Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135042 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Oman Fathurahman, 1969-
"ABSTRAK
Penelitian yang mencoba menggabungkan pendekatan filologis dari pendekatan sejarah social intelektual- ini memfokuskan telaahnya pada upaya pemaknaan terhadap naskah-naskah keagamaan, dalam hal ini naskah tentang tarekat Syattariyyah yang muncul di Sumatra Barat. Naskah-naskah Syattariyyah yang menjadi sumber primer penelitian ini berjumlah 10 judul, karangan atau tulisan dari tiga orang ulama Syattariyyah di Sumatra Barat, yakni Imam Maulana Abdul Manaf Amin, H. K. Deram (w. 2000), dari Tuanku Bagindo Abbas Ulakan.
Selain 10 naskah versi Sumatra Barat tersebut, untuk mengukur sejauhmana dinamika yang terjadi dalam ajaran tarekat Syattariyyah di Sumatra Barat- dalam penelitian ini juga disertakan 2 sumber Arab yang berkaitan dengan tarekat Syattariyyah, dari dianggap sebagai sumber rujukan ajaran tarekat Syattariyyah di dunia Islam Melayu-Indonesia. Sumber pertama adalah al-Simf al-Majid, sebuah kitab tasawuf karangan Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, dan Ithaf al-Zakibi Syarh al-Tuhfah al-Marsalah ila Ruhal-Nabi karangan lbrahim al-Karani.
Melalui analisis intertekstual dengan naskah-naskah Syattariyyah yang muncul sebelumnya, diketahui bahwa naskah-naskah Syattariyyah di Sumatra Barat ini jelas terhubungkan terutama melalui hubungan intelektual di antara para penulisnya, mulai dari Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, Syaikh Ibrahim al-Kurani, Syaikh Abdurrauf al-Sinkilii, sampai kepada para penulis di Sumatra Barat yang terhubungkan melalui salah satu murid utama, al-Sinkili, yakni Syaikh Burhanuddin Ulakan.
Adapun menyangkut ajaran tarekat Syattariyyah di Sumatra Barat, seperti tampak dalam naskah-naskahnya, secara umum masih melanjutkan apa yang sudah dirumuskan sebelumnya, baik oleh tokoh Syattariyyah di Haramayn, yang dalam hal ini diwakili oleh al-Qusyasyi, maupun oleh ulama Syattariyyah di Aceh, dalam hal ini diwakili oleh Abdurrauf al-Sinkili. Ajaran yang dimaksud terutama berkaitan dengan tatacara zikir, adab dan sopan santun zikir, serta formulasi zikir.
Akan tetapi, khusus menyangkut rumusan hakikat dan tujuan akhir zikir tarekat Syattariyyah, kecenderungannya tampak berbeda. Dalam hal ini, rumusan hakikat dan tujuan akhir zikir dalam naskah-naskah Syattariyyah di Sumatra Barat tersebut cenderung lebih lunak dibanding ajaran al-Qusyasyi maupun al-Sinkili sebelumnya. Jika naskah-naskah Syattariyyah karangan al-Qusyasyi dan al-Sinkili masih mewacanakan konsep fana, yakni peniadaan diri, atau hilangnya batas-batas individual seseorang, dan menjadi satu dengan Allah, bahkan fana'an al-fana atau fana 'an fanaih, yakni fana dari fana itu sendiri, sebagai hakikat dan tujuan akhir zikir, maka naskah-naskah Syattariyyah di Sumatra Barat menegaskan bahwa hakikat dan tujuan zikir adalah "sekedar" untuk membersihkan jiwa agar memperoleh kedekatan dengan Tuhan, serta untuk membuka rasa agar memperoleh keyakinan dan kesaksian akan hakikat dan Wujud-Nya.
Kecenderungan melunak ini bahkan lebih jelas lagi dalam hal rumusan ajaran tasawuf filosofisnya. Seperti tampak dalam naskah-naskah karangannya, al-Kurani dan juga al-Sinkili misalnya, masih mengajarkan doktrin wahdat al-wujud, kendati rumusanya sudah lebih disesuaikan dengan dalil-dalil ortodoksi Islam, sehingga doktrin wahdat al-wujud - yang sempat mendapat penentangan keras dari para ulama ortodoks- ini, lebih dapat diterima oleh banyak kalangan. Dalam naskah-naskah Syattariyyah di Sumatra Barat, ajaran wahdat al-wujud tersebut ternyata bukan saja diperlunak, lebih dari itu bahkan dilucuti dari keseluruhan ajaran tarekat Syattariyyah, karena dianggap bertentangan dengan ajaran ahl al-sunnah wa al-jama?ah, dan menyimpang dari praktek syariat.
Olen karenanya, sepanjang menyangkut tarekat Syattariyyah di Sumatra Barat, khususnya yang terjadi sejak akhir abad ke-19, ajaran tarekat Syattariyyah tanpa doktrin wahdat al-wujud ini menjadi salah satu sifat dan kecenderungannya yang khas. Hal ini relatif berbeda dengan kesimpulan sejumlah sarjana sebelumnya, seperti B. J. O. Schrieke, Karel A. Steenbrink, Martin van Bruinessen, dan beberapa sarjana lainnya, yang menegaskan bahwa tarekat Syattariyyah di Sumatra Barat merupakan kelompok tarekat yang paling giat mengembangkan ajaran wahdat al-wujud, dan berhadap-hadapan dengan tarekat Naqsybandiyyah yang disebut sebagai pengembang doktrin wahdat al-syuhud (kesatuan kesaksian).
Hal lain yang dapat dikemukakan adalah bahwa setelah bersentuhan dengan berbagai tradisi dan budaya tokal, ekspresi ajaran tarekat Syattariyyah menjadi sarat pula dengan nuansa lokal. Ajaran tentang hubungan antara tubuh lahir dengan tubuh batin misalnya, dirumuskan dalam apa yang disebut sebagai "pengajian tubuh"; demikian halnya dengan teknik penyampaian ajaran-ajaran tarekat Syattariyyah; selain melalui bentuk-bentuk yang konvensional seperti pengajian, ajaran-ajaran tersebut juga disampaikan dalam bentuk-bentuknya yang khas dan bersifat lokal, seperti kesenian salawat dulang. Masih yang bersifat lokal, di kalangan penganut tarekat Syattariyyah di Sumatra Barat ini juga berkembang apa yang disebut sebagai "Basapa", yakai ritual tarekat Syattariyyah setiap bulan Safer di Tanjung Medan Ulakan, yang banyak dipengaruhi budaya lokal.

This research -which takes a philological and intellectual history-social approach- focuses on efforts to reveal meaning in religious manuscripts, in this case the manuscripts about Syattariyyah order that emerged in West Sumatra. Ten Syattariyyah manuscripts, written by three Syattariyyah ulama in West Sumatra - Imam Maulana Abdul Manaf Amin, H. K. Deram (w. 2000), and Tuanku Bagindo Abbas Ulakan- were primary sources for this research.
Aside from the ten manuscripts from West Sumatra mentioned above, in order to measure the dynamics of the teachings of Syattariyyah order in West Sumatra, two Arabic sources related to Syattariyyah, which are considered to be reference sources for teaching Syattariyyah order in the Malay-Indonesian Islamic world, were consulted. The first source is al-Simf al-Majid, a Islamic mystical book written by Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, and the second is Ithaf al-Zakibi Syarh al-Tuhfah al-Marsalah ila Ruhal-Nabi karangan lbrahim al-Kurani.

ABSTRACT
This research -which takes a philological and intellectual history-social approach- focuses on efforts to reveal meaning in religious manuscripts, in this case the manuscripts about Syattariyyah order that emerged in West Sumatra. Ten Syattariyyah manuscripts, written by three Syattariyyah ulama in West Sumatra - Imam Maulana Abdul Manaf Amin, H. K. Deram (w. 2000), and Tuanku Bagindo Abbas Ulakan- were primary sources for this research.
Aside from the ten manuscripts from West Sumatra mentioned above, in order to measure the dynamics of the teachings of Syattariyyah order in West Sumatra, two Arabic sources related to Syattariyyah, which are considered to be reference sources for teaching Syattariyyah order in the Malay-Indonesian Islamic world, were consulted. The first source is al-Simf al-Majid, a Islamic mystical book written by Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, and the second is Ithaf al-Zakibi Syarh al-Tuhfah al-Marsalah ila Ruhal-Nabi karangan lbrahim al-Kurani.
As a result of an intellectual analysis of the early Syattariyyah manuscripts, we know that the Syattariyyah manuscripts in West Sumatra were an important intellectual link between the writers, starting with Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, Syaikh Ibrahim al-Kurani, Syaikh Abdurrauf al Sinkili, and reaching the writers in West Sumatra by way of Syaikh Burhanuddin Ulakan, an eminent student of al-Sinkili.
As can be seen from the manuscripts, the teachings of Syattariyyah order in West Sumatra generally carried on the traditions that had been previously formulated by prominent figures of Syattariyyah in Hararnayn, represented by al-Qusyasyi, and also by the ulama of Syattariyyah in Aceh, in this instance represented by Abdurrauf al-Sinkili. These teachings are mainly related to the practices of zikir (religious recitation), behavior and good manners in zikir, and the formulation of zikir.
However, there are noticeable differences, particularly in relation to the concepts of hakikat (religious truth) and the ultimate objectives of zikir in Syattariyyah order. In Syattariyyah in West Sumatra, the formulation of these concepts was more moderate than in the earlier teachings of al-Qusyasyi and al-Sinkili. The Syaltariyyah manuscripts of al-Qusyfisyi and al-Sinkili discuss the concept of fana - the negation of self or the loss of individual limitations, and becoming one with Allah, fana'an al fana or fana 'an fanaih, that is fana from fana itself- as religious truth and the ultimate objective of zikir. The Syattariyyah manuscripts of West Sumatra explain that religious truth and zikir are "sufficient" to cleanse the soul, which allows nearness with God, and to produce the feelings that allow for certainty and evidence of religious truth and His Being (Wujud).
This inclination towards moderation is even clearer in the formulation of mystic-philosophy doctrine. As is evident in the manuscripts written by al Kurani and al-Sinkili, they were still teaching the wahdat al-wujud doctrine, though it was adapted to theories of orthodox Islam, and thus this doctrine -which met with strong opposition from the orthodox ulama was more widely accepted. In the Syattariyyah manuscripts of West Sumatra, the teachings of wahdat al-wujud were not just more flexible, they were in fact removed from all the teachings of Syaltariyyah order, as they were considered to be in conflict with the teachings of ahlussunnah wal jama'ah, and a deviation from the practices of syari'at.
As a result, particularly since the 19th century, the teaching of Syaltariyyah order in West Sumatra without the wahdat al-wujud doctrine is just one of this order's unique characteristics and tendencies. This is relatively different from the conclusions drawn by scholars in the past, such as B. J. D. Schrieke, Karel A. Steenbrink, Martin van Bruinessen, and several others, who argued that followers of Syattariyyah order in West Sumatra were the group most active in developing wa'hdat al-wujud, and clashed with _Naqsybandiyyah order adherents who developed the wahdat al-syuhud doctrine.
After having contact with several local traditions and cultures, the teaching style of Syattariyyah order was laden with local nuances. Teachings about the relationship between the external body and the internal self, for example, were formulated in what was known as " pengajian tubuh" (teachings of body). Syattariyyah teachings, apart from via conventional methods such as the recitation of al-Qur'an, were also delivered through traditions that included local characteristics, such as salawat dulang. Followers of Syattariyyah order in West Sumatra also developed what is known as "Basapa", a Syattariyyah order ritual in Ulakan each Safar month (2n, month of the Arabic calendar), a tradition that was strongly influenced by local culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
D492
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Rusyad
"Dalam jurnal ini akan dibahas mengenai tentang Tarekat Sanusiyah yang mana didalamnya akan dibahas Tentang tarekat Sanusiyah dan gerakanya di Afrika utara khususnya di Libiya. Penulisan jurnal yang berjudul Tarkat Sanusiyah : Pengaruhnya Terhadap Kemerdekaan Libiya ini menggunakan metode studi psutaka menggunakan sumber-sumber dari berbagai macam buku yang didalamnya membahas pergerakan Tarekat Sanusiyah di Libiya dan juga beberapa sumber dari internet mengenei pergerakanya. Didalam jurnal ini menjelaskan tentang sejarah Tarekat Sanusiyah yang diawali biografi singkat dari pendiri Tarekat Sanusiyah, paham ataupun ajaran yang diajarkan oleh pendirinya dan gerakan yang dilakukan oleh orang-orang pengikut Tarekat Sanusiyah di Libiya untuk melawan penjajah Italia. Jurnal ini juga membahas kontribusi gerakan Tarekat Sanusiyah sehingga bisa membuat Libiya merdeka dari penjajah.

The research of this journal is talking about “Tarekat Sanusiyah” which is explain about their Tarekat and the activities of this tarekat in South Africa specifically at Libiya. This research has take a title, Tarekat Sanusiyah : The effects about freedom of Libiya. This journal use literature methodologies research from the books and many sites or blogs in the internet. Which this research discusses about Tarekat sanusiyah history with biography who thought up of this tarekat, the theory and doctrine of this tarekat also explain here, their activities and follower of this tarekat in Libiya to oppose Italian colonizer. This journal also explain that this tarekat have many contribution for Libiyan freedom."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2015
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muliadi Kurdi
Banda Aceh: Lembaga Naskah Aceh (NASA), 2013
922 MUL a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elmansyah
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2019
900 HAN 3:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Nanda Vitera
"ABSTRAK
Tarekat merupakan aktivitas islamis yang menyebar di berbagai wilayah di dunia. Dalam catatan sejarah, tarekat di Indonesia memiliki kontribusi besar dalam perkembangan Islam dan dalam kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Tarekat Khalwatiyah merupakan nama sebuah aliran tarekat yang berkembang di Mesir setelah dibawa oleh Musthafa al-Bakri; penyair sufi asal Damaskus, Suriah. Pada umumnya, nama tarekat diambil dari nama pendirinya, seperti Tarekat Naqsabandiyah dari Baha Uddin Naqsyaband. Namun, Tarekat Khalwatiyah diambil dari kosakata Arab khalwat yang berarti menyendiri (untuk merenung). Secara nasab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat az-Zahidiyah, Tarekat al-Abhariyah dan Tarekat as-Suhrawardiyah. Di Madinah, Muhammad al-Samman melakukan perkembangan dari Tarekat Khalwatiyah. Revisionisme yang dilakukan Samman melahirkan suatu aliran tarekat baru yakni Tarekat Khalwatiyah Samman. Pada 1825, tarekat tersebut kemudian sampai ke Nusantara (Sulawesi Selatan) oleh Abdullah al-Munir. Upaya penyebaran yang lebih luas Tarekat Khalwatiyah Samman dilakukan oleh generasi penerus al-Munir, yaitu putranya, cucunya dan Abdur Razaq, serta keturunan-keturunannya. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai ajaran dan kiprah Tarekat Khalwatiyah Samman di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan studi pustaka. Hingga saat ini, Tarekat Khalwatiyah Samman masih kokoh berdiri di Sulawesi Selatan. Bahkan, tarekat ini menjadi satu-satunya golongan tarekat yang memiliki perwakilan di DPRD tingkat provinsi sejak masa Orde Baru. Pergerakan Tarekat Khalwatiyah Samman yang dinamis serta upaya-upaya yang dilakukan para pengikutnya agar tarekat ini tidak tergerus zaman layak dijadikan representasi tasawuf kontemporer di Indonesia.

ABSTRACT
Tarekat is an Islamic activity that spreads in various regions of the world. In historical records, tarekat in Indonesia have a major contribution to the development of Islam and Indonesian independence from colonialism. Tarekat Khalwatiyah is the name of tarekat which developed in Egypt after being brought by Mustafa al-Bakri; Sufi poet from Damascus, Syria. In general, the name of tarekat usually taken from the name of its founder, such as the Tarekat Naqshabandiyah from Baha Uddin Naqshaband. However, Tarekat Khalwatiyah is derived from the Arabic vocabulary khalwat which means to be alone (to reflect). In nasab, Tarekat Khalwatiyah is a branch of Tarekat az-Zahidiyah, Tarekat al-Abhariyah and Tarekat as-Suhrawardiyah. In Medina, Muhammad al-Samman developed Tarekat Khalwatiyah. Samman s revisionism resulted the new tarekat namely Tarekat Khalwatiyah Samman. In 1825, Tarekat Khalwatiyah Samman arrived in Nusantara (South Sulawesi) by Abdullah al-Munir. Then, Tarekat Khalwatiyah Samman were carried out by the next generation of al-Munir, his son, grandson and Abdur Razaq, and their descendants. The purpose of this writing is to describe the doctrines and progress of Tarekat Khalwatiyah Samman in Indonesia. The research method used is qualitative with literature study. Until now, Tarekat Khalwatiyah Samman still stands firm in South Sulawesi. In fact, this tarekat has become the only group of tarekat that has representation in the provincial DPRD since New Order era. The dynamic movement of the Tarekat Khalwatiyah Samman and the efforts of its followers so that this tarekat is not eroded by the times make this tarekat is worthy of being a representation of contemporary Sufism in Indonesia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Mulyati
Jakarta: Kencana, 2004
297.409 598 SRI m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kencana, 2005
297.87 MEN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hakim
"Penelitian ini berangkat dari ketertarikan penulis terhadap tesis Max Weber ?The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism? dan Clifford Geerlz dalam bukunya "Penjajah dan Raja? yang keduanya memperlihatkan adanya hubungan antara ajaran agama dengan prilaku ekonomi. Weber dan Geertz dalam kajiannya itu menunjukkan bahwa etika agama yang memberikan spirit pada prilaku ekonomi adalah agama yang bercorak progresif/reformatoris, bukan yang pasif dan tradisional. Dari pernyataan itu, peneliti mempertanyakan apakah betul anggapan selama ini bahwa lembaga tarekat merupakan paham tradisional yang tidak mendorong penganutnya untuk memiliki semangat produktif di bidang ekonomi, tarekat dianggap hanya membawa penganutnya ke ekapisme, melarikan diri dari dunia, mengatakan diri dari kebutuhan dunia dan membangun jalan kemunduran umat. Semua pandangan tersebut berubah ketika peneliti tidak menemukan relevansinya dalam kasus kehidupan komunitas tarekat Asy-syahadatain di desa Gebang Kulon.
Komunitas tarekat Asy-syahadatain yang menjadi fokus penelitian ini, merupakan agen sosialisasi nilai yang dianut para pengikutnya. Karena itu, kepribadian, sikap dan etos kerja penganut tarekat ini merupakan realisasi dari sistem nilai ketarekatannya. Sebagaimana dikatakan Geertz bahwa etos yang dimiliki seseorang tidak bisa lepas sistem nilai dan pandangan hidup yang dianutnya.
Secara metodologis peneiitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan yang menempatkan pandangan peneliti terhadap sesuatu yang diteliti secara subyektif, dalam arti peneliti sangat menghargai dan memperhatikan pandangan subyektif setiap subyek yang ditelitinya. Pendekatan kualitatif selalu berusaha memahami pemaknaan individu (subjective meaning) dari subyek yang ditelitinya. Pengumpulan bahan dilakukan dengan tiga metode, kajian literatur (literature review), wawancara mendalam (indept interview) dan pengamatan (observation). Hasil data yang terkumpul kemudian dideskripsikan dan dianalisa.
Dari penelitian ini diperoleh gambaran bahwa etos kerja pengikut tarekat Asysyahadatain berbeda antara pengikut satu dengan pengikut yang Iainnya, yakni ada yang memiliki etos kerja tinggi dan etos kerja rendah. Begitu juga dengan mata pencaharian dan pekerjaan yang bervariatif. Ini menandakan bahwa mereka adalah sebuah komunitas yang beragam status sosial maupun status ekonominya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kepribadian dan tinggi rendahnya etos kerja pengikut tarekat Asy-syahadatain, yaitu pengaruh dari ajaran tarekat itu sendiri dan beberapa faktor pendukung lainnya. Daya serap mereka terhadap ajaran tarekat dan ritual keagamaan sangat berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian seseorang dan etos kerjanya. Etos kerja pengikut tarekat Asysyahadatain selain pengaruh ajaran tarekat yang menjadi landasam moral, juga didukung adanya pengaruh lain seperti kebutuhan hidup, penguasaan terhadap aset produksi dan penguasaan terhadap pemasaran.
Para ilmuan sosial sepakat bahwa etos atau sikap bekerja yang diperlukan dalam pembangunan adalah sikap bekerja yang bersifat rasional, seperti bekerja keras, memperhitungkan, inovatif, kejujuran, hemat dan kemandirian. Perbedaan etas kerja yang dimiliki penganut tarekat Asy-syahadatain ini, dapat dilihat atau diukur dengan melalui sikap bekerja diatas. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga tarekat cenderung febih berhasil pada sosialisasi sikap kejujuran, hemat dan kemandirian yang dimiliki oleh penganut tarekat yang memiliki etos kerja tinggi maupun etos kerja rendah. Sedangkan sikap kerja keras, memperhitungkan, dan inovatif Iebih ditentukan oleh jenis usaha pekerjaan, penguasaan terhadap aset produksi, penguasaan terhadap pemasaran dan pemenuhan kebutuhan hidup.
Sejalan dengan temuan Weber ketika meneliti sekte Calvinis, penelitian ini juga menemukan fakta bahwa ajaran tarekat Asy-syahadatain yang dipahami oleh para pemeluknya temyata berdampak pula pada pemahaman yang progresif dan mengarah pada kemajuan dalam bidang ekonomi. Sedangkan prilaku asketis yang mengacu pada hidup menyendiri, mengasingkan atau mengisolasi diri tidak dipraktekan dalam kehidupan dan ritual keagamaan mereka. Inilah yang mungkin secara tepat dilukiskan oleh Weber sebagai inner wordy asceticism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ratna Saktimulya
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2016
091.598 SRI n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>