuhkan bagi korban, terutama perlindungan hak ganti kerugian bagi korban, karena seperti yang kita ketahui selama ini tuntutan pidana penjara bagi pelaku tidak memenuhi hak ganti kerugian pada korban. Oleh sebab itu diperlukan peran pemerintah serta aparat hukum di Indonesia untuk melindungi hak ganti kerugian kepada korban.Serta diperlukan peran pemerintah dalam upaya mencegah penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan ibadah umrah.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan jenis data skunder dengan bahan hukum primer yaitu peraturan kementrian agama, peraturan perundang-undangan, dan bahan hukum skunder meliputi artikel, makalah, dan berita online yang terkait. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam perlindungan hukum bagi korban tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh biro perjalanan umrah ini terdapat didalam KUHP pasal 372 dan 378, serta Pasal 64 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji, tetapi memang tidak diatur tentang pengembalian hak ganti kerugian secara penuh kepada korban, oleh sebab itu para korban dapat menempun jalur penggabungan perkara pidana dan perdata untuk mendapatkan hak ganti kerugian secara penuh.

The crime of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency resulted in losses of hundreds of billions of rupiah and with a very large number of victims, therefore legal protection for victims was very much needed, especially protection of compensation rights for victims, because as we know during this demands a prison sentence for the offender not fulfilling the right to compensate the victim. Therefore, the role of the government and the legal apparatus in Indonesia is needed to protect compensation rights to victims. And the role of the government is needed in an effort to prevent fraud and embezzlement carried out by the Umrah pilgrimage travel agency. The method used in this study uses a normative juridical approach, by using secondary data types with primary legal material, namely the regulations of the Ministry of Religion, legislation, and secondary legal materials including articles, papers, and journals. The results of this study conclude that in legal protection for victims of criminal acts of fraud and embezzlement committed by the Umrah travel agency contained in the Criminal Code article 372 and 378, and Article 64 Paragraph (2) of Law Number 13 of 2008 concerning the implementation of the Hajj, but indeed it is not regulated about returning full compensation rights to victims, therefore victims can establish a path of combining criminal and civil cases to obtain full compensation rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Penerbit FISIP UI Press, 2011
362.88 VIK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mattalatta, Andi
"Sejauh ini, sudah sering kita dengar pembicaraan-pembicaraan disertai dengan usaha-usaha untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak seorang tersangka, terdakwa, dan atau terpidana. Perlindungan itu antara lain, meliputi pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dalam suatu proses pidana, pemberian ganti kerugian dan atau rehabilitasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh suatu proses pidana yang tidak berdasakan hukum, serta peningkatan perbaikan sistem pemidanaan dan pembinaan bagi narapidana untuk mencapai suatu taraf yang dianggap lebih manusiawi. Pembicaraan-pembicaraan semacam ini, banyak menghiasi forum-forum pertemuan dan tulisan-tulisan ilmiah. Ada sementara kesan bahwa, perlindungan atas hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana yang demikian ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi unsur mutlak dari proses pidana di negara-negara yang berdasarkan hukum di abad modern ini.
Dalam keadaan di mana perhatian yang sedemikian besarnya dicurahkan oleh para kalangan hukum untuk melindungi hak-hak tersangka, terdakwa, dan terpidana dalam suatu proses pidana, beberapa ahli kemudian mencurahkan perhatian mereka pada korban tindak pidanal. Perhatian mereka ini dapat dianggap sebagai cikal bakal lahirnya "viktimologi". Dilihat dari segi tahun kelahirannya2, dapat dikatakan bahwa permasalahan mengenai korban tindak pidana yang dibahas oleh viktimologi belum berbilang abad usianya. Walaupun demikian, perhatian yang dicurahkan oleh para ilmuwan di luar negeri terhadap bidang kajian ini, memperlihatkan kecenderungan yang meningkat. Perhatian yang meningkat ini dapat dilihat dengan diadakannya empat kali simposium internasional mengenai viktimologi dalam kurun waktu sembilan tahun3.
Perhatian yang diberikan oleh masyarakat di luar negeri terhadap permasalahan korban tindak pidana, tidak hanya terbatas pada pembahasannya secara ilmiah sebagai suatu kajian, tetapi beberapa negara4 malahan telah mengaturnya juga dalam bentuk perundang-undangan. Dengan demikian, pemecahan masalah korban tindak pidana telah menjadi bagian dari kebijaksanaan kriminal5 dari berbagai negara. Di Indonesia sendiri, kajian mengenai korban tindak itu dapat diketahui dari masih sangat langkanya tulisan-tulisan ilrniah yang membahas permasalahan yang menyangkut korban tindak pidana. Kedudukan korban dalam suatu proses pidana, terutama pemenuhan hak-haknya sebagai pihak yang dirugikan, juga belum diatur secara tegas dalam perundangundangan kita.
Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap permasalahan korban tindak pidana dalam suatu proses pidana, mungkin disebabkan atau merupakan suatu konsekuensi dari pentahapan prioritas dalam menyoroti pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses pidana. Pentahapan prioritas yang demikian itu dapat dimengerti dengan melihat terbatasnya sumber daya negara dan usia kemerdekaan yang masih muda dibanding dengan luasnya ruang lingkup kehidupan masyarakat yang harus ditata6.
Demikianlah misalnya pentahapan itu dapat kita lihat dalam perhatian yang diberikan oleh perundang-undangan nasional kita. Hal yang pertama-tama banyak diatur dan dibahas ialah bagaimana agar para penegak hukum itu yang antara lain, terdiri dari polisi, jaksa, hakim dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik. Ini tercermin dari lahirnya Undang-Undang no. 1 tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Undang-Undang Darurat no. 1 tahun 1951, tentang Tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil, Undang-Undang no. 13 tahun?."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2021
362.88 MEL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Marsha Diani
"Pemberitaan mengenai kejahatan sekarang ini sudah mengalami mistifikasi dalam konten beritanya. Berita kejahatan yang terlalu membesar-besarkan keadaan korban ini memicu terjadinya vikitmisasi berganda terhadap korban perempuan. Viktimisasi berganda yang merupakan suatu bentuk pendefinisian kembali konsep dari viktmisasi atas suatu kejahatan yang terjadi untuk kedua kalinya. Tujuan dari penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dimensi waktu cross sectional. Penelitian ini menggunakan konsep newsmaking criminology yang dikaji menggunakam metode analisis isi dari pemberitaan untuk melihat proposionalitas pemberitaan pada kejahatan. Adapun hasil dari penelitian ini bahwa Pos Kota telah melakukan viktimisasi pada perempuan dalam menjadikan perempuan sebagai objek pemberitaan nya.
News about crime initials are experiencing now in the mystification, the news content. The crime news exaggerate circumstances triggered the initial victim of double victimization against Women Victims. The multiple victimization is a form of defining the concept of victimization which reported From a crime That happened for the second time. The purpose of this research is a descriptive study of New Media at the time of cross-sectional dimensions. This research is using the concept of criminology newsmaking which The assessed is using content analysis method analyzes Language From news reports to see proportionality funds crime. Result The Language of Pos Kota has done a study of victimization funds Victim In, making Women as object preaching."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47712
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun, Michael Cecio
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada permohonan praperadilan yang diajukan oleh Anggodo Widjojo atas dikeluarkannya Surat Keputusan Penghentian Perkara bagi Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami siapa yang dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan sehingga dapat mengajukan permohonan praperadilan. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk menemukan apakah Anggodo Wijoyo memiliki hak untuk mengkalim dirinya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam kasus tersebut. Data yang dihimpun adalah putusan pengadilan yang berkenaan dengan kasus hukum tersebut. Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian dengan interpretasi kualitatif deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa Anggodo Widjojo dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, sebagai saksi korban sehingga memiliki hak untuk mengajukan perpohonan praperadilan. Peneliti menyarankan agar pemerintah membuat aturan perundangan dalam hukum acara pidan yang tidak memiliki multi interpretasi pada istilah pihak ketiga yang berkepentingan.

ABSTRACT
This thesis focuses on pretrial filed by Anggodo Wijojo on the issuance of Termination Case Decree for Bibit Samad Rianto and Chandra M. Hamzah. The other purpose of this thesis is to find out whether Anggodo Widjojo has the right to claim himself as a the third person who has legal standing in the lawcase. This research is based on qualitative, descriptive dan interpretative research method. The data were collected from verdicts that have concern with that lawcase. The research finds out that Anggodo Widjojo can be categorized the third party, as a victim witness who has the right to propose pre-trial in thas case. The researcher suggests that the Government should produce a better Criminal Procedure Code which is not multi interpretative of the term of the third party who has interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S404
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Permana
"Kejahatan mempunyai dampak yang luas bagi kesejahteraan manusia. Kejahatan dapat mengganggu  bisnis dan perdagangan, menyebabkan penurunan investasi maupun tabungan masyarakat, terjadinya migrasi dan sebagainya. Tulisan ini mencoba menganalisis pengaruh akses keamanan terhadap peluang menjadi korban kejahatan. Beberapa literatur yang ada menggunakan jumlah polisi, namun kami berpendapat bahwa akses keamanan mungkin lebih penting karena dapat menggambarkan distribusi pada level desa/kelurahan. Akses keamanan dalam penelitian ini adalah jarak desa/kelurahan tempat tinggal ke kantor polisi terdekat. Idealnya, semakin dekat dengan kantor polisi maka peluang seseorang menjadi korban kejahatan akan menurun. Hasil analisis regresi panel logistik menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya pengaruh jarak ke kantor polisi dengan peluang seseorang menjadi korban kejahatan. Hal ini bisa disebabkan karena kinerja kepolisian Indonesia yang belum baik.

It is very important to understand about crime, both the offenders or victim behavior. Because its have a big impact on human well-being. Shock of business and trade, decrease in investment and saving, migration choice so on. This paper analyzes effect of security access on probability victimization. While other similar studies use number of police, we argue access may be more important. We define access to security as the shortest distance from the village/district of residence to the nearest police station. Ideally, getting closer with access to security will reduce probability victimization. We have found no evidence about the relationship between police station and probability victimization in Indonesia. This is maybe because  uneficiency of Indonesian police department."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Oktaviani
"Viktimisasi Sekunder merupakan suatu proses dimana korban mengalami kembali proses menjadi korban ketika bersentuhan dengan sistem peradilan pidana (formal) dan masyarakat (informal). Penulisan ini bertujuan untuk melihat pengalaman viktimisasi sekunder perempuan korban perkosaan, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana viktimisasi sekunder tersebut bisa terjadi, yang direpresentasikan dalam serial Netflix Unbelievable. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan metode analisis isi kualitatif dalam menganalisis serial tersebut yang terdiri dari 8 episode. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan korban perkosaan telah mengalami pengalaman buruk seperti dieksklusikan dari hukum, diragukan dan dipertanyakan kredibilitasnya, tidak dipercaya, direndahkan, diintimidasi, diancam, dan dipaksa mengakui bahwa ia berbohong. Pengalaman tersebut merupakan bentuk dari viktimisasi sekunder yang kemudian membuat korban mengalami berbagai dampak negatif dalam hal psikologis, relasional, dan finansial. Viktimisasi sekunder yang dialami korban terjadi karena adanya penerimaan rape myth yang menganggap perempuan berbohong terkait perkosaan yang dialaminya (she lied). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa serial ini telah mematahkan rape myth lainnya yang meliputi perempuan ingin diperkosa dan menikmatinya (she enjoy rape); dan perempuan memprovokasi perkosaan melalui pakaian dan perilaku mereka (she asked to be raped). Pada akhirnya, analisis juga menunjukkan bahwa akar dari segala penderitaan perempuan korban perkosaan adalah patriarki yang sudah melembaga dalam setiap aspek kehidupan.

Secondary Victimization is a process where victims experience the process of being victims again when they come into contact with the criminal justice system (formal) and society (informal). This writing aims to look at the experience of secondary victimization of rape victims, their impact on victims, and how this secondary victimization can occur, which is represented in the Netflix series Unbelievable. This writing uses radical feminist theory and qualitative content analysis methods in analyzing the series which consists of 8 episodes. The results of the analysis show that women victims of rape have experienced bad experiences such as being excluded from the law, doubting and having their credibility questioned, distrusted, humiliated, intimidated, threatened, and forced to admit that they lied. This experience is a form of secondary victimization which then makes the victim experience various negative impacts in terms of psychological, relational, and financial. The secondary victimization experienced by the victim occurs because of the acceptance of the rape myth which assumes that women lied about the rape they experienced. The results of the analysis also show that this series has broken other rape myths which include women enjoying rape; and women asked to be raped. In the end, the analysis also shows that the root of all the suffering of women victims of rape is patriarchy which has been institutionalized in every aspect of life."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>