Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123825 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulianto
"This study is to analyse the propered of Magnetic Resonance Imaging 1.5 Tesla in Radiology Departement of Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital, analysis to present market aspect, management aspect, technology aspect, legal and finance aspect. Using Internal External Matrix and SWOT analysis, be continued to analyse finance aspect by cash flow projection, Net Present Value analysis and Internal Rate Of Return analysis. The result of this research presented Magnetic Resonance Imaging 1.5 Tesla service in Radiology Departement Of Dr Cipto Mangunkusumo General Hospital with NPV positive value and IRR above bank rate is proper, and be able to be existence.

Tesis ini menganalisis kelayakan dari Pelayanan MRI 1,5 Tesla yang akan diadakan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, pada aspek pasar, manajemen organisasi, teknologi alat, hukum/ legalitas dan keuangan. Penelitian kualitatif pada desain deskriptif dengan melakukan analisis aspek-aspek kelayakan dan keuangan. Menggunakan alat analisis Matriks Internal Eksternal dan Diagram SWOT, dilanjutkan dengan analisis aspek keuangan menggunakan proyeksi Cash Flow serta analisis Net Present Value dan Internal Rate Of Return. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Pelayanan Magnetic Resonance Imaging 1,5 Tesla di Departemen Radiologi RSUPN CM, dengan hasil Nilai NPV positip dan nilai IRR di atas suku bunga Bank, sudah layak untuk direalisasikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T41295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sesanthi Winda Savitri
"

Latar Belakang: Kanker menjadi salah satu penyebab kematian utama dan dapat menghalangi upaya  peningkatan harapan hidup seseorang. Terdapat 20 juta kasus baru di seluruh dunia dan 9,7 juta kematian akibat kanker pada tahun 2022. Terdapat hambatan non medis yang dialami pasien dalam proses perawatan kanker, dan menyebabkan penundaan perawatan yang sedang dijalani, yang akan mempengaruhi kualitas pengobatan dan kualitas hidup pasien. Keberadaan Patient Navigator (PN) diharapkan dapat memberikan solusi. Terdapat  beberapa literatur yang mengaitkan dengan penundaan terapi pada beberapa jenis kanker, namun belum ada yang membahas perannya pada pasien yang menjalani radioterapi secara menyeluruh. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan peran navigasi pasien dengan tingkat interupsi terapi pasien radioterapi. Metode: Merupakan penelitian kohort restrospektif dengan analisis chi square. Data pasien diambil secara total sampling untuk melihat pola kepatuhan pasien sebelum dan sesudah adanya program PN (Februari 2021-Mei 2024). Dan dilakukan random sampling pada sejumlah 50 responden dari total 235 pasien populasi, untuk mengetahui hubungan peran PN terhadap interupsi terapi. Pasien dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner serta pengambilan data sekunder dari data tunda sinar pasien. Hasil: Dari hasil penelitian, domisili merupakan karakteristik yang dapat mempengaruhi tingkat interupsi terapi pasien (p-Value 0,044). Dan gambaran kepatuhan pasien dalam menjalani terapi radiasi,  menunjukkan penurunan semenjak kehadiran program PN. Hambatan atau kendala yang dialami pasien radioterapi paling banyak adalah hambatan fisik (56%). Upaya yang dilakukan tim PN dalam menavigasi pasien terbanyak adalah memberikan dukungan emosional kepada pasien (90%). Sejumlah 73% responden menilai program tersebut sangat baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara peran navigasi pasien dengan interupsi terapi pasien radioterapi (p-Value <0,001). Kesimpulan: Navigasi pasien berperan dalam membantu mengatasi kendala-kendala non medis yang dialami pasien dalam proses pengobatan kanker. Pemberian navigasi pasien yang berkesinambungan, berperan dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi radiasi di RSCM.


Background: Cancer is one of the leading causes of death and inhibit the efforts to increase patient's life expectancy. There were 20 million new cases worldwide and 9.7 million deaths from cancer in 2022. There are non-medical barrier experienced by patients in the cancer treatment process, and cause delays in ongoing treatment, which will affect the quality of treatment and the patient's quality of life. The existence of Patient Navigator (PN) is expected to provide a solution. Some study of PN has found the relation with interuption’s therapy in some types of cancer, but no one has discussed its role in all types cancer patients undergoing radiotherapy. This study aims to determine the relationship between the role of patient navigation and the therapy interruption of radiotherapy patients. Methods: This study used retrospective cohort with chi square analysis. Patient data was taken on a total sampling basis to see patient compliance patterns before and after the PN program (February 2021-May 2024). And random sampling was carried out on a total of 50 respondents from 235 population patients, to find out the relationship between the role of PN and therapy interruptions. Patients were interviewed and filled out questionnaires as well as taking secondary data from the radiotherapy patient's delay data. Results: Domicile is a characteristic that can affect the level of patient therapy interruption (p-Value 0.044). The pattern of undergoing radiation therapy patient’s compliance indicate decreasing number since the presence of the PN program. The most common barrier or obstacle experienced by radiotherapy patients is physical barriers (56%). The effort made by the PN team in navigating the most patients was to provide emotional support (90%). Total 73% of respondents considered the program very good. There was a significant relationship between the role of patient navigation and the interruption therapy of radiotherapy patient (p-Value <0.001). Conclusion: Patient navigation plays a role in helping to overcome non-medical patients barrier in the cancer treatment process. Providing continuous patient navigation have role in improving patient compliance in undergoing radiation therapy at RSCM.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Nurbeti
"Latar Belakang: Pemeriksaan MRI orbita sebagai modalitas pencitraan diagnostik bukan merupakan pilihan utama dalam mengevaluasi miopia dengan komplikasi secara kualitatif maupun kuantitatif, namun sekarang ini peranan MRI Orbita mulai dimanfaatkan untuk diagnostik, evaluasi, penilaian morfologi dan kuantitatif pada miopia dengan komplikasi sehingga mendapatkan mendapatkan penanganan yang tepat. Perkembangan miopia di Indonesia secara prevalensi mengalami peningkatan sejak anak-anak dan usia muda sehingga komplikasi akibat miopia pada usia dewasa salah satunya adalah perubahan kedudukan bola mata (esotropia) juga diprediksi mengalami peningkatan. Selain itu volume orbita pada ras di Indonesia dengan struktur anatomi kepala dan wajah yang kecil kemungkinan meningkatkan prevalensi pergeseran sudut otot-otot rektus ekstraokular pada miopia sehingga menyebabkan perubahan kedudukan bola mata. Belum banyak data mengenai sudut otot-otot rektus ekstraokular superior-lateral dan panjang aksial bola mata pada pengukuran PACS INFINITT dengan metode Yokoyama serta data volume orbita menggunakan perangkat lunak pengukuran 3D Slicer dalam karakteristik populasi miopia di Indonesia terutama pasien RSCM. Tujuan:Mengetahui hubungan sudut otot-otot rektus ekstraokular superior-lateral, panjang aksial bola mata dan/ atau volume orbita pasien miopia berdasarkan MRI 1,5T di RSCM. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan uji korelasi menggunakan data sekunder dan ditambah data primer karena belum mencukupi. Dilakukan analisis menggunakan PACS INFINITT untuk sudut otot rektus superior-lateral dan panjang aksial bola mata, sedangkan analisis volume orbita mneggunakan 3D Slicer Data yang didapatkan dimasukkan dalam diagram baur (scatter plot) untuk melihat adanya hubungan probabilitas. Kemudian dianalisis ada tidaknya hubungan probabilitas menggunakan analisis multivariat dengan multiregresi. Hasil:. Hubungan besar Dioptri terhadap sudut otot rektus superior-lateral dengan nilai p=0,005,r=0,27 (nilai p<0,05). Hubungan panjang aksial bola mata terhadap sudut otot rektus superior-lateral dengan nilai p=0,379,r=0,09. Hubungan volume orbita terhadap sudut otot rektus superior-lateral dengan nilai p=0,057,r=-0,19. Simpulan: Terdapat hubungan antara besar Dioptri sferis negatif terhadap besar sudut otot rektus superior-lateral, peningkatan ukuran dioptri diikuti dengan peningkatan besar sudut otot rektus superior-lateral. Tidak ada hubungan antara panjang aksial bola mata dengan besar sudut otot rektus superior-lateral. Terdapat kecenderungan hubungan negatif antara volume orbita terhadap besar sudut otot rektus superior-lateral, di mana semakin kecil voume orbita, semakin besar sudut otot rektus superior-lateral. Meskipun belum terdapat hubungan yang kuat secara statistic.

Background: Orbital MRI examination as a diagnostic imaging modality is not the main choice in evaluating myopia with complications qualitatively or quantitatively, however, currently the role of orbital MRI has begun to be utilized for diagnostics, evaluation, morphological and quantitative assessment of myopia with complications so that it gets better treatment. right. The prevalence of myopia development in Indonesia has increased since childhood and young age so that complications due to myopia in adulthood, one of which is a change in the position of the eyeball (esotropia), is also predicted to increase. In addition, the orbital volume in Indonesian races with low head and face anatomical structures is likely to increase the prevalence of shifting the angle of the extraocular rectus muscles in myopia, causing changes in the position of the eyeball. There are not many data regarding the angle of the superior-lateral extraocular rectus muscles and the axial length of the eyeball on the PACS INFINITT measurement using the Yokoyama method and orbital volume data using 3D Slicer measurement software in the characteristics of the myopia population in Indonesia, especially RSCM patients. Purpose: To determine the relationship between the angle of the superior-lateral extraocular rectus muscles, the axial length of the eyeball and / or the orbital volume of myopia patients based on MRI 1.5T at RSCM. Methods: This study used a cross-sectional design with correlation test using secondary data and added with primary data because it was insufficient. Analysis was carried out using PACS INFINITT for the superior-lateral rectus muscle angle and the axial length of the eyeball, while the orbital volume analysis used 3D Slicer. The data obtained were included in a scatter plot to see a probability relationship. Then analyzed whether there is a probability relationship using multivariate analysis with multiregression. Results: Correlation the size of the diopters and the angle of the superior-lateral rectus muscle with a value of p=0.005,r=0.27 (p value <0.05). Correlation the axial length of the eyeball and the angle of the superior-lateral rectus muscle with a value of p=0.379,r=0.09. Correlation orbital volume and the angle of the superior-lateral rectus muscle with a value of p=0.057,r=-0.19. Conclusions: There is a relationship between the size of the negative spherical diopters with the angle of the superior-lateral rectus muscle, the increase in the size of the diopters is followed by an increase in the angle of the superior-lateral rectus muscle. There is no relationship between the axial length of the eyeball and the angle of the superior-lateral rectus muscle. There is a tendency for a negative relationship between the volume of the orbit and the angle of the superior-lateral rectus muscle, where the smaller the orbital volume, the greater the angle of the superior-lateral rectus muscle. Although there is no statistically strong correlation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karunia Ramadhan
"Latar Belakang: Edema peritumoral kerap dihubungkan dengan gejala neurologis dan progresivitas pada glioblasoma. Peran nilai Apparent Diffusion Coefficient (ADC) pada Magnetic Resonance Imaging (MRI), faktor demografi dan gejala klinis dalam memrediksi derajat edema peritumoral masih belum banyak diketahui, sehingga perlu telaah lebih lanjut.
Tujuan: Menilai hubungan nilai ADC intratumoral, faktor demografi dan gejala klinis dengan derajat edema peritumoral.
Metode: Studi crossectional dengan data sekunder di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2014-2022. Seluruh sampel memiliki hasil MRI dengan sekuens DWI-ADC. Setiap variabel bebas dan tergantung dianalisis secara bivariat menggunakan uji Chi-square; untuk variabel bebas dengan nilai p<0,25 dilakukan analisis multivariat. Derajat edema peritumoral pada MRI dibagi menjadi mayor (>1cm) dan minor (<1cm).
Hasil: 78 pasien dianalisis; didapatkan hubungan yang bermakna antara nilai ADC intratumoral dengan derajat edema peritumoral pada nilai cut off  ≤0,75 x 10-3 mm2/s (p <0,001). Tidak terdapat hubungan antara usia ≤60 tahun, jenis kelamin, sakit kepala, penurunan kesadaran dan papil edema dengan derajat edema peritumoral, sedangkan usia >60 tahun mutlak mengalami edema mayor.
Kesimpulan: Pasien dengan nilai ADC ≤0,75 x 10-3 mm2/s memiliki kemungkinan mengalami edema peritumoral mayor lebih besar.

Background: Peritumoral edema is often associated to neurological symptoms and progression in glioblastoma. The role of the Apparent Diffusion Coefficient (ADC) in Magnetic Resonance Imaging (MRI), demographic and clinical symptoms in predicting the degree of peritumoral edema not much known, so further studies are needed.
Objective: To assess the relationship between intratumoral ADC value, demographic and clinical symptoms with the degree of peritumoral edema.
Methods: Cross-sectional study with secondary data at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2014-2022. All samples had MRI with DWI-ADC sequence. Each independent and dependent variable was analyzed bivariately using the Chi-square test; independent variables with p <0.05, multivariate analysis was performed. Peritumoral edema on MRI are divided into major (>1cm) and minor (<1cm).
Results: 78 patients were analyzed; a significant relationship was found between intratumoral ADC value and degree of peritumoral edema at cut-off value of ≤0.75 x 10-3 mm2/s (p <0.001). There is no relationship between age ≤60, gender, headache, loss of consciousness and papilledema with the degree of peritumoral edema, whereas age >60 years has absolute major edema.
Conclusion: Patients with ADC values ≤0.75 x 10-3 mm2/s have a greater likelihood of developing major edema.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purwanto
"Analisis Reject Film X Ray yang berdampak Kerugian Finansial di Departemen Radiologi RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Periode talmn 2006- 2008. Departemen Radiologi merupakan salah satu bagian rumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo yang melayani pelayanan lcesehatan bagi pasien, dalam menjalankan fungsinya depanemen radiologi mempunyai indikator pelayanan, apakah pelayanan itu mempunyai kwalitas yang baik atau sebaliknya. Salah satu indikator pelayanan radiologi dapat dikatakan baik adalah dengan melihat angka tingkat kerusakan film atau disebut sebagai Reject Analisis. Di departemen Radiologi mempunyai standar, bahwa pelayanan di radiologi dapat dikatakan baik apa bila tingkat kerusakan film dibawah 5 %. Pada kenyataannya tingkat kerusakan film di departemen radiologi masih relatife tinggi yaitu diatas 5%, oleh sebab itu maka harus dicari penyebab kerusakan film x ray tersebut. Kerusakan film x ray dapat disebabkan oleh Radiografer, alat,clan pasien. Dari ketiga factor tersebutdapat kita tentukan faktor penyebab yang paling dominan dan kemudian dicari jalan pemencahanannyakadiografer merupakan penyabab utama atau yang dominan yang menyebabkan kerusakan film, untuk periode 2006 - 2008 mencapai 80 % dari total film yang di tolak, kemudian alat dan pasien. Di Radiologi ada beberapa jenis ukuran film dan mempunyai harga yang berfariasi apa bila di konversikan jumlah film yang rusak pada periode 2006 - 2008 mencapai Rp. 75.616.500, Untuk menekan atau mengurangi tingkat lcerusakan film di masa mcndatang pihakdan pimpinan departemen radiologi dapat melakukan kursus atau training serta studi banding kerumah sakit yang setipe, dan yang lebih prinsip adalah membuat SOP yang selalu di perbaharui mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Analysis reject X Ray Film impacting Losses in the Financial Department of Radiology Hospital. Dr. Cipto Mangunkusumo year period 2006 - 2008. Department of Radiology is one of the hospital Dr. Cipto mangunkusumo serve the health care services for patients, in the Radiology department has its indicator of servicc,if scrvicc has good quality, or vicc versa. One indicator of Radiology good can be said is to see the number or level of damage referred to as the Elm reject analysis. Radiology departments have in the standard, that the services in the Radiology good what can be said if the level of damage film under 5%. In fact the level of damage in the film department of Radiology relatife still high above the 5%, therefore the cause must be sought in the x ray. X ray film damage can be caused by Radiografer, tools, and the patient. From the three factors we specify tersebutdapat factors cause the most dominant and sought penyabab road pemencahanannyakadiografer is the dominant or primary cause of damage to the film, for the period 2006 - 2008 reached 80% ofthe total decline in the film, and equipment and patients. Radiology in some type of film the size and price have berfariasi convert what if the number of Elm damaged during the period 2006 - 2008 reached Rp. 756l6500, To reduce the level of press or film damage in the fixture pihakdan Radiology department head can do a course of study or training, and appeal to thc sick who setipe, and the principle is to make the SOP, which is always in update follow the development of science and technology."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T33837
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Pradita Rikardi
"Kecemasan pra operasi merupakan kondisi yang lazim dialami oleh pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan. Tingkat kecemasan pra operasi yang tinggi dapat memberikan dampak negatif terhadap pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pra operasi pada pasien-pasien yang menjalani operasi di Instalasi Pelayanan Bedah Terpadu RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini menggunakan desain cross- sectional dengan 393 responden yang diseleksi melalui metode consecutive sampling. Skala kecemasan menggunakan The Amsterdam Preoperative and Anxiety Scale (APAIS). Data dianalisis dengan menggunakan analisis bivariat dan multivariat. Gambaran tingkat kecemasan pra operasi sebesar 54.2%. Tidak ada hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, pernikahan, jenis operasi, dan pembiusan terhadap tingkat kecemasan pra operasi (p > 0.05). Jenis operasi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pra operasi (OR = 3.501;CI = 95%). Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi faktor yang secara spesifik berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pra operasi.

Preoperative anxiety is a common condition experienced by patients who will undergo a surgery. High levels of preoperative anxiety can cause negative impacts on patients. This study aims to analyze the factors that influence the level of preoperative anxiety in patients undergoing surgery at the Integrated Surgical Service of Cipto Mangunkusumo National Center Hospital. This study used a cross-sectional design with 393 respondents selected through consecutive sampling method. The anxiety scale are measured by The Amsterdam Preoperative and Anxiety Scale (APAIS). Data were analyzed using bivariate and multivariate analysis. The description of the level of preoperative anxiety was 54.2%. There was no significant relationship between age, gender, education level, employment status, marriage, type of surgery, and anesthesia on the level of preoperative anxiety (p > 0.05). Types of surgery is the variable that mostly influenced the level of preoperative anxiety (OR = 3.501; CI = 95%). Further studies are needed to identify factors that specifically influence the level of preoperative anxiety."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Kezia Martina
"Latar belakang: Strategi terapi sarkoma jaringan lunak (SJL) ekstremitas cukup menantang. Hal ini karena diagnosis sering terlambat dan gambaran klinisnya yang tidak spesifik sehingga hampir 50% pasien yang baru didiagnosis mengalami kematian. Berbagai modalitas terapi digunakan untuk meningkatkan angka kesintasan pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas. Namun faktor klinikopatologis dapat memengaruhinya angka kesintasan sehingga memengaruhi efektivitas terapi. Penelitian ini bertujuan mengetahui angka dan faktor-faktor yang memengaruh kesintasan hidup (overall survival) lima tahun pascaterapi pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas di RSCM tahun 2011-2015.
Metode: Sebanyak 42 pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas ditegakkan dengan histopatologis dan menjalani terapi di RSCM tahun 2011-2015 menjadi subjek dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan metode Kapplan Meier, uji Cox Regression, dan Cox Regression with Time Dependent Variable
Hasil penelitian: Median kesintasan hidup pascaterapi pasien sebesar 6 tahun ( 3 bulan - 8,25 tahun) dengan persentase kesintasan hidup lima tahun sebesar 52,4%. Faktor yang berpengaruh terhadap kesintasan hidup lima tahun pascaterapi pasien SJL adalah tindakan pembedahan berupa limb saving surgery (HR 0,852 IK95% 0,68 - 1,07, p =0,163).
Kesimpulan: Kesintasan hidup lima tahun pada pasien sarkoma jaringan lunak ekstremitas adalah sebesar 52,4%, Kesintasan hidup dipengaruhi oleh derajat SJL tinggi, terapi tidak lengkap, dan stadium klinis metastasis.
Kata kunci: kesintasan, sarkoma jaringan lunak ekstremitas.

Background: The strategy for treating limb soft tissue sarcoma (SJL) is quite challenging. This is because the diagnosis is often delayed and the clinical picture is non-specific so that almost 50% of newly diagnosed patients die. Various therapeutic modalities are used to increase the survival rate of patients with extremity soft tissue sarcoma. However, clinicopathological factors can influence the survival rate and thus affect the effectiveness of therapy. This study aims to determine the numbers and factors that influence overall survival five years after therapy for patients with soft tissue sarcoma of the extremities at RSCM in 2011-2015.
Methods: A total of 42 patients with soft tissue sarcoma of the extremities were histopathologically established and underwent therapy at the RSCM in 2011-2015 as subjects in this study. Data analysis was carried out using the Kapplan Meier method, Cox Regression test, and Cox Regression with Time Dependent Variable.
Results: The median survival after therapy for patients was 6 years (3 months - 8.25 years) with a five-year survival percentage of 52.4%. Factors that affect five-year survival after SJL patients are surgical procedures in the form of limb saving surgery (HR 0.852 95% CI 0.68 - 1.07, p = 0.163).
Conclusion: The five-year survival rate for patients with soft tissue sarcomas of the extremities was 52.4%. Overal survival is affected by higher sarcoma grade, incomplete therapy, and worse clinical stage.
Keywords: survival, extremity soft tissue sarcoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cissie Nugraha
"Rumah sakit harus selalu berusaha untu.k meningkatkan mutu pelayanannya kepada pasien untuk menjadi yang terbaik di era globalisasi saat ini, Salah satu upaya untuk mengukut mutu pelayanan kesebatan adalah dengan mengukur kepuasan pasien. Saat ini beJum ada instrumen yang sahih dan handal untuk mengukur kepuasan pasien di lnsta1asi Rawat Jalan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan instrumen yang sahih dan handa1, untuk mendapatkan gambaran karakteristik pasien dan tingkat kepuasan pasien. Jenis penelitian berupa kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan metode systemaric random sampling, Metode pengukuran kepuasan dengan menggunakan konsep ServQual.
Penelitian ini menghasilkan instrumen yang sahih dan handal untuk mengukur kepuasan pasien, dengan nilai corrected item total correlation dan Crombach S alpha > 0,361, dan mempunyai bubungan yang kuat dan sempurna (r > 0.5). Sebagian besar responden memiliki persepsi baik terhadsp cilta RS (68,4%). persepsi mabal terhadap tarif(89,55%), ingin kembali berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM (86,5%) dan ingin merekomendasikan kepada teman atau keluarga (84,2%). Responden yang puas adalab 18,8% dan yang Hdak puas adalah 81.2%. Nilai kapuasan tertinggi didapat pada aspek empati (0,84) dan teretulah pada aspek ketanggapan (0,80).
Diperlihatkan juga adanya bubungan antara persepsi responden terhadap citra RS dengan tingkat kapuason (p=0.036), kepuasan dengan keinginan berobat kembali (p=0.024), kepuasan dengan keinginan merekomendasikan (p=O,Ol3), persepsi terhadap citra RS dengan keinginan berobat kembali (p=O,OOO), persepsi terhadap klinik RS dengan keinginan merekomendasikan klinik."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T32457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiska Anita Ekawati Rahayu Sapang
"Praktik klinik lanjut di ruang neurologi untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangguan neurologi menggunakan teori keperawatan Model Adaptasi Roy, menerapkan praktik keperawatan berdasarkan pembuktian dan melakukan inovasi keperawatan. Masalah keperawatan terbanyak akibat respon perilaku inefektif pada mode adaptasi fisiologis yaitu perfusi jaringan serebral tidak efektif, dan mode fungsi peran yaitu manajemen kesehatan diri tidak efektif. Intervensi keperawatan berdasarkan pembuktian yang telah diterapkan yaitu Skrining Malnutrisi menggunakan Mini Nutrional Assesment (MNA) dan Barthel Index (BI) yang dapat mendeteksi risiko kejadian malnutrisi pada pasien gangguan neurologi yang di rawat inap, sehingga dapat mencegah malnutrisi dengan kolaborasi dengan tim gizi. Inovasi keperawatan yaitu Bladder Training dengan menggunakan chart Bladder diary untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial dan melatih pasien gangguan neurologi agar dapat berkemih mandiri tanpa bantuan alat. Perawat dapat menerapkan Model Adaptasi Roy, menerapkan skrining malnutrisi untuk mendeteksi awal risiko kejadian malnutrisi serta melakukan kegiatan inovatif dalam memberikan asuhan keperawatan pada gangguan neurologi.

Advanced clinical practice in neurology ward is conducted to give nursing implementation on patients with neurological system disorder by using Roy’s Adaptation theory, implementing nursing practice based on evidence and implementation of nursing innovation. The most frequent nursing problems that occurred resulted from ineffective behavior response on physical adaptation mode were ineffective cerebral tissue perfusion and role function mode, ineffective self-care management. Nursing intervention based on evidence-based practice on Malnutrition Screening by using Mini Nutritional Assesment (MNA) and Barthel Index (BI) is used to know the risk of malnutrition on patients with neurological in the ward, so we can prevent malnutrition by collaborating with the nutrition team. Nursing innovation with Bladder Training by using Bladder diary is used to prevent infection in hospital and to train patients with neurological system disorder, so that the patients can be autonomous without using any equipment. Nurses can implement Roy’s Adaptation Theory with Malnutrition Screening application to prevent malnutrition, and at the same time it can execute innovation in nursing implementation on patients with neurological system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanto
"Kanker ginjal merupakan penyakit keganasan yang mulai meningkat angka kejadiannya di daerah perkotaan. Akibat invasi dan pertumbuhan sel kanker yang semakin membesar dapat menekan jaringan atau organ sekitar ginjal. Hal ini sering mengakibatkan keluhan nyeri pada pasien dengan kanker ginjal. Sebagai penyakit dengan progresivitas lambat, kanker menyebabkan nyeri yang bersifat kronis, sehingga pengunaan obat analgesik dalam jangka waktu perlu dipertimbangkan karena akan meningkatkan efek toksisitas terhadap organ. Maka dari itu diperlukan manajemen nyeri non farmakologik.
Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis evidence based mengenai teknik manajemen nyeri non farmakologik khususnya teknik relaksasi dan teknik distraksi. Hasil dari latihan teknik relaksasi dan distraksi yang dilakukan secara terus-menerus dapat mengatasi rasa nyeri klien dengan kanker ginjal baik pra bedah maupun paska bedah.

Kidney cancer is a malignant disease which the incidence began to increase in urban areas. The growth and invasion of cancer cells can suppress the tissues or organs around the kidney. This often results in complaints of pain in patients with kidney cancer. As a disease with a slow progression, cancer causes chronic pain, so the use of analgesic drugs in the long period needs to be considered because it will increase the effect of toxicity to organs. Because of that, it is required nonpharmacologic pain management.
The purpose of this paper is to analyze evidence based of non-pharmacologic pain management techniques, especially relaxation techniques and distraction techniques. Results of relaxation and distraction exercises are performed regularly can overcome the pain of kidney cancer both pre and post surgical clients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>