Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161453 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soemarno Witoro Soelarno
"Pertambangan mempunyai kekuatan yang signifikan untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan di daerah terpencil dimana pertambangan itu berada. Namun, apabila kebergantungan daerah tersebut cukup besar pada pertambangan, pada suatu saat apabila kegiatan pertambangan berakhir maka dapat menyebabkan shock pada banyak aspek, misalnya terhentinya kegiatan perekonomian, pengangguran, meningkatnya kriminalitas, dan keresahan sosial lainnya.
Hasil Proses Hierarki Analisis menunjukkan bahwa pada perencanaan penutupan tambang yang menunjang pembangunan berkelanjutan, para pihak pemangku kepentingan sepakat faktor perlindungan dan kelestarian fungsi lingkungan mendapat bobot paling besar untuk diperhatikan, kemudian diikuti oleh pembangunan dan keberlanjutan ekonomi, serta sosial dan kesehatan masyarakat. Para pihak pemangku kepentingan sepakat bahwa penggunaan lahan bekas tambang diprioritaskan untuk kawasan perkebunan, dengan alternatif lain untuk dikembangkan adalah budidaya perairan Sena kawasan wisata. Pemerintah Daerah dan perusahaan tambang dipandang sebagai pihak yang mempunyai peran besar pada keberhasilan perencanaan dan plaksauaan penutupan tambang. Sektor pertanian menjadi sektor yang paling konvergen (sesuai) untuk menggantikan sektor pertambangan pada masa pasca tambaug.
Permodelan system dynamics menunjukkan bahwa kombinasi pengusahaan tanaman karet, kelapa sawit, dan hutan dengan dana investasi dari royalti batubara, dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di wilayah Kabupaten Kutai Timur pada masa pasca tambang. Manfaat ekonomi dari penanaman hutan diperoleh dari kompensasi penyerapan karbon melalui Mekanisme Pembangunan Bersih, basil hutan non kayu, dan pemanenan hasil kayu secara berkelanjutan. Reinvestasi dari bagian pendapatan hasil tambang melalui mekanisme Dana lnvestasi Pembangunan Berkelanjutan (DIPB), mampu difungsikan sebagai MODAL untuk pembangunan berkelanjutan.
Daerah-daerah yang mempunyai kebergantungan yang tinggi pada hasil tambang, perlu menyusun kebijakan tentang alokasi pemanfaatan pendapatan dari pertambangan, agar pembangunan dapat berlaujut pada periode pasca tambang.

Mining industry has a significant potency as the prime mover of the development in the area where mining is developed, especially in remote area. But if the region too dependent on mining revenue, some day, whenever the mining is ceased it will shock some aspects; it could stop the economic activities, it will cause unemployment, the raise of crime, and some other social disquiets.
Result of Analytical Hierarchy Process shows that factor of protection and continuation of environmental functions gets the largest portion to be concerned in mining closure plan that supporting the sustainable development, followed by the social, economic and public health development and continuation. Stakeholders agreed to define post mining land use for plantations and water preserve and also as a tourism site. Local Government and mining company were assumed have very important role on the efficacy ofthe planning and the practice of mining closure. In the period of post mining, agriculture sector is the most convergent sector to replacing the mining sector.
Simulation with system dynamics shows that a combination of palm oil and rubber plantation, and forestry funded by invested fund ji-om the coal royalty, so called as Investment Fund for Sustainable Development, could support the sustainable development in the period of post mining. Economic rent from forestry obtained by compensation through Clean Development Mechanism, sustainable forest products, non timber forest products, and environmental services provided by forest. Reinvestment of fund generated from mineral royalty through Investment Fund for Sustainable Development is able to be functioned as CAPITAL for sustainable development.
Regions with high dependency to mineral revenue, need to formulate policy with regard to mineral revenue allocation and utilization for supporting sustainable development in the post mining period.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D1540
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Rahayu
"ABSTRAK
Kualitas lingkungan hidup di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan kualitas lingkungan hidup di Indonesia karena kegiatan manunia tidak dapat dihindarkan. Namu keadaan ini semakin diperparah dengan rendahnya penegakkan hukum lingkungan. Hingga saat ini, efektifitas penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi masih diragukan. Walaupun berhasil memenangkan sengketa, baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi, masyarakat menikmati ganti rugi dan rehabilitasi lingkungan karena pelaku usaha seringkah mangkir dari pelaksanaan kesepakatan. Selain, minimnya pengawasan terhadap implementasi kesepakatan, pelaku usaha tidak melaksanakan kesepakatan karena ketidakmampuan secara finansial untuk memperbaiki keadaan seperti sebelum terjadinya pencemaran. Ekspektasi kerugian lebih besar daripada aset yang dimiliki oleh pelaku usaha. Sehingga korban tidak bisa mendapatkan ganti rugi secara penuh atas kerugian yang dialaminya dan biaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan dibebankan kepada masyarakat.Keadaan ini dapat diatasi dengan memberlakukan asuransi wajib oleh pemerintah. Apabila pelaku usaha dibebankan kewajiban untuk memiliki asuransi, serta dihadapkan pada kemungkinan untuk bertanggung jawab atas kerugiaan akibat aktivitasnya, maka perusahaan asuransi akan memiliki insentif untuk mengawasi perilaku pelaku usaha. Berangkat dari uraian diatas, wacana asuransi lingkungan sebagai asuransi wajib menjadi relevan untuk dikaji, terutama mengenai urgensi dan konsep idealnya mengingat permasalahan lingkungan sudah sangat mengkhawatirkan sehingga perlu ditangani dengan khusus dan serius"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kodir
"Lahan bekas tambang batubara sering dipandang sebagai lahan yang marginal, namun jika reklamasi dilakukan dengan baik dan didukung dengan perencanaan pemanfaatan lahannya, maka lahan bekas tambang dapat menjadi sumber-sumber ekonomi baru sekaligus untuk tujuan perbaikan kondisi lingkungan dan menjaga keseimbangan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji preferensi para pemangku kepentingan atas komoditas yang dapat dikembangkan pada kawasan budidaya lahan bekas tambang yang berisi ragam penggunaan lahan, (2) merumuskan sustainable development sequential lahan bekas tambang batubara dan rencana tata ruangnya agar menjadi lanskap yang terintegrasi dan multifungsi, (3) mengevaluasi nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berisi ragam penggunaan lahan, (4) mengkaji kelayakan usaha dengan menghitung potensi yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan kawasan budidaya sampai penutupan kegiatan pertambangan. Metode yang digunakan yaitu: (1) Analytical Hierarchy Process, (2) Geographical Information System, (3) valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan (4) kajian kelayakan usaha (NPV, IRR, dan B/C Ratio).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perhatian utama stakeholders adalah terhadap kesesuaian lahan dan komoditas yang dipilih sejalan dengan kebiasaan masyarakat, (2) lahan bekas tambang bisa ditransformasi menjadi lahan produktif yang menghasilkan beragam produk ekonomi dan jasa lingkungan tanpa harus menunggu selesainya seluruh kegiatan pertambangan, (3) nilai lingkungan lahan bekas tambang batubara PT Bukit Asam dengan konsep tata ruang yang terintegrasi dan multifungsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsep pemulihan lahan untuk tujuan penghijauan lingkungan sesuai standar keberhasilan reklamasi, (4) Berdasarkan kajian kelayakan usaha dapat disimpulkan bahwa pengembangan hutan tanaman industri jenis Jabon Merah, budidaya perikanan, pengembangan tanaman Kayuputih, dan pengembangan peternakan sapi potong layak diusahakan, estimasi pendapatan sebelum pajak sampai dengan penutupan tambang tahun 2043 sebesar Rp. 1.216.073.145.000,00 (untuk area izin pertambangan 15,421 ha). Jika terdapat sumber ekonomi baru setelah pertambangan berakhir, kondisi sosial dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.

Mined land is often seen as marginal land, but if the reclamation is done well and is supported with land use planning, the mined land can be sources of new economy at the same time serving the purpose of environmental conditions improvement and maintaining social balance. This study aims to: (1) assess the preferences of stakeholders on a commodity that can be developed in the area of mined land that contains a variety of land use; (2) formulate sustainable sequential development of ex-coal mining land and its spatial planning for landscape integration and multifunctional; (3) evaluating the economic value of natural resources and environment that contains a variety of land use; and (4) assess the feasibility to calculate the potential that can be generated from the utilization of cultivated area until the closing of the mining activities. The methods used are: (1) analytical hierarchy process, (2) geographical information system, (3) economic valuation of natural resources and the environment, and (4) study the feasibility (NPV, IRR, and B/C Ratio).
The results found: (1) the main concern of stakeholders is the land suitability and commodities are selected in line with people's habits; (2) mined land can be transformed into productive land that produces various products of economic and environmental services without having to wait for the completion of all activities mining; (3) the value of land environment of mined land PT Bukit Asam with spatial concepts that are integrated and multifunctional is higher than the land recovery concept for the purpose of greening the environment according to the standard of reclamation; and (4) based on the feasibility study it can be concluded that the development of the red Jabon plantation, Aquaculture, Cajuput crop development, and beef cattle farms, the estimated pre-tax income until the closing in 2043 amounted Rp1,216,073,145,000.00 (for the mining permit area 15.421 ha). If there is a source of a new economy after mining ends, the social conditions and environmental sustainability can be maintained.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padmo Wahyono
Jakarta: Konsorsium Ilmu Hukum, 1979
340 PAD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Madrim Djody Gondokusumo
"ABSTRAK
Penelitian ini memilih topik kemiskinan dan lingkungan permukiman buruk di dalam kota, karena keprihatinan terhadap keberadaan masyarakat miskin yang signifkan dan kerusakan lingkungan yang parah di Jakarta. Melalui penelitian dengan perspektif ilmu lingkungan ini, penulis menawarkan konsep pemikiran baru untuk perencanaan tata ruang kota , yang dapat memberi arah jelas kepada pembangunan berkelanjutan di perkotaan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah proses mencapai masyarakat sejahtera dalam lingkungan hidup berkelanjutan. Masyarakat sejahtera berarti seluruh anggota masyarakat dapat berproses meningkatkan kualitas hidup mereka, baik secara material maupun non-material atau spiritual, dan tidak ada kesenjangan yang terlalu mencolok. Lingkungan hidup berkelanjutan berarti fungsi-fungsi lingkungan yang saling berinteraksi membentuk sistem kehidupan di Planet Bumi ini selalu terjaga.
Beberapa studi (antara lain Brundtland, G.H., 1987:235 dan World Bank 2000:25) mengungkapkan bahwa penduduk kota di seluruh dunia telah meningkat secara signifikan sejak tahun 1950an, dan sejalan dengan itu terjadi pula peningkatan jumlah penduduk miskin, terutama di negara-negara sedang berkembang atau miskin. Permasalahan pokok kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang, termasuk Jakarta, antara lain adalah kemiskinan dan kesenjangan, kriminalitas dan pengangguran, kelangkaan air bersih dan sanitasi, banjir dan genangan, pencemaran air dan udara, sampah, lingkungan pemukiman kumuh yang luas, serta kemacetan lalu lintas. Hal tersebut menunjukkan bahwa di kota0kota itu tidak berlangsung proses pembangunan berkelanjutan.
Kota adalah suatu ekosistem yang terbentuk oleh proses-proses sosial. Permasalahan kota yang saling berinteraksi, hanya dapat difahami dengan paradigma holistik. Paradigma holistik melihat alam sebagai suatu entilas, suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi. Bagian-bagian atau komponen-komponen itu tidak dapat dipelajari secara terpisah-pisah, melainkan harus difahami bahwa setiap komponen adalah bagian dari suatu keseluruhan.
Masalah
Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010, pemerintah kota mengakui bahwa masalah kritis yang dihadapinya adalah (a) kemiskinan dan kesenjangan, dan (b) kerusakan lingkungan. Kedua masalah itu harus diatasi, agar tercapai proses pembangunan berkelanjutan, yaitu masyarakat sejahtera dalam lingkungan hidup berkelanjutan.
Pedoman utama pembagungan kota Jakarta sejak 1965 adalah kebijakan rencana (tata ruang) kota, baik berbentuk Master Plan, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) maupun RTRW yang berlaku sekarang hingga 2010. Akan tetapi kebijakan rencara kota Jakarta itu gagal menciptakan proses pembangunan berkelanjutan, karena (1) berfokus kepada pendekatan fisik dengan tujuan pertumbuhan ekonomi semata, (2) kondisi masyarakat, yang terdiri dari strata sosial berbeda, kemiskinan yang masih signifikan dan kesenjangan yang lebar antar strata masyarakat, luput dari perhatian para penentu kebijakan, yaiu para elit (penguasa, pemodal, para ahli)...."
2005
D1887
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Madrim Djody Gondokusumo
"ABSTRAK
Penelitian ini memilih topik kemiskinan dan lingkungan permukiman buruk di dalam kota, karena keprihatinan terhadap keberadaan masyarakat miskin yang signifkan dan kerusakan lingkungan yang parah di Jakarta. Melalui penelitian dengan perspektif ilmu lingkungan ini, penulis menawarkan konsep pemikiran baru untuk perencanaan tata ruang kota , yang dapat memberi arah jelas kepada pembangunan berkelanjutan di perkotaan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah proses mencapai masyarakat sejahtera dalam lingkungan hidup berkelanjutan. Masyarakat sejahtera berarti seluruh anggota masyarakat dapat berproses meningkatkan kualitas hidup mereka, baik secara material maupun non-material atau spiritual, dan tidak ada kesenjangan yang terlalu mencolok. Lingkungan hidup berkelanjutan berarti fungsi-fungsi lingkungan yang saling berinteraksi membentuk sistem kehidupan di Planet Bumi ini selalu terjaga.
Beberapa studi (antara lain Brundtland, G.H., 1987:235 dan World Bank 2000:25) mengungkapkan bahwa penduduk kota di seluruh dunia telah meningkat secara signifikan sejak tahun 1950an, dan sejalan dengan itu terjadi pula peningkatan jumlah penduduk miskin, terutama di negara-negara sedang berkembang atau miskin. Permasalahan pokok kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang, termasuk Jakarta, antara lain adalah kemiskinan dan kesenjangan, kriminalitas dan pengangguran, kelangkaan air bersih dan sanitasi, banjir dan genangan, pencemaran air dan udara, sampah, lingkungan pemukiman kumuh yang luas, serta kemacetan lalu lintas. Hal tersebut menunjukkan bahwa di kota0kota itu tidak berlangsung proses pembangunan berkelanjutan.
Kota adalah suatu ekosistem yang terbentuk oleh proses-proses sosial. Permasalahan kota yang saling berinteraksi, hanya dapat difahami dengan paradigma holistik. Paradigma holistik melihat alam sebagai suatu entilas, suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi. Bagian-bagian atau komponen-komponen itu tidak dapat dipelajari secara terpisah-pisah, melainkan harus difahami bahwa setiap komponen adalah bagian dari suatu keseluruhan.
Masalah
Di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2010, pemerintah kota mengakui bahwa masalah kritis yang dihadapinya adalah (a) kemiskinan dan kesenjangan, dan (b) kerusakan lingkungan. Kedua masalah itu harus diatasi, agar tercapai proses pembangunan berkelanjutan, yaitu masyarakat sejahtera dalam lingkungan hidup berkelanjutan.
Pedoman utama pembagungan kota Jakarta sejak 1965 adalah kebijakan rencana (tata ruang) kota, baik berbentuk Master Plan, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) maupun RTRW yang berlaku sekarang hingga 2010. Akan tetapi kebijakan rencara kota Jakarta itu gagal menciptakan proses pembangunan berkelanjutan, karena (1) berfokus kepada pendekatan fisik dengan tujuan pertumbuhan ekonomi semata, (2) kondisi masyarakat, yang terdiri dari strata sosial berbeda, kemiskinan yang masih signifikan dan kesenjangan yang lebar antar strata masyarakat, luput dari perhatian para penentu kebijakan, yaiu para elit (penguasa, pemodal, para ahli)...."
2005
D745
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Sukmara Christian Permadi
"ABSTRAK
Permasalahan ibukota semakin hari semakin meningkat dimana permasalahan tersebut meliputi berbagai aspek, baik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dibutuhkan solusi yang tidak hanya mampu mengatasi masalah tetapi juga dapat mengembangkan potensi Jakarta. Selain itu, solusi penyelesaian tersebut harus mampu mendukung tercapainya pembangunan kota Jakarta yang berkelanjutan yang mengacu pada pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) 2015 sampai 2030. Salah satu langkah yang diambil dari permasalahan tersebut adalah perencanaan pembangunan Waduk Lepas Pantai yang diusulkan sebagai solusi holistik dan berkelanjutan dari permasalahan yang dihadapi di Teluk Jakarta. Dalam Konsep Waduk Lepas Pantai direncanakan akan dibangun tanggul sepanjang 50,6 km pada kedalaman mencapai 20 m membentang dari Muara Sungai Cisadane (Provinsi Banten) sampai Muara Gembong (Provinsi Jawa Barat). Tanggul tersebut akan menciptakan sistem pertahanan banjir yang andal, kolam tampungan dan pengolah air baku, dan sekaligus pengembangan kawasan pesisir di Teluk Jakarta."
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2019
330 BAP 2:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Kurniati
"Prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi landasan setiap keputusan dan kebijakan pemerlntah dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial dimasa depan, yaitu berupa pertimbangan implikasi Ilngkungan. Apapun model pembangunan harus selalu mengintegrasi faktor-faktor lingkungan.
Dalam sepuluh tahun terakhir telah terladi perubahan yang cukup berarti atas berbagai parameter lingkungan. Tidak ada yang lebih dibutuhkan manusia untuk sehat kecuali udara dan air yang bersih. Tetapi, Jakarta ternyata memberikan kepada warganya udara yang menyesakkan nafas dan air yang beracun.
Kualitas udara Jakarta dapat dilihat dari data pencemaran udara di Jakarta yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1992 dan data dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Jakarta tahun 1999. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi debu, sulfur dioksida (SO2), oksigen nitrogen (NOr), hidrokarbon (HC), dan karbon monoksida (CO) masing-masing sebesar 68%, 88%, 39%, 26%, dan 19% dalam waktu tersebut. Sementara itu, timbal yang juga dikenal sebagai timah hitam merupakan indikator utama bagi pencemaran udara dari aktivitas transportasi telah melampaui nilai baku mutu udara ambein masional sebesar 1,0 µg/m3. Data resmi yang dikeluarkan oleh Bapedal menunjukkan bahwa selama periode 1994-1998 konsentrasi timbal di Jakarta berkisar antara 0,2-1,8 µg/m3.
Memburuknya kondlsi lingkungan hidup ini dapat menjadi hambatan dalam membanguri perekonomian DKI Jakarta khususnya untuk menciptakan sebuah pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Berdasarkan data BPS Propinsi DKI Jakarta dalam tahun 2000 pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 4,33 persen sedangkan tahun 2001 sekitar 3,64 persen. Namun demikian angka inflasi Jakarta yang mencapal 3,70 persen lebih tinggi dibandingkan angka inflasi nasional pada periode yang sama, sebesar 2,86 persen, sangat meruglkan masyarakat yang berpenghasllan rendah, sehingga penduduk miskin bertambah besar, pengangguran bertambah dan pendapatan masyarakat menurun.
Lapangan usaha industri merupakan salah satu pilaf perekonomian DKI Jakarta, karena lapangan usaha ini memberikan kontribusi terbesar ketiga setelah usaha perdagangan dan keuangan. Kebijakan pengembangan lapangan usaha industri di DKI Jakarta diarahkan kepada terwujudnya industri yang mempunyai daya saing tinggi yang bertumpu pada SDM yang kuat dan dilakukan secara hatihati karena sedikit berbeda dengan daerah lain. Permasalahannya terletak pada luas lahan yang sangat terbatas serta daya dukung lingkungan perkotaan yang sudah tidak memadai lagi. Dalam hal ini termasuk juga sumber daya air dan polusi udara yang sudah melebihi ambang batas.
Digunakannya metode Input-Output (JO) Iingkungan sebagal pengembangan dari metode Input-Output (I0) dasar, dengan tujuan untuk mengetahui interaksi transaksi barang dan jasa antar sektor dan kualitas lingkungan dengan melihat seberapa besar peranan tiap-tiap industri dalam aktivitas produksinya menghasilkan output berupa produk dan pencemar di dalam suatu perekonomian daerah, dalam hal ini DKI Jakarta.
Kesimpulan yang dihasilkan diterjemahkan dalam beberapa rekomendasi kebijakan. Antara lain adanya kebijakan dari pemerintah untuk mengembangkan suatu program khusus dalam peningkatan kualitas udara dan air sungai untuk mengurangi polusi udara dan air sungai yang bersumber dari berbagai industri pengolahan.
Untuk program penurunan polusi udara dan air sungai yang berasal dari industri diusulkan dua kebijakan' yang dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu program pembersihan dan pencegahan polusi. Program Pembersihan polusi berorientasi untuk mengurangi polusi yang ada scat ini ke level yang rendah. Adapun program pencegahan polusi adalah program yang berorientasi mencegah peningkatan polusi dimasa yang akan datang, terutama sekali yang disebabkan oleh kenaikan tingkat aktivitas produksi. .
Sektor-sektor yang direkomendasikan untuk pembersihan dan pencegahan polusi, yaitu sektor-sektor yang menempati peringkat prioritas tinggi, memiliki sensitivitas tinggi tetapi memiliki biaya kesempatan (dalam hal ini, pertumbuhan output dan orientasi ekspor) yang rendah.
Sektor yang masuk dalam rekomendasi kebijakan untuk pembersihan polusi air sektor barang-barang cetakan dan penerbitan, untuk pencegahan polusi udara sektor bahan bakar minyak dan gas, dan untuk pencegahan polusi air sektor barang-barang dari karat dan plastik. Sedangkan untuk pembersihan polusi udara tidak ada sektor yang masuk daiam rekomendasi kebijakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20147
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : UKP-PPP, 2014
338.959 8 IND c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Setyawan Warsono Adi
"Propinsi Jawa Barat, sebagai daerah yang memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan letaknya yang cukup strategis dekat dengan ibukota negara serta memiliki kegiatan usaha yang strategis, telah menjadikan peranan Jawa Barat dalam ekonomi nasional sangat besar. Hasil analisis perekonomian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsl Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 16,36% pada tahun 1993 dan sebesar 14,27% pada tahun 1999. Dari sisi PDRB berdasarkan penggunaan, tingkat konsumsi Jawa Barat terhadap konsumsi nasional rata-rata sebesar 16,9% selama periode 1993-1999. Sementara pengeluaran pemerintah memberikan kontribusi rata-rata sebesar 13,4% terhadap pengeluaran pemerintah total. Investasi yang terbentuk memberikan proporsi rata-rata 14,5% terhadap pembentukan investasi nasional. Sebagian besar dari kontribusi tersebut berasal dari sektor industri pengolahan yaitu sebesar 21,68% pada tahun 1993 dan sebesar 19,25% pada tahun 1999. Bagi Propinsi Jawa Barat sendiri sektor industri pengolahan, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar 23,20% pada tahun 1993 dan 30,80% 2000 sementara kontribusi terhadap ekspor sebesar 48,86% pada tahun 1993 dan 64,06% 2000.
Namun demikian, pembangunan sektor industri pengolahan di Jawa Barat telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran air dan udara. Berdasarkan Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat (2001) sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap pencemaran udara sebesar 93% dan beban pencemaran air sungai 43%. Sementara hasil pemantauan Program Kali Bersih (PROKASIH) menunjukkan bahwa sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sungai sebesar 25% - 50% dari total beban pencemaran.
Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut maka melalui penelitian ini akan diidentifikasi sektor industri pengolahan yang mana yang merupakan sektor unggulan dan bagaimana kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap peningkatan PDRB dan peningkatan pencemaran air dan udara. Dengan demikian dapat diketahui sektor industri pengolahan yang mana yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Jawa Barat dan mempunyai kontribusi kecil terhadap peningkatan pencemaran.
Model analisis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Model Analisis Input-Output karena model ini mampu menggambarkan peran suatu sektor dalam suatu perekonomian pada periode waktu tertentu sehingga dengan mudah dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Variabel pencemaran yang digunakan dalam analisis ini adalah variabel pencemaran air dan udara serta variabel biaya pembersihan lingkungan sehingga dalam analisisnya dapat diidentifikasi sektor industri pengolahan mana yang mempunyai kontribusi kecil terhadap pencemaran air dan udara serta biaya pembersihan lingkungan. Analisis yang dilakukan terhadap variabel pencemaran tersebut dianalogkan dengan analisis yang dilakukan terhadap variabel tenaga kerja sehingga dalam penelitian ini tidak membangun tabel input-output baru yang memasukkan variabel pencemaran ke dalam strukturnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan yang teridentifikasi menjadi sektor unggulan dalam pertumbuhan perekonomian Jawa Barat adalah industri tekstil; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri mesin dan perlengkapannya; industri alas kaki dan barang dari kulit; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri pupuk dan pestisida. Sektor industri lainnya yang berpotensi untuk menjadi sektor unggulan adalah industri makanan; industri pakaian jadi, kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam; industri minuman; industri barang mineral bukan logam; industri alat angkutan. Namun dilihat dari kontribusi sektor unggulan tersebut terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat, ternyata sektor tersebut tidak seluruhnya memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Sektor unggulan yang memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB adalah industri mesin dan perlengkapannya sebesar 6,57%, dan industri alas kaki dan barang dari kulit sebesar 5,17%, dan industri tekstil sebesar 3,52% dari total kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB. Namun berdasarkan hasil anallsis yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa sektor industri pengolahan yang diusulkan dalam penelitian ini untuk menjadi sektor unggulan ternyata merupakan sektor-sektor yang perlu dikendalikan tingkat pencemarannya. Untuk pencemaran air, sektorsektor tersebut adalah sektor industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri pupuk dan pestisida; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri barang dari karet dan plastik; industri alas kaki dan barang dari kulit; dan industri tekstil. Sementara untuk pencemaran udara adalah sektor industri pupuk dan pestisida; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia; industri pengilangan minyak dan gas bumi; industri barang dari karet dan plastik; industri tekstil. Kondisi demikian menjadi dilematis karena di satu sisi sektor tersebut merupakan sektor yang diunggulkan untuk mendorong pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat namun di sisi lain secara sosial memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.
Rekomendasi kebijakan yang diusulkan melalui penelitian ini adalah bahwa untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor industri pengolahan, pemerintah daerah harus mengambil kebijakan pembangunan ekonomi yang lebih diarahkan pada peningkatan sektor-sektor industri pengolahan di luar sektor unggulan. Sektor-sektor tersebut adalah industri makanan; industri pakaian jadi kecuali untuk alas kaki; industri semen; industri barang dari logam. Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi relatif kecil namun tingkat pencemarannya dapat dikendalikan sehingga dalam jangka panjang diharapkan perekonomian dapat berjalan secara stabil. Sementara, jika kebijakan pemerintah daerah tetap diarahkan pada pembangunan sektor industri pengolahan unggulan maka harus ada upaya-upaya pengendalian pencemaran secara tegas terhadap kegiatan produksi dari sektor industri unggulan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan karena berdasarkan hasil analisis teridentifikasi bahwa sektor industri pengolahan unggulan tersebut memiliki biaya pembersihan lingkungan relatif kecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>