Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160836 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Samantha
"Menunit Hallahan & Kaufmann (2006)asperger syndrome merupakansalah satu bentuk autisme namun dalam derajat yang ringan. Masalah utamadari merekaterletak dalam interaksi sosial. Attwood (2005) mengemukakan bahwaanakdengan asperger syndrome tampaknya tidak menyadari tata krama tak tertulisdalamkehidupan sosial.
Terdapat beragam teknik yang bisa digimakan untuk membantu individu autistik untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka. MenurutGray (dalam Fullerton, et.al, 1996), pemberian cerita sosial efektif untuk individu autistikyang memiliki kemampuan untuk memahami materi tertulis. Lalu, teknik prompt dan pemberian reward/merupakan salah satu strategi mengajarkan perilaku sosial yang biasa digunakan untuk mengajarkan individu penyandang autistik untuk memulai inter^si dengan tepat menurut Strain, Kohler& Goldstein (dalam Mash & Wolfe, 2005).
Intervensidalam penelitian ini mengimplementasikan perpaduan antara teknik pemberian cerita sosial dengan pelaksanaan rangkaian modifikasi perilaku (promptingreinforcement danfading) untuk remajadengan aspergersyndrome. Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan keduateknik tersebut cukup efektifdalam membantu remaja yang bersangkutan. Pemberian cerita sosial dapat membantu mengingatkan subjek akan tujuan dan sebabakibat dari aturan sosial yang berlaku pada kesehariannya, yaitu untuk meminta izin sebelum meminjam barang kepada orang lain. Lalu, subjek jugadapat meminta izin sebelum meminjam barangatau meminta sesuatu setelah diberikanprompt oleh significant others-nya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyaningsih
"Siswa dengan sindroma Asperger mempunyai kesulitan utama dalam interaksi sosial. Mereka kesulitan dalam menguasai keterampilan sosial, khususnya dalam memulai interaksi. Memulai interaksi merupakan keterampilan sosial penting yang dibutuhkan anak untuk terlibat dalam interaksi sosial dan mempelajari keterampilan sosial lain yang lebih kompleks. Intervensi dilakukan untuk memunculkan perilaku memulai interaksi dengan metode social story, yaitu cerita singkat yang dilengkapi gambar untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai situasi sosial yang dihadapi. Social story diberikan sebanyak enam kali dengan target perilaku memulai interaksi, yaitu menyapa, memulai pembicaraan dan meminjam barang. Penelitian menggunakan desain penelitian kasus tunggal dengan subjek siswa dengan sindroma Asperger yang memiliki taraf inteligensi perbatasan (IQ = 78, skala Stanford Binet). Metode pengukuran dilakukan dengan observasi tidak berstruktur dan wawancara berstruktur kepada guru dan orang tua siswa. Berdasarkan perbandingan hasil pengukuran sebelum dan sesudah intervensi ditemukan bahwa program social story belum berhasil memunculkan perilaku memulai interaksi pada siswa dengan Sindroma Asperger. Ketidakberhasilan ini dipengaruhi karakteristik subjek yang mempunyai keterbatasan dalam bahasa ekspresif, kurangnya kesempatan untuk mempraktekan perilaku memulai interaksi dan perlunya memasangkan metode social story dengan metode prompting.

The main difficulty of student with Asperger syndrome is in social interaction. It is difficult for the student to develop social skills that needed for social interaction, especially to initiate interaction. This difficulty prevent student to learn complex social skills and experience social involvement. The aim of the intervention is to stimulate social initiation behavior for student with Asperger syndrome by applying social story. a short story that equip with pictures to enhance social understanding for student with Asperger syndrome. Social story is given for six times to stimulate social intitiation for the following behavior, greeting, starting conversation and borrowing thing. The research design is single case design, the subject is student with Asperger syndrome that has borderline intellectual ability (IQ = 78, skala Stanford Binet). Unstructured observation and structured interview to teacher and parent are used as the measurement methods in the research. Based on the comparison between before and after intervention measurement, it is found that social story is not successfully to stimulate social initiation behavior for student with Asperger syndrome. Several reasons that prevented the intervention to be succesfull are, the subject characteristic as student with Asperger that has limited expresive language, limited chance to practice and apply the skills and to combine social story with prompting method."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Krisna Dewayuti
"ABSTRAK
Penelitian ini menguji tentang penggunaan intervensi social story untuk meningkatkan perilaku initiation dan joining in pada remaja laki-laki penyandang sindroma asperger, yang berusia 13 tahun. Masalah Keterampilan sosial merupakan karakteristik utama individu dengan sindroma asperger. Pada penelitian ini, anak mengalami defisit dalam perilaku initiation dan joining in. Social story digunakan untuk mengajarkan perilaku-perilaku yang defisit pada anak dengan sindroma autis termasuk asperger. Social story merupakan intervensi yang fokus pada pembelajaran isyarat dan perilaku sosial untuk anak dengan sindroma autis termasuk asperger, agar mereka dapat berinteraksi secara tepat dan sesuai dengan aturan sosial yang berlaku di masyarakat. Perilaku initiation dan joining in meningkat setelah intervensi selesai dilakukan. Hal ini konsisten terjadi saat anak berinteraksi dengan teman baik di rumah maupun di sekolah. Studi ini menambah kajian penelitan yang menggunakan social story untuk meningkatkan keterampilan sosial pada remaja dengan sindroma asperger, khususnya perilaku initiation dan joining in.

ABSTRACT
This research was about using social story to improve social intervention behaviors of initiation and joining in for a teenage boy with asperger’s syndrome who being 13 years old. Deficit in social skills are the major issue of individu with asperger’s syndrome. In this research, the participant is having deficits in behaviors of initiation and joining in. Social story teached deficit behaviors in children with autism (ASD), including asperger’s syndrome. Social story intervention focus on teaching children with ASD including Asperger the social cues and behaviors that they need to know to interact with others in a socially appropriate manners. Behaviors of initiation and joining in improved after intervening done. This results were consistent occurs when the participant of interacting with friends at home and school. This research may add to the literature of study about the using social story intervention to improve social skills for adolescent with asperger’s syndrome, specially in the behaviors of initiation and joining in."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32948
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firnasyifa
"Kurangnya keterampilan sosial merupakan inti utama hambatan yang dialami anak dengan sindroma asperger. Anak dengan sindroma asperger memiliki hambatan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain yang berakibat mereka tidak mampu memprediksi tingkah laku orang lain. Social StoriesTM merupakan salah satu strategi untuk membantu anak dengan sindorma asperger untuk dapat memahami dan bereaksi lebih tepat terhadap suatu situasi sosial. Melalui Social StoriesTM, anak dengan sindroma asperger dibantu untuk memahami perspektif orang lain, situasi sosial, dan bagaimana mereka harus bereaksi terhadap situasi sosial yang spesifik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas program intervensi Social StoriesTM dalam meningkatkan keterampilan sosial area eye contact dan joining in pada seorang anak dengan sindroma asperger usia 8 tahun. Hasil penelitian menujukkan bahwa penerapan Social StoriesTM efektif meningkatkan keterampilan sosial area eye contact dan joining in pada diri partisipan.

The lack of social skills is the core deficit of children with Asperger’s Syndrome. Those children have deficit to understand the thought and feeling of others that impact the inability to predict the behavior of others. Social StoriesTM is one of the strategies for helping children with Asperger’s syndrome to understand and respond a social situation appropriately. By using Social StoriesTM, children with Asperger’s syndrome can be helped to understand other’s perspectives, social situations, and how they should respond to a specific social situation.
The aim of this study is to determine the effectiveness of Social StoriesTM intervention programs to improve social skills in eye contact and joining in area for an 8-yearold child with Asperger’s Syndrome. The results showed that the Social StoriesTM intervention was effective to improve the social skills in eye contact and joining in area.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enfira Yanuaristi
"ABSTRAK
Kecemasan merupakan sesuatu yang alami sebagai respon dari adanya ancaman yang nyata maupun imajinatif. Nyatanya kecemasan yang sedang dapat memotivasi seseorang untuk mempelajari hal baru namun kecemasan yang berlebih membuat remaja merasa cemas, gelisah dan terganggu dengan keadaan dimana ia tidak memiliki kendali. Kecemasan sosial membuat seseorang menghindari interaksi sosial sehingga berpengaruh terhadap kegiatannya sehari-hari, dalam hal ini kegaitan sekolah yang termanifestasi pada perilaku menolak sekolah. Kecemasan sosial tinggi menimbulkan reaksi fisik yang diakibatkan oleh evaluasi performa dari lingkungan disertai dengan ketakutan akan sesuatu dan keinginan untuk menghindari situasi pemicu stress. Kecemasan sosial disebabkan oleh distorsi kognitif mengenai situasi sosial netral namun yang dianggap sebagai sesuatu yang mengancam. Dengan demikian, untuk mengurangi kecemasan sosial, distorsi kognitif yang dimiliki individu perlu diubah menjadi pikiran yang lebih menguntungkan. Intervensi psikologis yang menekankan pada pengubahan kognisi sebagai dasarnya adalah modifikasi kognitif-perilaku. Dengan penggunaan single subject A-B design, penelitian ini melibatkan satu sampel penelitian, seorang remaja berusia 13 tahun. Sampel mengikuti intervensi modifikasi kognitif-perilaku yang terdiri dari 6 sesi dengan durasi 90-180 menit/sesi. Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan kuesioner sebelum dan setelah intervensi dilakukan, terlihat adanya perubahan pola pikir subjek terhadap situasi pencetus cemas yang sebelumnya bias menjadi lebih fleksibel. Penelitian ini menyimpulkan bahwa intervensi modifikasi kognitif-perilaku yang disusun dalam penelitian ini tepat diberikan pada remaja yang mengalami kecemasan sosial tinggi.

ABSTRACT
Anxiety is a natural response to real or imaginative threat. The fact is moderate anxiety can motivate a person to learn new things, yet excessive and high anxiety makes adolescents feel anxious, agitated and disturbed by the circumstance which has no control. Social anxiety makes aperson avoid social interactions, thus it can influence to the daily activities and manifested in the school refusal behavior. High social anxiety will cause physical reactions from the evaluation of environmental performance was accompanied by fear of something and the desire to avoid stress triggering situation. Social anxiety caused by cognitive distortions regarding neutral social situations but it is consider to be threatening. Therefore, to reduce social anxiety, cognitive distortions of the individual need to changed into a more favorable thoughts. Psychological interventions that emphasize the conversion of cognition as essential matters is a cognitive-behavioral modification. This research is using a single subject A-B design and involve one sample, a 13 years old female adolescent. The sample attend cognitive-behavior modification intervention which consist of 6 sessions with 90-180 minutes/session. Based on measurements using questionnaires before and after the intervention has been done, the result show a changed of subject mindset to situations that trigger anxiety more flexible than before. This study concluded that the cognitive-behavioral modification interventions that arranged in this study was appropriate given to adolescents who have high social anxiety."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lawton, Suzanne C.
London: Praeger Publishers, Westport, Conn, 2007
616.85 LAW a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Howlin, Patricia
New York: John Wiley & Sons, 1998
618.928 982 HOW c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Maryati
"Penggunaan ponsel pintar berlebihan dapat menyebabkan Phantom Vibration Syndrome sehingga memicu masalah kesehatan jiwa seperti kecemasan dan interaksi sosial pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan Phantom Vibration Syndrome dengan tingkat kecemasan dan interaksi sosial remaja. Desain penelitian menggunakan deskriptif korelasi bersifat cross-sectional dengan 64 mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia angkatan 2019 yang dipilih melalui teknik Simple Random Sampling. Pengumpulan data dilakukan online dengan instrumen penelitian Phantom Vibration Syndrome, Hamilton Anxiety Rating Scale, dan interaksi sosial. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan antara Phantom Vibration Syndrome dengan tingkat kecemasan (p=0,015), sedangkan uji Chi-Square juga menunjukkan ada hubungan antara Phantom Vibration Syndrome dengan interaksi sosial (p=0,026). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Phantom Vibration Syndrome berhubungan dengan tingkat kecemasan dan interaksi sosial. Phantom Vibration Syndrome dapat dicegah dengan membatasi penggunaan ponsel dan jika sudah terjadi kecemasan dapat dilakukan teknik relaksasi dan melakukan belajar secara berkelompok untuk meningkatkan interaksi sosial remaja.

The excessive use of smartphones can cause Phantom Vibration Syndrome that triggers mental health problems such as anxiety and social interaction issue. This study was conducted to identify the relationship between Phantom Vibration Syndrome with anxiety levels and social interaction in adolescents. Descriptive correlative with cross-sectional study used with 64 students of the Faculty of Nursing at the University of Indonesia batch 2019 through Simple Random Sampling. The data were collected online by using three instruments, including Phantom Vibration Syndrome, Hamilton Anxiety Rating Scale, and social interaction. This study was found that Phantom Vibration Syndrome associated with anxiety and social interaction. Spearman correlation test showed a relationship between Phantom Vibration Syndrome and anxiety level (p=0.015). Meanwhile, chi-Square test also found a relationship between Phantom Vibration Syndrome and social interaction (p=0.026). Phantom Vibration Syndrome can be prevented by limiting smartphone usage. If anxiety has occurred, relaxation techniques can be used and group study can be useful to improve adolescent social interaction.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Children with autism have three clear characteristic, that is social problems, poor in two way interactions, communication problems and lack of imagination. Autism includes asperger's syndrome. It peeled with the statement taht there are many categories of autism, that were namely as austistic disorder, asperger's syndrome (Atypical austisme) and pervasive disorder. This study was conducted by using a concept paper to examine previous studies that have been undertaken in respect of children with asperger's syndrome. The objective of this study is to discuss the elements of storytelling include oral and written aspects that were used as learning techniques among asperger's syndrome. Studies were carried out by selecting the corresponding reference material to study as an objective assessment tool. The result showed that this learning techniques gaved a positive impact for children with asperger's syndrome and were able to act as a lifelong learning. This study would be beneficial to the further researcher in order to analyze the appropriate method to be applied to the children with asperger's syndrome in everyday life, as well as a catalyst for the reduction of communication disorders and language disorders that were face by those children. "
JBSD 3:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sienni Sanchia Santoso
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara keterlibatan orang tua dan kompetensi sosial remaja down syndrome. Kompetensi sosial diukur berdasarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif, yang tergambarkan dari ada tidaknya perilaku maladaptif. Pengukuran keterlibatan orang tua menggunakan alat ukur Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990) dan pengukuran kompetensi sosial menggunakan alat ukur Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). Partisipan berjumlah 31 orang tua dan pengasuh utama dari remaja down syndrome berusia antara 11 hingga 24 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara keterlibatan orang tua dan keterampilan sosial remaja down syndrome (r = 0.422; p = 0.018, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya semakin tinggi keterlibatan orang tua, semakin tinggi keterampilan sosial remaja down syndrome. Akan tetapi, terdapat hubungan yang tidak signifikan antara keterlibatan orang tua dan perilaku maladaptif (r = 0.063; p = 0.737, tidak signifikan pada L.o.S 0.05). Berdasarkan hasil tersebut, orang tua disarankan untuk terlibat dalam kehidupan anaknya yang menyandang down syndrome dengan mengajarkan keterampilan sosial dan perilaku adaptif sesuai norma sosial.

This research was conducted to find the correlation between parental involvement and social competence behavior in adolescent with down syndrome. Social competence is measured based on social skills and adaptive behavior, which is illustrated from the absence of maladaptive behaviors. Parental involvement was measured using an instrument called Alabama Parenting Questionnaire (APQ) (Frick, 1990), and social competence was measured using Social Skills Rating System (SSRS) (Gresham & Elliott, 1990). The participants of this research are 31 parents and primary caregiver of adolescent with down syndrome at the age of 11 to 24 years old. The result of this research show that parental involvement positively correlated significantly with social skills (r = 0.422; p = 0.018, significant at L.o.S 0.05). This means that the higher the parental involvement, the higher the social skills of adolescent with down syndrome. However, there is no significant correlation between parental involvement and maladaptive behavior (r = 0.062; p = 0.737, not significant at L.o.S 0.05). Based on these results, it is advisable for parents to become involved in their child?s life to teach appropriate social skills and adaptive behavior according to social norms."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>