Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129686 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurbaiti
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T41331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutomo
"Program JPKMM (Askeskin) yang dimulai awal tahun 2005 belum ada yang mengevaluasi, padahal program sebelumrrya banyak menimbulkan masalah. Semcntara itu banyak isu ncgatif terhadap peran serta rumah sakit swasta dalam hal pelayanan' masyarakat miskin. Salah satu cara untuk mengevaluasi adalah dengan meiakukan review utilisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pemanfaatan perawatan kelas Ill oleh masyarakat miskin di RSUD dan RS. Krakatau medika. Review juga untuk mengetahui komponen kegiatan pelayanan serta biaya perawatan yang timbul sehubungan dcngan perawatan masyarakat miskin di kelas lil. Komponen tersebut adalah Iama hari rawat, pemeriksaan radiologi, iaboratorium, tindakan operasi, pemberian resep.
Penelitian ini bersifat deskriptif , dan didukung oleh wawancara dengan pejabat terkait di dua rumah sakit dengan tujuan untuk memperjclas dalam pembahasan.Waktu penelitian adalah bulan Februari sampai April 2006, data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dari hasil wawancara. Populasi dan sampel adalah semua pasien rawat inap kelas I Il di kedua rumah sakit.
HasiI penelitian yang didapat adalah pemanfaatan pelayanan rawat inap kelas lil di dua rumah sakit masih rendah untuk masyarakat miskin , rata -rata kurang dari 30% dibandingkan dengan total rumah sakit. Biaya perawatan pasien .IPKMM 55% dari total biaya perawatan kelaa Ill, sedangkan pasien umum 44%. Alcan tetapi jumlah pasien JPKMM 40,7% sedangkan pasien umum 58,6% dari total pasien kelas lIl.Hal ini membuktikan bahwa pclayanan RSUD Cilegon tidak efisien. Hari rawat pasien JPKMM 6 hari per pasien sedangkan untuk pasien umum 3 hari per pasien. Di RS. Krakatau Medika untuk pasien umum 5 hari per pasien, sedangkan untuk pasien miskin 7 hari pcr pasien. Biaya obat non DPI-[O dua kali lebih besar dibandingkan dengan biaya obat DPHO. Terdapat perbedaan penyakit terhanyak di kedua rumah sakit, RSUD terbanyak adalah TBC Paru sedangkan di RS. Krakatau medika adalah Demam Tifeid.
Disarankan kepada rumah sakit agar mampu mengevaluasi pelaksanaan program JPKMM ini sehingga lebih efektif dan efisien, untuk PT- Askes agar lebih fleksibel dalam dalam penghitungan biaya rawat inap dan pembenahan dalam sistem infbnnasi untuk mempercepat proses klaim.

JPKMM program which started on 2005 has not been evaluated yet, eventhough it has caused a lot of problems. At the same time, there are a lot of negative responds to private hospital involvement in services to the poor. One way to evaluate it is by reviewing it?s utilization.
This research is aimed to capture general picture of class Ill serivice utilization by the poor at RS. Krakatau Medika and RSUD. lt also reviews service activity and cost components of class Ill sen/iees for the poor. These components are hospital stay, radiology observation, laboratorium, surgeries and recipes.
This research is descriptive and supported by interviews with related officers on two hospitals for clarification. This research is conducted on February through April 2006, and data being used are secondary and primary data from interviews. Population and sampling are from all patients staying at class III ofboth hospitals.
The result of this research is that utilization of class III for the poor in both hospitals is still very low, less than 30% on average compare to all patient. Cost of the JPKMM patient service is 55% of total cost for Class lll, while for general patient is 44%. On the other hand total quantity of' .IPKMM patient is 40.7% and for general patient is 58% from all class Ill patient. These prove that RSUD Cilegon services is not efficent. Staying period for JPKMM patient is 6 day per patient and for general patient is 3 day per patient. ln RS Krakatau Medika it is 5 day per person, and for the poor it is 7 day per patient. Non-DPHO Medication cost twice as much as DPI-IO medication. There is also difference: in the most disease being treated in both hospitals. In RSUD it is Lung TBC while in RS Krakatau Media it is Typhoid fever.
It is advisable that hospitals have to be able to evaluate their JPKMM programs so that it could be more effective and efhcient. lt is also advisable for P'I` Askes to be more flexible in calculating the cost of medical stay and to improve their infomration system for claim system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Puspa Dewi
"Saat ini dalam pengelolaan sualu rumah sakit membutuhkan biaya yang terus meningkat. Hal ini disebabkan antara lain karena meningkatnya biaya-biaya umum di rumah sakit, meningkatnya kebutuhan pelayanan oleh masyarakat Serta kemajuan di bidang teknologi kedokteran. Di lain pihak, kemampuan sumber dana pemerintah semakin terbatas sehingga peran serta masyarakat dalam pembiayaan rumah sakit perlu terus digali dan ditingkatkan. Pembaharuan sistem pengelolaan keuangan pada rumah sakit pemerintah telah dirintis sejak tahun 1992, dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah tentang unit swadana. Sejalan dengan hal tersebut diatas juga diharapkan adanya peningkatan akses dan keterjangkauan upaya pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III pada rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta yang ditunjuk. Berbagai upaya juga lelah dilakukan oleh Pemerintah untuk menyalurkan subsidi ke masyarakat, baik melalui sisi supplay (provider) atau sisi demand (langsung ke pasien).
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung adalah salah satu rumah sakit swadana pemerintah yang mengemban misi sosial danjuga sebagai rumah saklt rujukan tertinggi di Provinsi Lampung. Sejak dicanangkannya program JPSBK tahun 1998 hingga program JPKMM pada tahun 2005, telah ikut berperan dalam menyelenggarakan program-program tersebut. Pada tahun 2005, RS.AM bekerja sama dengan PT Askes (Persero) untuk melayani masyarakat miskin di Lampung khususnya Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil negosiasi disepakati tarif paket-paket pelayanan termasuk di dalamnya tarif paket rawat inap untuk program JPKMM sebesar Rp90.000,- per hari/pasien. Dalam aplikasinya, rumah sakit membuat aturan pembagian tarif paket tersebut menjadi tiga komponen besar yaitu jasa pelayanan, pembelian alat kesehatan dan bahan habis pakai dan retribusi rawat inap kelas III.
Sejak diimplementasikannya program JPKMM di RSAM bulan Januari 2005, utilisasi rawat inap kelas III baik dilihat dari aspek jumlah hari rawat maupun jumlah pasien telah menunjukkan peningkatan secara bermakna. Hal ini juga diikuti dengan peningkatan penerimaan yang memberikan kontribusi sampai dengan 65,5% di tahun 2005. Padahal tarif yang digunakan adalah tarif paket, dimana informasi biaya satuan di rumah sakit belum tersedia. Selain itu sistem pengajuan klaim oleh RS kepada PT Askes mempunyai kesenjangan waktu yang cukup berarti sampai dengan pembayaran klaim dan tidak semua klaim yang diajukan dapat disetujui. Seyogyanya peningkatan penerimaan memberikan kontribusi (keuntungan) khususnya bagi Unit rawat inap kelas III.
Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai potensi kesinambungan keuangan Unit rawat inap kelas III di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan retribusi program JPKMM tahun 2005. Penelitian ini bersifat operational research melalui pendekatan kualitatif dengan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, tarif rawat inap program JPKMM yang ditetapkan sangat jauh dibawah biaya satuan akrual maupun normatif, tetapi tarif tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan UC actual tanpa AIC dan biaya pegawai. Hal tersebut didukung pula dengan adanya subsidi silang dalam tarif paket (shadow revenue). Pasien program JPKMM memberi kontribusi cukup besar terutama untuk Unit rawat inap kelas III. CRR tanpa AIC dan biaya pegawai >I00%. Pihak manajemen RS telah melakukan upaya efisiensi dengan tepat sebagai salah Satu cara meningkatkan penerimaan dan mengurangi pengeluaran.
Dari hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa Unit rawat inap kelas III RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung dengan retribusi program JPKMM tahun 2005 mempunyai potensi untuk mewujudkan kesinambungan keuangan. Untuk meningkatkan dan menjamin kesinambungan tersebut hendaknya dilakukan sosialiasi tentang program JPKMM kepada Direktur dan jajarannya, pelaksana pelayanan khususnya Kelas III dan unit terkait serta kepada Dinas Kesehatan dan Pemda Provinsi Lampung, melakukan survey kepuasan pasien JPKMM, melakukan penelitian lanjutan terkait dengan multiplier effect, menata birokrasi keuangan RS dan mereview laporan keuangan terkait dengan modal kerja RS, menghitung biaya satuan unit lain, menambah jenis pelayanan dan menyederhanakan birokrasi keuangan supaya Iebih cepat dalam pembayaran klaim."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuditha Endah Prihmaningtyas
"Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 meninggalkan dampak yang berkepanjangan mengakibatkan masyarakat miskin bertambah banyak jumlahnya. Bulan Febuari lalu, Jakarta dilanda wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan korban yang cukup banyak dari golongan tidak mampu, hal ini disebabkan karena terlambat datang ke pelayanan kesehatan dengan alasan tidak mempunyai cukup biaya jika dirawat di rumah sakit.
Melalui SK.Menkes No.2541Menkes/JII12004, SK. Gubernur No.591/2004 dan SK.Kepala Dinas No.3622/2004 maka semua pembiayaan pasien demam berdarah dengue yang berobat di puskesmas maupun yang dirawat dirumah sakit namun dirawat diruang perawatan kelas III, ditanggung oleh Pemda Propinsi DKI Jakarta, melalui anggaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Keluarga Miskin dan Bencana.
Sistem pembayaran pra upaya yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta adalah dengan menggunakan Paket Pelayanan Esensial Rumah Sakit (PPE-RS) yang dipakai sebagai acuan dalam pengajuan klaim rumah sakit, namun belum semua rumah sakit menggunakannya .
Hasil verifikasi rumah sakit menggambarkan rentang biaya pengobatan DBD sangat besar jika dibandingkan dengan biaya yang ada di PPE-RS, begitu juga dengan format klaim yang diajukan ke Dinas Kesehatan sangat beragam. OLeh karenanya penulis merancang suatu format klaim yang digunakan oleh semua rumah sakit yang berada di wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Penelitian ini merupakan riset operasional dengan memakai data sekunder, berupa rekap laporan pasien DBD. Hasil analisis biaya pengobatan penyakit DBD di kelas III RSUD Pasar Rebo adalah : Rata-rata biaya per kasus DBD di IGD adalah Rp 171.575,- Rata-rata biaya per kasus DBD di kelas III adalah Rp 688.617,- Rata-rata biaya per kasus DBD di ICU adalah Rp 1.942.805 ,﷓
Rata-rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur < 15 tahun di IGD adalah Rp 165.936,- Rata-rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur < 15 tahun di kelas III adalah Rp 626.805,- Rata-rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur < 15 tahun di ICU adalah Rp 1.799.412,- Rata rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur > 15 tahun di IGD adalah Rp 177.214,- Rata-rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur >15 tahun di kelas III adalah Rp 750.429,- Rata-rata biaya perawatan kasus DBD untuk umur >15 tahun di ICU adalah Rp 2.086.197,﷓
Rata-rata biaya perawatan kasus DBD yang diikuti dengan penyakit penyerta di kelas III adalah Rp 788.617,- Rata rata biaya perawatan kasus DBD yang diikuti dengan penyakit penyerta di ICU adalah_Rp 1.987.590;
Lama hari rawat untuk penyakit kasus DBD di kelas III adalah 4,6 hari.Lama hari rawat DBD di ICU adalah 8 hari. Lama hari rawat kasus DBD dengan penyakit penyerta adalah 5,9 hari. Lama hari rawat kasus DBD dengan penyakit penyulit adalah 6,9 hari.
Kisaran biaya perawatan kasus DBD di IGD antara Rp 40.500,- - Rp 377.500; Kisaran biaya perawatan kasus DBD di Kelas III antara Rp 158.100,- -Rpl.909.721,- Kisaran biaya perawatan kasus DBD di ICU antara Rp 743.948; - Rp 7.780.151,- Kisaran biaya perawatan kasus DBD di Kelas III dengan Penyakit Penyerta antara Rp 262.230,- - Rp 939.195,- Kisaran biaya perawatan kasus DBD di Kelas III dengan Penyakit Penyulit antara Rp 102.500,- - Rp 957.258,- Kisaran biaya perawatan kasus DBD di ICU dengan Penyakit Penyerta antara Rp 1.029.145,- - Rp 2.705.614,- Kisaran biaya perawatan kasus DBD di ICU dengan Penyakit Penyulit antara Rp 1.058.171; - Rp 4.231.296,﷓
Hasil uji independent t, bermakna pada hubungan antara rata-rata lama hari rawat dan kelompok umur di kelas III. Rata-rata biaya laboratorium dan kelompok umur di kelas III. Rata-rata total biaya perawatan dan kelompok umur di IGD. Rata-rata total biaya perawatan dan kelompok umur di kelas III. Rata-rata biaya tindakan medis dan kelompok umur di ICU.
Disarankan bagi rumah sakit, agar hasil penelitian ini dijadikan inforrnasi kepada pasien untuk mengetahui besarnya biaya, lamanya perawatan serta tindakan yang akan diterimanya selama perawatan di rumah sakit. Agar sistem pengkodean penyakit di rekam medis diperbaiki, penulisan pada resume medik dengan ICD-X, penulisan diagnosa harus sesuai antara resume medik dengan ICD-X, sehingga dapat mempercepat pekerjaan. Penulisan diagnosa pada resume medik harus oleh dokter. Hasil dari analisis biaya ini dapat dipakai sebagai dasar perhitungan anggaran pendapatan rumah sakit.
Bagi Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta, disarankan analisis biaya ini dijadikan landasan pembuatan kebijakan dalam menentukan besarnya biaya klaim, kasus demam berdarah rawat inap pada Paket Pelayanan Esensial Rumah Sakit (PPE-RS), juga dijadikan dasar untuk membuat perencanaan anggaran antisipasi kejadian luar biasa demam berdarah dengue, khususnya dalam hal pembiayaan pelayanan kesehatan bagi orang tak mampu di rumah sakit serta digunakan sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya kesehatan.
Bagi asuransi analisis biaya ini dijadikan acuan klaim yang akan dibayarkan kepada pelayan kesehatan serta sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya kesehatan.
Daftar Pustaka : 29 ( 1976 - 2003 )

Cost of Treatment Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever at Class III of RSUD Pasar Rebo in March-June 2004Economic crisis in 1997 had left the long-term impact that caused the increasing of number of poor family. In the last February, dengue hemorrhagic fever (DHF) attacked Jakarta and most of patients came from the poor families. Due to the lack of money for paying the cost of treatment in hospital, they were late to get the treatment.
According to the decree of Minister of Health number 2541Menkes1II112004, decree of Governor number 59112004, and decree of Head of Health Office number 362212004, all cost of treatment of DHF patient both in Heath Center and Class III in Hospital was insured by the government of DKI Jakarta Province through the budgeting of Health Maintenance Security for Poor Family.
Prepayment service system that used by the Health Office of the Province of DKI Jakarta was Hospital Essential Service Package (HESP) that used as reference in proposing claim for hospital, however not all hospitals applied it yet.
The result of hospital claim verification showed a wide range of cost of DHF treatment when compared with the cost stated on HESP. The claim format that proposed to the Health Office was varied. The study aimed to design the claim format for hospital in the Province of DKI Jakarta.
This study was an operational research using secondary data obtained from recapitulation of DHF patient report. The study result showed that cost average of DHF treatment in Emergency Unit (ER), Class III, and Intensive Care Unit (ICU) respectively was LDR 171,575; IDR 688,617; IDR 1,942,805.
The followings were the cost average of DHF treatment for patient with age less than 15 years old in ER, Class III, and ICU respectively was IDR 165,936; IDR 626,805; IDR 1,799,412. Meanwhile the cost average of DHF treatment for patient with age more than 15 years old in ER, Class III, and ICU respectively was IDR 177,214; IDR 750,429; IDR 2,086,197.
The cost average of DHF treatment with followed diseases for each patient in Class III and ICU sequentially was IDR 788,617 and IDR 1,987,590. Sequentially the average of long of stay of DHF patient in Class III and ICU was 4.6 days and 8 days, while the average of long of stay of DHF patient with followed diseases and complication in each was 5.9 days and 6.9 days.
The cost average of DHF treatment in ER, Class III, and ICU, respectively was IDR 40,500-377,500, IDR 158,100-1,909,721, and IDR 743,948-7,780,151. Meanwhile the range of cost of DHF treatment in Class III and ICU with followed diseases in sequence was IDR 262,230-939,195 and 1,029,145----2,705,614. However, the range of cost of DHF treatment with complication was IDR 102,500-957,258 and IDR 1,058,171---4,231,296.
The independent t-test showed that there were significant relationship between the average of long of stay and age group in Class III between the cost average of laboratory and age group in Class III, between total cost of treatment and age group in Class III, between average cost of medical treatment and age group in ICU.
It was recommended to the hospital to use the result of study as information for patients to know the cost of treatment and long of stay that they had to pay. Diseases coding system in medical record should be improved; ICD X and medical resume should be appropriate to ICD X so that the staff could work effectively, diagnose writing should be done by doctor. Cost analysis could be used as calculation base of hospital revenue budgeting. It was also recommended to the Health Office of DIU Jakarta Province in order to use that cost analysis as guideline on making policy such as determining the claim cost of DHF on HESP, and also to make a budgeting plan to anticipate DHF outbreak, particularly in term of health care financing for poor family in hospital, and also as a control tool in health care cost containment. To insurance company, it was suggested to use the study result as claim reference that would be paid to the health provider, and as control tool in cost containment.
References: 29 (1976-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Eka Putri
"Era globalisasi menciptakan persaingan di berbagai bidang yang semakin lama semakin ketat tidak terkecuali dalam bidang pelayanan kesehatan terrnasuk perumahsakitan. Agar shatu rumah sakit mampu bersaing dengan baik, maka rumah sakit dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanannya Salah satu indikator untuk mengukur kualilas pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien.
RSIA Hermina, Bekasi diresmikan pada tahun 1997, merupakan rumah sakit dengan reputasi yang sudah dikenal masyarakat sebagai rumah sakit yang dapat diandalkan pelayanannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap persa1inan normal terhadap mutu layanan Rumah Sakit lbu dan Anak Hermina yang dilaksanakan pada tanggal 24 April sampai 24 Mei 2002 dengan 80 orang responden yang sedang menjalani perawatan setelah persalinan normal. Pengukuran dilakukan dengan metode Servqual pada lima dimensi pelayanan yakni tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.
Hasil penelitian memperlihatkan sebanyak 88,3% responden puas dan sebanyak ?l?l,7% tidak puas dengan dimensi mutu layanan. Uji hubungan dengan uji chi-square pada variabel kepuasan dengan faktor sostal ekonomi tidak mendapatkan hasil yang bermakna. Pada uji hubungan variabel kepuasan dengan masing-masing dimensi mutu layanan didapatkan hubungan yang bermakna. Tingkat kesesuaian masing~masing dimensi mulai dari yang terbesar sampai dengan yang terkecil adalah dimensi assurance, empathy, tangible, responsiveness, dan reliability. Penelitian ini merekomendasikan agar rumah sakit meningkatkan kinerjanya pada ruang rawat inap agar lebih bersih, nyaman, dan tenang serta mampu memberikan layanan sesuafyang dijanjikan dengan cepat dan tepat. Para dokter disarankan agar dapat bertugas sesuai jadwal. Disarankan pula bagi rumah sakit agar memperhatikan faktor jarak antara tempat tinggallpraktek dokter dengan daerah Rumah Sakit.

The current globalization era causes tight competition in many aspects, no exception in health service aspect including the hospital _ ln order to hospitals to function complete well, it is required to maintain its service quality. One of the indicators to measure the health quality in health care is patient?s satisfaction.
The Hermina Mother and Child Hospital Bekasi , founded in 1997, have already had a good reputation in the community.
This study was aimed to tind the level of satisfaction of normal birth deliveiy of inpatient on the service quality in this hospital. The study was conducted from April 24 up to May 24, 2002 by taking 80 respondents as the sample which take care in the hospital alter having normal delivery. The measurement used Servqual Method, focused to tive service dimensions
which is tangible, reliability, responsiveness, assurance, and empathy.
The result of the study showed that 88,3 % respondents were satisned on the service quality and the rest of the respondents (?l1,7%) were insatistied. The statistical analysis using chi-square test proved that social economic factor was not related to the patient?s satisfaction. However, the patient's satisfaction variable considered statistically si niticant in relation with each ofthe sen/ice dimension. Based on ranking, the level of satisfaction on each service dimension from the highest to the lowest respectively is as follows assurance, empathy, tangible, responsiveness, and reliability. Based on this Ending, the study recommends to the hospital to measure the performance of the inpatient ward so that it is cleaner, more comfortable. and quiet. The hospital is also recommended to provide a quick and accurate service. Recommendation is also addressed to the physician in order to work on schedule_ lt is considered to the hospitai to concern with the distance between the physician?s residencelprivate practice and the hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanyan Rusyandi
"Hanya rumah sakit yang menawarkan harga terjangkau dengan pelayanan bermutu yang akan menjadi pilihan masyarakat. Terlepas dari tujuan rumah sakit yang mencari untung atau rumah sakit sosial yang tidak mencari untung, perhitungan tarif yang tepat mutlak sebagai suatu keharusan. Alasannya tingkat pemulihan biaya, efisiensi dan mutu adalah andalan utama agar rumah sakit dapat bertahan. Ketiga hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila rumah sakit mengetahui berapa pendapatannya dan berapa biaya yang ia keluarkan.
Penelitian ini dirancang dengan studi potong lintang melalui pengumpulan deret data berkala selama 3 tahun untuk mengetahui gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap. Hipotesis diuji untuk membuktikan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat inap dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap. Analisis data dengan metoda penghitungan koefisien korelasi dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap, sedangkan faktor dominan dicari melalui pendekatan persamaan garis sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap mengalami kenaikan selama periode 2001-2003, walaupun berbeda untuk masing-masing kelas perawatan. Harapan terjadinya subsidi silang belum dapat dibuktikan ini terbukti dengan lebih rendahnya tingkat pemulihan biaya di kelas utama dibanding kelas 3. Faktor yang berhubungan berbeda untuk masing-masing kelas perawatan, sehingga memerlukan tindak lanjut yang tepat agar pemulihan biaya dapat diperbaiki. Secara umum rata-rata tingkat hunian, jumlah tempat tidur, kapasitas dan lama hari rawat berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya. Tak kalah penting variabel kebijakan tarif dan SOTK RS juga berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya walaupun tidak disetiap kelas perawatan.
Penelitian ini menyarankan pengaturan kapasitas dan jumlah tempat tidur yang saat ini berlangsung ternyata telah memberikan dampak terhadap tingkat pemulihan biaya. Ini perlu dilanjutkan dengan penemuan formula yang tepat melalui penerapan hasil penelitian serta penambahan data untuk 5 (lima) tahun.
Daftar Bacaan : 44 (1990-2004)

Factors Related to Cost Recovery Rate of In-Hospital Care in R. Syamsudin Hospital Sukabumi Year 2001-2003Only hospital that offers affordable price with quality service that will be selected by people. Despite its profit or social orientation, appropriate pricing is a must. Cost recovery rate, efficiency, and quality are major components for a hospital to be survived. Those aspects could only be implemented if the hospital knows exactly its income and expenditure.
This study was designed as cross sectional study and data was collected retrospectively in three years period aimed at describing the cost recovery rate of in-hospital care. Hypotheses were tested to examine which factor was related to in-hospital cost recovery rate and what was the most dominant factor. Data was analyzed with coefficient correlation calculation method to understand the relationship and simple linear modeling to find the most dominant factor.
The study results show that there was an increase in in-hospital cost recovery rate during the period of 2001-2003, even though differences were found for different classes of care. Cross subsidy was not found as expected since the cost recovery rate of first class was lower than that of third class. Factors related to the rate were different for different classes and thus needed appropriate follow-up action as to improve the rate. In general, occupancy rate, bed numbers, capacity, and length of care were related to cost recovery rate. Other important factors were tariff policy and hospital SOTK, though they were not related to cost recovery rate in all classes.
It is recommended to sustain the existing regulation on capacity and number of bed which was proven to impart positive impact to cost recovery rate. This is to be continued with finding appropriate formula through research and with supplementing data for five years.
References: 44 (1990-2004).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Taufiqur Rachman
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis selisih biaya rawat inap operasi reseksi prostat trans
uretra pasien Jamkesmas berdasarkan tarif Peraturan Walikota, tarif INA-CBG’s
dan biaya berdasarkan clinical pathway di RSUD Kota Bekasi tahun 2012,mengetahui penyebab terjadinya selisih dan mencari upaya-upaya untuk memperkecil selisih biaya tersebut. Penelitian ini adala hpenelitian kualitatif observasional. Hasil penelitian menunjukkan terdapat selisih biaya cukup besar antara biaya berdasarkan tarif Perwal dan clinical pathway dengan tarif INA-CBG’s, penyebab utamanya adalah karena perbedaan dalam cara penghitungan dan penetapan tarif.Penelitian ini menyarankan agar rumah sakit dan Kemenkes menggunakan unit biaya (unit cost) dan clinical pathway
sebagai instrumen dalam penghitungan biaya, kendali biaya dengan tetap menjaga mutu
pelayanan.

ABSTRACT
The study analyzed the cost discrepancy of transurethral resection of prostate on
jamkesmas patient based on Perwal Tariff, INA-CBG’s Tariff and the cost based
on clinical pathway in RSUD Kota Bekasi in 2012 to find the cause and the
solution to minimalize it. It was an observational qualitative study. The result
show that there were a quit big discrepancy between the cost based on Perwal
tariff and the clinical pathway with the cost based on INA-CBG’s , with the main
Analisis selisih..., Bagus Taufiqur Rachman, FKM UI, 2013
cause are the different method in calculating the cost and tariff determination. The
study recommend that hospitals and The Ministry of Health use unit cost and
clinical pathway as the instrument in calculating and controlling the cost while
maintaining quality’"
2013
T39188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririk Rikmaya
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26760
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Wathy Carolina
"RSUD Kota Bekasi sebagai institusi pemberi layanan dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan yaitu dengan mengupayakan pemanfaatan setiap fasilitas yang dimiliki rumah sakit umum kota Bekasi secara optimal agar dapat bertahan dalam situasi kompetitif sekarang ini.
Adunya kesenjangan yang cukup tinggi antara jumIah pasicn rawat jalan yang pada umumnya memperoleh Iembar resep dari dokter dengan jumlah lembar resep pasien rawat jalan yang menebus obat di lnstalasi Farmasi hal ini merupakan masalah yang akan berpengaruh terhadap kelancaran Iayanan dan mengurangi kesempatan unluk menambah penghasilan bagi RSUD Kota Bekasi.
Tujuan pcnelitian ini adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan penebusan resep oleh pasien rawat jalan di Instalasi farmasi RSUD Kota Bekasi.
Desain penelitian ini adalah cross sectional yang dilakukan melalui wawancara terhadap 87 pasien rawat jalan atau pendampingnya yang tidak menebus resep dan yang menebus resep di Instalasi fammasi RSUD Kota Bekasi. Analisis dala yang digunakan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak 27 (73%) dari 37 reponden yang tidak diberi saran dokter tidak menebus resep di IFRS, sebanyak 35 (66,0%) dari 53 responden yang berumur kurang atau sama 35 tahun tidak menebus resep di IFRS,sebanyak 25 (59,5 %) dari 42 responden berjenis kelamin laki-laki tidak menebus resep di IFRS, scbanyak 13 (65,0%) dari 20 responden berpendidikan rendah dan menengah tidak menebus resep di IFRS, sebanyak 19 (70.4 %) dari 27 responden tidak bekerja tidak menebus resep di IFRS, sedang yang bekerja ada 35 sebanyak 50 (66,7%) dari 75 pasien sumber penghasilan dari suami dan atau istri tidak menebus resep di IFRS, tidak ada (0 %) dari 20 reponden yang puas terhadap pelayanan instalasi farmasi dan tidak menebus resep di IFRS 4 (19,0%) dari 21 reponden yang menilai harga obat mahal tidak menebus resep di IFRS bahwa sebanyak 1(3.1%)dari 6 reponden yang menilai obat tidak lengkap tidak menebus resep di IFRS.
Selain itu hasil penelitian ini menunjukkan dari 9 variabel bebas yang diteliti ditemukan bahwa sumber penghasilan mempunyai hubungan yang bemmkna dengan penebusan resep di Instalasi farmasi (p=0.01). Dengan demikian sumber penghasilan pasien merupakan Salah satu peluang untuk meningkatkan pendapatan di IFRSU Kota Bekasi. Kualitas pelayanan di IFRSU Kota Bekasi ditingkatkan, hubungan dengan dokter yang bekerja di RSUD agar formularium yang telah disepakati dapat segera di operasionalkan.
Saran Evaluasi kualitas pelayanan di Inslalasi Farmasi :
  • Lokasi Instalasi farmasi mudah di capai oleh pasien rawat jalan
  • Harga obat di pantau terus harganya agar kompetitif dengan apotik di Iuar RSUD Kota Bekasi
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T21111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Tri Wijayanti
"Rumah sakit perlu mengelola beban kerja perawat secara seimbang supaya pelayanan keperawatan menjadi berkualitas. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain deskriptif komparatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan beban kerja antara Ruang perawatan kelas III dengan ruang perawatan kelas Utama. Penelitian dilakukan dengan pendekatan work sampling selama 6 hari pengamatan di masing-masing ruangan. Pengambilan sampel secara accidental berjumlah 1311. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata waktu kegiatan tidak langsung lebih lama jika dibandingkan dengan kegiatan tidak langsung, pendidikan kesehatan sangat jarang dilakukan perawat, dan secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan beban kerja perawat di kelas III dan kelas Utama. Rekomendasi penelitian ini adalah pihak rumah sakit sebaiknya mengevaluasi kinerja perawat secara berkelanjutan serta penyediaan fasilitas memadai untuk menunjang kegiatan pelayanan keperawatan.

Workload of nursing in hospital must be managed to provide with qualified nursing care. This research is a comparative descriptive design. This research to find the differences of workload of nursing activity between third class ward and VIP class ward. The study was conducted with work sampling approach for 6 days observation in each ward. The results showed that time for non direct care activities more longer than direct care activities, health education was rarely implemented, and there was no significant differences the workload of nurses in third class ward with VIP class. Recommendations of this study is the hospital should evaluate sustainable of performance and the provision of adequate facilities to support the nursing service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>